• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTEMUAN MINGGU KE-9: Pembelajaran

Pada bagian ini, mahasiswa akan mendapatkan beberapa pengalaman belajar sebagai berikut. 1. Memiliki pemahaman yang mendalam tentang pemelajaran dan prosesnya.

2. Memiliki keterampilan untuk membangun proses pemelajaran di dalam organisasi. 3. Menganalisis faktor-faktor proses pemelajaran di dalam interaksi organisasi.

Pemelajaran merupakan proses yang seyogyanya dilalui oleh setiap insan manusia. Mengapa? Karena melalui proses pemelajaranlah seseorang dapat mengembangkan nilai dan kualitas dirinya. Dengan memiliki nilai dan kualitas yang memadai, maka seseorang dapat melanjutkan rangkaian kehidupan ini dengan baik. Analogi proses ini dapat dikenakan juga kepada entitas lain, yakni organisasi. Organisasi sebagai organisme diharapkan dalam tumbuh kembangnya telah melalui proses pemelajaran yang sebagaimana mestinya.

Sebagai organisme, organisasi harus diberikan ‘asupan’ agar dapat menyelenggarakan seluruh kegiatan usahanya. Asupan menunjuk kepada input-input pelajaran pengalaman dalam organisasi. Sehingga, organisasi menjadi smart dalam merespon fenomena-fenomena yang terjadi di dalam unit-unit usahanya. Semisal: Proses perekrutan karyawan, penempatan, jenjang karier, remunerasi, promosi, demosi, dan lain sebagainya. Proses-proses tersebut membutuhkan kapasitas dalam mengurai setiap permasalahan yang terjadi. Melalui setiap pengalaman yang dihadapi oleh organisasi tersebut, maka proses pemelajaran dapat berlangsung dengan baik.

Pada bagian ini, disampaikan beberapa pokok pikiran yang berkaitan langsung dengan pemelajaran. Di antaranya: Definisi belajar dan pemelajaran, ciri-ciri pemelajaran, komponen pemelajaran, mtode pemelajaran, media pemelajaran, evaluasi proses pemelajaran, dan pemelajaran sosial. Pokok-pokok pikiran tersebut dipaparkan dalam konteks keilmuan dan praktis, agar mahasiswa dapat memahami sub bab pemelajaran secara komprehensif. Namun sebelum materi dipaparankan lebih jauh, maka disampaikan sebuah cerita yang berkaitan dengan proses pemelajaran organisasi.

George ‘Kodak‘ Eastman

George Eastman adalah pendiri sekaligus pemilik perusahaan kamera analog, Kodak yang didirikan pada 1888. Kamera analog bersama dengan bisnis roll filmnya menjadi satu-satunya pilihan alat fotografi saat itu. Masyarakat dunia mengenal dengan baik produk ini dengan segala fitur-fitur yang dimiliki. Bahkan, kamera buatan perusahaan Kodak ini telah tercatat dalam sejarah digunkaan oleh Neil Amstrong dalam mengabadikan pendaratan kakinya di bulan pada 1969. Begitu kuat dan terkenalnya produk Kodak di bawah kepemimpinan George Eastman ini. Demikian juga di Indonesia, produk kamera analog beserta roll-roll filmnya menjadi produk wajib dalam mengabadikan setiap moment perayaan dan Kodak adalah pilihannya.

Namun, pada triwulan pertama 1983, Kodak mengumumkan penurunan labanya sebesar 73%. Hal ini disebabkan adanya produk tandingan dengan teknologi terbaru. Kamera berteknologi digital. Sebenarnya, perusahaan Kodak telah memiliki produk kamera digital sejak 1975 dan dalam upaya menjaga bisnis utamanya (kamera anlog dan roll filmnya) tidak mati, maka teknologi digital tersebut belum atau tidak dipasarkan. Akhirnya, bisnis kamera digital menenggelamkan tekonologi konvensional, analog pada 2009. Kodak mengumumkan penghentian produk roll film yang telah dipasarkan kurang lebih selama 74 tahun. Jika melihat catatan sejarah, maka Kodak merupakan perusahaan pertama yang memproduksi kamera dengan teknologi digital. Namun, mengapa justru kompetitor dan new comers pada bisnis ini yang memenangkan pasar fotografi? Semisal: Casio, Nikon, dan Canon telah berhasil memosisikan sebagai perusahaan kamera atau fotografi yang besar dengan teknologi mutakhir. Apa yang terjadi pada Kodak? Apa yang melatarbelakangi ketertinggalannya dengan para pesaingnya?

