• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebebasan informasi menurut undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbuakaan informasi publik dalam perspektif hukum islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebebasan informasi menurut undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbuakaan informasi publik dalam perspektif hukum islam"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN

INFORMASI PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh : Asep Sholihin NIM : 104045201496

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

i

ﻢﺴﺑ

ﷲا

ﻦﻤﺣﺮﻟا

ﻢﯿﺣﺮﻟا

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya berupa Rahmat dan Inayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Shalawat beriringan sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, yang diutus membawa misi islam keseluruh pelosok dunia sampai akhirat.

Selanjutnya menyadari bahwa penulis skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Summa, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asmawi, M.Ag selaku Ketua Jurusan dan Afwan Faizin, MA selaku Sekertaris Jurusan Siyasah Syar’iyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu dan melayani dalam penyelesaian skripsi dan melengkapi persyaratan administrasi. 3. Yang terhormat Dedy Nursyamsi, SH, M.Hum dan Masyrofah, S.Ag, M.Si.

(5)

ii

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitasnya.

5. Yang teristimewa pengorbanannya Abah dan Mih tercinta selaku orang tua yang telah memberikan segalanya baik formil maupun materil serta do’anya tanpa balas jasanya sampai penulis menyelesaikan masa studi S1.

6. Ayah Isa dan Bunda Erna (almh) selaku orang tua angkat yang selalu penulis banggakan, H. Said, H. Abdy, H. Abbas, H. Eddy, H. Ade selaku paman yang banyak memberikan dukungan serta doanya. Adik-adik tersayang H. Ivan, Indra, Bella, Febby, Hazel, Raihan yang sudah banyak memberikan dukungan beserta doanya yang tulus ikhlas kepada penulis.

(6)

iii

sejak lahir di dunia fana ini, Bang Arman Mekanik perangkat keras lunak, Bang Jaki Satria bergitar yang kedua tangannya adalah aset yang sangat berharga baginya, Bang Dodon SHI, Bang Arul, Mba Rini SHI yang banyak membantu penulis thanks ya nee, Mba atul SHI yang lg berjuang ngelarin S2 nya tp terhambat gara-gara mikirin soal Parampaa dan kebanyakan makan Ronde(haha juskid) klo udah waktunya juga kelar, Mba Uweh SHI yang penulis khawatirkan

jari-jari ditangannya pada kiting karna kebanyakan chating, Mba Santi SHI atau lebih terkenal dengan sebutan nama “Bak” gelar itu didapat langsung dari pria-pria tampan SS semoga menjadi bekal klo laper, Mba Putri dan Ibu Dira ayolah cepet kelarin, Tak lupa pula penulis ucapkan trimakasi kepada teman seperjuangan: Bang Amed, Bang Ipunk SHI, Bang Nyamuk, Bang Onay SHI atlet nyendok racun, Bang Iam SHI beserta antek-anteknya Bang Mamet the fuxx, Bang Abdy, Thanks for all kawan Semoga harapan dan keinginan kalian tercapai, Amin.

8. Teman-teman Alumni Darr el-Iman :Lukman Dokter kacau beliau yang jadi anggota militer, Toplik Kyai muda anti bid’ah yang berdakwah pake media kayu berjalan, Suga, Faiz, Agung, Aris, Hendra, Muin, Iman, Dodi, Nazwah, Erna, Eha, Intan, Ita, Lia, Elis, Ipong, Ade, Gele, Oncom, Maria terimakasih atas semua kebersamaannya dan doanya.

(7)

iv

motor cacing 05 Poltangan, Panjul Dokter motor, Mas Ivi, Dablenk, Lege, Bule, Iwan, Piyan, Pandul, Rizal, Adank, Edi dan semuanya, terimakasi atas kebersamaan dan keceriaannya selama ini.

10. Babeh Udin selaku pemegang kunci kostn alias tangan kanan Omah yang penulis anggap seperti orang tua sendiri yang kadang penghuni kostn suka naro kunci di sepatu liar alias nganggur dengan moodnya masing-masing penghuni, terimakasi atas kebaikan dan doanya.

Kebaikan yang telah semua berikan kepada penulis, tak mampu penulis membalasnya hanya Allah SWT yang akan membalasnya dengan pahala berlipat ganda. Semoga skripsi ini dapat bermanfaatbagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Jakarta, Maret 1432 H/2011 M

(8)

v

KATAPENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Metode Penelitian ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 11

F. Sistematika Penulisan... 12

BAB II TINIJAUAN UMUM TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI DALAM HUKUM ISLAM A. Konsep Amanah dan Kekuasaan dalam Perspektif al-Qur’an ... 14

B. Kebebasan dan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia... 19

BAB III BATASAN INFORMASI PUBLIK A. Ruang Lingkup Hak Atas Informasi ... 25

B. Hak-Hak Memperoleh Informasi ... 34

(9)

vi

UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

INFORMASI KETERBUKAAN PUBLIK

A. Ketentuan Keterbukaan Informasi publik dalam undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 ... 40 B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Ketentuan Informasi

Keterbukaan Publik ... 51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 57 B. Saran-saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA

(10)

1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Setiap negara sudah dipastikan sangat memerlukan berfungsinya keamanan nasional (national security). Maka dalam rangka berfungsinya keamanan nasional tersebut, berkaitan dengan informasi, negara diberikan kewenangan menentukan klasifikasi mengenai informasi-informasi apa saja yang bersifat rahasia (secrecy), yang dapat membahayakan keamanan nasional apabila dibuka. Akses publik untuk mendapatkan informasi yang serupa itu dengan demikian tertutup. Pembatasan ini dibenarkan demi perlindungan terhadap keamanan nasional, namun harus diseimbangkan dengan hak atas kebebasan memperoleh informasi.

Demokrasi secara sederhana diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat. Demokrasi berdiri berdasarkan asumsi bahwa dalam sebuah negara yang berdaulat adalah rakyat. Secara teoritis, demokrasi mendapatkan pembenaran berdasarkan teori perjanjian sosial membentuk organisasi negara untuk kepentingan seluruh rakyat (res publica). Dari sisi hukum, perjanjian tersebut terwujud dalam bentuk konstitusi

sebagai hukum tertinggi yang mendapatkan otoritas dari constituent power, yaitu rakyat itu sendiri.

(11)

legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Rakyatlah yang sesungguhnya berwenang merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan melakukan pengawasan serta menilai pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan.1

Untuk dapat benar-benar menjalankan kedaulatannya, rakyat harus mengetahui segala hal tentang penyelenggaraan negara yang menyangkut kepentingan seluruh rakyat, atau yang disebut sebagai kepentingan publik. Hal ini sekaligus sebagai pertanggungjawaban lembaga-lembaga penyelenggara negara kepada publik yang telah memberikan kekuasaan dan kewenangan melalui konstitusi kepada organ-organ negara.

Jika publik tidak mengetahui segala sesuatu tentang penyelenggaraan negara, maka dengan sendirinya tidak dapat menjalankan fungsi kedaulatannya. Akibatnya, negara menjadi organ yang terpisah dan otonom dari publik. Pemerintahan berubah menjadi pemerintahan birokratik otoriter.2 Demokrasi mensyaratkan adanya keterbukaan yang meliputi keterbukaan informasi publik dan keterbukaan berupa hak untuk berserikat dan mengeluarkan pendapat.

