• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINIJAUAN UMUM TENTANG KETERBUKAAN

B. Kebebasan dan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia

Prinsip kebebasan (Al-Hurriyah) benar benar mendapat tempat dalam presepsi Islam. Jadi keliru apabila Islam dianggap menyebarkan agama dengan pedang. Rasulullah tidak melarang sahabat untuk berbeda pendapat denagan beliau. Hal ini tampak dalam penyusunan strategi perang yang diikuti nabi. Sebagai contoh Perang Badar dan Perang Uhud. Dalam perang Badar Nabi memutuskan posisi bagi beliau dan pasukan Islam pada suatu tempat dekat mata air. Kemudian seorang dari kelompok Ansor, bernama Hubab bin Mundhir datang menghadap Nabi dan menayakan apakah keputusan Nabi itu atas petunjuk Allah, sehingga beliau dan pasukan Islam tidak boleh bergeser dari tempat itu, atau keputusan itu beliau ambil sebagai pemikiran strategi perang biasa. Nabi menjawab bahwa keputusan itu semata-mata perhitungan beliau dan tidak atas petunjuk Allah, “Kalau demikian halnya”, kata Hubab, “Wahai utusan Allah tempat ini kurang tepat. Sebaiknya kita lebih maju ke muka, ke mata air yang paling depan. Kita bawa banyak tempat air untuk kita isi dari mata air itu, kemudian mata air kita tutup dengan pasir. Kalau nanti misalnya terpaksa mundur kita masih dapat minum, sedangkan musuh tidak”. Nabi menerima baik saran Hubab itu. Beliau bangun dan bergerak maju dengan pasukan islam menuju lokasi yang ditunjukkan oleh Hubab.9

Islam memberikan hak kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat bagi umat Islam, sepanjang kebebasan tersebut digunakan untuk menyebarluaskan kebenaran dan kebajikan dan bukan untuk kejahatan dan kekejian, seperti di gambarkan dalam QS. Saba ayat 46

9

                        

Artinya “Katakanlah (Muhammad) sesungguhnya aku menasehati kamu dengan satu hal yaitu agar kalian menegakkan (urusan) untuk Allah berdua-dua (berserikat) atau sendiri-sendiri”. (QS. Saba : 46)

Konsepsi kebebasan berpendapat ini ditunjukan untuk amar ma’ruf dan nahi munkar. Untuk soal kebaikan, hak ini telah menjadi kewajiban untuk disampaikan kepada seluruh ummat manusia. Kewajiban untuk menyampaikan yang benar dan menjauhi yang batil. Jadi arah kebebasan itu jelas, kebebasan yang bertanggungjawab.” (QS. At-Taubah : 9: 71)

    

Artinya “(yaitu) mereka yang mengajak kepada kebajikan dan melarang kemungkaran”. (QS. At-Taubah : 9: 71).

Kemudian al-mawardi lebih lanjut membagi larangan kepada manusia dari kemungkaran kedalam tiga bagian ;

1. Melarang dari kemungkaran yang terkait dengan hak-hak Allah Ta’ala. 2. Melarang dari kemungkaran yang terkait dengan hak-hak manusia.

3. Melarang dari kemungkaran yang terkait dengan hak bersama antara hak-hak Allah Ta’ala dan hak-hak manusia.10

Menurut al-Mawardi, manusia dilarang berbuat kemungkaran yang terkait dengan hak-hak Allah Ta’ala dan hak manusia. Dari pemaparan yang dikemukakan

10

Mawardi di atas menjadi jelas bahwa segala bentuk kemungkaran yang terkait dengan hak-hak Allah maupun manusia itu sangat dilarang.