Penulis menyampaikan beberapa penyebab kebangkrutan perusahaan Kodak ini, antara lain: 1) ketidaksiapan atau keterlambatan Kodak mengantisipasi keniscayaan perubahan bisnis; 2) inovasi yang terlambat diimplementasi; 3) merasa memiliki kekuatan produk bisnis yang absolut – analog akan segera digantikan dengan digital – bukan hal yang tidak mungkin jika pada suatu saat, teknologi digital pun akan segera tergantikan dengan teknologi “super digital”; dan 4) gagal membaca keinginan konsumen masa kini.

Dari contoh soal tentang bisnis fotografi Kodak ini, kita yang hidup di masa kini memperoleh pelajaran yang berharga bahwa perubahan merupakan sebuah keniscayaan. Untuk mengantisipasi keniscayaan perubahan tersebut, setiap manusia harus cerdas membaca perubahan zaman. Salah satu langkah antisipasinya adalah dengan belajar Dalam konteks dunia pendidikan: Seorang guru atau dosen yang tidik belajar, sebenarnya adalah seorang yang tidak bertanggung jawab. Bagaimana ia memberikan bahan ajar masa lalu kepada generasi masa kini? Ia mengajar dan mendidik generasi yang hidup di zaman moderen, namun ia tidak meng-upgrade dan meng-update diri dengan pengetahuan yang baru. Peserta didik menjadi ‘korban’ para pendidik konvensional dan obsolete.

Demikian juga dalam konteks berorganisasi. Proses pemelajaran organisasi bisnis harus berlangsung secara parsial, simultan, dan berkelanjutan. Proses pemelajaran mekanisme bisnis, persaingan, perubahan pasar, perekrutan, kebutuhan dan keinginan pelanggan, inovasi, kreativitas bisnis, dan lain sebagainya harus menjadi ‘kurikulum’ setiap bidang usaha yang harus dilakukan. Proses pemelajaran organisasi menjadi hal yang mutlak dilakukan berkenaan dengan kelangsungan kegiatan perusahaan di masa-masa yang akan datang. Kita akan mengupas secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan belajar dan prosesnya dalam konteks manajemen strategis.

Definisi belajar dan pemelajaran

Belajar adalah sebuah siklus proses tanpa henti yang wajib dilakukan oleh semua orang. Tanpa belajar, seorang manusia khususnya pelaku dalam struktur sebuah organisasi akan cenderung merasa berpuas diri dan tidak bersifat autokritik terhadap segala hal yang dilakukan. Karenanya, belajar adalah sebuah mandat yang wajib dilakukan oleh siapa pun dan kapan pun. Perhatikan satu kata dari penjelasan awal tentang belajar adalah ‘otokritik.’ Otokritik terjadi ketika seseorang belajar untuk melihat keadaan dirinya secara jujur dan terbuka. Manusia tidak akan dapat menemukan kekurangannya, manakala ia merasa benar adanya. Manusia yang tidk belajar tidak akan pernah menemukan ‘kekurangan’ yang ada dalam dirinya. Ia selalu menemukan dirinya selalu benar. Padahal, semua hanya terlihat dan tanpak di area permukaan saja. Otokritik akan membawa setiap manusia pemelajar menemukan bahwa di dalam dirinya banyak hal yang harus dikerjakan.

Organisasi yang menempatkan proses pemelajaran menjadi hal yang sentral dan penting akan menemukan bahwa banyak hal yang harus dikerjakan untuk memperbaiki keadaan dan kondisi organisasi usahanya. Pemelajaran organisasi memungkinkan terbentuknya sebuah proses otokritik sebagai langkah-langkah perbaikkan dan antisipasi. Perbaikkkan berkenaan dengan proses bisnis yang sudah usang dan mengganggu proses lain dalam jangka panjang. Sedangkan antisipasi menunjuk kepada persiapan matang menghadapi perubahan yang pasti datang. Oleh karena kepentingan inilah, manajemen strategik menempatkan proses pemelajaran di posisi yang mutlak dan mendesak untuk dilakukan oleh setiap organisasi. Dengan proses pemelajaran yang dilakukan secara konsisten, maka organisasi setidaknya dapat terhindar dari kehancuran ketika berhadapan dengan perubahan.

