• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat

5.3.1. Komponen Pertumbuhan PDRB Total Propinsi Jawa Barat

Pertumbuhan PDRB total Propinsi Jawa Barat selama dua periode penelitian ditunjukkan pada Tabel 5.14. Pada periode sebelum pemekaran wilayah pertumbuhan PDRB total Jawa Barat merupakan yang paling besar diantara propinsi lainnya di Pulau Jawa. Pertumbuhan PDRB total ini menempatkan Propinsi Jawa Barat pada periode sebelum pemekaran wilayah sebagai kontributor terbesar terhadap pembentukan PDB total Indonesia. Saat terjadinya pemekaran wilayah di awal tahun 2000 PDRB total Jawa Barat mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada periode setelah pemekaran wilayah yaitu tahun 2000-2004 pertumbuhan PDRB total Jawa Barat cenderung terus meningkat.

Tabel 5.14. Pertumbuhan PDRB Total Propinsi Jawa Barat Periode 1995-1997 dan 2000-2004.

Tahun Total PDRB

(juta rupiah) Tahun

Total PDRB (juta rupiah) 1995 62.491.165 2000 55.660.204 1996 68.243.530 2001 578.248.43 1997 71.568.924 2002 60.096.782 - - 2003 63.249.926 - - 2004 66.861.448 ∆ PDRB 9.077.759 ∆ PDRB 11.201.243 Nilai Ra 0,15 Nilai Ra 0,20

Sumber: BPS Propinsi Jawa Barat (1997-2004), diolah.

PDRB total pada awal periode sebelum pemekaran sebesar Rp 62.491.165 juta lebih besar dibandingkan PDRB total pada awal periode setelah pemekaran

sebesar Rp 55.660.204 (Tabel 5.14). Hal ini disebabkan pada periode kedua terjadi penurunan total PDRB awal yaitu pada tahun 2000 yang dipengaruhi oleh terjadinya pemekaran wilayah. Pertumbuhan PDRB terbesar selama dua periode penelitian pada tahun 1997 yaitu sebesar Rp 71.568.924 juta, sedangkan pertumbuhan PDRB terkecil yaitu pada tahun 2000 Rp 55.660.204 juta (Tabel 5.14).

Laju pertumbuhan PDRB total Jawa Barat (Ra) menunjukkan peningkatan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai laju pertumbuhan PDRB total Jawa Barat pada periode 1995-1997 sebesar 0,15 menjadi 0,20 pada periode 2000-2004. Pertumbuhan PDRB total Jawa Barat pada periode 2000-2004 belum menunjukkan pertumbuhan sebesar periode 1995-1997. Dari dua periode penelitian dapat dikatakan bahwa pertumbuhan PDRB total Jawa Barat cenderung meningkat meskipun belum kembali dengan pertumbuhan pada periode pertama. Propinsi Jawa Barat sempat mengalami penurunan karena dampak pemekaran wilayah selanjutnya dapat kembali memulihkan keadaan perekonomiannya.

5.3.2. Komponen Pertumbuhan Sektoral Propinsi Jawa Barat

Pertumbuhan PDRB total Jawa Barat ditunjang oleh pertumbuhan PDRB sektoralnya. Pada periode setelah pemekaran kinerja sektor perekonomian cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan kinerja sektor perekonomian Jawa Barat setelah terjadinya pemekaran wilayah cenderung lebih besar dibandingkan pada periode sebelum pemekaran wilayah atau pada tahun

1995-87

1997. Pada periode setelah pemekaran wilayah sektor utilitas dan jasa kembali menunjukkan peningkatan pertumbuhannya dengan sangat tinggi.

Tabel 5.15. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Propinsi Jawa Barat Periode 1995-1997 dan 2000-2004.