Dalam Islam hak-hak asasi manusia bukan hanya diakui tetapi juga dilindungi sepenuhnya. Karena itu, dalam hubungannya ini al-Qur’an secara tegas menggariskan antara lain dalam surah al-Isra/17:70:

                  

Artinya “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam kami tebarkan mereka di darat dan di laut serta Kami anugerahi mereka rezeki yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna daripada kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”. (QS. Al-Isra : 70)

Yang dimaksud dengan anak-anak Adam di sini adalah manusia sebagai keturunan nabi Adam. Ayat tersebut di atas dengan jelas mengekspresikan kemuliaan manusia yang di dalam teks al-Qur’an disebut karamah (kemuliaan). Mohammad Habsi Ash-Shiddieqy membagi karamah itu kedalam tiga kategori yaitu (1) kemuliaan pribadi atau karamah fardiyah (2) kemuliaan masyarakat atau karomah ijtimaiyah; dan (3) kemuliaan politik atau karomah siyasiyah.11Dalam kategori pertama, manusia dilindungi baik pribadinya maupun hartanya. Dalam kategori kedua “status persamaan manusia dijamin sepenuhnya” dan dalam kategori ketiga Islam meletakkan hak-hak politik dan menjamin hak-hak itu sepenuhnya bagi setiap orang warga negara, karena kedudukannya yang di dalam al-Qur’an disebut “khalifah Tuhan di bumi.12

11

Sebagaimana dikutip Ahmad Syafii Maarif,op.cit.,hal. 169

12 ibid

Proklamasi al-Qur’an melalui ayat-ayat tersebut di atas mengandung kebebasan dan perlindungan terhadap hak-hak dasar yang dikaruniakan Allah kepadanya. Kebebasan dan perlindungan terhadap hak-hak tersbut dalam Islam ditekankan pada tiga hal yaitu (1) persamaan manusia; (2) martabat manusia; dan (3) kebebasan manusia. Dalam persamaan manusia sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an telah menggariskan dan menetapkan suatu status atau kedudukan yang sama bagi semua manusia. Karena itu, al-Qur’an menentang dan menolak setiap bentuk perlakuan dan sikap yang mungkin dapat menghancurkan prinsip persamaan, seperti diskriminasi dalam segala bidang kehidupan, feodalisme, kolonialisme dan lain-lain.

Tentang martabat manusia berkaitan erat dengan karamah atau kemulian yang dikaruniakan Allah kepadanya. Manusia diciptakan Allah dengan suatu martabat yang sangat berbeda dengan makhluk-makhluk lain ciptaan-Nya, manusia memiliki atribut atau perlengkapan fisik dan rohani tersendiri yang tidak terdapat pada makhluk-makhluk lainnya.

Salah satu ciri yang memberikan martabat dan kemuliaan kepada manusia adalah kemampuan manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya bagai suatu atribut yang hanya dimiliki manusia. Dengan struktur fisik atau naluri memiliki martabat dan kemuliaan yang harus diakui dan dilindungi.

Tentang kebebasan manusia dalam Islam sekurang-kurangnya ada lima kebebasan yang dapat dianggap sebagai hak-hak dasar manusia. Lima macam kebebasan itu adalah (1) kebebasan beragama; (2) kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat sebagai “buah pikirannya”; (3) kebebasan untuk memiliki harta benda; (4) kebebasan untuk berusaha dan memilih pekerjaan; dan (5) kebebasan untuk memilih tempat tempat kediaman. Lima macam kebebasan tersebut di atas bukan hanya diakui tetapi juga wajib dilindungi dalam negara hukum menurut al-Qur’an dan sunnah.

Kebebasan berpikir, menyatakan pendapat dan memperoleh informasi termasuk dalam kategori kebebasan yang universal. Islam mengakui dan melindungi kebebasan ini. Kebebasan berpikir erat kaitannya dengan kebebasan untuk memperoleh informasi dan menyatakan pendapat. Ia termasu dalam kebebasan setiap manusia. Dalam al-Qur’an cukup banyak ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berpikir. Ia merupakan salah satu esensi ajaran Islam. Agama Islam sendiri bersendikan akal, sebagaimana ditegaskan oleh nabi Muhammad: “al-diinu ‘aqlun”, artinya: “Agama (Islam) adalah akal” karena sesuai dengan sifatnya yang rasional. Semua ajaran dalam agama Islam sejak dari konsep tentang Tuhan sampai pada gambaran tentang hari kiamat, semuanya dapat diserap dan dicerna dengan menggunakan logika. Posisi akal dalam Islam sangat dihargai, sehingga ia dapat merupakan salah satu sumber dalam hukum Islam sendiri yaitu sebagai sumber hukum Islam ketiga.