Dengan demikian dapat disimpulan bahwa belajar merupakan proses untuk dapat memahami sebuah definisi atau pengertian yang belum diketahui. Oleh sebab itu, proses belajar diawali dari rasa keingintahuan yang besar dan mendalam dari subyek pemelajar itu sendiri. Organisasi yang memiliki semangat belajar, pasti diawali dari rasa keingintahuan terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi di lingkungan organisasi bisnisnya. Sedangkan diksi pemelajaran merupakan proses kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan daya kreativitas dalam berpikir untuk memaksimalkan potensi

dan struktur pemikiran seseorang. Daya kreasi dan inovasi perkembangan usaha untuk produk-produk tertentu tercipta melalui sarana pemelajaran.

Dengan pemahaman awal yang berkaitan dengan definisi belajar dan pemelajaran diharapkan setiap organisasi bisnis dapat mengimplementasikan secara konkret nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Manajemen strategik sebagai alat tata kelola usaha, seyogyanya dapat memberikan ruang yang semaksimal mungkin terselenggaranya proses belajar dan pemelajaran organisasi bisnis. Pada bagian berikut disampaikan beberapa pandangan pakar berkaitan mekanisme dan prose pemelajaran.

Gagne (1977), menuturkan bahwa pemelajaran merupakan bentuk pelengkap atau dukungan terhadap proses belajar yang sifatnya internal atau ada dalam pikiran seseorang melalui hal atau peristiwa yang ada di sekitarnya. Pemelajaran merupakan area pribadi setiap individu. Proses pemelajaran yang sejati diharapkan tumbuh dan berkembang melalui diri sendiri. Namun, ketika proses pemelajaran berlangsung karena adanya tekanan, kewajiban, bahkan dengan adanya ancaman, maka kegiatan tersebut tidak dapat memberikan hasil yang maksimal. Hasil yang tidak maksimal menunjuk kepada proses pemelajaran berlangsung dalam jangka pendek atau parsial.

Manajemen strategik merupakan tata kelola organisasi yang sedapat-dapatnya berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena kepentingan tersebutlah, organisasi diharapkan memiliki irama dan paradigma pemelajaran tersebut. Dengan demikian, proses pemelajaran yang berlangsung di dalam organisasi usaha dapat mengakomodir langkah-langkah antisipasi atas kendala-kendala yang dapat menghambat.

Mengutip Munif Chatib, beliau menyatakan bahwa pemelajaran dapat dikatagorikan sebagai siklus transfer informasi antara pemberi informasi dan penerima informasi yang dapat diasosiasikan antara pendidik dan peserta didik yang berlangsung di dalam kelas pemelajaran. Pemelajaran merupakan proses take and gift (memberi dan menerima) antara kedua belah pihak atau lebih. Dalam prosesnya, setiap entitas yang terlibat tidak menjadi pihak yang hanya menerima tanpa memberi. Siklus memberi dan menerima ini akan menjadi koordinasi serta komunikasi yang dapat menghasilkan relasi antarkeduanya.

Siklus pemberian dan penerimaan informasi serta koordinasi di dalam unit-unit organisasi hendaknya memiliki semangat yang sama, yakni saling memberi dan menerima. Inilah proses pemelajaran seutuhnya. Unit-unit organisasi yang memiliki kelebihan di salah satu hal dapat memberikan masukan kepada unit-unitnya yang lain. Oleh karenanya, manajemen organisasi puncak diharapkan dapat memberikan sarana dan ruang bagi tumbuh kembangnya proses pemelajaran ini.

Sintesis dari pemahaman proses pemelajaran adalah siklus memberi dan menerima pengetahuan terbaru guna menemukan metode atau cara yang baru. Dalam konteks perilaku organisasi, setiap individu pekerja diharapkan memiliki paradigma demikian. Keberadaan individu tersebut dapat menjadi sumber sekaligus menjadi media dalam proses pemelajaran. Belajar dari apa yang terjadi pada George Eastman, bisa jadi Kodak tetap menjadi produk unggulan dalam dunia fotografi, manakala proses pemelajaran organisasi bisnis terselenggara dengan baik.

Organisasi Pemelajar

Organisasi pemelajar terdiri atas individu-individu pekerja yang terakumulasi dalam proses belajar. Perilaku organisasi dibuktikan dan tecermin melalui perilaku individu pekerjanya, termasuk dalam kegiatan pemelajaran. Ada bebebapa ciri yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian apakah organisasi dan individu pekerja tersebut berada di dalam konteks pembelajaran atau tidak.

