KAJIAN SEKTOR PEREKONOMIAN UNGGULAN DI
PROVINSI LAMPUNG
ELLI FITRIA RAHMAWATI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Sektor Perekonomian Unggulan di Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Elli Fitria Rahmawati
ABSTRAK
ELLI FITRIA RAHMAWATI. Kajian Sektor Perekonomian Unggulan di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA.
Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola segala sumberdaya untuk mencapai tujuan pembangunan yaitu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Keterbatasan sumberdaya membuat perencanaan pembangunan memerlukan skala prioritas. Pengembangan wilayah yang tepat sasaran harus didukung pembangunan sektor unggulan, untuk itu pemerintah daerah perlu mengetahui sektor ekonomi unggulan di daerahnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tabel input-output Provinsi Lampung tahun 2010 menurut 53 sektor yang diagregasi menjadi sembilan sektor. Analisis tersebut mencakup analisis keterkaitan, dampak penyebaran dan multiplier. Sektor unggulan di Provinsi Lampung berdasarkan analisis input-output, yaitu sektor industri pengolahan dengan spesifikasi industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya serta industri furnitur; sektor pengangkutan dan komunikasi dengan spesifikasi angkutan rel, angkutan laut dan angkutan sungai, danau dan penyeberangan; dan sektor konstruksi dengan spesifikasi konstruksi bangunan sipil, konstruksi khusus dan konstruksi gedung. Sektor lain berdasarkan analisis 53 sektor yang menjadi unggulan adalah sektor jasa penunjang keuangan dan pengadaan air.
Kata kunci: Analisis Input Output, Provinsi Lampung, Sektor Unggulan
ABSTRACT
ELLI FITRIA RAHMAWATI. Studies Leading Economic Sectors in the Lampung Province. Supervised by BAMBANG JUANDA.
Local governments are given the authority to manage all resources to achieve development goals, namely economic growth and income distribution. Insufficient resources require development planning priorities. An appropriate regional development must be supported by leading sector development, therefore the local government needs to discover the leading economic sectors ofits region. The method used in this research is the analysis of input-output tables of Lampung Province in 2010 by 53 sectors which is aggregated into nine sectors. The analysis includes linkage analysis, dispersion effect and multiplier effects. The leading sectors in the Lampung Province based on input-output analysis, namely the manufacturing sector with industry specification of wood and products of wood and cork and wickerwork from bamboo, rattan and similar products as well as the furniture industry; transportation and communications sector with a specification of transport via railways, sea and coastal water transport, and inland water transport and crossing; and the construction sector with a specification of civil engineering, specialized construction activities, and building construction. Other sectors based on analysis of 53 sectors that become leading sectors are activities auxiliary to financial services sector and water supply.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
KAJIAN SEKTOR PEREKONOMIAN UNGGULAN DI
PROVINSI LAMPUNG
ELLI FITRIA RAHMAWATI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Kajian Sektor Perekonomian Unggulan di Provinsi Lampung berhasil diselesaikan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis struktur perekonomian Provinsi Lampung, menganalisis keterkaitan antarsektor dan dampak penyebarannya, menganalisis efek pengganda (multiplier) output, pendapatan dan tenaga kerja, serta menganalisis sektor perekonomian unggulan Provinsi Lampung. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana di IPB.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada orang tua, Ibu Tiwik Sumarni dan Bapak Ngali yang memberikan dukungan semangat, doa-doa, pengertian, kasih sayang yang tiada tara. Terima kasih untuk adik penulis, Baharudin Nur Hidayat atas semangat dan doanya. Penulis turut menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS selaku pembimbing skripsi dan pembimbing akademik penulis selama di IPB.
2. Kepada dosen penguji Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. dan perwakilan komdik Dr. Muhammad Findi Alexandi, S.E.,M.Si.
3. Dosen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan ilmu yang luar biasa bermanfaat dan staff sekretariat IE yang membantu dalam administrasi. 4. Staff BPS Pusat dan BPS Provinsi Lampung atas bantuannya.
5. Kakak sepupu penulis, Arny dan Isna Satyawati. Sahabat penulis di
Imersion Community. Kita bisa! Kepada Novia Trisnawulan, Tiko Permatasari, Dara Ayu Lestari, Annisa Ramadanti, Ria Brilian, Elinda Egi, Dian Siti H., Nanda Nur R., Kusuma Hani Putri, Fatimah Zachra F., Anissha Hud Alaydrus, Nurul Desti, Nurul Latifah, Mentari Medinawati, Nailatul Karomah, Chiquita Ayu PM., Atrina Dwi Putri, semoga kita sukses di jalan masing-masing.
6. Teman-teman satu bimbingan, Nindy, Efita, Lundu, dan Gagas atas semangat, bantuan, saran, dan kritiknya dalam penyusunan dan penyelesaian penelitian ini.
7. Keluarga besar FOKMA Bahurekso Kendal dan keluarga besar Ilmu Ekonomi 47, 46, 45, 48 dan teman-teman penulis lain di IPB yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih atas dukungan, bantuan, dan ceritanya selama di IPB.
8. Mba Puput, Dr. Ir. Eka Intan K.P., MS, mba Nissa, dan mahasiswa PWD di PWD.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Bogor, Juli 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Tinjauan Teoritis 3
Teori Pertumbuhan 3
Penelitian Terdahulu 4
Kerangka Pemikiran 5
METODE 6
Jenis dan Sumber Data 6
Metode Analisis Data 6
Definisi Operasional Data 9
GAMBARAN UMUM 10
Letak Astronomis, Luas Wilayah, Topografi, dan Iklim 10
Kependudukan dan Tenaga Kerja 10
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
SIMPULAN DAN SARAN 26
Simpulan 26
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 30
DAFTAR TABEL
1 Struktur Tabel Input Output dalam Sistem Perekonomian dengan n
Sektor Produksi 4
2 Rumus Multiplier Output, Multiplier Income dan Multiplier Tenaga
Kerja 8
3 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas menurut Jenis Kegiatan Utama di
Provinsi Lampung Tahun 2010 11
4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Provinsi Lampung Tahun
2010-2013 (dalam persen) 11
5 Struktur Permintaan Input Output Provinsi Lampung (dalam Juta
Rupiah) 12
6 Sepuluh Sektor dengan Nilai Keterkaitan Langsung ke Depan Tertinggi dan Keterkaitan Langsung Tidak Langsung ke Depan Tertinggi 14 7 Sepuluh Sektor dengan Nilai Keterkaitan Langsung ke Belakang
Tertinggi dan Keterkaitan Langsung Tidak Langsung ke Belakang
Tertinggi 15
8 Pengelompokan Sektor Perekonomian Provinsi Lampung 2010
Berdasarkan Nilai IDP dan IDK 16
9 Sepuluh Sektor dengan Nilai Multiplier Output Tertinggi 17 10 Sepuluh Sektor dengan Nilai Multiplier Income Tertinggi 18 11 Peringkat Sektoral berdasarkan Nilai Hasil Pengolahan Input-Output 19
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran 5
2 Kontribusi Sektor Perekonomian dalam PDRB Provinsi Lampung
Tahun 2010 (dalam persen) 19
3 Belanja Perindustrian Provinsi Lampung Tahun 2010-2013 23 4 Belanja Informasi dan Komunikasi Provinsi Lampung Tahun
2010-2013 24
5 Belanja Perhubungan Provinsi Lampung Tahun 2010-2013 25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Klasifikasi Sektor-sektor Perekonomian Provinsi Lampung berdasarkan Tabel Input-Output Provinsi Lampung tahun 2010 30 2 Tabel Input Output Provinsi Lampung 2010 Agregasi 9 Sektor
Perekonomian (Juta Rupiah) 32
7 Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Provinsi Lampung tahun
2010 38
8 Hasil Perhitungan Location Quotient (LQ) Provinsi Lampung Tahun
2010 39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola segala sumberdaya untuk mencapai tujuan pembangunan yaitu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Kewenangan pemerintah dalam otonomi daerah ini tertuang dalam Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurut Tarigan (2007), kewenangan yang dipegang pemerintah daerah dalam membuat perencanaan pembangunan wilayah harus memperhatikan potensi daerah. Keterbatasan sumberdaya membuat perencanaan pembangunan memerlukan skala prioritas (Rustiadi et.al 2011). Hal ini yang menjadi masalah dalam pembangunan ekonomi regional. Pembangunan sektor unggulan didasarkan atas pemikiran bahwa:
1. Setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan.
2. Terdapat keterkaitan antarsektor dengan karakteristik yang berbeda.
3. Adanya ketidakmerataan aktivitas dan sumberdaya yang terpusat pada sektor tertentu.
Ketidakmerataan aktivitas dan sumberdaya di Provinsi Lampung dapat terlihat dari distribusi PDRB dan jumlah tenaga kerja pada suatu sektor. Distribusi PDRB Provinsi Lampung terbesar disumbangkan oleh sektor pertanian (36.61%) tahun 2013 (BPS 2014). Laju PDRB tahun 2009 mencapai 5.26% dan naik menjadi 6.48% di tahun 2012 dan melambat menjadi 5.97% di tahun 2013.Sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 1,666,372 jiwa dari 3,449,307 tenaga kerja. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menyerap 18% tenaga kerja dan sekitar 13% tenaga kerja diserap sektor jasa-jasa (BPS 2013).
