• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENAK LARE

XIV RAJA KOHKARIB MENYERANG KE MEKAH

XV. PERTEMPURAN PRAJURIT KOHKARIB MELAWAN SANG AMIR

1. Raden Aijan sudah dibawa ke balairung, saat itu raden Amir sedang dihadap oleh para punggawa, duduk di sing-gasana. Arjan sudah sampai di hadapannya.

2. Ia sangat terkejut, melihat Ambyah tidak turun dari tempat duduknya. Lama sekali tercengang tanpa berkata-kata. Setelah sadar Raden Arjan segera berkata, "Ah, apa mak-sudmu ini, mengapa kamu tidak mau turun dari singga-sana untuk menemui kehadiranku? Ketahuilah saya ini seorang Narpati.

3. Ternyata kamu ini merusak adat, kamu sombong terhadap diriku, saya ini bukan pembantumu, bukan budakmu, saya masih bergelar seorang Narpati, belum dipecat dari kera-jaanku.

4. Saya datang kamu masih enak-enak saja, duduk di atas singgasana." Raden Ambyah berkata, "Apa pedulimu. Kalau menghendaki aku turun, turunkanlah dari tempat dudukku."

5. Aijan sangatlah marahnya, dan segera menarik pedangnya akan menjatuhkan pedangnya, tangannya disanggah, perge-langan tangannya di tekan sehingga pedangnya jatuh, me-nyinggung pangkal telinganya.

6. Raden Aijan pingsan jatuh ke tanah, sampai lama baru siuman, segera bangun dan terus berlari, pedangnya tidak dibawa. Ki Umarmaya mengejarnya, "Arjan berhentilah pedangmu masih ketinggalan.

7. Apa kamu berikan untukku ini mahal harganya, kepala pedangmu, intannya saya hitung, di depan ada tujuh pasang, di kiri kanannya, intannya ada enam pasang.

Kalau kamu tinggalkan untukku, saya sangat berterima-kasih. Ini saya perkirakan seharga empat puluh ribu." Ar-jan menoleh ke belakang sambil berkata, "Mana

pedang-ku,

kemarikanlah!" Setelah pedang diterima, segera Aijan per-gi. Tak diceritakan perjalanan Aijan. Tibalah ia di tempat tinggalnya. Kakandanya sedang dihadap para prajurit. Se-tiba adiknya, segera ditanya oleh kakandanya dengan ce-pat.

"Wahai Arjan, berhasilkah perjalananmu, kesanggupanmu merangket si Ambyah pada waktu itu, apakah sudah kamu ikat?" Aijan memberitahukan sambil menyembah, "Tidak berhasil, malahan saya hanya dibikin malu.

Dhuh pukulun, si Ambyah memang benar-benar perwira yang sangat tangguh dan sakti sekali." Umarmadi berkata, "Mundur tanpa hasil, hanya membikin malu saudaramu saja, dulu kamu bagaikan bisa mematahkan besi."

Semua yang hadir tersenyum. Segera Sri Narpati memu-kulkan palu tanda bersiap berangkat untuk menghadapi-nya. Setelah menempuh perjalanan empat jam lamanya, kemudian beristirahat, rakyatnya mengatur tirai tempat peristirahatan sang Prabu.

Sang Prabu Umarmadi sangat senang hatinya, juga saudara-saudaranya para raja, tak ketinggalan pula para punggawa dan para satriya, para adipati melayani sang Prabu. Tak diceritakan, sampailah pada pagi harinya.

Para Raja sudah bersiap siaga, juga balatentara keluar me-nuju ke medan perang. Sangat penuh prajurit, juga di Mekah prajuritnya keluar menemui prajurit Musahab, kereta perang sudah muncul.

Barisan yang membentuk setengah lingkaran dari prajurit yang membanjiri, hingga bercampur dengan rakyat kecil,

yang sedang berperang, satriya dan punggawa, bergemuruh kendang gong dan beri, sorak bersaut-sautan bagaikan

sa-mudra meluap.

