• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup L. monocytogenes

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kualitas Mikrobiologis pada Ayam Betutu

2.2.3 Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup L. monocytogenes

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup L. monocytogenes dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam makanan ini termasuk suhu, pH, garam dan kehadiran pengawet (Tabel 2.3) (Food Standards Australia New Zealand, 2013).

15

Tabel 2.3 Batas Kondisi Pertumbuhan L. monocytogenes

Minimum Optimum Maksimum

Suhu (ºC) -1,5 30 – 37 50

pH 4,0 6,0 - 8,0 9,6

Aktifitas Air (aw) 0,90 0,97 -

Sumber : Lado dan Yousef, 2007 dalam Food Standards Australia New Zealand, 2013 Kisaran suhu untuk pertumbuhan L. monocytogenes adalah antara -1.5 dan 45 °C, dengan Suhu optimal menjadi 30-37 °C. Suhu di atas 50 °C dapat membunuh L. monocytogenes (Lado dan Yousef, 2007 dalam Food Standards Australia New Zealand, 2013). Namun, bakteri ini masih dapat hidup dilaporkan mampu bertahan hidup pada perlakuan pasteurisasi dengan suhu 72 oC selama 15 detik (Nadal et al., 2007). Heat shock dan tekanan lingkungan lainnya mempengaruhi virulensi L. monocytogenes. Ketika L. monocytogenes diberikan heat shock pada 48 ° C untuk 2 jam, listeriolysin O hampir seluruhnya hilang. Namun, pertumbuhan berikutnya pada 37 °C dari sel heat shock tersebut mengakibatkan produksi listeriolysin yang 40 kali lebih besar. Pembekuan juga dapat menyebabkan penurunan angka L. monocytogenes. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu serendah 0 °C, ia memiliki potensi untuk berkembang, meskipun lambat, dalam makanan selama penyimpanan berpendingin (Lado dan Yousef, 2007 dalam Food Standards Australia New Zealand, 2013). Bahkan L. monocytogenes mampu bertahan pada suhu -20 ºC. Namun secara umum, pengaruh pembekuan terhadap L. monocytogenes bergantung pada kondisi produk dan kemasan (Badan POM, 2015).

L. monocytogenes dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas dari 4,0 - 9,6. Meskipun pertumbuhan pada pH <4.0 belum didokumentasikan, L. monocytogenes tampaknya relatif toleran terhadap kondisi asam. L. monocytogenes menjadi lebih

16

sensitif terhadap kondisi asam pada suhu yang lebih tinggi. L. monocytogenes tumbuh optimal pada aktivitas air (aw) dari 0.97. Namun, L. monocytogenes juga memiliki kemampuan untuk tumbuh pada aw 0,90 (Lado dan Yousef, 2007 Food Standards Australia New Zealand, 2013). Johnson et al. (1988) dalam Food Standards Australia New Zealand (2013) menunjukkan bahwa L. monocytogenes dapat bertahan waktu yang lama pada nilai aw 0,81.

L. monocytogenes cukup toleran terhadap garam dan telah dilaporkan tumbuh di 13-14% natrium klorida (Farber et al. 1992 dalam Food Standards Australia New Zealand, 2013). Kelangsungan hidup terhadap garam dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Penelitian telah menunjukkan bahwa di larutan garam yang terkonsentrasi, tingkat kelangsungan hidup L. monocytogenes lebih tinggi ketika suhu rendah. L. monocytogenes dapat tumbuh pada kedua kondisi aerobik dan anaerobik, meskipun tumbuh baik dalam lingkungan anaerobik (Lado dan Yousef, 2007 dalam Food Standards Australia New Zealand, 2013).

Pengaruh pengawet pada pertumbuhan L. monocytogenes dipengaruhi oleh efek gabungan dari suhu, pH, kandungan garam dan aktivitas air. Sebagai contoh, sorbates dan parabens yang lebih efektif dalam mencegah pertumbuhan L. monocytogenes pada penyimpanan yang lebih rendah suhu dan pH. Juga, menambahkan natrium klorida atau menurunkan mempertinggi suhu kemampuan laktat untuk mencegah L. monocytogenes pertumbuhan. Pada suhu menurun (seperti sebagai pendingin penyimpanan) natrium diasetat, natrium propionat, dan natrium benzoat adalah lebih efektif dalam mencegah pertumbuhan L. monocytogenes (Lado dan Yousef, 2007 dalam Food Standards Australia New Zealand, 2013).