Ciri-ciri pemelajaran yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Proses pemelajaran dilakukan secara sadar dan dirancang secara sistematis 2. Pemelajaran menumbuhkan perhatian dan motivasi

3. Pemelajaran menyediakan bahan ajar yang atraktif

5. Pemelajaran menciptakan lingkungan belajar yang menarik

6. Pemelajaran meningkatkan resepsi peserta didik secara fisik dan psikologis

Proses pemelajaran di dalam organisasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan diselenggarakan secara sistematis. Organisasi melihat bahwa proses pemelajaran merupakan kebutuhan yang harus segera dilakukan. Apalagi berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam hitungan jangka pendek. Proses pemelajaran organisasi seyogyanya tidak berlangsung secara adhoc ketika berhadapan dengan permasalahan. Ketika terjadi tantangan, hambatan, dan perubahan, maka pada saat yang sama berusaha mencari berbagai macam cara untuk keluar dari masalah tersebut.

Organisasi seperti ini tidak beda dengan pekerjaan pemadam kebakaran. Pernyataan ini tidaklah ditujukan untuk merendahkan jenis pekerjaan dan profesi pemadam kebakaran. Namun yang dituju ialah cara pemadam kebakaran bekerja, ketika musibah kebakaran terjadi. Manakala tidak ada kebakaran, maka tenaga mereka tidak dibuthkan. Namun ketika keadan baik-baik saja, maka tenaga pemadam kebakaran ini menjadi idle alias menganggur. Dengan demikian, proses pemelajaran organisasi harus dapat berlangsung secara rutin dan tertata dengan baik. Sehingga dapat melakukan antisipasi atas setiap permasalahan yang mungkin timbul di kemudian hari.

Organisasi yang terus belajar dalam proses bisnis masing-masing akan menumbuhkan rasa kepemilikkan individu pekerja tersebut dengan organisasi usaha yang diikutinya. Ia merasa memiliki organisasi tersebut yang pada akhirnya akan mendorong daya kreativitas dan inovasi bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut. Perilaku demikian akan mendorong new comers atau karyawan baru memiliki semangat yang sama bagi tumbuh kembangnya organisasi tersebut.

Komponen pemelajaran

Menurut Sumiati dan Asra (2009), pemelajaran dapat dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu pendidik, materi pemelajaran, dan peserta didik. Ketiga komponen tersebut saling bersinergi menghasilkan sebuah situasi pemelajaran yang dapat mewujudkan tercapainya tujuan yang telah disusun atau direncanakan. Ketiga entitas tersebut adalah kemutlakkan yang harus dimiliki dalam mendukung proses pemelajaran. Entitas totalitas. Ketidakhadiran salah satu unsurnya, maka proses pemelajaran tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya. Pendidik (guru atau dosen), materi pemelajaran (buku, jurnal, diktat, dan lain-lain), dan peserta didik (pelajar atau mahasiswa) memiliki fungsi dan tanggung jawab di bidangnya masing-masing. Peran dan tanggung jawab masing-masing entitas akan terbukti melalui penyelenggaraan sistem pemelajaran yang optimal.

Perilaku organisasi dapat ditumbuhkan melalui proses atau mekanisme pemelajaran organisasi. Sejajar dengan analogi di atas, maka entitas-entitas yang ada di dalam organisasi dibutuhkan dalam membangun proses pemelajaran. Entitas-entitas organisasi tersebut antara lain pimpinan (tingkatan manajemen-manajerial), sistem dan prosedur, serta pekerja (operasional) Entitas pimpinan dapat saja dikatagorikan sebagai pekerja organisasi, namun yang membedakannya adalah fungsinya sebagai pembuat kebijakan dan evaluator. Sedangkan (golongan) pekerja berada di sektor operasional (day to day activities).

Pimpinan memiliki posisi yang penting dalam membangun proses pemelajaran organisasi. Mengapa? Sebelum materi pemelajaran yang terdiri dari sistem dan prosedur organisasi disampaikan kepada lini di bawahnya, maka tingkatan pimpinan ini seharusnya benar-benar menguasai dan mempraktikkan nilai-nilai pemelajaran tersebut. Media atau alat yang dalam hal ini sistem dan prosedur merupakan bagian penting yang harus disiapkan oleh perusahaan. Media pemelajaran ini dibutuhkan bagi pembentukan bangunan berpikir atas materi yang disampaikan. Setiap koordinasi kerja antarbagian, antardepartemen, dan lain sebagainya terdokumentasi secara lengkap, jelas, dan

komprehensif. Hal ini dilakukan agar terhindar dari ketidakjelasan informasi yang sampai kepada bagian operasional.