Keterbukaan atau transparansi dalam perkembangannya menjadi salah satu prinsip atau pilar negara demokrasi demi terwujudnya kontrol sosial. Transparansi dan kontrol sosial dibutuhkan untuk dapat memperbaiki kelemahan mekanisme kelembagaan demi menjamin kebenaran dan keadilan. Partisipasi secara langsung

1

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta, Konstitusii Press, hal. 144

2

(12)

sangat dibutuhkan karena mekanisme perwakilan di parlemen tidak selalu dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat. Ini adalah bentuk representation in ideas yang tidak selalu inherent dalam representation in presence.3

Mengingat pentingnya informasi, maka hak atas informasi dan berkomunikasi diakui sebagai hak asasi manusia. Pasal 28F UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.4 Ketentuan tersebut menunjukkan pentingnya informasi bagi setiap orang, tidak saja terkait dengan penyelenggaraan negara tetapi juga dalam mengembangkan kehidupan pribadi dan kelompok. Sebagai hak asasi, maka adalah kewajiban negara untuk memajukan, menjamin, memenuhi dan melindungi hak-hak tersebut.5

Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menilai bahwa hak ini penting bagi perjuangan

3

Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, hal. 161-162. Bandingkan dengan pendapat Robert A. Dahl yang menyatakan sumber informasi alternatif sebagai salah satu ciri negara demokrasi modern. Robert A. Dahl, Perihal Demokrasi: Menjelajah Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat, Judul Asli: On Democracy, Penerjemah: A. Rahman Zainuddin, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), hal. 118.

4

Hasil Perubahan Kedua UUD 1945. Ketentuan ini merupakan penguatan dan pengulangan dari Pasal 14 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3886.

5

(13)

hak-hak yang lainnya. Hak ini menjadi sokoguru pemerintahan yang transparan dan partisipatoris, yang dengannya menyediakan jalan lempang bagi tersedianya jaminan pemenuhan hak-hak fundamental dan kebebasan lainnya. Dengan pertimbangan itu pula, maka hak atas informasi sebagai bagian dari kebebasan berpendapat kemudian dimasukkan ke dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Di dalam Pasal 19 DUHAM dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat. Hak ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan tanpa memandang batas-batas wilayah.

(14)

(obligation to respect) adalah kewajiban negara untuk menahan diri untuk tidak melakukan intervensi, kecuali atas hukum yang sah (legitimate).

Hak atas informasi sebagai hak asasi manusia juga dapat dilihat dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia6 sebagai cakupan dari hak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat. Jaminan yang sama juga ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR).7 Hak atas informasi juga menjadi materi amandemen pertama konstitusi Amerika Serikat.8

Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berpendapat pada November 1999 dalam pertemuan Global Campaign for Free Expression menyatakan sebagai berikut:9“ Yang tersirat pada kebebasan memperoleh informasi adalah hak masyarakat dalam membuka jalan untuk memperoleh informasi dan untuk tahu apa yang sedang pemerintah lakukan atas nama mereka. Tanpa hal-hal itu, kebenaran akan merana dan partisipasi masyarakat pada pemerintahan akan tetap sepenggal-sepenggal.”

Namun disadari bahwa setiap hak asasi manusia memiliki batasan, kecuali untuk hak-hak yang digolongkan dalam rumpun non-derogable rights. Paling tidak

6

Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 217 A (III) 10 Desember 1948.

7

Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 2200 A (XXI) 16 Desember 1966.

8

The Journal of College and University Law, Focus on Secrecy And University Research, The National Association of College And University Attoneys And The Notre Dame Law School, Volume 19, Number 3, 1993.

9

(15)

batasannya adalah hak asasi manusia orang lain, dan dalam konteks kehidupan sosial dan bernegara batasannya adalah ketertiban sosial dan keamanan. Batasan ini tertuang dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.10

Terhadap hak atas informasi juga berlaku batasan tersebut. Batasan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan hak dan kebebasan orang lain, keadilan, pertimbangan moral, dan nilai-nilai agama adalah batasan yang terkait dengan informasi privat. Sedangkan batasan berdasarkan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum adalah batasan dalam lingkup informasi publik.

Dalam proses perjanjian sosial, tidak semua hal masuk dalam wilayah yang diperjanjikan. Terdapat hal-hal yang sifatnya pribadi yang tetap menjadi masalah tiap-tiap orang. Informasi yang sifatnya pribadi tersebut pada prinsipnya bersifat rahasia. Hal ini diakui dalam Pasal 28G UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta bendanya.

Namun masing-masing informasi dan prinsipnya tersebut tentu tidak dapat dipisahkan secara tegas. Negara yang mengelola urusan-urusan publik dituntut juga

10

(16)

untuk mengetahui, walaupun tidak berarti mencampuri, hal-hal yang bersifat privat secara terbatas.11

Sedangkan hal-hal yang diperjanjikan baik dalam pactum subjectionis maupun pactum unionis menjadi urusan publik. Hal-hal inilah yang kemudian penyelenggaraannya diserahkan kepada negara sebagai organisasi kekuasaan. Oleh karena itu, pada prinsipnya segala informasi yang terkait dengan negara adalah informasi publik. Warga negara berhak mengetahui informasi tersebut.

Namun, terkait dengan tugas negara untuk memelihara ketertiban umum dan menjaga keamanan dan kedaulatan negara dan warga negara, terdapat beberapa informasi yang jika diberikan kepada publik akan diketahui oleh pihak-pihak tertentu atau negara lain. Hal ini dikhawatirkan akan digunakan untuk melakukan sesuatu yang mengganggu ketertiban dan keamanan serta mengancam eksistensi negara. Oleh karena itulah, informasi tersebut “disimpan” untuk waktu tertentu dan baru disampaikan kepada publik setelah melewati waktu tersebut. Inilah yang disebut dengan “rahasia negara”.

Dengan demikian rahasia negara adalah informasi publik yang untuk sementara waktu dirahasiakan kepada publik. Rahasia negara adalah batasan atau pengecualian dari hak atas informasi sebagai hak asasi manusia. Pengecualian ini harus ditentukan dengan undang-undang. Namun prinsipnya adalah bahwa semua informasi publik, termasuk informasi yang dimiliki negara, adalah milik publik. Sebagai suatu pengecualian tentu sifatnya harus terbatas dan limitatif dan berlaku

11

(17)

pada jangka waktu tertentu saja. Agar pengecualian tersebut tetap menjadi satu kesatuan dan tidak bertentangan dengan hak atas informasi sebagai prinsip utama, maka sudah sewajarnya dibuat dalam satu produk hukum, bukan diatur dalam produk hukum tersendiri.

Untuk menetapkan perkecualian tersebut, berdasarkan prinsip artikel 19 UDHR, Toby Mendel mengemukakan uji tiga bagian yang harus dilakukan, yaitu:12

1. Informasi yang bersangkutan harus terkait dengan salah satu sasaran yang tercantum dalam undang-undang tersebut.

2. Pengungkapannya pasti mengancam timbulnya kerugian yang besar terhadap tujuan undang-undang itu sendiri.

3. Kerugian pada tujuan itu harus lebih besar dari pada kepentingan masyarakat untuk memiliki informasi tersebut.

Selain itu, sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi, rakyat juga harus dilibatkan melalui mekanisme tertentu untuk menentukan informasi apa saja yang masuk kategori rahasia negara dan diberi hak untuk mengajukan keberatan terhadap keputusan rahasia negara yang dibuat secara sepihak oleh negara.

Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, karya ilmiah ini berusaha mengelaborasi lebih lanjut kebebasan informasi dalam konteks Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, menurut perspektif

12

(18)

hukum Islam, maka penulis tertarik untuk, mengkaji lebih dalam bentuk sebuah skripsi atau karya ilimiah dengan judul

“Kebebasan Informasi Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang

Keterbukaan Informasi Publik dalam Perspektif Hukum Islam”

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Untuk mengkaji lebih dalam dan mendasar tentangUndang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, terutama mengenai ketentuan keterbukaan informasi publiki, maka penulis perlu membatasi masalah, sedangkan batasan skripsi yang penulis simpulkan adalah berkisar pada permasalahan yang berhubungan dengan keterbukaan informasi dalam pandangan hukum Islam.