17

2.2.4 Listeriosis

L. monocytogenes merupakan salah satu agen penyebab food-borne disease, yaitu penyakit yang muncul akibat masuknya mikroorganisme patogen pada pangan ke dalam tubuh. Bakteri ini merupakan penyebab terjadinya penyakit listeriosis.

Walaupun bakteri ini “kurang populer” dibandingkan dengan Escherichia coli (E. coli) atau Salmonella dalam kaitannya sebagai agen penyebab keracunan pangan, namun Listeria merupakan salah satu mikroorganisme penyebab terjadinya KLB keracunan pangan di dunia (Badan POM, 2015).

Di Spanyol, kasus listeriosis pada manusia jarang terjadi, sekitar 1 kasus per 100.000 penduduk. Tahun 1981 di Kanada, pernah terjadi wabah listeriosis yang menyebabkan kematian beberapa domba akibat memakan kubis yang terkontaminasi L. monocytogenes. Dua tahun kemudian, lebih kurang 14 orang meninggal dunia dari sejumlah 49 orang yang dirawat di rumah sakit di Massachusetts dengan gejala klinis berupa septikemia dan meningitis karena mengkonsumsi susu pasteurisasi yang terkontaminasi. Tahun 1985, terjadi wabah listeriosis di Los Angeles dan California. Dilaporkan sejumlah 29 orang meninggal akibat mengkonsumsi keju yang terkontaminasi. Selanjutnya, antara tahun 1991-2002 di Eropa juga pernah dilaporkan 19 kasus listeriosis invasif. Kasus listeriosis juga dilaporkan 9 negara lainnya dengan total wabah listeriosis sebanyak 526 kasus. Sejak tahun 1998, Perancis telah mengembangkan sistem untuk melaksanakan kegiatan monitoring listeriosis pada manusia dan dilakukan investigasi pada sumber foodborne listeriosis (Kemenkes RI, 2015).

Berdasarkan data dari CDC (2014), diperkirakan terdapat 1600 kasus listeriosis dengan diantaranya 260 menyebabkan kematian di Amerika Serikat setiap tahunnya. Rata-rata kejadian listeriosis di Amerika Serikat pada tahun 2013 adalah 0,23 kasus

18

per 100.000 individu (CDC, 2014). Pada Kasus Luar Biasa (KLB) keracunan pangan akibat L. monocytogenes yang terjadi di Amerika karena mengkonsumsi produk Caramel Apples, dilaporkan jumlah korban yang terinfeksi sebanyak 32 orang dengan 11 orang diantaranya adalah wanita hamil dengan kejadian 1 janin meninggal dan 3 orang anak-anak usia 5 - 15 tahun mengalami komplikasi meningitis (Badan POM, 2015).

Dosis minimum L. monocytogenes diperkirakan 102/gram, namun bakteri ini dapat menyebabkan infeksi serius dan mematikan pada kelompok individu tertentu (BSN, 2009). Namun, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi serius dan mematikan pada kelompok individu tertentu. Risiko mortalitas sebesar 24% dapat terjadi ketika bakteri ini menginfeksi kelompok individu yang rentan seperti wanita hamil dan janin, orang lanjut usia, anak-anak dan penderita penyakit immunocompromised (penurunan imunitas/daya tahan tubuh) seperti pasien AIDS, kanker (penerima kemoterapi), kanker darah, transplantasi organ, dan penerima terapi kortikosteroid (Badan POM, 2015). Angka kematian karena meningitis oleh Listeria adalah sebesar 70 %, keracunan darah (speticemia) 50%, dan infeksi perinatal/neonatal lebih besar dari 80% (BSN, 2009).

Pada manusia yang sehat, listeriosis umumnya hanya menunjukkan gejala yang sangat ringan seperti demam, kelelahan, mual, muntah dan diare. Apabila listeriosis tidak diobati, maka gejala dapat berkembang menjadi meningitis dan bakteremia. Listeriosis pada wanita hamil akan mengalami flu-like syndrome dengan komplikasi keguguran, bayi yang dilahirkan meninggal, atau terjadi meningitis pada bayi yang dikandungnya. Flu-like syndrome terjadi 12 jam setelah mengkonsumsi makanan terkontaminasi dengan masa inkubasi 1 – 6 minggu. Pada anak-anak, orang tua dan orang dewasa dengan sistem kekebalan yang lemah, bakteri dapat menyerang sistem

19

syaraf pusat dan masuk dalam sirkulasi darah, menyebabkan pneumonia. Abses atau lesi pada kulit juga dapat terlihat. Gejala klinis tersebut tergantung pada umur manusia, kondisi kesehatan dan strain bakteri yang menginfeksi (Ariyanti, 2010).

Dokumen terkait