• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN STRATEGI :

4.2. Gambaran Umum Perekonomian Wilayah 1. Struktur Perekonomian Wilayah

4.2.2. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tabel 14 menunjukkan bahwa pada tahun 1996 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima dan Kota Bima adalah sebesar 7.52 %. Pertumbuhan paling tinggi adalah pada sektor-sektor tersier, seperti sektor listrik gas dan air bersih, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, pengangkutan dan komunikasi, perdagangan, hotel dan restoran, namun pada tahun 1997 sampai tahun 1998, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bima dan Kota Bima mengalami kemerosotan, yakni minus 2.44 %. Demikian juga halnya dengan keadaan ekonomi Kabupaten Dompu. Pada tahun 1996 pertumbuhan ekonomi mencapai 7.83 % dan pada tahun 1998 penurunan mencapai 1.08 %.

Kemerosotan ekonomi bukan hanya dialami oleh Kapet Bima. PDRB Propinsi Nusa Tenggara Barat terus tumbuh dan berkembang dengan rata-rata laju pertumbuhan 7.17 %, namun mengalami penurunan sebesar 5.26 % pada tahun 1997 sedangkan pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi minus 3.07 %. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 1998 menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, karena Indonesia dilanda krisis moneter yang berlanjut kepada krisis ekonomi. Terjadinya krisis ekonomi juga berdampak pada aktivitas sektor-sektor produksi.

Pada tahun 1999, yakni setelah Kapet Bima terbentuk. Pertumbuhan ekonomi di daerah ini mulai membaik kembali. Ekonomi Kabupaten Bima dan Kota Bima mengalami pertumbuhan sebesar 3.01 % dan pertumbuhan paling tinggi dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yakni sebesar 9.28 %. Sedangkan di Kabupaten Dompu, secara umum pertumbuhannya mencapai

7.34 %, keadaan ini karena didukung oleh pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor dominan di daerah itu yakni mencapai 13.47 %. Sedangkan pertumbuhan ekonomi rata-rata di Kapet Bima tahun 2000-2003 adalah sebesar 4.45 % pertahun di atas pertumbuhan ekonomi propinsi NTB yakni 3.64 % pertahun. Hal ini ditunjukkan pada tabel 15.

Tabel 14 Laju Pertumbuhan PDRB Kapet Bima Atas Dasar Harga Konstan’93 menurut Lapangan Usaha tahun 1996-1999 (persen)

No S e k t o r 1996 1997 1998 1999 Kabupaten Bima 7,52 4,56 -2,44 3,01 1 Pertanian 5,75 5,42 -3,17 2,54 2 Pertambangan dan Energi 8,90 10,57 -6,96 3,57 3 Industri Pengolahan 9,37 8,28 1,55 3,95 4 Listrik, Gas, Air Bersih 14,61 14,51 3,46 6,00 5 Bangunan 11,00 9,76 -12,11 2,01 6 Perdagangan, Hotel,Restoran 10,51 9,45 -1,55 2,01 7 Pengangkutan dan Komunikasi 12.10 11,73 9,30 9,28 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

13,55 13,18 -42,26 4,76 9 Jasa-Jasa 4,13 3,33 1,74 1,36 Kabupaten Dompu 7,83 5,34 1,08 7,34 1 Pertanian 6,45 4,41 3,71 13,47 2 Pertambangan dan Energi 6,34 7,03 -12,91 4,60 3 Industri Pengolahan 10,45 5,85 0,95 4,13 4 Listrik, Gas, Air Bersih 10,90 8,85 -1,02 9,06 5 Bangunan 9,02 4,30 -7,89 1,94 6 Perdagangan,Hotel,Restoran 11,59 7,83 2,35 2,67 7 Pengangkutan dan Komunikasi 11,54 4,96 3,82 9,13 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

13,84 6,85 15,92 -4,34 9 Jasa-Jasa 4,50 5,32 2,48 0,80 Sumber : Bima dan Dompu Dalam Angka Tahun 2001