Dari pembatasan di atas, permasalahan yang hendak dijawab oleh penulis adalah :

1. Bagaimana aturan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik?

2. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui aturan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik

(19)

hal kebebasan informasi

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para praktisi hukum di Indonesia dalam hal keterbukaan informasi publik

2. Bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengembangkan Studi Ketatanegaraan Islam (Siyasah Syar’iyyah), serta memberikan kontribusi yang positif bagi kelangsungan hidup umat manusia

3. Merupakan sumber referensi dan saran pemikiran akademisi dan praktisi di dalam menunjang penelitian selanjutnya yang akan bermanfaat bagi penelitian yang lain sebagai bahan perbandingan

D. Metode Penelitian

Salah satu tahapan yang penting dalam penulisan karya ilmiah adalah penerapan metodologi yang tepat yang di gunakan sebagai pedoman penelitian dalam mengungkap fenomena serta mengembangkan hubungan antara teori yang menjelaskan gambaran situasi dengan realitas yang terjadi sesungguhnya.

Penelitian ini dapat di golongkan sebagai penelitian normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi dokumenter. Dalam penelitian ini sumber data dibagi tiga yaitu:13Pertama, sumber data primer meliputi Undang-undang Republik

13

(20)

Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik Kedua, Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti, buku-buku tentang keterbukaan informasi, kebebasan informasi, dan ketatanegaraan Indonesia serta hukum Islam. Ketiga, baha tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti, kamus, ensiklopedia dan indeks kumulatif.

Dalam menganalisa data-data hasil penelitian ini , penulis menggunakan metode teknik pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena sosial yang diteliti. Artinya, dalam penelitian ini terdapat usaha menambah informasi kualitatif, dapat diperoleh pula pecanderaan yang sisitematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi yang diteliti. Pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah Jakarta 2008”.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam menjaga keaslian judul yang akan penulis ajukan dalam proposal skripsi ini perlu kiranya penulis lampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi pertimbangan yang diantaranya yaitu, yaitu :

(21)

2. Buku yang berjudul Negara Hukum , penulis Muhammad Tahir Azhary yang menjelaskan tentang negara dalam perspektif hukum Islam,meliputi prinsip nomokrasi Islam serta konsep-konsep negara hukum kemudian prinsip-prinsip negara hukum menurut al-Qur’an dan Sunnah.

3. Buku yang berjudul Hak Asasi Manusia, penulis Shalahuddin Hamid, yang salah satunya menjelaskan nilai-nilai demokrasi dan nilai-nilai kemanusiaan, meliputi kesetaraan, pruralisme, kebebasan, keadilan dan toleransi.

4. Buku yang berjudul “Komunikasi Politik dan Komunikasi Publik” penulis Effendi Gazali, diantaranya memuat tentang konteks komunikasi politik Indonesia terkini meliputi kepentingan publik, menunjukkan arah kebijakan, strategi komunikasi detail.

5. Buku putih pertahanan Negara Republik Indonesia yang diberi judul “INDONESIA mempertahankan tanah air memasuki abad 21” penulis matori

Abdul Djalil, yang memuat tentang bentuk upaya perubahan pada sisitem pertahanan negara, konsep, pengawasan serta perubahan yang berkaitan dengan pertahanan negara di Indonesia.

F. Sistematika Penulisan

(22)

pemikiran yang menjadi latar belakang masalah, kemudian pembatasan dan perumusan masalah , tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan yang menjelaskan alur berfikir penulis. Bab dua. Penulis menjelaskan tinjauan umum tentang keterbukaan informasi dalam perspektif al-Qur’an dan hadits, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai Amanah dan Kekuasaan sebagai konsep dalam hukum Islam kemudian akan dijelaskan mengenai kebebasan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Bab tiga, penulis menguraikan tentang kebebasan informasi publik, dalam bab ini meliputi tentang ruang lingkup keterbukaan informasi publik, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang hak-hak memperoleh informasi, serta pada akhir bab ini akan dijelaskan mengenai pertanggungjawaban negara. Selanjutnya, dalam bab empat, penulis menjelaskan tentang keterbukaan informasi publik dalam pandangan hukum Islam, dalam bab ini meliputi penjelasan mengenai keterbukaan informasi publik dalam pandangaan hukum Islam terhadap undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Terakhir adalah bab lima. Dalam bab ini, penulis membagi dalam dua sub bab yaitu penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi.

(23)

14

TINIJAUAN UMUM

TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI DALAM HUKUM ISLAM

A. Konsep Amanah dan Kekuasaan dalam Perspektif al-Qur’an

Perkataan amanah yang dalam bahasa Indonesia disebut “amanat” dapat diartikan “titipan” atau “pesan”1. Dalam konteks “kekuasaan negara” perkataan amanah itu dapat dipahami sebagai suatu pendelegasian atau pelimpahan kewenangan dan karena itu kekuasaan dapat disebut sebagai “mandat” yang bersumber atau berasal dari Allah. Adapun “Amanah pengertiannya mengacu kepada rasa takut kepada Allah, tidak menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit dan tidak merasa gentar terhadap manusia.2Rumusan kekuasaan dalam bahasa agama Islam adalah:3

“Kekuasaan adalah suatu karunia atau nikmat Allah yang merupakan suatu amanah kepada manusia untuk dipelihara dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an dan dicontohkan oleh Sunnah Rasulullah. Kekuasaan itu kelak harus dipertanggungjawabkan kepada Allah”.

Dalam Islam, kekuasaan adalah suatu karunia atau nikmat Allah. Artinya, ia merupakan rahmat dan kebahagiaan baik bagi yang menerima kekuasaan itu maupun bagi rakyat nya. Karena itu, kekuasaan adalah amanah dan setiap amanah wajib disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, maka kekuasaan wajib disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dalam arti dipelihara dan dijalankan atau diterapkan

1

Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 29

2

Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta:Paramadina, 2000), hal. 557

3

(24)

dengan sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang digariskan dalam al-Qur’an dan dicontohkan dalam tradisi Nabi. Dari pengertian di atas, kajian tentang kekuasaan sebagai amanah tercantum dalam al-Qur’an surah an-Nisa ayat 58



Artinya “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan memerintahkan kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (QS. An-Nisa : 58)

Apabila ayat tersebut dirumuskan dengan menggunakan metode pembentukan garis hukum sebagaimana diajarkan oleh Hazairin dan dikembangkan oleh Sayjuti Thalib4, maka dari ayat tersebut dapat ditarik dua garis hukum yaitu:

Garis hukum pertama : Manusia diwajibkan menyampaikan amanah atau amanat kepada yang berhak menerimanya.

Garis hukum kedua : Manusia diwajibkan menetapkan hukum dengan adil.