Dibalik tingginya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa, tingkat pengangguran terbuka Provinsi Lampung masih tergolong tinggi yaitu sekitar 5.85% pada Agustus 2013, meningkat 0.67% dari bulan Agustus tahun sebelumnya. Nilai IPM di Provinsi Lampung pun masih lebih rendah dari IPM nasional yaitu sebesar 72.45, sedangkan IPM nasional sebesar 73.29. Pada September 2012 sekitar 15.69% penduduk masih tergolong penduduk miskin dan menjadi 14.6% pada September 2013.
2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, pembangunan sektor perekonomian tidak hanya didasarkan pada tingginya PDRB, untuk itu diperlukan analisis input-output untuk menentukan sektor unggulan yang tepat guna membantu daerah dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan daerah ke level yang lebih tinggi serta menyejahterakan masyarakatnya. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana struktur perekonomian Provinsi Lampung berdasarkan struktur output dan permintaan, konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, net ekspor, dan nilai tambah bruto?
2. Bagaimana keterkaitan antarsektor dan dampak penyebaran sektor ekonomi Provinsi Lampung?
3. Bagaimana dampak multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja sektor ekonomi Provinsi Lampung?
4. Apa dan bagaimana kondisi sektor perekonomian unggulan Provinsi Lampung?
Tujuan Penelitian
1. Mengkaji struktur perekonomian Provinsi Lampung berdasarkan struktur output dan permintaan, konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, net ekspor, dan nilai tambah bruto.
2. Menganalisis keterkaitan antarsektor dan dampak penyebaran sektor ekonomi Provinsi Lampung.
3. Menganalisis dampak multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja sektor ekonomi di Provinsi Lampung.
4. Menentukan dan menganalisis sektor perekonomian unggulan Provinsi Lampung
Manfaat Penelitian
1. Pemerintah Provinsi Lampung dapat menggunakan penelitian ini sebagai saran atau masukan dalam merencanakan pembangunan daerah dan mengembangkan sektor perekonomian unggulannya.
2. Sebagai bahan rujukan, referensi dan informasi untuk penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teoritis Teori Pertumbuhan
Menurut Priyarsono, dkk (2007) kutub pertumbuhan menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan memiliki kaitan ke depan dan ke belakang yang kuat dengan industri yang unggul dalam teori pusat pertumbuhan (growth pole). Salah satu syarat yang harus dimiliki pusat pertumbuhan dalam perkembangan ekonomi adalah keterkaitan antar sektor. Teori pertumbuhan dari Harrod Domar menunjukkan bahwa dalam pertumbuhan jangka panjang yang mantap, seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar. Syarat penyerapan pasar adalah tingat pertumbuhan ekonomi sama dengan tingkat pertumbuhan modal dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja. Syarat tersebut terpenuhi dengan asumsi kondisi perekonomian yang tertutup, keinginan menabung konstan, koefisien produksi konstan, tingkat pertumbuhan tenaga kerja konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
Strategi Pengembangan Wilayah
Tarigan (2007) menjelaskan bahwa perencana wilayah memiliki tugas untuk menentukan kegiatan yang perlu dijalankan di daerahnya. Setiap kegiatan memiliki backward linkage (daya menarik) dan forward linkage (daya dorong). Kedua daya ini akan memunculkan dampak pengganda (multiplier). Keseluruhan dampak ini tercermin dari tabel input-output. Perencana wilayah harus mampu melihat daya dorong dan daya tarik suatu sektor atau kegiatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor atau kegiatan lain. Sektor atau kegiatan yang lebih unggul dibanding sektor atau kegiatan lain ini harus dikembangkan dan didorong agar mampu mendukung sektor lain untuk berkembang.
Sektor Unggulan
Sektor basis tidak selalu menjadi sektor unggulan dalam pembangunan daerah. Sektor basis dianalisis menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Sektor unggulan dianalisis menggunakan model input-output yang pertama kali dikenalkan oleh Profesor Wassily Leontif pada akhir 1930-an, namun mulai banyak dikenal pada tahun 1951. Tabel IO dan alat analisisnya mampu menganalisis perekonomian wilayah dan sangat berguna dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah. Kelebihan yang dimiliki model IO adalah:
- Mampu mendeskripsikan perekonomian regional dengan kuantifikasi ketergantungan antarsektor
- Besaran output setiap sektor dapat ditentukan dalam permintaan akhir - Dapat meramalkan dampak perubahan permintaan
4
a. Keseragaman, yaitu setiap sektor hanya memroduksi satu output dengan input yang seragam dan tidak memiliki output pengganti dari sektor lain. b. Kesebandingan, yaitu kenaikan penggunaan input dan kenaikan hasil output
berbanding lurus.
c. Penjumlahan, yaitu penjumlahan pengaruh setiap sektor adalah jumlah pengaruh kegiatan produksi berbagai sektor.
Priyarsono, dkk (2007) menyatakan peran model IO lebih dibutuhkan ketika perencanaan pembangunan ingin menetapkan sektor unggulan. Karakteristik sektor unggulan antara lain:
- Backward dan forward linkage relatif tinggi - Output bruto dan permintaan akhir relatif tinggi - Penerimaan bersih dari devisa relatif tinggi - Menciptakan lapangan kerja yang relatif tinggi
Tabel 1 Struktur Tabel Input Output dalam Sistem Perekonomian dengan n-
Sumber : BPS Provinsi Lampung, 2012
Ada empat kuadran dalam tabel input-output. Kuadran I adalah kuadran sektor produksi yang terdiri atas transaksi antarsektor perekonomian yang digunakan atau dihasilkan oleh suatu sektor. Kuadran II adalah kuadran permintaan akhir yang digunakan untuk kebutuhan konsumsi dan investasi. Kuadran II mencakup konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, ekspor, dan impor. Kuadran III (input primer) berisi informasi mengenai upah/gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung neto. Kuadran IV menggambarkan balas jasa yang diterima input primer, namun tidak dibutuhkan dalam analisis input-output.
Penelitian Terdahulu
Sudah banyak penelitian menggunakan analisis input-output, namun hanya sedikit yang meneliti Provinsi Lampung. Penelitian terkait model IO Lampung pernah dilakukan oleh Sholihah (2008) mengenai Pengaruh Keterkaitan Antar Sektor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah menggunakan Tabel IO Tahun 2000. Hasil dari penelitiannya menyebutkan bahwa provinsi Lampung memiliki keterkaitan total ke depan yang tinggi antar sektor industri pengolahan dan sektor pertanian pada tahun tersebut.
5
share, LQ, dan analisis deskriptif menunjukkan bahwa sektor unggulan di Provinsi Maluku Utara adalah sektor industri pengolahan, sektor angkutan laut dan sektor bangunan. Sektor unggulan ditentukan dengan memeringkatkan dampak penyebaran, multiplier, penggunaan input impor, kontribusi dalam PDRB, dan aspek keberlanjutan.
Penelitian yang dilakukan Ria (2012) menyebutkan bahwa potensi sektor unggulan di Kota Sabang adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik dan sektor perdagangan besar dan eceran. Ketiga sektor ini memberikan efek
multiplier untuk pertumbuhan ekonomi Kota Sabang. Sektor unggulan ditentukan dengan nilai Direct Backward Linkage, Direct Forward Linkage, kontribusi sektor perekonomian, nilai IDK dan IDP, serta dampak pengganda yang relatif lebih tinggi dibanding sektor lain.