Kebebasan berpikir merupakan salah satu fitrah manusia atau watak aslinya. Termasuk dalam pengertian ini adalah kebebasan manusia menggunakan pikirannya untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Dalam sejarah dijumpai suatu kenyataan bahwa hanyalah Islam yang sejak semula lahirnya mendorong setiap manusia untuk menuntut ilmu dan menggunakan pikirannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Al-Qur’an sendiri berisi banyak informasi sebagai dasar-dasar ilmu pengetahuan yang ditawarkan kepada manusia untuk dipikirkan dan dikembangkan dengan akal pikirannya.13

Dalam ajaran Islam kebebasan berpikir sangat dihargai, sehingga orang yang berani menyatakan pendapatnya yang benar di hadapan orang penguasa yang otoriter, tiram atau zalim dinilai sebagai suatu perjuangan yang paling mulia. Hal ini ditegaskan dalam hadits Nabi:

13

“Perjuangan yang paling mulia adalah mengucapkan atau menyatakan kebenaran di hadapan seorang penguasa yang zalim (tiran)”.14

Kebebasan berpikir dan kebebasan menyatakan pendapat harus berdasarkan kepada tanggung jawab yang tidak boleh mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan suasana permusuhan dikalangan manusia sendiri.15Dengan perkataan lain, kebebasan berpikir tidaklah berarti bahwa setiap orang bebas menghina, atau memperolok-olokan orang lain. Kebebasan berpikir dan kebebasan menyataakn pendapat dalam Islam haruslah dipahami dalam konotasi yang positif.

Bagan di bawah ini memuat suatu konsep dasar yang tidak menutup kemungkinan bagi pengembangan hak-hak itu, sesuai dengan kemaslahatan manusia. Namun sebagai inti hak-hak asasi dalam Islam adalah (1) kemuliaan, (2) hak-hak pribadi dan (3) kebebasan manusia.

Bagan Hak-hak Manusia dalam Hukum Islam Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah

Kemulian Hak-hak pribadi Kebebasan

Pribadi Masyarakat Politik Persamaan Martabat Kebebasan Beragama Berpikir Menyatakan pendapat Berbeda pendapat

Memiliki harta benda

Berusaha Memilih pekerjaan Memilih tempat kediaman 14

Hak-hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam”, terjemahan A.Rahman Zaenuddin dalam The Review, International Commission of Jurist, June, 1974 hal 12

15

25

BATASAN INFORMASI PUBLIK

A. Ruang Lingkup Hak Atas Informasi

Pada era reformasi terjadi perubahan yang cepat dalam sistem Pemerintah Indonesia. Pada masa ini pemerintah mulai membuka kran keterbukaan informasi bagi masyarakat. Sehingga masyarakat memiliki ruang lebih terbuka untuk memperoleh informasi dari Badan Publik Pemerintah maupun Badan Publik non-Pemerintah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya.1 Dengan semakin diperlukannya keterbukaan informasi, upaya Pemerintah bersama DPR berhasil melahirkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Keterbukaan informasi bagi publik yang diatur dalam undang-undang tersebut merupakan sebuah jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait dengan penyelenggaraan negara. Hak mendapatkan informasi juga diatur dalam UUD 1945 pasal 28F yang berbunyi, ”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Keterbukaan informasi sejalan dengan salah satu pilar reformasi yakni transparansi. Secara komprehensif UU KIP mengatur mengenai kewajiban badan/pejabat publik dan bagi lembaga masyarakat/ badan publik non Pemerintah lainnya untuk dapat memberikan pelayanan informasi yang terbuka, transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat. Lahirnya UU KIP ini juga mengubah paradigma berpikir, baik masyarakat maupun

1

penyelenggara negara. Sebelun UU KIP lahir paradigma terhadap informasi penyelenggaraan negara yang terjadi adalah ”Informasi penyelenggaraan negara bersifat rahasia, kecuali sebagian kecil yang dibuka untuk masyarakat”. Setelah UU KIP lahir paradigma tersebut harus berubah menjadi ”Setiap informasi penyelenggaraan negara bersifat terbuka , hanya sebagian kecil yang dikecualikan.”