Penyampaian amanah dalam konteks kekuasaan mengandung suatu implikasi bahwa ada larangan bagi pemegang amanah itu untuk melakukan suatu abuseatau penyalahgunaan kekuasaan yang ia pegang. Apapun bentuk penyalahgunaan terhadap kekuasaan itu dalam Islam tidak dapat dibenarkan. Semua bentuk penyalahgunaan terhadap kekuasaan dapat

4

(25)

dianggap melanggar garis hukum yang pertama dan yang kedua sebagaimana disebutkan diatas. Kecuali itu, garis hukum yang kedua berkaitan erat dengan garis hukum yang pertama. Menegakkan keadilan adalah suatu perintah Allah, apabila kekuasaan itu dihubungkan dengan keadilan, maka dalam Islam implementasi kekuasaan negara melalui suatu pemerintahan yang adil merupakan suatu kewajiban penguasa dalam pengertian luas (eksekutif, legislatif, yudikatif, badan hukum dan lain-lain) denagn keadilan merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Kekuasaan harus selalu didasarkan kepada keadilan, karena prinsip keadilan dalam Islam menepati posisi yang sangat berdekatan dengan takwa.5Sedangkan takwa adalah merupakan suatu tolak ukur untuk menempatkan seorang manusia yang beriman (muslim) pada posisi yang paling tinggi dalam pandangan Allah yang Dia namakan sebagai “orang yang termulia di antara manusia” sebagaimana ditegaskannya dalam QS.al-Hujarat ayat 13



Artinya “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS.al-Hujarat :13)

Perkataan atqaakum dalam ayat ini mengandung makna “orang yang paling takwa”. Maka dapat dipahami bahwa seseorang penguasa yang menegakkan keadilan berarti ai telah

5

(26)

mendekatkan dirinya pada posisi takwa yang akan mengantarkannya pada suatu derjat tertinggi di sisi Allah, seperti telah dikemukakan di atas bahwa setiap kekuasaan yang dilaksanakan dengan adil dipandang dari sudut Islam akan merupakan rahmat dan kesejahteraan bagi setiap orang termasuk si penguasa itu sendiri. Sebaliknya, apabila kekuasaan itu diterapkan secara zalim (tiran, diktator, otoriter atau absolut) maka kekuasaan itu akan menjadi bumerang dalam bentuk bencana, malapetaka dan laknat (kutukan) dari Allah yang akibatnya tidak akan terlepas bagi si penguasa itu sendiri.6

Di atas telah disebutkan bahwa dalam Islam kekuasaan adalah amanah. Prinsip ini ditegaskan oleh Rasulullah dalam suatu ucapannya kepada seorang sahabatnya yang bernama Abu Dzar. Nabi berkata:

“Hai Abu Dzar, engkau adalah seorang yang lemah dan sesungguhnya jabatan sebagai pemimpin adalah amanah yang berat dan kelak pada hari kiamat ia akan menjadi penyebab kehinaan dan penyesalan kecuali bagi orang yang telah mengambilnya dengan cara yang benar dan melunasi kewajiban-kewajiban yang harus dipikulnya”.

Ada beberapa hal yang memerlukan penjelasan tentang hadits Rasulullah itu. Pertama, jabatan sebagai pimpinan di sini adalah pimpinan formal yang berkaitan dengan jabatan kenegaraan atau jabatan pada instansi pemerintah. Jabatan sebagai pemimpin dalam hadits ini tentu tidak terbatas pada pemimpin tertinggi dalam suatu struktur pemerintahan. Tetapi juga bagi setiap orang yang diserahi kekuasaan yang berkaitan dengan jabatannya itu. Pengertian ini dapat dihubungkan atau disimpulkan dari suatu hadits lain yang berbunyi:7

“Ketahuilah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan dimintai pertanggungjawaban mengenai orang yang dipimpinnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin bagi rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai rakyatnya”.

6

Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan., terjemahan Muhammad al-Baqir (Bandung: Mizan, 1984), hal 98

7

(27)

Secara eksplisit dalam hadits di atas Nabi mengkualifisir bahwa setiap muslim adalah pemimpin dalam arti formal dan non-formal. Dalam arti formal yang dimaksud dengan pemimpin ialah setiap orang yang menduduki suatu jabatan dalam struktur pemerintahan. Dalam arti non-formal setiap orang yang memegang pimpinan, baik sebagai kepala keluarga (seorang ayah atau suami, maupun sebagai pemimpin masyarakat (suatu kelompok atau sejumlah orang yang merupakan suatu kumpulan yang tidak resmi). Hal yang kedua berkaitan dengan hadits Abu Dzar itu ialah jabatan pemimpin yang mengandung kekuasaan itu adalah merupakan sutu amanah yang berat karena ia dituntut kelak di akhirat untuk mempertanggungjawabkan di hadapan Allah. Pertanggungjawaban seorang pemimpin berkaitan dengan sejauh makna ia telah melaksanakan kewajiban-kewajibannya dalam hubungan dengan kekuasaan yang dipegangnya. Apabila kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya sebagai pemimpin telah dilaksanakannya sebagaimana mestinya, maka bebaslah ia dari pertanggungjawaban itu.

Ketiga, sehubungan dengan hadits Abu Dzar itu, dengan sangat jelas Nabi mengingatkan bahwa jabatan sebagai pemimpin selalu diiringi oleh pertanggungjawaban terhadap kewajiban-kewajibannya. Hal ini berarti bahwa dalam Islam, seorang pejabat negara yang memegang kekuasaan, memegang pula kewajiban dan kewenangan. Dengan demikian dapat pula disimpulkan bahwa makna kekuasaan dalam Islam adalah kewajiban dan kewenangan (otoritas). Jadi, kekuasaan tidak hanya mengandung makna sempit yaitu otoritas atau kewenangan belaka, namun kekuasaan adalah kewajiban di samping kewenangan. Dalam implementasinya, kewajiban harus didahulukan dari kewenangan yang merupakan hak-hak penguasa.8Yang dimaksud dengan hak-hak penguasa di sini ialah hak-hak yang timbul atu lahir dari kewenangannya. Dalam Islam kewajiban dan kewenangan penguasa

8

(28)

harus ditempatkan secara proporsional,sehingga terjamin suatu implementasi kekuasaan yang dipegangnya secara adil dan jujur.

B. Kebebasan dan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia

Prinsip kebebasan (Al-Hurriyah) benar benar mendapat tempat dalam presepsi Islam. Jadi keliru apabila Islam dianggap menyebarkan agama dengan pedang. Rasulullah tidak melarang sahabat untuk berbeda pendapat denagan beliau. Hal ini tampak dalam penyusunan strategi perang yang diikuti nabi. Sebagai contoh Perang Badar dan Perang Uhud. Dalam perang Badar Nabi memutuskan posisi bagi beliau dan pasukan Islam pada suatu tempat dekat mata air. Kemudian seorang dari kelompok Ansor, bernama Hubab bin Mundhir datang menghadap Nabi dan menayakan apakah keputusan Nabi itu atas petunjuk Allah, sehingga beliau dan pasukan Islam tidak boleh bergeser dari tempat itu, atau keputusan itu beliau ambil sebagai pemikiran strategi perang biasa. Nabi menjawab bahwa keputusan itu semata-mata perhitungan beliau dan tidak atas petunjuk Allah, “Kalau demikian halnya”, kata Hubab, “Wahai utusan Allah tempat ini kurang tepat. Sebaiknya kita lebih maju ke muka, ke mata air yang paling depan. Kita bawa banyak tempat air untuk kita isi dari mata air itu, kemudian mata air kita tutup dengan pasir. Kalau nanti misalnya terpaksa mundur kita masih dapat minum, sedangkan musuh tidak”. Nabi menerima baik saran Hubab itu. Beliau bangun dan bergerak maju dengan pasukan islam menuju lokasi yang ditunjukkan oleh Hubab.9

Islam memberikan hak kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat bagi umat Islam, sepanjang kebebasan tersebut digunakan untuk menyebarluaskan kebenaran dan kebajikan dan bukan untuk kejahatan dan kekejian, seperti di gambarkan dalam QS. Saba ayat 46

9

(29)

Artinya “Katakanlah (Muhammad) sesungguhnya aku menasehati kamu dengan satu hal yaitu agar kalian menegakkan (urusan) untuk Allah berdua-dua (berserikat) atau sendiri-sendiri”. (QS. Saba : 46)

Konsepsi kebebasan berpendapat ini ditunjukan untuk amar ma’ruf dan nahi munkar. Untuk soal kebaikan, hak ini telah menjadi kewajiban untuk disampaikan kepada seluruh ummat manusia. Kewajiban untuk menyampaikan yang benar dan menjauhi yang batil. Jadi arah kebebasan itu jelas, kebebasan yang bertanggungjawab.” (QS. At-Taubah : 9: 71)

Artinya “(yaitu) mereka yang mengajak kepada kebajikan dan melarang kemungkaran”. (QS. At-Taubah : 9: 71).