PDRB per sektor (juta rupiah) Tahun

Sektor Primer Sektor Industri Sektor Utilitas Sektor Jasa

1995 12.815.304 20.810.291 4.959.109 23.906.461 1996 12.930.078 24 113 084 5.478.024 25.722.353 1997 12.299.543 26 310 843 5.768.203 27.190.354 ∆ PDRB -515.673 5.500.545 809.087 3.283.890 Nilai Ri -0,04 0,26 0,16 0,14 2000 11.330.278 21.833.139 4.508.699 17.988.087 2001 11.360.510 22.908.171 4.809.210 18.746.951 2002 10.792.334 23.631.807 5.293.519 20.379.121 2003 10.913.934 24.528.733 5.619.631 22.187.625 2004 11.275.644 25.187.839 6.159.906 24.238.057 ∆ PDRB -54.634 3.354.700 1.651.206 6.249.970 Nilai Ri -0,01 0,15 0,37 0,35

Sumber: BPS Propinsi Jawa Barat (1997-2004), diolah. Keterangan :

Sektor Primer = Pertanian + Pertambangan Sektor Industri = Industri Pengolahan

Sektor Utilitas = Listrik, gas dan air bersih + Pengangkutan dan Komunikasi Sektor Jasa = Bangunan + Perdagangan, Hotel dan Restoran

+ Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan + Jasa-jasa

Berdasarkan Tabel 5.15 terlihat bahwa kinerja sektor primer selama dua periode penelitian cenderung menurun. Pertumbuhan PDRB sektor primer terus menurun disebabkan semakin berkurangnya lahan pertanian di Jawa Barat pada periode 2000-2004 (BPS, 2003). Kinerja sektor primer pada periode setelah pemekaran belum bisa kembali seperti pada awal periode sebelum pemekaran. Keadaan ini menunjukkan sektor primer di Propinsi Jawa Barat bukan pendukung utama terhadap perkembangan perekonomian Jawa Barat selama dua periode penelitian.

Kinerja sektor industri di Propinsi Jawa Barat mengalami penurunan pada periode setelah terjadinya pemekaran wilayah. Sektor industri yang pada periode sebelum pemekaran wilayah mampu tumbuh sebesar 26 persen, pada periode setelah terjadinya pemekaran wilayah menjadi sebesar 15 persen. Penurunan kontribusi sektor industri yang cukup signifikan merupakan dampak dari terjadinya pemekaran wilayah. Keadaan ini menunjukkan daerah-daerah yang mekar menjadi Propinsi Banten sebelumnya yaitu pada periode sebelum pemekaran wilayah sangat menunjang terhadap pembentukan PDRB sektoral industri di Jawa Barat.

Sektor utilitas mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama dua periode penelitian. Laju pertumbuhan PDRB sektor utilitas pada periode sebelum pemekaran sebesar 0,16 menjadi sebesar 0,37 pada periode 2000-2004 (Tabel 5.15). Pertumbuhan PDRB sektor utilitas sempat menurun pada awal tahun 2000 yang disebabkan lepasnya Kota Tangerang yang sebelumnya memberikan kontribusi besar pada sektor utilitas. Penurunan pertumbuhan PDRB sektor utilitas Jawa Barat tidak berlangsung lama. Pada tahun-tahun berikutnya selama periode setelah pemekaran kinerja sektor utilitas terus meningkat bahkan melebihi pertumbuhan pada periode 1995-1997 yang menempatkan sektor utilitas sebagai sektor pendukung utama terhadap pembentukan PDRB total Jawa Barat setelah terjadinya pemekaran wilayah.

Peningkatan petumbuhan yang cukup besar terjadi di sektor jasa pada periode setelah pemekaran. Sama seperti sektor utilitas, pada awal pemekaran wilayah sektor jasa mengalami penurunan pertumbuhan PDRB akibat lepasnya

89

kabupaten/kota yang membentuk Propinsi Banten yang memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan PDRB sektor jasa. Sama halnya dengan sektor utilitas, dampak pemekaran wilayah terhadap sektor jasa hanya terjadi pada awal tahun 2000. Selama periode setelah pemekaran sektor jasa terus mengalami peningkatan bahkan melebihi pertumbuhan PDRB sektor jasa pada periode sebelum pemekaran dengan laju pertumbuhan PDRB sebesar 0,35 (Tabel 5.15).

5.3.3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Barat

Kemampuan daya saing sektoral kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat ditentukan oleh kemampuan setiap kabupaten/kota mengelola SDA yang tersedia secara optimal. Selama dua periode penelitian terlihat bahwa kemampuan daya saing sektoral setiap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat berbeda satu sama lainnya.