Lahirnya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik akan memaksa tradisi pemerintahan yang tertutup untuk berubah menjadi tradisi yang terbuka. Mandat yang harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk membuka informasi yang selama ini dikatakan sebagai rahasia negara jelas disampaikan dalan undang-undang ini. Bahkan tidak hanya terhadap birokrasi (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) saja, tetapi juga penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional, universitas merupakan sebuah badan publik penyelenggara negara dalam bidang pendidikan yang mengurusi jenjang pendidikan tinggi. Anggaran bagi pelaksanaan universitas juga ditopang oleh APBN dan pembayaran biaya pendidikan oleh mahasiswa. Tentunya jika merujuk pada pengertian badan publik dalam UU KIP, universitas merupakan salah satu badan publik yang wajib membuka informasi bagi masyarakat. Dengan kata lain, sejak UU

KIP ini berlaku per 30 April 2010, maka Universitas wajib menyediakan informasi baik yang bersifat serta merta, berkala, maupun tersedia setiap saat.2

UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memuat XIV bab terdiri dari 64 pasal. Eksistensi Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.

Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 (satu) Angka 3 (tiga) UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri”.3

Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki. Dengan membuka akses publik

3

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta penjelasannya, Citra Umbara, Bandung

terhadap Informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (goodgovernance).4

Dalam ketentuan umum UU No. 14 Tahun 2008 disebutkan begitu jelas mengenai terminologi-terminologi yang berkaitan dengan batasan-batasan serta ruang lingkup yang berkaitan dengan subyek dan obyek UU tersebut. Kecuali dalam hal tertentu yang disebutkan maka setiap informasi yang bersifat publik pada dasarnya bisa diakses oleh publik karena pada dasarnya implikasi dari keterbukaan informasi lebih memberikan implikasi positif dalam konteks penyelenggara negara maupun pengembangan ilmu pengetahuan. Namun demikian bahwa pengguna informasi pubik sama-sama mempunyai tanggungjawab menggunakan hasil informasi yang diperolehnya sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku serta mencantumkan sumber informasi baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan publikasi. Pada prinsipnya setiap badan publik wajib memberikan informasi yang diminta oleh pengguna informasi atau masyarakat kecuali dalam hal-hal tertentu dan bersifat sangat terbatas sebagaimana dalam pasal 6 ayat 3 dengan semua itemnya. Selain batasan dalam pasal tersebut terdapat katagorisasi yang secara jelas diberikan batasan pengecualian informasi yang tidak dapat diakses oleh pengguna informasi sebagaimana disebutkan dalam pokok pasal 17 yang hampir kesemunya berkaitan dengan strategi, keselamatan serta martabat negara hal itupun tidak bersifat permanen. Diluar yang dikecualikan tersebut segala informasi bisa diakses oleh pengguna informasi tau masyarakat

4

Ryaas Rasyid, Mewujudkan pelayanan Prima dan Good governance,( jakarta:gramedia pustaka,2002), hal 207

dan menjadi kewajiban bagi Badan Publik baik itu pemerintah, BUMD, BUMN, Partai Politik maupun lembaga swadaya masyarakat.

Bagi pengguna informasi/masyarakat bisa mengakses informasi kepada badan publik sesuai dengan ketentuan UU dan PP nya serta aturan yang dikeluarkan oleh Komisi Informasi dengan tetap mengacu kepada Undang-undang.

Dalam menjalankan UU tersebut dibentuk sebuah Komisi Informasi yang berada ditingkat pusat dan provinsi serta bila diperlukan bisa dibentuk di daerah kabupaten/Kota. Komisi Informasi adalah lembaga independen yang berfungsi menjalankan undang-undang serta peraturan pelaksanaanya dan menetapkan standar layanan informasi dan penyelesaian sengketa mellui mediasi serta Ajudikasi non litigasi. Kedudukan Komisi Informasi Provinsi berkedudukan di Ibu kota Provinsi. Berdasarkan pasal 25 bahwa untuk anggota Komisi Informasi di Provinsi berjumlah 5 (lima) orang sedangkan di tingkat pusat 7 (tujuh) orang. Tugas dari Komisi Informasi provinsi secara jelas adalah menerima, memeriksa dan memutuskan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi sedangkan segala kewenanganya diatur dalam pasal 27 seperti memanggil pihak-pihak yang bersengketa sedangkan pertanggungjawaban diberikan kepada Gubernur dan DPRD. Dalam menjalankan tugas rutinya berkaitan dengan sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang bertugas dan wewenangnya dibidang komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan. Rekruitmen atau pengangkatan dan pemberhentian Komisi Informasi diatur dalam UU ini beserta PP nya.