Kemudian al-mawardi lebih lanjut membagi larangan kepada manusia dari kemungkaran kedalam tiga bagian ;

1. Melarang dari kemungkaran yang terkait dengan hak-hak Allah Ta’ala. 2. Melarang dari kemungkaran yang terkait dengan hak-hak manusia.

3. Melarang dari kemungkaran yang terkait dengan hak bersama antara hak-hak Allah Ta’ala dan hak-hak manusia.10

Menurut al-Mawardi, manusia dilarang berbuat kemungkaran yang terkait dengan hak-hak Allah Ta’ala dan hak manusia. Dari pemaparan yang dikemukakan

10

(30)

Mawardi di atas menjadi jelas bahwa segala bentuk kemungkaran yang terkait dengan hak-hak Allah maupun manusia itu sangat dilarang.

Dalam Islam hak-hak asasi manusia bukan hanya diakui tetapi juga dilindungi sepenuhnya. Karena itu, dalam hubungannya ini al-Qur’an secara tegas menggariskan antara lain dalam surah al-Isra/17:70:

Artinya “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam kami tebarkan mereka di darat dan di laut serta Kami anugerahi mereka rezeki yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna daripada kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”. (QS. Al-Isra : 70)

Yang dimaksud dengan anak-anak Adam di sini adalah manusia sebagai keturunan nabi Adam. Ayat tersebut di atas dengan jelas mengekspresikan kemuliaan manusia yang di dalam teks al-Qur’an disebut karamah (kemuliaan). Mohammad Habsi Ash-Shiddieqy membagi karamah itu kedalam tiga kategori yaitu (1) kemuliaan pribadi atau karamah fardiyah (2) kemuliaan masyarakat atau karomah ijtimaiyah; dan (3) kemuliaan politik atau karomah siyasiyah.11Dalam kategori pertama, manusia dilindungi baik pribadinya maupun hartanya. Dalam kategori kedua “status persamaan manusia dijamin sepenuhnya” dan dalam kategori ketiga Islam meletakkan hak-hak politik dan menjamin hak-hak itu sepenuhnya bagi setiap orang warga negara, karena kedudukannya yang di dalam al-Qur’an disebut “khalifah Tuhan di bumi.12

11

Sebagaimana dikutip Ahmad Syafii Maarif,op.cit.,hal. 169

(31)

Proklamasi al-Qur’an melalui ayat-ayat tersebut di atas mengandung kebebasan dan perlindungan terhadap hak-hak dasar yang dikaruniakan Allah kepadanya. Kebebasan dan perlindungan terhadap hak-hak tersbut dalam Islam ditekankan pada tiga hal yaitu (1) persamaan manusia; (2) martabat manusia; dan (3) kebebasan manusia. Dalam persamaan manusia sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an telah menggariskan dan menetapkan suatu status atau kedudukan yang sama bagi semua manusia. Karena itu, al-Qur’an menentang dan menolak setiap bentuk perlakuan dan sikap yang mungkin dapat menghancurkan prinsip persamaan, seperti diskriminasi dalam segala bidang kehidupan, feodalisme, kolonialisme dan lain-lain.

Tentang martabat manusia berkaitan erat dengan karamah atau kemulian yang dikaruniakan Allah kepadanya. Manusia diciptakan Allah dengan suatu martabat yang sangat berbeda dengan makhluk-makhluk lain ciptaan-Nya, manusia memiliki atribut atau perlengkapan fisik dan rohani tersendiri yang tidak terdapat pada makhluk-makhluk lainnya.

Salah satu ciri yang memberikan martabat dan kemuliaan kepada manusia adalah kemampuan manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya bagai suatu atribut yang hanya dimiliki manusia. Dengan struktur fisik atau naluri memiliki martabat dan kemuliaan yang harus diakui dan dilindungi.

(32)

Kebebasan berpikir, menyatakan pendapat dan memperoleh informasi termasuk dalam kategori kebebasan yang universal. Islam mengakui dan melindungi kebebasan ini. Kebebasan berpikir erat kaitannya dengan kebebasan untuk memperoleh informasi dan menyatakan pendapat. Ia termasu dalam kebebasan setiap manusia. Dalam al-Qur’an cukup banyak ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berpikir. Ia merupakan salah satu esensi ajaran Islam. Agama Islam sendiri bersendikan akal, sebagaimana ditegaskan oleh nabi Muhammad: “al-diinu ‘aqlun”, artinya: “Agama (Islam) adalah akal” karena sesuai dengan sifatnya yang rasional. Semua ajaran dalam agama Islam sejak dari konsep tentang Tuhan sampai pada gambaran tentang hari kiamat, semuanya dapat diserap dan dicerna dengan menggunakan logika. Posisi akal dalam Islam sangat dihargai, sehingga ia dapat merupakan salah satu sumber dalam hukum Islam sendiri yaitu sebagai sumber hukum Islam ketiga.

Kebebasan berpikir merupakan salah satu fitrah manusia atau watak aslinya. Termasuk dalam pengertian ini adalah kebebasan manusia menggunakan pikirannya untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Dalam sejarah dijumpai suatu kenyataan bahwa hanyalah Islam yang sejak semula lahirnya mendorong setiap manusia untuk menuntut ilmu dan menggunakan pikirannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Al-Qur’an sendiri berisi banyak informasi sebagai dasar-dasar ilmu pengetahuan yang ditawarkan kepada manusia untuk dipikirkan dan dikembangkan dengan akal pikirannya.13

Dalam ajaran Islam kebebasan berpikir sangat dihargai, sehingga orang yang berani menyatakan pendapatnya yang benar di hadapan orang penguasa yang otoriter, tiram atau zalim dinilai sebagai suatu perjuangan yang paling mulia. Hal ini ditegaskan dalam hadits Nabi:

13

(33)

“Perjuangan yang paling mulia adalah mengucapkan atau menyatakan kebenaran di hadapan seorang penguasa yang zalim (tiran)”.14

Kebebasan berpikir dan kebebasan menyatakan pendapat harus berdasarkan kepada tanggung jawab yang tidak boleh mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan suasana permusuhan dikalangan manusia sendiri.15Dengan perkataan lain, kebebasan berpikir tidaklah berarti bahwa setiap orang bebas menghina, atau memperolok-olokan orang lain. Kebebasan berpikir dan kebebasan menyataakn pendapat dalam Islam haruslah dipahami dalam konotasi yang positif.

Bagan di bawah ini memuat suatu konsep dasar yang tidak menutup kemungkinan bagi pengembangan hak-hak itu, sesuai dengan kemaslahatan manusia. Namun sebagai inti hak-hak asasi dalam Islam adalah (1) kemuliaan, (2) hak-hak pribadi dan (3) kebebasan manusia.