Yulianti (2012) dalam penelitiannya mengenai peran sektor industri pengolahan di Kota Bontang menggunakan analisis input-output menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki peranan besar dalam perekonomian. Tabel input-output 46 sektor diagregasi menjadi 18 dan sembilan sektor. Hasil agregasi 18 sektor menunjukkan bahwa sektor industri kertas dan barang cetakan menempati posisi pertama dalam sektor prioritas. Penentuan sektor prioritas berdasarkan ranking yang diberikan pada masing-masing kriteria analisis.
Penelitian Walida (2013) mengenai penentuan sektor kunci perekonomian Kabupaten Belitung Timur menggunakan analisis Input-Output menunjukkan bahwa sektor kunci daerah tersebut adalah sektor pertambangan dan sektor konstruksi. Sektor kunci ditunjukkan dengan relatif tingginya nilai total multiplier output dan total multiplier income dibandingkan dengan sektor lain.
Kerangka Pemikiran
Keterangan : Bukan termasuk analisis utama
Gambar 1 Kerangka Pemikiran - Analisis Sektor Perekonomian
- Analisis Keterkaitan
- Analisis Dampak Penyebaran - Analisis Multiplier
Analisis Location Quotient (LQ)
Perekonomian Provinsi Lampung Sektor Unggulan Pembangunan Daerah Tabel Input Output Provinsi Lampung Tahun 2010
Tabel PDRB Provinsi Lampung Tahun 2009-2013 Analisis Input Output
6
METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen di Provinsi Lampung menurut Tahun Dasar 2010 menurut 53 sektor dan agregasi dalam sembilan sektor ekonomi, data PDRB Provinsi Lampung tahun 2009-2013 atas dasar harga konstan, Sensus Penduduk Tahun 2010, data PDB Indonesia tahun 2010 atas dasar harga konstan, dll. Data-data tersebut diperoleh dari BPS Provinsi Lampung, BPS Pusat, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, dan hasil penelitian sebelumnya.
Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis tabel input-output dan analisis Location Quotient (LQ). Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan mengenai data berupa tabel, grafik dan gambar. Analisis Keterkaitan
Konsep keterkaitan digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan keterkaitan antarsektor dalam suatu sistem ekonomi. Keterkaitan langsung ditunjukkan dengan koefisien teknis dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ditunjukkan dengan matriks kebalikan Leontif.
1. Keterkaitan Langsung ke Depan
Menunjukkan banyaknya output suatu sektor yang dipakai oleh sektor lain.
Keterangan : KLDi = Keterkaitan Langsung ke Depan Sektor i aij = Unsur Matriks Koefisien Teknis
n = Jumlah Sektor 2. Keterkaitan Langsung ke Belakang
Menunjukkan banyaknya input yang digunakan suatu sektor yang berasal dari sektor lain maupun sektor itu sendiri.
Keterangan : KLBi = Keterkaitan Langsung ke Belakang Sektor i aij = Unsur Matriks Koefisien Teknis
n = Jumlah Sektor
3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan
7
Keterangan : KLTDi = Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Sektor i
αij = Unsur Matriks Kebalikan Leontif Terbuka n = Jumlah Sektor
4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang
Menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir satu unit sektor tertentu terhadap kenaikan input suatu sektor.
Keterangan : KLTBi = Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Sektor i
αij = Unsur Matriks Kebalikan Leontif Terbuka n = Jumlah Sektor
Analisis Dampak Penyebaran 1. Indeks Daya Penyebaran (IDP)
IDP menunjukkan sektor yang mampu menarik pertumbuhan output sektor hulunya. Sektor yang memiliki nilai IDP lebih dari satu dapat dikatakan mampu menjadi penarik pertumbuhan sektor hulu.
Keterangan : IDPi = Indeks Daya Penyebaran Sektor i
αij = Unsur Matriks Kebalikan Leontif Terbuka n = Jumlah Sektor
2. Indeks Derajat Kepekaan (IDK)
IDK menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor lain yang menggunakan input dari sektor tersebut jika nilai IDKnya lebih dari satu.
Keterangan : IDKi = Indeks Derajat Kepekaan Sektor i
αij = Unsur Matriks Kebalikan Leontif Terbuka n = Jumlah Sektor
Analisis Efek Pengganda (Multiplier)
Pengganda adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor sebesar satu satuan terhadap aspek tertentu dalam perekonomian suatu wilayah.
8
2. Multiplier income menunjukkan dampak dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga secara keseluruhan.
3. Multiplier tenaga kerja menunjukkan dampak dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan kesempatan kerja di suatu wilayah. Tabel 2 Rumus Multiplier Output, Multiplier Income dan Multiplier Tenaga Kerja
Nilai Multiplier (Pengganda)
Output Pendapatan Tenaga Kerja
Efek Awal 1
Sumber : Daryanto, A. 2010
Keterangan : aij = Koefisien Teknis; hi = Koefisien Pendapatan Rumah Tangga αij = Matriks Kebalikan Leontif Terbuka; ei = Koefisien Tenaga Kerja α*ij = Matriks Kebalikan Leontif Tertutup
Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai pengganda tipe I dan tipe II sebagai efek lanjutan adalah:
Tipe I = Efek Awal + Efek Putaran Pertama + Efek Dukungan Industri Efek Awal
Tipe II =
Efek Awal + Efek Putaran Pertama + Efek Dukungan Industri + Efek Induksi Konsumsi
Efek Awal
Location Quotient (LQ)
Analisis ini digunakan untuk menunjukkan kegiatan basis di suatu daerah. Blakely 1994 dalam Ria 2012 menuliskan bahwa LQ adalah indeks pembanding pangsa sub wilayah kegiatan tertentu dengan pangsa total kegiatan dalam total kegiatan wilayah.
9 Analisis Sektor Perekonomian Unggulan
Sektor perekonomian unggulan dalaam penelitian ini ditentukan berdasar peringkat pada:
1. Sektor yang memiliki keterkaitan antarsektor dan dampak penyebaran (IDP dan IDK) yang relatif lebih tinggi dibandingkan sektor lain berdasarkan pembagian empat kuadran.
2. Sektor yang memiliki multiplier output, multiplier income dan multiplier
tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dari sektor lain. 3. Sektor yang memiliki total output yang relatif tinggi.
Peringkat yang diperoleh setiap sektor akan dijumlahkan dan sektor-sektor yang memiliki nilai yang lebih rendah dari sektor lain dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan.
Definisi Operasional Data 1. Output
Output adalah nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan sektor produksi dalam suatu daerah.
2. Transaksi Antara
Transaksi antarsektor dari konsumen dan produsen. Transaksi ini mencakup transaksi barang dan jasa yang berhubungan dengan proses produksi. Permintaan antara adalah isian baris dalam transaksi antara yang menunjukkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor lain. Input antara adalah isian kolom yang menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor.
3. Permintaan Akhir
Permintaan akhir merekam penggunaan output suatu sektor untuk tujuan konsumsi akhir. Kegiatan dalam permintaan akhir tidak tergantung dalam sistem produksi. Perubahan pada permintaan akhir berpengaruh pada input antara.
a. Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran yang dilakukan rumah tangga dan non profit organization
dalam mengonsumsi barang dan jasa, baik yang didapat dari pihak lain maupun diproduksi sendiri, setelah dikurangi nilai neto penjualan barang bekas dan barang sisa.
b. Konsumsi Pemerintah
Pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, biaya pemeliharaan dan perbaikan, serta belanja rutin pemerintah lainnya. Konsumsi pemerintah menunjukkan pembelian neto pemerintahan namun tidak termasuk BUMD. BUMD dalam tabel IO dianggap sebagai perusahaan swasta.
c. Pembentukan Modal Tetap
Pembentukan modal dapat dilakukan pihak swasta, rumah tangga dan pemerintah yang mencakup pengadaan, pembuatan dan pembelian barang modal baru, baik dari dalam maupun luar wilayah.
d. Perubahan Investasi
Selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dan awal tahun. Perubahan investasi dapat bernilai positif dan negatif.
10
Mencakup transaksi ekspor/impor barang dan jasa di sektor ekonomi suatu wilayah dengan wilayah lain. Ekspor ke luar negeri dinilai dalam f.o.b. termasuk biaya pengangkutan, bea ekspor dan biaya muatan barang. Impor dinilai dalam c.i.f. ditambah bea dan pajak terkait impor.
