• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mahkamah Agung Republik Indonesia

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon adalah sebagaimana tersebut di atas;

Menimbang, bahwa yang menjadi obyek permohonan keberatan hak uji materiil Para Pemohon adalah Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 325, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6006)(vide Bukti P-1);

Menimbang, bahwa sebelum Mahkamah Agung mempertimbangkan tentang substansi permohonan yang diajukan Para Pemohon, maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan apakah permohonan a quo memenuhi persyaratan formal, yaitu apakah Para Pemohon mempunyai kepentingan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil, sehingga pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan a quo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil; Kewenangan Mahkamah Agung:

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24 A ayat (1) UUD 1945, Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 31 A ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materi disebutkan bahwa “Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundangan di bawah undang-undang terhadap peraturan perundang-undang-undang-undangan yang lebih tinggi;

Menimbang, bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan secara jelas ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 33 dari 43 halaman. Putusan Nomor 21 P/HUM/2017

d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Propinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;

Menimbang, bahwa objek permohonan keberatan Hak Uji Materiil berupa Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah merupakan jenis peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dan oleh karenanya Mahkamah Agung berwenang untuk mengadili permohonan a quo;

Kedudukan Hukum (Legal Standing):

Menimbang, bahwa Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 menyatakan bahwa permohonan Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang hanya dapat dilakukan oleh Pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunnya Peraturan tersebut, yaitu: a. Perorangan Warga Negara Indonesia;

b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; atau

c. Badan hukum publik atau badan hukum privat;

Dalam Penjelasannya ditentukan bahwa yang dimaksud dengan perorangan adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama;

Bahwa lebih lanjut Pasal 1 angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 menentukan bahwa Pemohon keberatan adalah kelompok orang atau perorangan yang mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung atas berlakunya suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah dari undang-undang;

Bahwa dengan demikian Pemohon dalam pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:

a. Kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 dan Pasal 1 angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 34 dari 43 halaman. Putusan Nomor 21 P/HUM/2017

b. Kerugian hak yang diakibatkan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan pengujian;

Menimbang, bahwa Pemohon I adalah badan hukum perkumpulan in casu Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) didirikan berdasarkan Akta Pendirian Perkumpulan KAHMI Nomor 13 Tahun 2002 oleh Notaris Muchlis Patahna, S.H., dan mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum sesuai Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-321.HT.01.03.TH.2003 (bukti P-6), yaitu perkumpulan yang bergerak di bidang Sosial, Kebudayaan dan Idiil/Profesi, dengan melaksanakan kegiatan memantapkan visi ke-Islaman, kebangsaan, dan kecendikiaan, mengembangkan budaya bangsa untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia;

Menimbang, bahwa Pemohon II adalah badan hukum yayasan in casu Yayasan ide Indonesia didirikan berdasarkan Akta Pendirian Yayasan Re-ide Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 oleh Notaris Indah Prastiti Extensia, S.H., dan mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum sesuai Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-297.AH.01.04.Tahun 2009 (bukti P-7), yaitu yayasan yang bergerak di bidang Sosial khususnya mengenai permasalahan energi dan ketahanan pangan serta lainnya yang relevan dalam konteks pembangunan berkelanjutan;

Menimbang, bahwa Pemohon III, IV dan VI adalah perorangan warga Negara Indonesia (WNI) dengan pekerjaan dosen, yang bertindak untuk dan atas nama pribadi;

Menimbang, bahwa dalam permohonannya, pada pokoknya Para Pemohon (Pemohon I, II, III, IV dan V) telah mendalilkan bahwa Para Pemohon mempunyai kepentingan dengan alasan pemberlakuan objek permohonan a quo yang substansinya mengatur tata cara penyertaan dan penatausahaan modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan mereduksi hak hukum Para Pemohon dalam memperoleh jaminan dan perlindungan hukum serta keadilan dan kesejahteraan, sehingga Para Pemohon mempunyai kerugian/kepentingan yang dirugikan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil kepada Mahkamah Agung agar Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 yang menjadi obyek permohonan a quo dinyatakan bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi;

Menimbang, bahwa terhadap kepentingan Para Pemohon Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut :

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 35 dari 43 halaman. Putusan Nomor 21 P/HUM/2017

1. Bahwa Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945 mengatur:

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD Tahun 1945 tersebut diatas, rakyat secara kolektif memberikan mandat kepada Negara melalui penyertaan modal dan dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) guna mendayagunakan penguasaan Negara terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sehingga Para Pemohon, baik Pemohon I dan II yang melakukan mandat organisasi dalam melaksanakan peran kebangsaan, untuk memastikan penguasaan Negara dalam tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat berjalan menurut UUD 1945 maupun Undang-Undang;

3. Bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 (objek Hak Uji Materiil) adalah menyangkut pengelolaan keuangan Negara, berupa penyertaan modal Negara dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bersifat profesional, terbuka, dan bertanggungjawab sesuai dengan aturan pokok yang diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar R.I. Tahun 1945, yang bertujuan mensejahterakan seluruh warga Negara Indonesia, sehingga Para Pemohon sebagai subjek hukum yang memiliki hak atas keuangan Negara serta akses terhadap keterbukaan pengelolaan keuangan Negara yang diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terdapat potensi kerugian hak konstitusinya secara langsung;

Menimbang, berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut, menurut Mahkamah Agung, Para Pemohon memenuhi kualifikasi sebagai Badan Hukum dan perorangan yang dapat mengajukan permohonan Hak Uji Materi kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 A ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 dan terdapat hubungan kausalitas antara kepentingan Para Pemohon yang dirugikan dengan terbitnya objek Hak Uji Materi, oleh karenanya Para Pemohon mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materi atas Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 36 dari 43 halaman. Putusan Nomor 21 P/HUM/2017

Terbatas, dengan demikian merujuk ketentuan Pasal 31 A ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 dan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011, maka permohonan a quo secara formal dapat diterima;

Menimbang, bahwa oleh karena Mahkamah Agung berwenang menguji permohonan keberatan hak uji materiil dan Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan Permohonan a quo, maka Permohonan a quo secara formal dapat diterima;

Menimbang, bahwa selanjutnya Mahkamah Agung akan mempertimbangkan pokok permohonan, yaitu apakah ketentuan yang dimohonkan uji materiil a quo bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau tidak;

Dokumen terkait