Bagan Hak-hak Manusia dalam Hukum Islam Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah

Kemulian Hak-hak pribadi Kebebasan

 Pribadi

 Masyarakat

 Politik

 Persamaan

 Martabat

 Kebebasan

 Beragama

 Berpikir

 Menyatakan pendapat

 Berbeda pendapat

 Memiliki harta benda

 Berusaha

 Memilih pekerjaan

 Memilih tempat kediaman

14

Hak-hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam”, terjemahan A.Rahman Zaenuddin dalam The Review, International Commission of Jurist, June, 1974 hal 12

15

(34)

25

BATASAN INFORMASI PUBLIK

A. Ruang Lingkup Hak Atas Informasi

Pada era reformasi terjadi perubahan yang cepat dalam sistem Pemerintah Indonesia. Pada masa ini pemerintah mulai membuka kran keterbukaan informasi bagi masyarakat. Sehingga masyarakat memiliki ruang lebih terbuka untuk memperoleh informasi dari Badan Publik Pemerintah maupun Badan Publik non-Pemerintah dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya.1 Dengan semakin diperlukannya keterbukaan informasi, upaya Pemerintah bersama DPR berhasil melahirkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Keterbukaan informasi bagi publik yang diatur dalam undang-undang tersebut merupakan sebuah jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait dengan penyelenggaraan negara. Hak mendapatkan informasi juga diatur dalam UUD 1945 pasal 28F yang berbunyi, ”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Keterbukaan informasi sejalan dengan salah satu pilar reformasi yakni transparansi. Secara komprehensif UU KIP mengatur mengenai kewajiban badan/pejabat publik dan bagi lembaga masyarakat/ badan publik non Pemerintah lainnya untuk dapat memberikan pelayanan informasi yang terbuka, transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat. Lahirnya UU KIP ini juga mengubah paradigma berpikir, baik masyarakat maupun

1

(35)

penyelenggara negara. Sebelun UU KIP lahir paradigma terhadap informasi penyelenggaraan negara yang terjadi adalah ”Informasi penyelenggaraan negara bersifat rahasia, kecuali sebagian kecil yang dibuka untuk masyarakat”. Setelah UU KIP lahir paradigma tersebut harus berubah menjadi ”Setiap informasi penyelenggaraan negara bersifat terbuka , hanya sebagian kecil yang dikecualikan.”

Lahirnya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik akan memaksa tradisi pemerintahan yang tertutup untuk berubah menjadi tradisi yang terbuka. Mandat yang harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk membuka informasi yang selama ini dikatakan sebagai rahasia negara jelas disampaikan dalan undang-undang ini. Bahkan tidak hanya terhadap birokrasi (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) saja, tetapi juga penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

(36)

KIP ini berlaku per 30 April 2010, maka Universitas wajib menyediakan informasi baik yang bersifat serta merta, berkala, maupun tersedia setiap saat.2

UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memuat XIV bab terdiri dari 64 pasal. Eksistensi Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.

Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 (satu) Angka 3 (tiga) UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan

penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau

organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri”.3

Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki. Dengan membuka akses publik

3

(37)

terhadap Informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (goodgovernance).4

Dalam ketentuan umum UU No. 14 Tahun 2008 disebutkan begitu jelas mengenai terminologi-terminologi yang berkaitan dengan batasan-batasan serta ruang lingkup yang berkaitan dengan subyek dan obyek UU tersebut. Kecuali dalam hal tertentu yang disebutkan maka setiap informasi yang bersifat publik pada dasarnya bisa diakses oleh publik karena pada dasarnya implikasi dari keterbukaan informasi lebih memberikan implikasi positif dalam konteks penyelenggara negara maupun pengembangan ilmu pengetahuan. Namun demikian bahwa pengguna informasi pubik sama-sama mempunyai tanggungjawab menggunakan hasil informasi yang diperolehnya sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku serta mencantumkan sumber informasi baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan publikasi. Pada prinsipnya setiap badan publik wajib memberikan informasi yang diminta oleh pengguna informasi atau masyarakat kecuali dalam hal-hal tertentu dan bersifat sangat terbatas sebagaimana dalam pasal 6 ayat 3 dengan semua itemnya. Selain batasan dalam pasal tersebut terdapat katagorisasi yang secara jelas diberikan batasan pengecualian informasi yang tidak dapat diakses oleh pengguna informasi sebagaimana disebutkan dalam pokok pasal 17 yang hampir kesemunya berkaitan dengan strategi, keselamatan serta martabat negara hal itupun tidak bersifat permanen. Diluar yang dikecualikan tersebut segala informasi bisa diakses oleh pengguna informasi tau masyarakat

4

(38)

dan menjadi kewajiban bagi Badan Publik baik itu pemerintah, BUMD, BUMN, Partai Politik maupun lembaga swadaya masyarakat.

Bagi pengguna informasi/masyarakat bisa mengakses informasi kepada badan publik sesuai dengan ketentuan UU dan PP nya serta aturan yang dikeluarkan oleh Komisi Informasi dengan tetap mengacu kepada Undang-undang.

Dalam menjalankan UU tersebut dibentuk sebuah Komisi Informasi yang berada ditingkat pusat dan provinsi serta bila diperlukan bisa dibentuk di daerah kabupaten/Kota. Komisi Informasi adalah lembaga independen yang berfungsi menjalankan undang-undang serta peraturan pelaksanaanya dan menetapkan standar layanan informasi dan penyelesaian sengketa mellui mediasi serta Ajudikasi non litigasi. Kedudukan Komisi Informasi Provinsi berkedudukan di Ibu kota Provinsi. Berdasarkan pasal 25 bahwa untuk anggota Komisi Informasi di Provinsi berjumlah 5 (lima) orang sedangkan di tingkat pusat 7 (tujuh) orang. Tugas dari Komisi Informasi provinsi secara jelas adalah menerima, memeriksa dan memutuskan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi sedangkan segala kewenanganya diatur dalam pasal 27 seperti memanggil pihak-pihak yang bersengketa sedangkan pertanggungjawaban diberikan kepada Gubernur dan DPRD. Dalam menjalankan tugas rutinya berkaitan dengan sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang bertugas dan wewenangnya dibidang komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan. Rekruitmen atau pengangkatan dan pemberhentian Komisi Informasi diatur dalam UU ini beserta PP nya.

(39)

mengajukan gugatan melalui pengadilan TUN apabila yang digugat/termohon adalah Badan Publik negara dan melalui pengadilan negeri setempat apabila yang digugat/termohon adalah Badan Publik selain Badan Publik negara. Apabila dalam putusan pengadilan tersebut terdapat pihak yang tidak puas maka bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah agung paling lambat 14 (empat belas hari) sejak diterimanya putusan salah satu atau kedua pengadilan tersebut.5

Ketentuan pidana yang digunakan untuk mengancam para pihak yang melawan hukum berkaitan dengan Undang-undang ini diberlakukan sesuai dengan ketentuan khusus

(lex specialis) berdasarkan ketentuan dalam pasal 56. Dalam ketentuan pidana tersebut secara jelas mengancam para pihak baik pihak Badan Publik maupun pengguna informasi yang melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan ketentuan dalam pasal 50 sampai pasal 55 dalam UU No 14 Tahun 2008 ini. Namun demikian tuntutan pidana dalam persoalan yang menyangkut keterbukaan informasi publik sesuai dengan Undang-undang ini merupakan delik aduan dan bukan delik laporan. Sedangkan dalam konteks mekanisme ganti rugi akan diatur dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari Undang-undang ini.

1. Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Badan Publik

Dalam rangka mewujudkan sistem pelayanan yang cepat, tepat, dan sederhana, setiap Badan Publik menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; yang dalam pelaksanaan tugas serta tanggung jawabnya dibantu oleh pajabat fungsional. Pejabat Penyedia Informasi Publik melakukan tugas:

5

(40)

1. Pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU Nomor 14/2008 dengan seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang

2. Menyebarluaskan Informasi Publik dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami

Proses perolehan informasi dari badan publik dapat dilakukan melalui media online dengan akses bebas maupun regristrasi dan media offline dengan Print out, Copy ke cakram (disc), maupuan Copy ke flashdisk. Di sisi lain Badan Publik bisa mengirim informasinya melalui simpul tertentu seperti SKPD yang lain, DPRD, Perguruan TInggi, LSM/ NGO, Kelompok masyarakat, Pemesan Khusus.

Kewajiban Badan Publik pasal 7, pasal 9 dan pasal 10 undang-undang ini adalah:

1. Menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

2. Menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.

3. Membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.

4. Membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik, berupa memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.

(41)

6. mengumumkan Informasi Publik secara berkala yang meliputi: a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;

b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau

d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

7. Memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.

8. Menyebarluaskan Informasi Publik disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

9. Mengumumkan dengan segera suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.

10.Membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional.

Standar jenis informasi yang harus disediakan oleh Badan Publik milik pemerintah (non badan usaha) adalah:

1) Informasi mengenai Peraturan beserta turunan pelaksanaanya

2) Informasi mengenai segala bentuk pengadaan barang dan jasa mulai dari penjadualan, panitia serta pemenangan hingga alasan yang dipakai dalam pemenangan tersebut. 3) Informasi mengenai seputar masalah yang berkaitan dengan tupoksi.

4) Informasi mengenai rincian atau hasil perhitungan pemakaian anggaran Negara. 5) Informasi mengenai profil dan/atau jumlah kekayaan pimpinan maupun pejabat

dan/atau pegawai .

(42)

Sedangkan standar informasi yang wajib disediakan oleh BUMN/BUMD berdasarkan pasal 14 antara lain:

1) Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; 2) Nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris

perseroan;

3) Laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit;

4) Hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya;

5) Sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi; 6) Mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;

7) Kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik; 8) Pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip

transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran; 9) Pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;

10) Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan; 11) Perubahan tahun fiskal perusahaan;

12) Kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi; 13) Mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau

(43)

B. Hak-Hak Memperoleh Informasi

Dari aspek hukum dan sosial, kemudahan memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi merupakan hak asasi yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 28F. Informasi menjadi landasan individu untuk menjalin komunikasi dengan sesamanya, mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Di sisi lain, secara politis, hak publik untuk memperoleh informasi merupakan salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka yang diatur dalam perundang-undangan.

Hak atas informasi sangat penting karena dalam mewujudkan negara yang demokratis semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, maka berarti penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Kemudahan untuk memperoleh informasi akan memicu partisipasi publik dan kualitas pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan negara dan proses pengambilan keputusan publik. Terbukanya akses publik terhadap Informasi akan memotivasi Badan Publik untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya.6 Hal ini akan mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka sekaligus upaya untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan terciptanya pemerintahan yang baik (good governance).

Diberlakukannya UU 14/2008 sekaligus juga menunjukkan kemauan politik pemerintah untuk merespon gerakan kesadaran masyarakat sipil dalam mendukung penyelenggaraan negara yang baik dan transparan; sekaligus membuka dialog dengan elemen masyarakat seperti LSM, dan kelompok-kelompok masyarakat agar terlibat aktif dalam pengambilan kebijakan publik. Secara politis dan hukum, pemberlakuan UU No. 14/2008 memberikan landasan bagi pemerintahan yang terbuka dan akuntabel.

6

(44)

Sebagai UU yang memberikan napas bagi pemenuhan hak asasi manusia, maka UU keterbukaan Informasi Publik membawan konsekuensi dalam penerapannya. Saat ini telah ada 75 negara di dunia yang telah memiliki dan memberlakukan undang-undang akses informasi atau undang-undang kebebasan informasi. Meskipun demikian, praktek adopsi undang-undang di bawah standar terjadi di beberapa negara dengan tidak melaksanakan sepenuhnya dalam praktek. Aspek monitoring penerapan UU KIP sangat dibutuhkan untuk membantu pemerintah dan badan publik untuk lebih responsif dan memenuhi hak atas informasi publik

Keterbukaan informasi publik harus dipahami sebagai sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lain serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Indonesia menajdi negara ke-76 di dunia yang mengadopsi prinsip-prinsip kebebasan informasi.7 Potensi kelemahan dalam UU KIP kita adalah pasal sanksi dalam Pasal 51 UU KIP yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak 5 juta rupiah”.

C. Pertanggungjawaban Negara

Sebuah negara dan pemerintahan akan memiliki keabsahan hanya jika warga negara dan masyarakat memberikan pengakuan atas otoritasnya. Artinya ada semacam “kontrak” antara negara dengan warga negara dimana negara hanya absah selama bertindak

7

(45)

menjalankan kekuasaan pemerintahan dengan asas-asas kedaulatan rakyat.8 Kontrak di sini memungkinkan semua warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang menetapkan batas-batas yang layak bagi hukum dan ruang lingkup kegiatan pemerintah. Pemerintah hanyalah pemegang mandat rakyat yang setiap 5 tahun sekali akan dievaluasi melalui pemilu. Pemerintah memiliki kewajiban untuk melaksanakan mandate tersebut. Di sinilah pemerintah harus memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.9 Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan memberikan jaminan hokum bagi masyarakat untuk memiliki akses informasi sehingga masyarakat dapat berpartisipasi khususnya melakukan pengawasan dan kontrol atas pemerintahan. Sebenarnya Indonesia pun sudah menunjukkan kemajuan dalam mengadopsi soal pengakuan atas hak informasi ini, karena dalam konstitusinya, terutama dalam Perubahan Kedua UUD 1945 pasal 28F, menyatakan:

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta brhak untuk mencari, memperoleh,

memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala

jenis saluran yang tersedia”.

Dengan demikian, maka hak atas Informasi tidak saja merupakan hak asasimelainkan juga hak konstitusioanal rakyat Indonesia. Esensi dari pengakuan ini adalahbahwa hak atas informasi sebenarnya merupakan hak yang melekat pada diri setiap manusia, baik sebagai

8

http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/sosial-politik/2431-rahasia-negara-dan-keterbukaan-informasi-pu. di unduh pada hari jum’at tanggal 24 Januari 2010 pada pukul 23.45

9

(46)

warga negara maupun sebagai pribadi. Negara memperkuat kewajiban untuk memberikan hak memperoleh informasi dengan telah diratifikasinya Kovenan ICCPR: International Covenant on Civil and Political Rigts, 1966 (dimasukkan dalam hukum 1976). Kofenan ini menerangkan lebih detail tentang hak sipil dan politik yang menyebutkan lebih awal dalam Deklarasi Universal HAM dan secara hukum mengikat pada Negara-negara yang telah meratifikasinya. Bersama yakni ICCPR, ICESCR, dan UNDHR yang kita ketahui sebagai International Bill of Rights.ICCPR meliputi