4. Input Primer
Peran input primer menunjukkan sumber input primer menurut sektor berdasar kolom dan menunjukkan pendapatan yang diterima faktor produksi berdasar baris.
a. Upah/Gaji
Kompensasi yang diberikan kepada karyawan atau pegawai atas partisipasi dalam proses produksi. Pembayaran dapat berupa uang dan barang. Pembayaran berupa barang menyesuaikan dengan harga pasar. Pendapatan tenaga kerja menggambarkan distribusi pendapatan di tempat rumah tangga tinggal.
b. Surplus Usaha
Selisih nilai tambah setelah dikurangi oleh upah/gaji, penyusutan dan pajak tak langsung neto.
c. Penyusutan
Merupakan besarnya dana untuk konsumsi harta tetap. d. Pajak Tak Langsung Netto
Merupakan pembayaran kepada pemerintah. Sektor yang menerima subsidi lebih besar dari pajak akan menunjukkan tanda negatif. Pajak bea masuk dalam kelompok pajak ini.
GAMBARAN UMUM
Letak Astronomis, Luas Wilayah, Topografi, dan Iklim
Provinsi Lampung beribukota di Bandar Lampung, secara geografis kedudukan Provinsi Lampung terletak pada 103o 40’ – 105o50’ Bujur Timur dan
6o 45’ – 3o 45’ Lintang Selatan. Provinsi Lampung berbatasan dengan Provinsi
Sumatera Selatan dan Bengkulu di sebelah Utara, Selat Sunda di sebelah Selatan, laut Jawa di sebelah Timur, dan samudera Indonesia di sebelah Barat. Luas daratan di Provinsi Lampung sebesar 35,288.35 Km2.
Topografi Provinsi Lampung terdiri atas lima jenis topografi, yaitu daerah berbukit sampai bergunung, daerah berombak sampai bergelombang, dataran alluvial, daratan rawa pasang surut, dan daerah river basin. Provinsi Lampung terdiri atas 12 kabupaten dan dua kota. Iklim di Provinsi Lampung tergolong iklim tropis humid dengan angin laut lembab yang bertiup dari Samudera Hindia. Kelembaban udara rata-rata 80-88%. Suhu daerah Lampung berkisar antara 22o C - 28o C. Liwa, Sekincau di Lampung Barat, Talang Padang, dan Gisting di Tanggamus memiliki iklim yang relatif sejuk.
Kependudukan dan Tenaga Kerja
11 sebanyak 3,916,622 orang dan perempuan sebanyak 3,691,783 orang. Kota Bandar Lampung memiliki kepadatan penduduk tertinggi sebesar 4,570 orang/Km2.
Tabel 3 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas menurut Jenis Kegiatan Utama di Provinsi Lampung Tahun 2010
Jenis Kegiatan Utama 2010
1. Angkatan Kerja 3,957,697
a. Bekerja 3,737,078
b.Pengangguran 220,619
2. Bukan Angkatan Kerja (Sekolah, Mengurus Rumah Tangga dan Lainnya)
1,866,673
Jumlah 5,824,370
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) (persen) 67.95
Tingkat Pengangguran (persen) 5.57
Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2013
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung
Pertumbuhan laju ekonomi adalah salah satu tujuan pembangunan. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi, dampaknya terhadap multiplier semakin besar dan menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan antar masyarakat melalui distribusi yang merata. Pertumbuhan ekonomi yang diukur menggunakan PDRB atas dasar harga konstan memperlihatkan kondisi nyata sektor perekonomian suatu daerah.
Tabel 4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Provinsi Lampung Tahun 2010-2013 (dalam persen)
No Sektor 2010 2011 2012 2013
1 Pertanian 1.07 4.96 4.2 3.95
2 Pertambangan dan Penggalian (3.38) 13.48 4.28 10.66
3 Industri Pengolahan 6.11 4.88 4.39 7.56
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 10.41 9.86 11.51 10.05
5 Konstruksi 3.71 7.77 5.82 2.5
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 4.78 5.5 5.59 4.7 7 Pengangkutan dan Komunikasi 15.42 12.98 13.73 7.83 8 Keuangan, Real Estate dan Jasa
Perusahaan
26.88 7.48 12.44 9.48
9 Jasa-jasa 5.59 8.24 9.42 9.39
PDRB 5.88 6.43 6.48 5.97
Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2014
12
sektor ekonomi mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Hanya sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan yang laju pertumbuhannya tetap positif dari tahun 2012 ke tahun 2013. Sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan memiliki rata-rata laju pertumbuhan tertinggi di Lampung. Rata-rata laju pertumbuhan sektor ini sekitar 14.07%. Sektor pengangkutan dan transportasi rata-rata tumbuh 12.49% pertahun.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Perekonomian Provinsi Lampung Struktur Output dan Struktur Permintaan
Struktur permintaan antara Provinsi Lampung tahun 2010 ditunjukkan dalam tabel 5, didominasi oleh kontribusi sektor pertanian sebesar 34.55%. Pada struktur permintaan akhir, kontribusi sektor industri pengolahan tertinggi sebesar 28.04%. Total permintaan yang ditunjukkan dalam total output memperlihatkan bahwa terdapat empat sektor dengan jumlah kontribusi besar dalam perekonomian Lampung. Sektor tersebut adalah sektor pertanian (27.64%), industri pengolahan (24.4%), konstruksi (11.66%), dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (10.93%). Sektor yang menyumbangkan total output terkecil berasal dari sektor listrik, gas dan air bersih (0.83%).
Tabel 5 Struktur Permintaan Input Output Provinsi Lampung (dalam Juta Rupiah) Kode
Sektor
Permintaan Antara Permintaan Akhir Total Output
Nilai % Nilai % Nilai %
1 27,431,679 34.55 46,734,154 24.74 74,165,834 27.64 2 3,470,548 4.37 5,652,244 2.99 9,122,792 3.40 3 12,486,232 15.72 52,975,704 28.04 65,461,936 24.40 4 1,313,222 1.65 924,550 0.49 2,237,772 0.83 5 965,223 1.22 30,326,070 16.05 31,291,293 11.66 6 14,060,482 17.71 15,258,800 8.08 29,319,282 10.93 7 10,844,965 13.66 13,012,914 6.89 23,857,879 8.89 8 6,229,460 7.85 4,077,058 2.16 10,306,518 3.84 9 2,603,195 3.28 19,938,842 10.56 22,542,038 8.40 Jumlah 79,405,006 100 188,900,336 100 268,305,344 100 Sumber : BPS Lampung, 2012 (diolah)
Struktur konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, struktur investasi, struktur net ekspor, dan nilai tambah bruto selengkapnya ditunjukkan oleh lampiran 2.
Konsumsi Rumah Tangga
13 11,635,592 juta, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp 11,596,473 juta, dan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp 924,550 juta.
Konsumsi Pemerintah
Konsumsi pemerintah mencakup sektor jasa-jasa sebesar Rp 12,606,237 juta. Sektor yang paling tinggi dalam konsumsi pemerintah berdasar tabel IO 53 sektor adalah sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib yang menghabiskan 51.04% dana. Sektor jasa pendidikan menghabiskan 27.77% dana dan sesuai dengan Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidika Nasional dan Keputusan Mahkamah Konstitusi No 13/PUU/VI I/2008 bahwa setidaknya 20% dana belanja pemerintah dialokasikan untuk sektor pendidikan. Konsumsi pemerintah dalam jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 12.62% dan sisanya dibelanjakan dalam jasa lainnya sebesar 8.57%.
Struktur Investasi
Struktur investasi diperoleh dari penjumlahan antara pembentukan modal tetap dan perubahan investasi. Berdasarkan agregasi sembilan sektor perekonomian terdapat lima sektor yang memiliki struktur investasi. Investasi tertinggi di Provinsi Lampung adalah sektor konstruksi dengan total investasi sebesar Rp 30,326,070 juta yang keseluruhannya berasal dari pembentukan modal tetap. Sektor kedua dengan investasi tertinggi adalah pertanian sebesar Rp 1,520,768 juta. Sektor selanjutnya adalah industri pengolahan dengan investasi sebesar Rp 480,919 juta; pertambangan dan penggalian dengan investasi sebesar Rp 375,642 juta; serta sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan total investasi Rp 149,504 juta.
