• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apabila dilihat dari segi sipelaku korupsi, sebab-sebab dia melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat atau kesadarannya untuk melakukan. Sebab-sebab seseorang mendorong untuk melakukan korupsi antara lain: kemungkinan orang yang melakukan korupsi adalah orang yang penghasilannya sudah cukup tinggi, bahkan sudah berlebih bila dibandingkan dengan kebutuhan hidupnya. Kemungkinan orang tersebut malakukan korupsi tersebut juga tanpa adanya godaan dari pihak lain. Bahkan kesempatan untuk melakukan korupsi mungkin juga sudah sangat kecil karena sistem pengendalian manajemen yang ada sudah sangat bagus dalam korupsi seperti itu, maka unsur yang menyebabkan dia melakukan korupsi adalah unsur dari dalam diri sendiri, yaitu sifat-sifat tamak, serakah, sombong, takabur, rakus yang memang ada pada manusia tersebut.101

Korupsi yang telah merajalela mempunyai dampak yang merugikan dan merusak tatanan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.Kekayaan negara yang dikorupsi sangat besar. Hal ini berarti, jika tidak terjadi korupsi terhadap kekayaan negara maka kemampuan pembiayaan pembangunan melalui APBN dapat meningkat, dan itu berarti bahwa pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor dapat lebih ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan pemberantasan kemiskinan dan pembiayaan sektor yang bersfat strategis, seperti sektor pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian akan dapat

101

Surachmin dab Suhandi Cahaya, Strategi dan Teknik Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 201), hlm. 91.

mendongkrak peningkatan kualitas sumberdaya manusia pada masa depan dan diharapkan dapat berimbas pada peningkatan produktivitas secara nasional. Di samping kerugian material juga terjadi kerugian yang bersifat immaterial, yaitu citra dan martabat bangsa Indonesia di dunia internasional.

Predikat Indonesia sebagai negara yang terkorup di kawasan Asia Tenggara merupakan citra yang sangat mamalukan.Tetapi anehnya para pemimpin di negeri ini masih adem ayem, tebal muka dan tidak memiliki rasa malu sehingga membiarkan praktek korupsi semakin menjadi-jadi.

Selain kerugian material dan immaterial, korupsi juga membawa dampak pada penciptaan ekonomi biaya tinggi.Karena korupsi menyebabkan inefisiensi dan pemborosan dalam ekonomi. Uang pelicin, sogok/suap, pungutan dan sejenisnya akan membebani komponen biaya produksi. Pemerintah yang korup akan membebani sektor swasta dengan urusan-urusan yang luar biasa berat. Ditunjukan oleh Jeremy Pope bahwa di Ukraina pada tahun 1994 perusahaan-perusahaan yang disurvei melaporkan bahwa mereka menghabiskan rata-rata 28% dari waktu kerja semata-mata untuk berurusan dengan pemerintah dan pada tahun 1996 meningkat menjadi 37%. Jika tidak ada langkah-langkah dan tindakan nyata pemerintah dalam memberantas korupsi, maka upaya pemerintah untuk menarik investor asing menanamkan investasinya di Indonesia dengan melakukan kunjungan ke berbagai negara menghabiskan uang miliaran rupiah hanya akan merupakan tindakan yang merugi.102

102

Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasional, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm. 53.

Shang-Jin-Wei , guru besar pada Kennedy School of Government, Harvard University yang dikutip oleh Jeremy Pope menunjukkan bahwa kenaikan satu angka tingkat korupsi berkorelasi dengan turunnya total investasi asing sebesar 16 persen. Karena memburuknya korupsi di suatu negara penerima investasi akan menyebabkan kenaikan tingkat pajak marginal perusahaan asing.103

Menurut Juniadi soewartojo, dampak korupsi terhadap perekonomian dan pembangunan nasional umumnya dipandang negative. Dengan korupsi akan berakibat pemborosan keuangan/kekayaan negara, juga swasta yang tidak terkendali penggunaannya karena berada ditangan pelakunya yang besar kemungkinannya disalurkan untuk keperluan-keperluan yang bersifat konsuntif. Korupsi dapat menghambat pula pertumbuhan dan pengembangan wiraswasta yang sehat dan disamping itu tenaga professional kurang atau tidak dimanfaatkan padahal potensial bagi pertumbuhan ekonomi.104

Di samping dampak tersebut, Alatas (1987) mengemukakan enampengaruh buruk yang dapat ditimbulkan dari korupsi, yaitu: (1) timbulnya berbagai bentuk ketidak adilan, (2) menimbulkan ketidakefisienan, (3) menyuburkan jenis kejahatan lain, (4) melemahkan semangat perangkat birokrasi dan mereka yang menjadi korban, (5) mengurangi kemampuan negara dalammemberikan pelayanan publik, dan (6) menaikkan biaya pelayanan.105

103

Ibid. hlm. 55. 104

Surachmin dab Suhandi Cahaya, Op. Cit. hlm. 86. 105

Alatas, Korupsi Sifat, Sebab dan Fungsi. (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm. 19

Dari berbagai dampak dan pengaruh yang ditimbulkan korupsi tersebut tidak dapat disangkal bahwa korupsi membawa dampak yang merugikan dan menghambat pelaksanaan pembangunan di segala bidang.Karena uang yang semestinya dapat

digunakan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan raib menjadi milik pribadi dan memperkaya segelintir orang.Kemampuan memberikan pelayanan publik yang berkualitas dan manusiawi menjadi berkurang.Sementara puluhan juta rakyat menjerit kesusahan dan mengharpkan uluran tangan dari pemerintah.Dengan demikian korupsi secara langsung atau tidak langsung menghambat kemajuan bangsa dan negara serta semakin memperparah kemiskinan.