Hal-hal yang berkaitan dengan keberatan serta penyelesaian sengketa, ketentuan formil atau hukum acara yang berkaitan dengan mediasi dan Ajudikasi melalui Komisi Informasi secara jelas diatur dalam Undang-undang ini. Apabila putusan Komisi Informasi tidak memuaskan semua dan/atau salah satu pihak yang bersengketa maka para pihak

mengajukan gugatan melalui pengadilan TUN apabila yang digugat/termohon adalah Badan Publik negara dan melalui pengadilan negeri setempat apabila yang digugat/termohon adalah Badan Publik selain Badan Publik negara. Apabila dalam putusan pengadilan tersebut terdapat pihak yang tidak puas maka bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah agung paling lambat 14 (empat belas hari) sejak diterimanya putusan salah satu atau kedua pengadilan tersebut.5

Ketentuan pidana yang digunakan untuk mengancam para pihak yang melawan hukum berkaitan dengan Undang-undang ini diberlakukan sesuai dengan ketentuan khusus

(lex specialis) berdasarkan ketentuan dalam pasal 56. Dalam ketentuan pidana tersebut secara jelas mengancam para pihak baik pihak Badan Publik maupun pengguna informasi yang melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan ketentuan dalam pasal 50 sampai pasal 55 dalam UU No 14 Tahun 2008 ini. Namun demikian tuntutan pidana dalam persoalan yang menyangkut keterbukaan informasi publik sesuai dengan Undang-undang ini merupakan delik aduan dan bukan delik laporan. Sedangkan dalam konteks mekanisme ganti rugi akan diatur dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari Undang-undang ini.

1. Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Badan Publik

Dalam rangka mewujudkan sistem pelayanan yang cepat, tepat, dan sederhana, setiap Badan Publik menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; yang dalam pelaksanaan tugas serta tanggung jawabnya dibantu oleh pajabat fungsional. Pejabat Penyedia Informasi Publik melakukan tugas:

5

http://www.depkominfo.go.id/?action=view&pid=newsid=5183 di unduh pada tanggal 16 Desember 2010 pada pukul 17.15

1. Pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU Nomor 14/2008 dengan seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang

2. Menyebarluaskan Informasi Publik dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami

Proses perolehan informasi dari badan publik dapat dilakukan melalui media online dengan akses bebas maupun regristrasi dan media offline dengan Print out, Copy ke cakram (disc), maupuan Copy ke flashdisk. Di sisi lain Badan Publik bisa mengirim informasinya melalui simpul tertentu seperti SKPD yang lain, DPRD, Perguruan TInggi, LSM/ NGO, Kelompok masyarakat, Pemesan Khusus.

Kewajiban Badan Publik pasal 7, pasal 9 dan pasal 10 undang-undang ini adalah:

1. Menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

2. Menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.

3. Membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.

4. Membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik, berupa memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.

5. BadanPublik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non-elektronik.

6. mengumumkan Informasi Publik secara berkala yang meliputi: a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;

b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau

d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

7. Memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.

8. Menyebarluaskan Informasi Publik disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

9. Mengumumkan dengan segera suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.

10.Membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional.

Standar jenis informasi yang harus disediakan oleh Badan Publik milik pemerintah (non badan usaha) adalah:

1) Informasi mengenai Peraturan beserta turunan pelaksanaanya

2) Informasi mengenai segala bentuk pengadaan barang dan jasa mulai dari penjadualan, panitia serta pemenangan hingga alasan yang dipakai dalam pemenangan tersebut. 3) Informasi mengenai seputar masalah yang berkaitan dengan tupoksi.

4) Informasi mengenai rincian atau hasil perhitungan pemakaian anggaran Negara. 5) Informasi mengenai profil dan/atau jumlah kekayaan pimpinan maupun pejabat

dan/atau pegawai .

Sedangkan standar informasi yang wajib disediakan oleh BUMN/BUMD berdasarkan pasal 14 antara lain:

1) Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;

Dokumen terkait