1. Hak untuk hidup

2. Hak bebas dari siksaan dan perbudakan,

3. Hak kemerdekaan (kebebasan) dan aman

4. Hak bebas dalam gerakan, berkumpul, berpikir, beragama dan berekspresi

5. Persamaan hak hukum

6. Hak Keleluasaan pribadi

7. Hak Persamaan dalam perkawinan

8. Hak Menikmati kebudayaan

(47)

mengenai ketersediaan beras dan peta rawan pangan. Akibatnya, masyarakat tidak bisa mengontrol apakah kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras tepat atau tidak. Juga kebijakan kenaikan BBM yang selalu kontroversi karena masyarakat tidak pernah bisa ikut berpartisipasi mengawasi pengelolaan informasi perihal BBM. Masyarakat tidak pernah bisa menilai apakah kebijakan pengelolaan BBM yang dilakukan pemerintah sudah tepat atau belum. Termasuk penetapan harga satuan BBM yang ada. Wajar jika setiap ada kebijakan yang dianggap merugikan, masyarakat akan selalu bereaksi. UU KMIP juga memiliki arti penting bagi akselerasi pelayanan publik yang lebih baik. Contoh kasus, masyarakat di Semarang sudah berani mempertanyakan pembangunan jalan tol di sana yang tidak sesuai dengan perda Pemerintahan adalah sebuah sistem dan proses untuk menjalankan sebuah negara. Sedangkan Pemerintah adalah sebuah organisasi yang diberikan mandat oleh pemilik

kedaulatan di negara tersebut. Di Indonesia pemegang kedaulatan adalah rakyat Indonesia.

Dengan kata lain, pemerintah adalah sekelompok orang yang diberikan mandat oleh rakyat

Indonesia untuk menjalankan sistem, menegakkan hukum, melakukan distribusi

kesejahteraan, dan menjaga ketertiban bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tiap pekerjaan mutlak memerlukan adanya pertanggungjawaban. Selama ini

pertanggungjawaban dilakukan hanya kepada atasan saja. Tidak banyak yang merasa

bertanggung jawab kepada masyarakat. Seharusnya, karena penggunaan anggaran dari

masyarakat, maka badan publik harus bertanggung jawab kepada masyarakat tentang

pelaksanaan tugasnya, penggunaan dana (apa kekurangannya, bagaimana harapan bantuan

dan dukungan masyarakat untuk berpartisipasi). Banyak pengalaman yang menyatakan

bahwa jika pemerintahan dikelola secara terbuka dan siap bekerjasama, akan mengundang

simpati sehingga masyarakat akan merasa senang memberikan dukungan atau bantuan yang

(48)

Untuk dapat mencapai hal tersebut perlu diterapkan konsep Transparansi

(Keterbukaan) dan Akuntabilitas. Transparan/Terbuka, hal ini diperlukan dalam rangka

menciptakan kepercayaan timbal balik antar pemangku kepentingan melalui penyediaan

informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

Akuntabel berhubungan dengan pertanggungjawaban untuk melaporkan, menjelaskan dan

membuktikan kebenaran sebuah kegiatan atau keputusan kepada pemangku kepentingan.

Masih maraknya kasus korupsi dan pungutan liar di negara Indonesia menunjukkan

masih terdapat informasi yang tidak disampaikan kepada masyarakat secara komplit. Korupsi

terjadi karena ada informasi yang berbeda antara pemegang informasi dan pengguna

informasi. Pihak pemegang informasi mengetahui dengan pasti detail informasi tersebut,

sedangkan pengguna informasi tidak mengetahui sama sekali. Informasi tersebut bisa berupa

kebijakan, program, maupun anggaran. Sehingga pihak yang menguasai informasi dapat

dengan leluasa ”memainkan” informasi untuk bisa menguntungkan dirinya sendiri. Pemegang

informasi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pemegang mandat untuk melaksanakan

jalannya negara ini, dalam hal ini pengelola badan publik. Sedangkan pengguna informasi

adalah pemberi mandat dan pemegang kedaulatan tertinggi di negara ini, yaitu masyarakat

(49)

40

ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN

2008 TENTANG INFORMASI KETERBUKAAN PUBLIK

A. Ketentuan Keterbukaan Informasi publik dalam undang-undang Nomor 14 Tahun

2008

Selama lebih dari 32 tahun, baik kalangan pemerintah maupun masyarakat Indonesia,

berada dalam era ketertutupan. Banyak hal dijadikan alasan oleh kalangan birokrasi sebagai

rahasia negara yang tidak boleh diketahui masyarakat, dan masyarakatpun ”dipaksa” mentaati

apa yang dilakukan pemerintah tersebut. Sebagai contoh, masalah Anggaran masih dipandang

sebagai ”rahasia dapur” pemerintah. Bahkan hingga saat ini, diberbagai instansi di Indonesia

masih terjadi ketertutupan. Keadaan ini sudah membentuk tradisi yang susah diubah.1

Pada era reformasi terjadi perubahan yang cepat dalam sistem Pemerintah Indonesia.

Pada masa ini pemerintah mulai membuka kran keterbukaan informasi bagi masyarakat.

Sehingga masyarakat memiliki ruang lebih terbuka untuk memperoleh informasi dari Badan

Publik Pemerintah maupun Badan Publik non-Pemerintah dalam menjalankan fungsi, tugas

dan wewenangnya. Dengan semakin diperlukannya keterbukaan informasi, upaya Pemerintah

bersama DPR berhasil melahirkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Keterbukaan informasi sejalan dengan salah satu pilar reformasi yakni transparansi.

Secara komprehensif UU KIP mengatur mengenai kewajiban badan/pejabat publik dan bagi

lembaga masyarakat/ badan publik non Pemerintah lainnya untuk dapat memberikan

pelayanan informasi yang terbuka, transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat.

1

(50)

Keterbukaan pelayanan informasi publik ini ada beberapa pengecualian, sebagaimana diatur

dalam Bab V Pasal 17 UU KIP.

Lahirnya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik akan memaksa

tradisi pemerintahan yang tertutup untuk berubah menjadi tradisi yang terbuka.2 Mandat yang

harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk membuka informasi yang selama ini dikatakan

sebagai rahasia negara jelas disampaikan dalan undang-undang ini. Bahkan tidak hanya

terhadap birokrasi (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) saja, tetapi juga penyelenggara

negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi

nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti

lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau

menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan

masyarakat, dan/atau luar negeri.

UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memuat XIV bab terdiri

dari 64 pasal. Eksistensi Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat

penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk

memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan

Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3)

pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi

sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.

Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik

yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Melalui mekanisme dan

pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik dan peran serta

2

Referensi

Dokumen terkait

Terkait fiqh, telah banyak yang menyandarkan dengan beragam kata: fiqh muamalah, fiqh siyasah, fiqh kesehatan dan yang menarik dalam artikel ini salah satunya “fiqh

Keabsahan Data siswa kelas V SD Negeri Soneyan 03 mengenai motivasi belajar sangat rendah dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan triangulasi sumber dari peneliti yaitu

BAB II Pola asuh orang tua dan kecerdasan spiritual. Kecerdasaan spiritual meliputi pengertian kecerdasaan spiritual, ciri-ciri kecerdasaan spiritual, fungsi

Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu perubahan yang dialami seseorang dalam hidupnya sebagai suatu proses yang sedang berlangsung, atau sebagai

Ns Restu : Begini bu tadi pagi salah satu keluarga pasien, dari Nn Ayu dan Tn Yogi yaitu Ny Tini tadi sempat panic karena selang infuse Nn Ayu sempat merembes namun dia menemui

Grafik koefisien keragarnan karakter meristik K2N dan G2N-meiotik ikan

Menurut para penganjur tehnik ini, tes proyeksi dapat menjangkau lapisan-lapisan yang lebih dalam dari kepribadian, yaitu yang tidak disadari subyek.. Namun

tersebut menunjukkan bahwa persepsi dan preferensi tidak selalu mempengaruhi dalam memilih produk bank syariah dan dari penelitian juga menyatakan bahwa sikap