Membiarkan korupsi merajalela berarti membiarkan kejahatan menggerogoti dan menguras kekayaan negara untuk kepentingan pribadi, kelompok atau golongan dengan mengabaikan kepentingan umum atau kepentingan rakyat banyak dan hal ini bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.Dengan membiarkan korupsi berarti pula membiarkan negara menuju kehancuran, keterbelakangan dan pemeliharaan kemiskinan.

C. Bentuk Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Korupsi

1. Putusan Bebas (vrisjprsaak)

Secara teoritis, putusan bebas dalam rumpun hukum Eropa Kontinental lazim disebut dengan istilah “vrisjprsaak” sedangkan dalam rumpun Anglo Saxon disebut putusan ‘acquittal” pada asasnya esensi putusan bebas tejadi karena terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaan.106

Dalam praktik putusan bebas yang lazim disebut acquittal, yang berarti terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan tidak terbukti

106

bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan atau juga dapat disebut terdakwa tidak dijatuhi hukuman pidana.

Berdasarkan ketentuan Pasal 91 ayat (1) KUHAP, putusan bebas tehadap pelaku tindak pidana korupsi atau tindak pidana pada umunya dapat dijatuhkan karena :

1. Dari pemeriksaan sidang pengadilan

2. Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan107

a. Ketiadaan seperti ditentukan asas minimum pembuktian undang-undang secara negatif (negatief wettelijke bewijs theorie) sebagaimana dianut dalam KUHAP. Pada prinsipnya majelis hakim dalam persidangan tidak Adapun penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa yang dimakmud perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan adalah tidak cukup bukti menurut pertimbangan hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.

Secara yuridis dapat disimpulkan bahwa putusan bebas dapat diambil oleh majelis hakim apabila setelah memeriksa pokok perkara dan bermusyawarah beranggapan bahwa:

107

dapat cukup membuktikan kesalahan terdakwa serta hakim tidak yakin terhadap kesalah tersebut;

b. Majelis hakim berpandangan terhadap asas minimum pembuktian yang ditetapkan oleh undang-ungdang telah dipenuhi, misalnya berupa adanya dua orang saksi atau adanya petunjuk, tetapi majelis hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa.

Jika ditelaah dari aspek teoritis, hakikatnya bentuk-bentuk putusan “bebas/vrijspraak” dikenal adanya beberapa bentuk, yaitu:

1. Pembebasan murni atau deonzuivere vrijspraakm” dimana hakim membenarkan mengenai “feiten”nya (na alle noodzakelijke voorbelissingen met juistheid te hebben genomen).

2. Pembebasan tidak murni atau de “onzuivere vrijspraak” dalam hal “bedekte nietigheid van dagvaarding” (batalnya dakwaan secara terselubung) atau “perampasan yang menurut kenyataanya tidak didasarkan pada ketidakterbuktian dalam surat dakwaan.

3. Pembebasan berdasarkan alasan pertimbangan kegunaan atau de vrijspraak op grond doelmatigheid overwegingen” bahwa berdasarkan pertimbangan haruslah diakhiri suatu penuntutan yang sudah pasti tidak akan ada hasilnya (berustend op de overweging date en eind gemaakt moet worden aan een noodzakelijk op niets uitlopende, vervolging).

4. Pembebasan yang terselubung atau de “bedekte vrijspraak” dimana hakim telah mengambil putusan tentang “feiten” dan menjatuhkan putusan

“pelepasan dari tuntutan hukum”, padahal menuru HR putusan tersebut berisikan suatu “pembebasan secara murni”.108

2. Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan (Onslag Van Alle Rechtsvervolging)

Apabila hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana (Pasal 191 ayat (2) KUHAP) karena perbuatan tersebut merupakan ruang lingkup hukum perdata, adat, dagang atau adanya alasan pemaaf (straffuitsluttingsgronden/feit de excause) dan alasan pembenar (rechtsvaardingings-grond) sebagaimana ketentuan Pasal 44 ayat (1) KUHP, Pasal 48, 49, 50 dan 51 IKUHP.109

a. Detinjau dari segi pembuktian

Apabila dibandingkan antara putusan bebas dengan putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum, dapat ditinjau dari beberapa segi antara lain:

Pada putusan pembebasan, perbuatan tindakan pidana yang didakwakan kepada terdakwa “tidak terbukti” secara sah dan meyakinkan.Jadi tidak memenuhi asas pembuktian menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian menurut undang-undang secara negatif serta tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHP. Lain halnya dengan putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum, apa yang didakwakan kepada terdakwa cukup terbukti secara sah, baik dinilai dari segi pembuktian yang diatur dalam pasal 183 KUHAP. Akan tetapi, perbuatan yang terbukti tadi “tidak merupakan pidana”.Tidak ada diatur

108

Ibid. hlm. 61 dan 179. 109

dan tidak termasuk dalam ruang lingkup pidana, tetapi mungkin termasuk dalam hukum perdata, hukum dagang dan hukum adat.

b. Ditinjau dari segi penuntutan

Pada putusan pembebasan, perbuatan yang dilakukan akan didakwakan benar-benar perbuatan tindak pidana yang harus dituntut dan diperiksa didepan sidang “pengadilan pidana”. Dari segi penilaian pembuktian, pembuktian yang ada tidak cukup mendukung keterbukaan kesalahan terdakwa.Oleh karena itu, kesalahan terdakwa tidak terbukti. Karena kesalahan terdakwa tidak terbukti, terdakwa “diputus bebas” dan membebaskan dirinya dari ancaman pidana yang diancam pada pasal tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Adapun pada putusan pelepasan dari segala tuntututan hukum bukan merupakan perbuatan tindak pidana.

Dokumen terkait