• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Pada Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Mengakibatkan

Dalam dokumen Skripsi (Halaman 59-70)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.2.1. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Pada Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Mengakibatkan

Jatuh Sakit Atau Luka Berat

Untuk menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan jatuh sakit atau luka berat, hakim membuat pertimbangan-pertimbangan. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan khususnya dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2660/Pid.SUS/2015/PN Mdn, hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan jatuh sakit atau luka berat cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat yudiris dibandingkan yang bersifat non-yudiris.

Adapun pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah: 1. Pertimbangan Yang Bersifat yuridis

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam

putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya: a. Dakwaan jaksa penuntut umum.

b. Keterangan saksi. c. Keterangan terdakwa. d. Barang-barang bukti. e. Pasal-pasal dalam KUHP.54

2. Pertimbangan yang Bersifat Non Yuridis

Di samping pertimbangan yang bersifat yuridis hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangkan yang bersifat non yuridis. Dari hasil penelitian penulis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2660/Pid.SUS/2015/PN Mdn ada beberapa pertimbangan yang bersifat non yuridis yaitu:

a. Dampak perbuatan terdakwa.

Perbuatan terdakwa dalam hal kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan jatuh sakit atau luka berat sudah barang tentu membawa dampak kepada diri sendiri ataupun kepada orang lain. Selain berakibat buruk kepada korban juga berakibat buruk kepada masyarakat luas. Akibat-akibat yang seperti ini bisa menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana.

b. Kondisi Diri Terdakwa

Kondisi diri terdakwa dalam tulisan ini dapat diartikan sebagai keadaan

54 Johny Krisnan, “Sistem Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Pembaharuan

Hukum Pidana Nasional”, Tesis, Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, hal. 48.

fisik maupun psikis terdakwa sebelum melakukan kejahatan, termasuk status sosial yang melekat pada dirinya. Kondisi fisik yang dimaksud adalah usia dan tingkat kedewasaan, sementara keadaan psikis dimaksudkan adalah perasaan misalnya dalam keadaan marah, gemetar, keringat dingin, pikiran kacau dan tidak normal. Sedangkan yang dimaksudkan dengan status sosial adalah status yang dimiliki dalam masyarakat yaitu apakah pejabat, polisi, kuli bangunan, petani, buruh, wiraswasta dan sebagainya.

Terhadap putusan hakim bahwa hakim dalam kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan jatuh sakit atau luka berat, Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dengan melihat dari kondisi diri terdakwa yang sebagai suami korban dan akibat perilaku terdakwa terhadap terdakwa.

Hakim dalam memutus suatu perkara pidana kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan jatuh sakit atau luka berat maka hakim juga mempertimbangkan unsur-unsur dari pasal yang didakwakan kepada terdakwa. Selain itu putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim juga sudah tepat diberikan karena perbuatan terdakwa sebagaimana yang didakwakan sudah terbukti sewaktu jalannya pemeriksaan. Demikian juga unsur-unsur dari pasal yang dikenakan kepada terdakwa.

Terhadap unsur-unsur tersebut oleh Majelis Hakim dipertimbangkan sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan barang siapa dalam hal ini adalah menjadi subjek hukum yang dimaksud adalah orang/manusia sebagai pelaku tindak pidana yang diajukan dalam persidangan ini adalah terdakwa Roni Sahputra Sembiring berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi.

2. Unsur kedua: “Melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang mengakibatkan jatuh sakit atau luka berat” ;

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan yaitu dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa serta didukung dengan adanya barang bukti bahwa benar Pada hari Senin tanggak 06 Juli 2015 sekira pukul 14.00 wib, terdakwa yang merupakan suami saksi korban datang ke tempat kerja saksi korban, kemudian terdakwa mengajak saksi Hamidah Putri (anak saksi korban dan terdakwa) dan saksi korban menginap di hotel, dan setelah tiba di kamar Hotel Valentine yang berada di Jalan Djamin Ginting Kelurahan Mangga Kec. Medan Tuntungan Kota Medan, selanjutnya saksi korban masuk ke dalam kamar mandi namun tidak berapa lama kemudian terdakwa menyuruh saksi korban keluar dari kamar mandi mandi, selanjutnya saksi korban dan terdakwa bertengkar dimana saksi korban pada saat itu mengatakan kepada terdakwa ?kau jangan cemburu kali? Kemudian terdakwa mengancam saksi korban lalu mengambil obeng dari kantong belakang celananya dan menusukkan obeng tersebut kearah dada sebelah kiri tubuh saksi korban namun saksi korban berusaha melawan dan menangkis dengan kedua tangannya, sehingga mengenai lengan tangan atas sebelah kanan dan

terdakwa juga menusukkan obeng tersebut kesebelah mata kiri sehingga saksi korban kemudian terjatuh kelantai dengan mata sebelah kiri berdarah sambil berteriak ampun..ampun dan meminta pertolongan serta berusaha keluar dari kamar tersebut.