Dilihat dari hasil penelitian mengenai kemampuan daya saing di kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat dapat dilihat bahwa terdapat ketimpangan kemampuan daya saing untuk setiap sektor ekonomi. Kemampuan daya saing untuk tingkat kota dan tingkat kabupaten berbeda selama dua periode penelitian. Untuk sektor utilitas, sektor jasa dan sektor industri khususnya kemampuan daya saing lebih banyak dimiliki oleh beberapa kota di Propinsi Jawa Barat. Untuk sektor primer, kemampuan daya saing cenderung dimiliki oleh tingkat kabupaten. Hal ini menunjukkan ketersediaan lahan pertanian maupun penggalian di tingkat kabupaten lebih banyak dibandingkan di kota yang lebih menekankan peningkatan pada sektor-sektor diluar sektor primer.

Penurunan kemampuan daya saing yang paling terlihat selama dua periode penelitian terjadi pada sektor jasa dan sektor utilitas. Pada periode sebelum pemekaran terdapat 17 kabupaten dan kota yang dapat bersaing baik di sektor utilitas dan 13 kabupaten dan kota yang dapat bersaing baik di sektor jasa. Pada periode setelah pemekaran hanya terdapat lima kabupaten dan kota yang mampu bersaing di sektor utilitas sedangkan di sektor jasa hanya terdapat tiga kota yang dapat bersaing dengan baik. Hal ini menunjukkan kemampuan daya saing sektor utilitas dan sektor jasa kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat mengalami penurunan pada periode setelah pemekaran.

Dilihat dari kecenderungan pembangunan di tingkat kabupaten dan kota, terlihat bahwa sektor jasa dan sektor utilitas lebih berkembang di tingkat kota dibandingkan kabupaten. Hal ini secara langsung berdampak terhadap pemerataan kemampuan pertumbuhan sektoral kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat. Terjadinya ketimpangan kemampuan daya saing sektoral antara kabupaten dan kota yang terdapat di Jawa Barat menunjukkan terjadinya perbedaan kinerja perekonomian di tingkat kabupaten dan tingkat kota di Propinsi Jawa Barat selama periode sebelum pemekaran.

5.3.4. Profil Pertumbuhan Wilayah

Kemampuan setiap kabupaten dan kota dalam menciptakan nilai tambah dalam pembentukan PDRB totalnya menunjukkan kemampuan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota tersebut. Indikator yang dapat digunakan yaitu kemampuan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan daya saing terhadap daerah

91

lain yang pada akhirnya menunjukkan progresif atau tidak progresifnya pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota tersebut.

Selama kurun waktu sebelum dan sesudah pemekaran wilayah pertumbuhan beberapa kabupaten/kota mengalami pergeseran. Pada periode sebelum pemekaran terdapat 9 kabupaten dan kota yang tumbuh progresif. Pada periode setelah pemekaran meningkat menjadi 12 kabupaten dan kota yang tumbuh progresif. Kabupaten/kota yang secara konsisten tumbuh progresif pada dua periode ini adalah Kabupaten Bekasi dan Kota Bogor. Kabupaten/kota yang secara konsisten tumbuh tidak progresif selama dua periode penelitian yaitu Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purwakarta.

Kabupaten Bekasi dan Kota Bogor konsisten tumbuh progresif dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan berdaya saing baik pada dua periode penelitian. Kabupaten Bekasi dan Kota Bogor menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat dan kemampuan daya saing semakin baik dari tahun ke tahun selama kurun waktu 1995-2004 dibandingkan daerah lain di Jawa Barat.

Kota Bogor bertahan tumbuh progresif dengan memiliki pertumbuhan ekonomi yang cepat tetapi daya saing kurang baik setelah terjadinya pemekaran wilayah. Pada periode sebelum pemekaran wilayah, Kota Bogor tumbuh progresif ditunjang oleh pertumbuhan ekonomi yang cepat dan daya saing baik, tetapi pada periode ini Kota Bogor hanya ditunjang oleh pertumbuhan ekonominya yang cepat.

Kabupaten Bekasi bertahan tumbuh progresif selama dua periode penelitian. Pada periode setelah pemekaran mengalami peningkatan dalam kemampuan daya saingnya. Pada periode sebelum pemekaran Kabupaten Bekasi mempunyai pertumbuhan yang cepat dan didukung daya saing yang baik, sehingga pertumbuhannya progresif. Pada periode setelah pemekaran daya saing Kabupaten Bekasi mendorong progresifnya pertumbuhan Kabupaten Bekasi.