Struktur Net Ekspor
Struktur ekspor Provinsi Lampung terdiri dari ekspor antarnegara dan ekspor antarprovinsi. Struktur net ekspor yang diperoleh dari penjumlahan ekspor antarnegara dan ekspor antarprovinsi yang kemudian dikurangkan dengan impor dapat menunjukkan surplus atau defisit perdagangan. Tabel IO menunjukkan bahwa dalam perekonomian Lampung tidak terdapat defisit perdagangan. Surplus perdagangan terbesar disumbang oleh sektor industri pengolahan sebesar Rp 31,679,700 juta (47.87%); diikuti sektor pertanian Rp 23,746,058 juta (35.88%); dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp 5,263,245 juta (7.95%). Nilai Tambah Bruto
14
menunjukkan apabila dibandingkan pemilik modal, maka tenaga kerja memperoleh pendapatan yang jauh lebih tinggi. Kedelapan sektor ekonomi lain menunjukkan nilai rasio yang kurang dari satu. Rasio terendah dimiliki sektor pertambangan dan penggalian (0.21) dan sektor pertanian (0.27) yang menunjukkan bahwa pemilik modal lebih menikmati pendapatan dari proses produksi dibandingkan dengan tenaga kerjanya.
Analisis Keterkaitan
Keterkaitan Langsung ke Depan (KD) dan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan (KDLT)
Hasil pengolahan tabel input-output 9 sektor perekonomian menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan ke depan tertinggi dibandingkan sektor lain sebesar 0.5290. Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta rupiah, maka output sektor perdagangan, hotel dan restoran yang langsung dialokasikan ke sektor lain termasuk sektor itu sendiri mengalami peningkatan sebesar 0.5290 juta rupiah. Sektor ini memiliki keterkaitan ke depan yang tinggi dengan sektor listrik, gas dan air bersih. Sektor yang memiliki keterkaitan ke depan tertinggi kedua adalah sektor pertanian sebesar 0.4541, diikuti sektor pengangkutan dan komunikasi; industri pengolahan dan sektor pertambangan dan penggalian.
Tabel 6 Sepuluh Sektor dengan Nilai Keterkaitan Langsung ke Depan Tertinggi dan Nilai Keterkaitan Langsung Tidak Langsung ke Depan Tertinggi
Sektor KDi Sektor KDLTi
Perdagangan Besar dan Eceran
2.9495 Perdagangan Besar dan Eceran
4.9323
Bank 2.6694 Bank 3.8473
Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
0.8499 Informasi dan Komunikasi 2.3359 Informasi dan Komunikasi 0.7851 Real Estate 2.1575
Perikanan 0.7539 Angkutan Darat 2.0732
Angkutan Darat 0.7141 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
1.8012
Real Estate 0.6884 Ketenagalistrikan 1.7447
Ketenagalistrikan 0.5480 Perkebunan 1.7034
Perkebunan 0.4596 Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional
1.6148 Industri Kimia, Farmasi dan
Obat Tradisional
0.4476 Industri Makanan dan Minuman
1.5914 Sumber : Tabel IO Provinsi Lampung, 2012 (diolah)
15 pertanian; pengangkutan dan komunikasi, industri pengolahan; dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan (Lampiran 3).
Tabel 6 di atas menunjukkan 10 sektor yang memiliki KD dan KDLT tertinggi berdasarkan hasil pengolahan tabel IO 53 sektor. Sektor perdagangan besar dan eceran memainkan peran penting dalam keterkaitan ke depan antar sektor. Sektor ini memiliki keterkaitan yang relatif tinggi dengan industri tembakau, industri logam dasar, pertambangan bijih logam, angkutan laut, angkutan darat, industri pengolahan lainnya, angkutan sungai, danau dan penyeberangan serta sektor gas.
Keterkaitan Langsung ke Belakang (KB) dan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang (KBLT)
Hasil pengolahan tabel input-output 9 sektor ekonomi menunjukkan sektor listrik, gas dan air bersih memiliki nilai keterkaitan kebelakang tertinggi sebesar 0.5066. Hal ini menunjukkan apabila terdapat peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta rupiah, maka sektor tersebut secara langsung akan meningkatkan permintaan terhadap input sektornya sendiri maupun terhadap sektor lainnya sebesar 0.5066 juta rupiah. Sektor ini memiliki keterkaitan ke belakang yang relatif tinggi dengan sektor pertambangan dan penggalian. Urutan kedua yang memiliki keterkaitan ke belakang tertinggi adalah sektor konstruksi yang diikuti sektor industri pengolahan; pengangkutan dan komunikasi; dan jasa-jasa.
Tabel 7 Sepuluh Sektor dengan Nilai Keterkaitan Langsung ke Belakang Tertinggi dan Keterkaitan Langsung Tidak Langsung ke Belakang Tertinggi
Sektor KBi Sektor KBLTi
Jasa Penunjang Keuangan 0.9918 Jasa Penunjang Keuangan 2.1540
Angkutan Rel 0.6904 Angkutan Rel 1.8462
Ketenagalistrikan 0.5572 Ketenagalistrikan 1.7118 Konstruksi Bangunan Sipil 0.4867 Industri Kayu, Barang dari
Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya
1.6807
Konstruksi Gedung 0.4768 Konstruksi Bangunan Sipil 1.6690 Industri Kayu, Barang dari
Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya
0.4665 Angkutan Laut 1.6608
Penyediaan Akomodasi 0.4623 Konstruksi Gedung 1.6514
Konstruksi Khusus 0.4614 Angkutan Udara 1.6453
Angkutan Laut 0.4559 Penyediaan Akomodasi 1.6442
Angkutan Udara 0.4478 Konstruksi Khusus 1.6247
Sumber : Tabel IO Provinsi Lampung, 2012 (diolah)
16
juta rupiah. Sektor listrik, gas dan air bersih memiliki nilai KBLT tertinggi berdasarkan pengolahan tabel IO 9 sektor ekonomi sebesar 1.6629 dan diikuti sektor konstruksi dengan nilai KBLT sebesar 1.6562 (Lampiran 3). Sektor pengangkutan dan komunikasi, industri pengolahan dan sektor jasa-jasa menempati urutan ketiga hingga kelima.
Tabel 7 di atas menunjukkan sepuluh sektor yang memiliki KB dan KBLT tertinggi berdasarkan hasil pengolahan tabel IO 53 sektor. Sektor jasa penunjang keuangan memiliki keterkaitan ke belakang yang relatif tinggi dengan industri barang galian bukan logam, perdagangan besar dan eceran serta bank.
Analisis Dampak Penyebaran
Analisis dampak penyebaran mencakup analisis nilai indeks daya penyebaran (IDP) dan analisis nilai indeks daya kepekaan (IDK). Menurut BPS 2012, sektor ekonomi dapat dikelompokkan dalam empat kuadran berdasarkan nilai IDP dan IDKnya seperti dalam tabel 8.
Sektor yang berada dalam kuadran I adalah sektor industri pengolahan (IDP 1.0402; IDK 1.0782) dan sektor pengangkutan dan komunikasi (IDP 1.0587; IDK 1.1438). Kedua sektor ini dianggap mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya. Sektor yang berada di kuadran II memiliki kemampuan meningkatkan sektor hilirnya, namun kurang mampu mendorong sektor hulunya. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertanian (IDP 0.8727; IDK 1.2006) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (IDP 0.9706; IDK 1.2137).
Tabel 8 Pengelompokan Sektor Perekonomian Provinsi Lampung 2010 Berdasarkan Nilai IDP dan IDK
IDP > 1 IDP < 1
-Perdagangan, Hotel dan Restoran
IDK < 1
Kuadran IV -Listrik, Gas dan Air Bersih -Konstruksi Sumber: Tabel IO Provinsi Lampung, 2012 (diolah)
Sektor yang berada di kuadran III dianggap kurang mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya. Kedua sektor tersebut adalah sektor pertambangan dan penggalian (IDP 0.7958; IDK 0.9936) dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan (IDP 0.8828; dan 0.9990). Sektor dalam kuadran IV memiliki kemampuan dalam mendorong sektor hulu, namun kurang mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hilirnya. Sektor tersebut adalah sektor listrik, gas dan air bersih (IDP 1.1760; IDK 0.8036); sektor konstruksi (IDP 1.1713; IDK 0.7521).
17 anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya; ketenagalistrikan; angkutan darat; angkutan laut; penyediaan makan minum; dan sektor informasi dan komunikasi.