Untuk mengantisipasi penggunaan media pemelajaran ini lengkap dan sesuai dengan kebutuhan organisasi, maka dapat dibentuk sebuah departemen yang mengatur lalu lintas keluar-masuknya dokumen. Dokumentasi harus tersentral di bagian ini. Setiap perubahan, pertambahan, bahkan pergantian sistem harus melalui dan terverifikasi melalui departemen ini. Sebut saja: Departemen Legal. Departemen inilah yang menjadi pusat seluruh media pemelajaran disimpan dan didistribusikan. Kontrol atas setiap dokumen perusahaan memiliki kepentingan yang tinggi, apalagi jika digunakan sebagai sarana atau media pemelajaran.

Entitas ketiga dalam pemelajaran organisasi ialah pekerja atau individu. Setiap individu didorong untuk terus dapat mengembangkan diri baik dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan kerja di bidangnya masing-masing. Tentunya seperti yang dikutip pada bagian sebelumnya bahwa proses pemelajaran akan berdaya guna ketika dilaksanakan dalam kesadaran akan kebutuhan pengembangan diri. Dengan demikian, diharapkan pekerja-pekerja organisasi dapat meningkatkan kapasitas profesionalismenya melalui sarana pemelajaran ini.

Pemelajaran yang dapat dilakukan oleh setiap pekerja organisasi selalu berhubungan erat dengan kebutuhan dan peningkatan kinerja organisasi. Oleh karenanya, manajemen puncak melalui kebijakannya dapat memberikan dorongam berupa apresiasi atau promosi ketika pekerja organisasi dapat mencapai kualitas pada tingkatan tertentu. Sinergi antara manajemen puncak dan pekerja dapat menghasilkan kualitas pekerjaan yang berpengaruh kepada pihak-pihak di luar lingkungan organisasi. Tentunya, yang pertama merasakan dampak positif atas maksimalnya proses pemelajaran adalah individu pekerja itu sendiri dan dilanjutkan dengan organisasi sebagai lembaga secara keseluruhan. Inilah tujuan yang ingin dicapai dalam proses pemelajaran. Tujuan yang mensinergikan seluruh daya yang ada demi tercapainya hasil kerja yang maksimal.

Mengutip apa yang disampaikan oleh H. Daryanto (2005) bahwa tujuan dari sebuah pemelajaran adalah sasaran yang menggambarkan wawasan, kecakapan, dan kemampuan sikap yang dimiliki sebagai hasil dari sebuah pemelajaran yang terwujud dalam tindakan konkret secara terukur. Hasil dan tujuan ketercapaian dari proses pemelajaran harus memiliki ukuran atau indikator. Setiap pelaku atau entitas proses pemelajaran harus mendapatkan informasi yang lengkap mengenai perhitungan indikator-indikator keberhasilan tersebut.

Pekerja yang telah melalui serangkaian proses pemelajaran harus dapat membuktikan bahwa rangkaian belajar tersebut memberikan hasil atau feed back yang mendatangkan keuntungan tertentu bagi organisasi. Paradigma atau cara berpikirnya berubah menjadi lebih baik, Keterampilannya dalam bekerja juga mengikuti cara pandang yang telah berkembang sebelumnya. Hal inilah yang menandakan bahwa proses pemelajaran sudah berlangsung di track yang benar.

Pemelajaran pun harus dilandaskan pada kompetensi dan komponen indikator yang ditentukan. Pun dalam prosesnya, sebuah pemelajaran harus memenuhi syarat untuk tidak mengandung penafsiran yang dapat menimbulkan ketidakjelasan. Proses pemelajaran dapat menghasilkan perilaku kerja yang terukur berdasarkan alat evaluasi yang digunakan oleh manajemen organisasi. Evaluasi diperlukan sebagai tolak ukur untuk melihat apakah indikator dalam sebuah proses terpenuhi atau tidak. Dalam proses pemelajaran terdapat juga komponen penilaian yang dapat dijadikan tolak ukur atas keberhasilan sebuah proses pemelajaran. Penilaian tersebut dapat dilihat secara kualitatif dan kuantitatif.

Sumiati dan Asra (2009) menyampaikan bahwa evaluasi mencakup beberapa hal, antara lain mengukur tingkat pengetahuan dan penguasaan materi, mengetahui bagian yang belum dikuasai, dan menjadi alat untuk penguatan bagi pekerja yang sudah memperoleh skor tinggi untuk tetap ditingkatkan. Evaluasi dibutuhkan untuk melihat progres dari setiap tahapan proses. Salah satu indikator yang dipakai sebagai alat ukur adalah pengenaan KPI (Key Performance Indicators).