Karena saksi korban berteriak meminta pertolongan lalu saksi Riki Efendi Harahap dan Saksi Aminuddin yang merupakan karyawan Hotel tersebut lalu mendatangi kamar saksi korbandengan mengetuk pintu kamar hotel tersebut, selanjutnya saksi Hamidah Putri membuka pintu kamar dan saksi Riki Efendi Harahap dan Saksi Aminuddin melihat saksi korban sudah terduduk di lantai pojok didalam kamar dengan keadaan mata sebelah kiri mengalami luka dan berdarah sambil meminta tolong kepada saksi Riki Efendi Harahap dan Saksi Aminuddin yang berusaha menenangkan terdakwa yang mengacungkan obeng tersebut kepada saksi Riki Efendi Harahap dan saksi Aminuddin, kemudian pada saat saksi Riki Efendi Harahap berusaha meminta pertolongan kepada teman-temannya, saksi korban kemudian lari dan keluar dari kamar tersebut sedangkan terdakwa kemudian melarikan diri dari hotel selanjutnya saksi Riki Efendi Harahap dan saksi Aminuddin bersama orang-orang yang ada di tempat tersebut membawa saksi korban ke RSU Adam Malik untuk diberi perawatan. Akibat perbuatan terdakwa terhadap saksi korban mengakibatkan saksi korban mengalami luka sesuai dengan Surat Visum Et Repertum Nomor: YM.o1.01.5.43.VER-UB tanggal 14 September 2015 yang diperbuat dan ditandatangani oleh Dr. .Marsal, Sp.B, Sp.BTKV (k) selaku Dokter pemerintah pada RSU Adam Malik Medan.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, karena semua unsur dari Pasal 44 ayat (2) UU RI No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam rumah tangga telah terpenuhi, maka Terdakwa tersebut diatas haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 44 ayat (2) UU RI No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana yang didakwakan kepada Terdakwa.

Majelis Hakim tidak melihat adanya alasan pemaaf maupun alasan pembenar pada diri terdakwa yang dapat menghapuskan pemidanaan bagi diri Terdakwa, maka oleh karena mana terdakwa adalah orang atau subyek hukum yang dapat dipertanggung-jawabkan atas perbuatannya tersebut, oleh karenanya pula harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan kesalahannya tersebut.

Hakim mempunyai kebebasan mandiri dalam mempertimbangkan berat ringannya sanksi pidana penjara terhadap putusan yang ditanganinya. Kebebasan hakim mutlak dan tidak dicampuri oleh pihak lain. Hal ini di sebabkan untuk menjamin agar putusan pengadilan benar-benar obyektif. Kebebasan hakim untuk menentukan berat ringannya sanksi pidana penjara juga harus berpedoman pada batasan maksimum dan juga minimum serta kebebasan yang dimiliki harus berdasarkan rasa keadilan baik terhadap terdakwa maupun masyarakat dan bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk alat bukti yang di hadirkan di dalam persidangan harus saling berkaitan antara alat bukti satu dengan alat bukti yang lainnya. Gunanya agar hakim dapat membuktikan bahwa terdakwalah yang melakukan tindak pidana tersebut. Namun apabila alat bukti

yang di hadirkan di dalam persidangan berbeda tidak berkaitan dengan alat bukti satu dengan alat bukti yang lainnya hal itu dapat menimbulkan ketidakyakinan pada hakim.

Setiap putusan pengadilan harus disertai dengan bahan pertimbangan yang menjadi dasar hukum dan alasan putusan tersebut. Hal ini ada di dalam Pasal 14 ayat 2 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 yang berbunyi: Dalam sidang permusyawarahan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 mengenai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatkan bahwa putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemindahan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan dalam hal serta cara yang diatur undang-undang ini. Seorang terdakwa dapat dijatuhi pidana apabila terdakwa jika di dalam persidangan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana. oleh karena itu, dalam persidangan hakim harus menyebutkan perbuatan terdakwa yang mana sesuai fakta terungkap dipersidangan dan memenuhi rumusan pasal tertentu dari suatu peraturan perundang-undangan.

Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat ringannya sanksi pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan jatuh sakit atau luka berat juga harus mempertimbangkan latar belakang dan sebab-sebab terdakwa melakukan tindak pidana kekerasan dalam

rumah tangga yang mengakibatkan jatuh sakit atau luka berat tersebut.

Dasar pertimbangan yang utama dan pertama bagi hakim dalam memutus perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan jatuh sakit atau luka berat melihat dari beberapa faktor, diantaranya :

a. Kesalahan pembuat pidana. b. Motif dan tujuan tindak pidana. c. Cara melakukan tindak pidana. d. Sikap batin pembuat tindak pidana.

e. Riwayat hidup dan keadaan sosial pembuat tindak pidana. f. Sikap dan tindakkan pembuat setelah melakukan tindak pidana. g. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana. h. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan.

i. Pertanggungjawaban pelaku tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban.

j. Tindak pidana itu dilakukan dengan berencana atau tidak.

Diketahui terdapat hal-hal yang dijadikan alasan pertimbangan oleh hakim dalam memperberat dan memperingan sanksi pidana penjara yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, alasan-alasan tersebut adalah :

a. Belum pernah dihukum atau residivis.