16. Prabu Umarmadi waktu itu sedang duduk di atas singgasa-na, penuh para raja yang menghadap di depan kakanda-nya. Juga punggawa dan satriya semua. Sedangkan Raden Ambyah sudah duduk di atas singgasana pula.

17. Sudah siyaga di hadapannya, para mantri dan bupati, Ra-den Maktal sudah pula menghadap, duduk berjajar Ra-dengan Raden Tohkaran dan para sanak saudara juga para dipa-ti.

18. Kalisahak dibawa ke hadapan Raden Ambyah, pakaiannya indah bercahaya. Segera Raden Ambyah keluar menuju ke medan perang, kudanya melompat-lompat mengitari lapangan. Raden Ambyah berseru dengan keras memin-ta lawan.

19. "Ya inilah satriya Ambyah, seorang perwira utama yang bera-ni, dan sakti dalam peperangan, keturunan Adipati di Me-kah, Ngabdulmuntalip yang sebelas bulan bertapa di Kak-bah.

20. Yah inilah hasilnya dari bertapa. Hai orang Kohkarib siapa yang ingin mati, hadapilah saya di sini, siapa yang lebih unggul dalam mengadu kesaktiannya, berperang dengan menggunakan gada. Ayo raja yang usil!"

21. Raja Arjan berkata kepada kakandanya, "Saya yang akan menghadapinya, melawan Raden Ambyah." Kakandanya berkata, "Kamu dulu sudah dibikin malu, sekarang akan membuat malu yang kedua kalinya."

22. Raja Aijan meminta kepada kakandanya seolah memaksa. "Terserah kepadamu adikku." Segera Raden Aijan me-nyembah dan mencium kaki kakandanya, kemudian pergi dengan menaiki gajah, maju ke gelanggang peperangan.

Ketika bertemu dengan Amir,

23. ia berseru kepada Ambyah, "Ayo kemarilah Ambyah. Apa maumu sekarang? Apa engkau memakai tenung, berperang tidak membawa senjata?" Raden Ambyah menjawab, "Bu-kan watakku kalau berperang mendahului."

24. Raden Aijan berteriak sambil memutar gadanya, yang be-ratnya 700 kati,*) dan ketika pergelangan tangannya sam-pai tak dapat bergerak. Segera dihentak dengan keras, da-ri gajahnya terus dibantingnya.

25. Raja Aijan pingsan kemudian diikat. Ardas Ardus ingin membalas kekalahan kakaknya, bersamaan dengan menye-rangkan gadanya. Ditahannya dengan tangan kiri, dan di-banting semua menggelinding, lalu diikat oleh Umarmaya. 26. Raja Jasma dan Raja Karma bersama-sama melawan

sam-bil memukulkan bindi, namun segera disekap, keduanya tidak bisa bergerak lalu diikat. Raja Durdanas dan Dur-danam datang membantu mereka.

27. Keduanya bersama menyerang dengan gada, dan ditahan pula dengan tangan dan ditarik sampai jatuhlah mereka, keduanya diikat. Ikdris dan Ikmadris menolong lagi de-ngan mede-ngangkat gada, tetapi ditahan dan diikatnya la-

gi-28. Setelah keduanya diikat menjadi satu, lalu dibanting se-hingga pingsan. Ardiman dan Ardikapi melawan bersama-sama. Telah menjadi kehendak Tuhan, para saudara di Kohlarib mengalami kekalahan dalam berperang.

29. Prajurit Mekah bersorak, gemuruhlah suaranya bagaikan puing-puing yang hancur. Terceritakan para raja empat pu-luh bersaudara, dapat ditaklukkan dalam waktu sehari, hanya tinggal tujuh raja yang belum kena, yang tiga

luh tiga sudah ditaklukkan.

30. Raden Umarmadi bukan main marahnya, peperangan ter-henti karena datangnya malam, ingin maju berperang dan sudah siap menghancurkan mereka, akan tetapi terdengar suara bedug ditabuh, sebagai tanda peperangan harus ber-henti. Segera prajurit Mekah mundur me'nghentikan pe-perangan.

XVI. PRABU UMARMADI TUNDUK KEPADA SANG AMIR