KPI merupakan satuan ukuran atau indikator yang dapat digunakan manajemen untuk melihat keberhasilan sebuah proses pemelajaran. Alat manajemen yang dapat digunakan sebagai sarana

pengukuran kinerja adalah Balanced Scorecard (BSC). BSC merupakan salah satu alat manajemen yang dapat digunakan oleh pimpinan puncak untuk melihat kinerja organisasinya. BSC memungkinkan manajemen puncak melihat kinerja organisasi berdasarkan beberapa katagorial. Katagori-katagori yang ada di dalam BSC terdiri atas 4 bagian perspektif, yakni perspektif keuangan, pelanggan, internal proses, dan pertumbuhan pembelajaran. BSC memungkinkan melihat kinerja harian, bulanan, tahunan, dan sebagainya., Alat ukur ini mengakomodir KPI yang harus dicapai oleh perseorangan atau kelompok kerja. BSC merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai hasil dari suatu pemelajaran organisasi secara konkret, Proses pemelajaran yang dinilai dari sudut hasil yang telah dicapai. Tentunya, ada beberapa metode pemelajaran yang dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas setiap pekerja organisasi.

Metode pemelajaran

Metode pemelajaran adalah proses penyampaian materi ajar kepada peserta didik dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Pemelajaran dirancang agar peserta memahami proses pemelajaran tersebut, bukan semata-mata berorientasi pada produk dan nilai semata. Pernyataan ini tidak diarahkan bahwa produk yang dihasilkan dalam proses pemelajaran itu tidak penting. Namun, diarahkan kepada pernyataan bahwa proses adalah segalanya. Jika input di dalam organisasi pemelajaran belum atau tidak mumpuni, maka melalui proses pemelajaran yang terstruktur, sismatis, dan masif diharapkan dapat menghasilkan output yang maksimal. Sejauh peserta dalam proses pemelajaran tersebut mengikuti kaidah-kaidah pemelajaran dengan benar.

Proses merupakan inti dalam pemelajaran. Proses yang baik, diharapkan dapat menghasilkan produk yang baik. Namun, jika inputnya sudah baik dan masuk dalam proses yang tidak baik, maka sudah dapat dipastikan hasilnya pun menjadi kurang baik. Perilaku organisasi terdiri atas perilaku individu-indiviu di dalamnya. Ketika pekerja organisasi tersebut memperhatikan proses pembelajaran dengan benar, maka akan dihasilkan pekerja-pekerja yang memiliki nilai dan kualitas yang tinggi. Manajemen puncak melalui seluruh kebijakannya merupakan proses yang menentukan terbentuknya pekerja-pekerja yang cerdas, bertanggung jawab, dan kreatif.

Kompleksitas pemelajaran tidak hanya berpusat pada aspek kognitif, namun juga pada aspek lain yang tidak kalah pentingnya seperti afektif dan psikomotorik. Proses pemelajaran yang ideal diharapkan dapat memenuhi jargon sebagai berikut: Touch the HEAD. Touch the HEART and … Touch the HANDS (sentuh kepala-nalarnya, sentuh hati-perasaannya, dan sentuh tangan-perbuatannya). Mekanisme dari proses pemelajaran yang mengakomodir tiga aspek ini merupakan keharusan. Seorang pemelajar organisasi diharapkan memiliki keseimbangan yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya. Namun, ketika aspek ini merupakan ukuran baku yang diharapkan kepemilikannya. Individu belajar bukan hanya untuk membesarkan kepala atau pengetahuannya (kognitif), namun dapat dilanjutkan dengan pertumbuhan perasaan dan hatinya (afektif), dan berdampak positif bagi lingkungan (psikomotorik).

Sehingga, ia menjadi pekerja yang cakap dalam keilmuan, cerdas dalam bersikap, dan piawai dalam tatanan aktual. Pekerja-pekerja demikian merupakan aset atau modal yang berharga bagi setiap organisasi. Pemaparan ini diharapkan dapat membawa setiap pekerja organisasi memiliki semangat untuk terus mengembangkan diri, khususnya di dunia yang semakin kompetitif ini.

Ringkasan

1. Pemelajaran merupakan kemutlakkan yang harus berlangsung di dalam setiap organisasi. Organisasi yang terus belajar secara konsisten adalah organisasi yang siap menghadapi segala keniscayaan perubahan dalam sektor bisnis. Pada akhirnya, kegiatan pemelajaran ini tidak