Dengan maksud bahwa terdakwa sebelum melakukan tindak pidana, terdakwa tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang sebelumnya. Hal ini menjadi catatan pertimbangan sendiri bagi hakim untuk menjatuhkan

putusan terhadap terdakwa sebagai dasar yang meringankan sanksi pidana. b. Sopan dalam persidangan.

Saat persidangan berlangsung, semua orang yang ada di dalam ruang persidangan termasuk terdakwa harus berlaku sopan dan patuh dalam bersikap, bertutur kata yang baik, serta menaati smua peraturan yang ditetapkan saat persidangan berlangsung. Itu semua merupakan nilai tersendiri bagi hakim sebagai pertimbangan putusan untuk meringankan penjatuhan sanksi pidana.

c. Adanya penyesalan untuk tidak mengulanginya.

Setelah terdakwa mengakui perbuatannya dan menyasali perbuatannya yang sudah dilakukannya, serta terdakwa telah berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi, maka hal ini dapat dijadikan suatu pertimbangan bagi hakim untuk meringankan sanksi pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa.

Setelah terdakwa mengakui perbuatannya dan menyasali perbuatannya yang sudah dilakukannya, serta terdakwa telah berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi, maka hal ini dapat dijadikan suatu pertimbangan bagi hakim untuk meringankan sanksi pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa.55

Setelah terdakwa mengakui perbuatannya dan menyasali perbuatannya yang sudah dilakukannya, serta terdakwa telah berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi, maka hal ini dapat dijadikan suatu pertimbangan bagi hakim untuk meringankan sanksi pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa.

Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan 55 Moeljatno, Op.Cit, hal. 78.

yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Demikian juga putusan hakim untuk menyelesaikan suatu perkara yang diajukan di Pengadilan, bahwa putusan yang baik adalah yang memperhatikan tiga nilai unsur yaitu yuridis (kepastian hukum), nilai sosiologis (kemanfaatan),dan folosofis (keadilan).56

Kepastian hukum menekankan agar hukum atau peraturan itu ditegakan sebagaimana yang diinginkan oleh bunyi hukum/ peraturannya. Fiat justitia et

pereat mundus, meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakan. Adapun nilai

sosiologis menekankan kepada kemanfaatan bagi masyarakat.57

Masyarakat mengharapkan bahwa pelaksanaan hukum harus memberi manfaat, karena memang hukum adalah untuk manusia, maka dalam melaksanakan hukum jangan sampai justru menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Demikian juga hukum dilaksanakan bertujuan untuk mencapai keadilan. Sehingga dengan ditegakkannya hukum akan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Meskipun sebenarnya keadilan itu sendiri bersifat subyektif dan individualistis.58

Dalam memutus suatu perkara, ketiga unsur diatas secara teoritis harus mendapat perhatian secara proposional dan seimbang. Meskipun dalam prakteknya tidak selalu mudah untuk mengusahakan kompromi terhadap unsur- unsur tersebut. Pertentangan yang terjadi dalam setiap menanggapi putusan hakim terhadap suatu perkara, dengan apa yang diinginkan masyarakat, biasanya berkisar antara sejauh mana pertimbangan unsur yuridis (kepastian hukum)

56 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal. 55. 57 Tapi Omas Ihromi, Op.Cit, hal. 28. 58 Ibid, hal. 57.

dengan unsur filosofis (keadilan) ditampung didalamnya.

Kepastian hukum harus ditegakkan agar tidak timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan pada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi memang peraturannya adalah demikian sehingga Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat.59

Dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara, hakim terikat dengan hukum acara, yang mengatur sejak memeriksa dan memutus. Dan hasil pemeriksaan itulah nantinya yang akan menjadi bahan pertimbangan untuk mengambil putusan. Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan merupakan bahan utama untuk dijadikan pertimbangan dalam suatu putusan, sehingga ketelitian, kejelian dan kecerdasan dalam mengemukakan/ menemukan fakta suatu kasus merupakan factor penting dan menentukan terhadap hasil putusan. Oleh karena itu tidak heran jika apa yang ada dalam pikiran masyarakat dapat berbeda dengan putusan hakim.

Maka setiap individu hakim, dituntut bersikap lebih teliti dan jeli dalam memeriksa perkara dan jernih serta cerdas berpikir dalam mengambil putusan. Hakim dituntut lebih bijaksana dalam menyikapi pendapat masyarakat. Pendapat masyarakat (umum) tidak boleh diabaikan begitu saja dalam mempertimbangkan suatu perkara. Hakim harus ekstra hati-hati dalam menjatuhkan putusan. Jangan sampai orang yang tidak bersalah dihukum karena disebabkan sikap tidak profesional dalam menangani perkara, begitu juga secara mudah pula melepaskan pelaku kejahatan dari hukuman yang seharusnya dijatuhkan. Hal itu tentu saja 59 Ibid, hal. 55.

harus sesuai dengan keyakinan hakim yang professional dalam memutus sebuah perkara agar terwujudnya rasa keadilan bagi masyarakat.

4.2.2. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah

Dalam dokumen Skripsi (Halaman 59-70)