Kabupaten Bandung pada periode sebelum pemekaran wilayah tumbuh progresif dengan memiliki pertumbuhan ekonomi yang cepat meskipun daya saingnya kurang baik. Pada periode setelah pemekaran wilayah Kabupaten Bandung menjadi tidak tumbuh progresif karena pertumbuhan ekonominya menurun dengan kemampuan daya saing yang kurang baik.

Pada periode setelah pemekaran pertumbuhan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu mengalami kemunduran. Pada periode sebelumnya daerah ini tumbuh progresif sementara pada periode setelah pemekaran daerah ini tumbuh tidak progresif. Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu mengalami penurunan daya saing pada periode setelah pemekaran. Penurunan kemampuan daya saya saingnya kurang bisa diimbangi dengan pertumbuhan ekonominya, sehingga pada periode setelah pemekaran pergeseran bersih kedua daerah negatif. Hal ini menyebabkan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indaramayu menjadi tumbuh tidak progresif pada periode setelah pemekaran.

Pertumbuhan Kota Sukabumi, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Subang menjadi progresif pada periode setelah pemekaran wilayah. Kota Sukabumi dan Kabupaten Kuningan

93

mengalami peningkatan pertumbuhan ekonominya pada periode 2000-2004 yang menjadikan kedua daerah ini tumbuh progresif pada periode setelah pemekaran wilayah. Sementara itu Kabupaten Bekasi, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Subang menjadi tumbuh progresif pada periode setelah pemekaran wilayah ditunjang oleh peningkatan kemampuan daya saingnya.

Kabupaten Cianjur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Sumedang tidak menunujukkan kemajuan pertumbuhan ekonomi maupun daya saing selama dua periode penelitian. Kadua daerah ini tidak memiliki daya saing yang baik terhadap daerah lain di Jawa Barat. selama dua periode pertumbuhan ekonomi yang cepat dari kedua daerah ini belum mampu menghasilkan pergeseran bersih yang positif. Keadaan ini menyebabkan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang tetap tidak tumbuh progresif selama periode sebelum pemekaran dan periode setelah pemekaran.

Daerah yang terbentuk setelah pemekaran wilayah pada tahun 2000 yaitu Kota Banjar, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya dan Kota Bekasi menunjukkan keragaman dalam kemampuan tumbuh perekonomiannya. Kota Banjar, Kota Tasikmalaya dan Kota Cimahi menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang cepat selama periode setelah pemekaran. Kemampuan pertumbuhan yang cepat daerah ini tidak didukung oleh kemampuan daya saingnya, sehingga pada periode setelah pemekaran daerah ini belum mampu tumbuh progresif dibandingkan daerah lain di Jawa Barat.

Pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi dan Kota Depok yang cepat menempatkan kedua daerah ini sebagai kota yang progresif pada periode setelah

pemekaran. Kota Depok sebagai wilayah baru hasil pemekaran wilayah pada tahun 2000 sudah mampu menunjukkan pertumbuhan yang cepat dengan didukung kemampuan daya saing yang baik sehingga dapat tumbuh progresif pada periode setelah pemekaran. Kota Bekasi tumbuh progresif dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat meskipun kurang ditunjang oleh kemampuan daya saingnya dibandingkan daerah lain di Jawa Barat.

Beragamnya kegiatan perekonomian Propinsi Jawa Barat merupakan indikator yang menggambarkan struktur perekonomian Jawa Barat yang sangat dipengaruhi oleh potensi ekonomi setiap kabupaten dan kota yang ada. Potensi ekonomi setiap daerah ditunjang oleh Sumber Daya Alam (SDA) maupun Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia. Untuk melihat struktur ekonomi suatu wilayah maka dapat dilihat distribusi persentase sektoralnya. Kontribusi nilai tambah setiap sektor dalam pembentukan PDRB akan menunjukkan sektor-sektor yang menjadi pemicu pertumbuhan. Dengan demikian struktur perekonomian kabupaten dan kota di Jawa Barat selama periode sebelum dan sesudah pemekaran wilayah sangat dipengaruhi oleh kemampuan tiap-tiap sektor dalam penciptaan nilai tambah.

Dokumen terkait