Analisis Multiplier
Multiplier Output (MO)
Hasil pengolahan dalam lampiran 5 menunjukkan lima sektor yang memiliki nilai multiplier output relatif tinggi dibandingkan sektor lain. Nilai MO tertinggi berasal dari sektor listrik, gas dan air bersih baik tipe I maupun tipe II. Nilai MO tipe I sebesar 1.6629 yang berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor listrik gas dan air bersih sebesar satu juta rupiah, maka output seluruh sektor akan meningkat sebesar Rp 1,662,900. Nilai pengganda output tipe II sebesar 2.2307 dan dapat diartikan apabila terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja di sektor listrik, gas dan air bersih sebesar satu juta rupiah maka output di seluruh sektor akan meningkat sebesar Rp 2,230,700.
Sektor kedua dengan nilai MO tertinggi adalah sektor konstruksi (tipe I 1.6562 dan tipe II 2.2188), diikuti sektor pengangkutan dan komunikasi (tipe I 1.4970 dan tipe II 1.9307), industri pengolahan (tipe I 1.4708 dan tipe II 1.8742), dan sektor jasa-jasa (tipe I 1.4589 dan tipe II 1.8526). Tabel berikut menunjukkan 10 sektor yang memiliki nilai multiplier output tertinggi berdasarkan hasil pengolahan tabel IO 53 sektor
Tabel 9 Sepuluh Sektor dengan Nilai Multiplier Output Tertinggi Kode Sektor Tipe I Kode Sektor Tipe II
47 2.1540 28 2.3236
35 1.8462 47 2.3213
28 1.7118 17 2.2658
17 1.6807 32 2.2477
32 1.6690 37 2.2470
37 1.6608 39 2.2265
31 1.6514 41 2.1725
39 1.6453 52 2.1614
41 1.6442 27 2.1375
33 1.6247 31 2.2067
Sumber : Tabel IO Provinsi Lampung, 2012 (diolah)
Multiplier Income (MI)
Hasil pengolahan dalam lampiran 6 menunjukkan lima sektor yang memiliki nilai pengganda pendapatan relatif lebih tinggi dibandingkan sektor lain. Nilai
18
komunikasi (tipe I 1.4174 dan tipe II 1.7551), jasa-jasa (tipe I 1.4083 dan tipe II 1.7438), sektor perdagangan, hotel dan restoran (tipe I 1.4006 dan tipe II 1.7343), dan sektor konstruksi (tipe I 1.3863 dan tipe II 1.7166). Tabel berikut menunjukkan 10 sektor yang memiliki efek pengganda pendapatan tertinggi berdasarkan hasil pengolahan tabel IO 53 sektor.
Tabel 10 Sepuluh Sektor dengan Nilai Multiplier Income Tertinggi
Kode Sektor Tipe I Tipe II
47 Jasa Penunjang Keuangan 205.2548 254.7347
35 Angkutan Rel 2.2551 2.7987
30 Pengadaan Air 1.9126 2.3737
29 Gas 1.6723 2.0754
11 Pertambangan dan Penggalian Lainnya 1.5072 1.8705
45 Asuransi dan Dana Pensiun 1.4920 1.8517
26 Industri Furnitur 1.4865 1.8449
38 Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan 1.4740 1.8294
48 Real Estate 1.4730 1.8281
17
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya
1.4670 1.8206
Sumber : Tabel IO Provinsi Lampung, 2012 (diolah)
Multiplier Employment (ME)
Hasil pengolahan dalam lampiran 7 menunjukkan lima sektor yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja relatif lebih tinggi dibandingkan sektor lain. Nilai ME tertinggi berasal dari sektor industri pengolahan baik tipe I maupun tipe II. Nilai ME tipe I sebesar 4.9577 yang berarti sektor industri pengolahan mampu menciptakan lapangan kerja untuk 4 orang di seluruh sektor apabila output sektor tersebut meningkat satu juta rupiah. Nilai ME tipe II sebesar 7.21 menunjukkan dengan adanya efek konsumsi rumah tangga yang meningkatkan output sebesar satu juta rupiah, maka seluruh sektor ekonomi mampu menciptakan lapangan kerja untuk 7 orang. Sektor industri pengolahan memiliki nilai output tertinggi kedua sebesar Rp 65,461,936 juta dan memiliki tenaga kerja terbanyak keempat setelah sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa.
Keempat sektor lain yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja relatif tinggi adalah sektor konstruksi (tipe I 2.4575 dan tipe II 4.6565), sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan (tipe I 2.4538 dan tipe II 4.8645), sektor listrik, gas dan air bersih (tipe I 2.1868 dan tipe II 4.6198), serta sektor pengangkutan dan komunikasi (tipe I 1.8679 dan tipe II 3.0659).
Penentuan Sektor Perekonomian Unggulan
19 estate dan jasa perusahaan dengan nilai LQ masing-masing sebesar 2.9378 dan 1.0519.
Perencanaan daerah Provinsi Lampung dalam jangka menengah yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Lampung 2010-2014 menunjukkan bahwa sektor yang menjadi prioritas dalam pembangunan adalah sektor pertanian, sektor pariwisata, sektor industri, dan sektor pengangkutan. Menurut Daryanto dan Hafizrianda (2010) dalam Walida (2013) bahwa kontribusi tiap sektor dalam penciptaan PDRB belum cukup menggambarkan perekonomian wilayah secara keseluruhan. Efek langsung masing-masing sektor yang terlihat belum cukup menjadi dasar penggerak perekonomian, diperlukan pula analisis keterkaitan, dampak penyebaran dan dampak pengganda yang pada akhirnya mampu menjadi dasar peningkatan aktivitas perekonomian dan pembangunan daerah.
Sumber : BPS Lampung 2013 (diolah)
Gambar 2 Kontribusi Sektor Perekonomian dalam PDRB Provinsi Lampung Tahun 2010 (dalam persen)
Penentuan sektor unggulan dalam penelitian ini berdasarkan keterkaitan antar sektor ekonomi, dampak penyebaran dan nilai multiplier, serta total output. Tabel 11 Peringkat Sektoral berdasarkan Nilai Hasil Pengolahan Input-Output
Kode
Keterangan:MOTI: Multiplier Output Tipe I; MOTII: Multiplier Output Tipe II; MITI:Multiplier Income Tipe I; MITII: Multiplier Income Tipe II; METI: Multiplier Employment Tipe I; METII: Multiplier Employment Tipe II; TO: Total Output; *): Peringkat IDP/IDK berdasarkan pembagian kuadran BPS
Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
20
Tabel di atas digunakan untuk membantu menentukan sektor unggulan di Provinsi Lampung. Hasil pengolahan tabel IO agregasi sembilan sektor ekonomi menunjukkan tiga sektor unggulan dalam perekonomian Provinsi Lampung, yaitu sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor konstruksi. Metode yang digunakan untuk menentukan sektor unggulan berdasarkan tabel IO 53 sektor sama dengan pola penentuan sektor unggulan tabel IO agregasi sembilan sektor. Hasil pengolahan tabel IO 53 sektor menunjukkan sepuluh sektor unggulan yaitu sektor industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya; jasa penunjang keuangan; angkutan rel; sektor konstruksi bangunan sipil; angkutan laut; industri batubara dan pengilangan migas; angkutan sungai, danau dan penyeberangan; konstruksi khusus; pengadaan air; industri furnitur; dan konstruksi gedung.
Hasil penelitian tidak hanya melihat dampak langsungnya saja, namun juga dampak tidak langsung dalam mendorong dan meningkatkan pertumbuhan sektor di hulu dan hilirnya. Hasil penelitian menggunakan analisis IO menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara sektor yang menjadi unggulan dari hasil penelitian dengan sektor yang menjadi prioritas pembangunan dalam RPJMD Provinsi Lampung dan sektor basis berdasarkan analisis LQ.
Sektor pertanian menjadi sektor yang diprioritaskan pembangunannya berdasarkan RPJMD dan analisis LQ, namun tidak menjadi sektor unggulan dalam hasil penelitian. Berdasarkan kajian ekonomi regional (KER) Provinsi Lampung tahun 2011 triwulan I oleh Bank Indonesia, penyebab sektor pertanian kurang unggul karena pertanian memiliki keterkaitan yang rendah dengan sektor ekonomi yang lain. Kondisi ketenagakerjaan di sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan panen. Tenaga kerja saat musim panen lebih banyak dari musim lain. Usaha pertanian dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur terutama jalan pertanian (roadfarm) yang digunakan untuk distribusi baik bahan baku maupun hasil produksi pertanian. Kondisi jalan di Provinsi Lampung pada tahun 2011 sekitar 23% mengalami kerusakan dan sekitar 15% rusak berat. Persentase jalan yang mengalami kerusakan di tahun 2012 sebesar 22% jalan rusak dan 16% jalan mengalami kerusakan berat akibat bertambahnya beban jalan (BPS, 2013). Peningkatan beban jalan ini terjadi akibat bertambahnya jumlah kendaraan. Selain itu bahan baku seperti pupuk, benih, dan perhatian pemerintah seperti penyuluhan yang berkurang semenjak diberlakukannya otonomi daerah untuk sektor pertanian.
21 Distribusi PDRB sektor pertanian pun terus mengalami penurunan dari 38.69% di tahun 2010 hingga menjadi 36.61% di tahun 2013, selain itu laju pertumbuhan sektor pertanian termasuk ke dalam tiga sektor yang laju pertumbuhannya lebih rendah dari laju pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung keseluruhan. Laju pertumbuhan sektor pertanian tahun 2013 sebesar 3.95% sedangkan laju pertumbuhan PDRB Lampung sebesar 5.97%. Hal ini yang menyebabkan sektor pertanian tidak menjadi unggulan walau pembangunannya terus diprioritaskan.
Sektor industri pengolahan dengan spesifikasi industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya memanfaatkan output dari sektor kehutanan, perdagangan, hotel dan restoran, angkutan darat, dan sektor industri kayu itu sendiri untuk input produksinya. Output dari sektor ini didistribusikan dan dialokasikan untuk sektor industri furnitur, konstruksi gedung, konstruksi khusus, dan konstruksi bangunan sipil. Produk sektor industri kayu ini banyak digunakan sektor konstruksi untuk perlengkapan pembangunan infrastruktur fisik. Jumlah industri kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya di Provinsi Lampung ada 6 industri, dengan rincian 5 industri dimiliki swasta nasional dan 1 industri berasal dari PMA. Letak dari industri tersebut di daerah Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Tengah, dan Kabupaten Lampung Utara. Terdapat 4.89% pekerja di industri ini dari total 68,362 pekerja di sektor industri. Upah per tahun untuk pekerja di industri ini mencapai Rp 40,081,413/tahun (BPS 2012).
Industri furnitur merupakan subsektor industri pengolahan yang banyak menggunakan input dari sektor industri kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya serta sektor kehutanan. Selain itu sektor perdagangan digunakan untuk distribusi input ke lokasi industri menggunakan angkutan darat. Output dari sektor industri furnitur sebagian besar dialokasikan untuk sektor real estate, penyediaan akomodasi, jasa perusahaan, dan jasa lainnya yang membutuhkan produk industri ini untuk melengkapi sarana dan prasarana sektor-sektor tersebut. Terdapat sembilan industri furnitur di Lampung yang seluruhnya dimiliki perusahaan swasta nasional. Lokasi dari industri furnitur ini berada di Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Pesawaran, dan Kabupaten Pringsewu. Total pekerja di industri furnitur Lampung sebesar 750 orang dengan upah pertahun yang dikeluarkan mencapai Rp 6,8 miliar (BPS 2012).
22
besar dan eceran untuk mendistribusikan produk dari industri-industri tersebut menggunakan kereta barang.
Terdapat jalur kereta api di Provinsi Lampung menghubungkan antara Lampung dengan Sumatera Selatan. Wilayah di Provinsi Lampung yang dilewati jalur kereta api Tanjung Karang – Kertapati adalah Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, dan Kabupaten Way Kanan yang berbatasan dengan Sumatera Selatan. Jumlah penumpang kereta api dari tahun 2009-2011 mengalami peningkatan dari 723,178 penumpang menjadi 838,196. Namun pada tahun 2012 jumlah penumpang menurun menjadi 629,932. Walaupun terjadi penurunan pada lalulintas penumpang, lalulintas barang justru meningkat dari tahun 2009-2012. Muatan yang diangkut pada tahun 2012 sebesar 10,320,502 ton, meningkat 1,738,411 ton dari tahun 2009 (BPS, 2013). Data dari BPS menunjukkan di stasiun KA Pidada dan Blambangan Pagar tidak ada lagi muatan atau komoditas berupa pasir besi dan angkutan gula oleh PT. Gunung Madu yang diangkut dari tahun 2009-2012. Stasiun KA Tarahan masih mengangkut komoditas berupa batubara yang jumlah muatannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 batubara yang diangkut dari stasiun tersebut sebanyak 8,498,150 ton dan menjadi 10,217,850 ton di tahun 2012.
Sektor angkutan laut menggunakan input dari sektor perdagangan, hotel dan restoran untuk digunakan sebagai sarana transportasi bagi wisatawan; industri makan minum untuk pengangkutan bahan baku produksi; informasi dan komunikasi; serta bank dan ketenagalistrikan untuk pengembangan sektor angkutan laut. Output dari sektor angkutan laut banyak dimanfaatkan oleh sektor pertambangan dan penggalian lainnya; industri batubara dan pengilangan migas; industri tekstil dan pakaian jadi; industri kertas barang dari kertas, percetakan dan reproduksi; industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik; industri alat angkutan; serta pergudangan dan jasa penunjang angkutan, pos dan kurir untuk pendistribusian hasil produksi industri ke pasar. Terdapat sepuluh pelabuhan di Provinsi Lampung. Pelabuhan laut tersebut terletak di Kabupaten Tanggamus, Lampung Selatan, Lampung Timur, Tulang Bawang, dan Kota Bandar Lampung.
Sektor angkutan sungai, danau dan penyeberangan menggunakan input dari sektor industri makan minum untuk pengangkutan bahan produksi; perdagangan, hotel dan restoran; ketenagalistrikan; dan sektor angkutan sungai itu sendiri untuk pembiayaan dan perkembangan sektor itu sendiri. Output sektor angkutan sungai, danau dan penyeberangan dialokasikan untuk sektor peternakan; industri tekstil dan pakaian jadi; industri alat angkutan; konstruksi gedung; konstruksi bangunan sipil; jasa lainnya; dan sektor itu sendiri untuk pendistribusian hasil produksi dan pengangkutan bahan baku konstruksi.
23 dan penggalian; industri kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya; industri karet, barang dari karet dan plastik; industri barang galian bukan logam; industri mesin dan perlengkapan YTDL sebagai input atau bahan baku untuk pembangunan. Selain itu subsektor konstruksi ini menggunakan input dari sektor perdangan, hotel dan restoran; real estate; angkutan darat untuk pengembangan dan pengiriman bahan konstruksi. Produk atau output dari ketiga subsektor konstruksi di atas paling banyak digunakan oleh sektor real estate dan subsektor konstruksi itu sendiri.
Jumlah perusahaan konstruksi menurut kualifikasi di Provinsi Lampung tahun 2013 dari BPS sebanyak 2,418. Seluruh perusahaan konstruksi tersebut berbadan hukum dengan kualifikasi gred 2-7. Terdapat lima daerah dengan jumlah perusahaan konstruksi terbesar. Sebanyak 985 perusahaan konstruksi berada di Bandar Lampung, 270 perusahaan berada di Metro, 214 perusahaan di Lampung Utara, 194 perusahaan di Lampung Selatan, dan 165 perusahaan di Lampung Tengah.
Kebijakan Belanja Urusan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung terhadap Sektor Ekonomi Unggulan
Anggaran pendapatan dan belanja daerah Lampung klasifikasi urusan menunjukkan sejumlah anggaran yang dialokasikan untuk belanja pemerintah daerah pada 35 sektor. Total belanja yang dialokasikan pemerintah daerah Lampung pada sektor perindustrian berfluktuasi pada rentang waktu 2010-2013.
Sumber: DJPK Kementerian Keuangan RI, 2010-2013
24
dibandingkan dengan total belanja perindustrian cenderung menurun. Output sektor industri pengolahan di Provinsi Lampung terus mengalami peningkatan dengan nilai PDRB yang terus naik dari Rp 5,177,596 juta di tahun 2010 menjadi Rp 6,097,668 juta di tahun 2013.
Sumber: DJPK Kementerian Keuangan RI, 2010-2013
Gambar 4 Belanja Informasi dan Komunikasi Provinsi Lampung Tahun 2010-2013
Gambar 4 dan gambar 5 menunjukkan alokasi belanja informasi dan komunikasi serta belanja perhubungan yang terkait dengan sektor ekonomi unggulan yaitu pengangkutan dan komunikasi. Selama empat tahun terakhir, total alokasi belanja untuk kedua sektor ini terus menunjukkan peningkatan. Total alokasi belanja informasi dan komunikasi meningkat tiga kali lipat dari tahun 2010 ke tahun 2013, dari Rp 23,795.2 juta ditahun 2010 menjadi Rp 68,000.89 juta di tahun 2013. Alokasi belanja yang berasal dari Provinsi Lampung sendiri terus mengalami peningkatan dari Rp 11,174 juta di tahun 2010 menjadi Rp 23,424 juta di tahun 2013 dengan persentase yang dibandingkan dengan total belanja urusan terus menurun.
Alokasi belanja perhubungan Provinsi Lampung mengalami peningkatan dari Rp 16,614 juta di tahun 2010 menjadi Rp 30,059 juta di tahun 2013. Selain itu perkembangan sektor pengangkutan dan komunikasi berperan modern dalam aspek keterjangkauan antar wilayah. Persentase alokasi belanja perhubungan dan informasi/komunikasi di Provinsi Lampung cenderung mengalami penurunan walaupun secara nominal nilainya terus meningkat. Pada tahun 2010 persentase alokasi belanja sektor perhubungan sebesar 0,9%; 0,79% pada tahun 2011; naik menjadi 0,99% pada tahun 2012; dan kembali menurun pada tahun 2013 menjadi 0,68%.
Persentase alokasi belanja sektor informasi dan komunikasi juga terus mengalami penurunan di Provinsi Lampung. Pada tahun 2010 persentase alokasi belanja informasi/komunikasi sebesar 0.61% dan pada tahun 2013 menjadi 0.53%, sedangkan nilai alokasi belanja untuk sektor ini mengalami peningkatan. Walaupun terjadi pengurangan porsi belanja untuk sektor perhubungan dan informasi/komunikasi di Provinsi Lampung, namun nilai PDRBnya terus
25 meningkat dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Data BPS Lampung 2013 menunjukkan nilai PDRB sektor pengangkutan dan komunikasi yang pada tahun 2010 sebesar Rp 2,803,218 juta menjadi Rp 3,883,735 juta di tahun 2013. Hal ini juga menunjukkan peningkatan kinerja di sektor pengangkutan dan komunikasi.
Sumber: : DJPK Kementerian Keuangan RI, 2010-2013
Gambar 5 Belanja Perhubungan Provinsi Lampung Tahun 2010-2013 Kinerja sektor konstruksi dilihat dari belanja sektor pekerjaan umum, perumahan dan PDRB menunjukkan peningkatan. Alokasi belanja untuk sektor konstruksi diwakili oleh belanja pekerjaan umum dan perumahan. Alokasi belanja sektor pekerjaan umum di Provinsi Lampung menunjukkan peningkatan nominal dari Rp 184,021 juta di tahun 2010 menjadi Rp 771,481 juta di tahun 2013. Persentase alokasi belanja pekerjaan umum justru menunjukkan penurunan, tahun 2010 persentase alokasi belanja pekerjaan umum sebesar 10%, sempat meningkat pada tahun 2011 sebesar 29.56% dan kembali menurun hingga tahun 2013 menjadi 17.49%.
Alokasi belanja perumahan menunjukkan peningkatan baik nilai nominal maupun persentasenya. Pada tahun 2010, persentase anggaran untuk perumahan sebesar 1.01% dan menjadi 5.21% di tahun 2013. Nilai anggaran belanja untuk perumahan meningkat dari Rp 18,538 juta pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp 229,938 juta di tahun 2013. Nilai PDRB sektor konstruksi terus meningkat dari Rp 1,833,091 juta di tahun 2010 menjadi Rp 2,142,782 juta di tahun 2013.
26
tersebut banyak yang mengalami kerusakan. Kerusakan terparah berada di Kabupaten Lampung Tengah, dimana 1550 km jalan mengalami tergolong rusak, Kabupaten Lampung Timur 734 km, dan Kabupaten Tulang Bawang Barat 726 km. Di daerah lain kerusakan jalan berada di bawah 500 km dan Kota Metro memiliki kerusakan jalan terpendek yaitu sepanjang 16 km. Perbaikan tersebut antara lain, perbaikan jalan yang mengalami kerusakan. Jalan pertanian dengan kondisi baik tentu saja mampu meningkatkan dan memperlancar distribusi barang, sehingga meningkatkan output pertanian lebih besar lagi.
Usaha perbaikan lain yaitu pada industri pertanian yang memiliki keterkaitan erat dengan industri lain. Contohnya adalah peningkatan hasil hutan dan perkebunan yang banyak dimanfaatkan industri kayu dan furnitur. Selain itu alokasi belanja untuk sektor pertanian masih tinggi dan dari tahun 2010-2013 terus meningkat secara nominal walaupun sharenya terus dikurangi. Alokasi belanja pertanian tahun 2010 sebesar 66.767 miliar rupiah, tahun 2011 sebesar 66.373 miliar rupiah, tahun 2012 sebesar 65.081 miliar rupiah dan pada tahun 2013 menjadi 99.059 miliar rupiah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan dari hasil penelitian ini antara lain, sektor pertanian menyumbangkan kontribusi besar pada permintaan antara, total output, konsumsi rumah tangga, dan nilai tambah bruto. Sektor industri pengolahan menyumbangkan kontribusi besar pada permintaan akhir dan surplus perdagangan. Konsumsi pemerintah berfokus pada jasa-jasa terutama administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Investasi tertinggi berasal dari sektor konstruksi.
Hasil analisis IO agregasi sembilan sektor perekonomian menunjukkan sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan dan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan tertinggi. Nilai keterkaitan ke belakang dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang tertinggi berasal dari sektor listrik, gas dan air bersih. Dampak penyebaran pada kuadran I memperlihatkan sektor industri pengolahan dan sektor pengangkutan dan komunikasi mampu mendorong dan menarik pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya. Hasil analisis IO 53 sektor perekonomian menunjukkan sektor industri makanan dan minuman; industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya; ketenagalistrikan; angkutan darat; angkutan laut; penyediaan makan minum; dan sektor informasi dan komunikasi memiliki nilai IDP dan IDK di atas satu.
Hasil analisis IO agregasi sembilan sektor perekonomian menunjukkan sektor listrik, gas dan air bersih memiliki multiplier output tertinggi. Multiplier
27
multiplier outputdan multiplier income tertinggi berasal dari sektor jasa penunjang keuangan.
Sektor unggulan di Provinsi Lampung berdasarkan analisis input-output adalah sektor industri pengolahan dengan spesifikasi sektor industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya serta industri furnitur; sektor pengangkutan dan komunikasi dengan spesifikasi sektor angkutan rel, angkutan laut, dan angkutan sungai, danau dan penyeberangan;dan sektor konstruksi dengan spesifikasi sektor konstruksi bangunan sipil, konstruksi khusus dan konstruksi gedung. Sektor lain berdasarkan analisis 53 sektor yang menjadi unggulan adalah sektor jasa penunjang keuangan dan pengadaan air.
Saran
Saran yang dapat diajukan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Potensi pertanian di Provinsi Lampung tinggi, namun karena keterkaitan dengan sektor lain rendah, ketenagakerjaan dipengaruhi cuaca dan musim panen, kondisi jalan (roadfarm) yang mengalami kerusakan, berkurangnya penyuluhan sejak diberlakukannya otonomi daerah, serta menurunnya distribusi dan laju pertumbuhan membuat pertanian tidak menjadi sektor unggulan. Dalam upaya menjadikan pertanian menjadi sektor unggulan, hendaknya pemerintah lebih fokus dalam pengembangan sektor industri pengolahan dengan spesifikasi sektor industri kayu dan industri furnitur atau pada tanaman kehutanan. Hal ini dikarenakan sektor ini memiliki keterkaitan antar faktor produksi yang relatif tinggi terutama dengan sektor konstruksi. Selain itu perlu adanya perbaikan terutama infrastruktur yang terkait dengan pertanian seperti jalan pertanian, sehingga mampu mendorong serta menarik pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya.
2. Pengembangan sektor pengangkutan dan komunikasi dispesifikasikan dalam pengembangan angkutan rel, angkutan laut, serta angkutan sungai, danau dan penyeberangan. Pengembangan ketiga sarana transportasi tersebut terkait dengan posisi strategis Provinsi Lampung yang menjadi provinsi pertama penghubung pulau Sumatera dan pulau Jawa melalui jalur darat dan laut.