Tabel 15 menggambarkan bahwa sektor yang memiliki laju pertumbuhan paling tinggi di Kabupaten Dompu adalah pengangkutan dan komunikasi yakni sebesar 8.65 %, Kabupaten Bima dan Kota Bima adalah keuangan, persewaaan dan jasa perusahaan masing-masing sebesar 7.52 % dan 7.80 %. Sedangkan sektor yang memiliki laju pertumbuhan paling rendah di Kabupaten Dompu, Bima, dan Kota Bima adalah sektor jasa-jasa dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 2.43 %, 2.16 %, dan 1.76 %.

Tabel 15 Laju Pertumbuhan Rata-Rata PDRB Kapet Bima Pertahun Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-2003 (Persen)

No. Lapangan Usaha Kab. Dompu Kab. Bima Kota Bima Kapet Bima 1 Pert, Peternakan, Kehutanan

dan Perikanan 3.86 4.34 3.87 4.15 2 Pertambangan dan Penggalian 5.52 5.51 6.21 5.52 3 Industri Pengolahan 4.62 4.34 5.54 4.65 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 5.29 6.52 5.11 5.66 5 Bangunan 5.59 5.02 5.20 5.22 6 Perdagangan, Hotel dan

Restoran 7.53 4.54 5.90 5.63 7 Pengangkutan dan

Komunikasi 8.65 4.91 6.32 6.09 8 Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 6.62 7.52 7.80 7.16 9 Jasa-Jasa 2.43 2.16 1.76 2.12 Total PDRB 4.82 4.29 4.34 4.45 Sumber : BPS Propinsi NTB, 2004a

Laju pertumbuhan perekonomian Kapet Bima ikut memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Laju pertumbuhan PDRB Kapet Bima pada tahun 2001 adalah 4.51 % sedangkan Propinsi NTB adalah sebesar 3.07 %, dan pada tahun 2003 laju pertumbuhan PDRB Kapet naik menjadi 5.34 % sehingga dapat mendorong laju pertumbuhan PDRB Propinsi NTB mencapai 4.33 % pada tahun 2003.

Kapet Bima memiliki posisi penting dalam mendorong pertumbuhan wilayah di Propinsi NTB yakni sebagai pusat pertumbuhan dan prime mover bagi wilayah lainnya khususnya bagian timur Propinsi NTB (Pulau Sumbawa). Aktivitas perdagangan sangat tinggi, yang didukung oleh kegiatan pengangkutan yang cukup memadai, dinamika dan interaksi Kapet Bima dengan daerah lain di Indonesia baik kawasan timur maupun Kawasan Indonesia Barat berlangsung cukup baik. Kapet Bima memberikan kontribusi PDRB sebesar 22 % pada tahun 2000, dan pada tahun 2003 memberikan kontribusi sebesar 25 % dari total PDRB NTB.

4.3. Kondisi Fisik Wilayah 4.3.1. Topografi

Kemiringan lahan di Wilayah Kapet Bima terbagi dalam 3 kategori yaitu : < 15 % sebesar 32.20 %, kemiringan 15 – 40 % sebesar 35.56 % dan di atas 40 % adalah 32.24 %. Secara rinci Persentase Luas Lahan Berdasarkan Kemiringan untuk masing-masing wilayah disajikan pada tabel 16.

Tabel 16 Persentase Luas Lahan Berdasarkan Kemiringan di Wilayah Kapet Bima

Kabupaten/Kota Tingkat Kemiringan < 15o 15-40o > 40 o Kab. Bima 31.91 32.52 35.57 Kota Bima 50.03 37.82 12.15 Kab. Dompu 31.03 41.06 27.90 Kapet Bima 32.20 35.56 32.24

Sumber : BPS Kabupaten Bima, Dompu dan Kota Bima, 2004

Tabel 16 di atas menunjukkan bahwa dengan nilai kemiringan yang beragam tersebut mengindikasikan bahwa Kapet Bima memiliki karakteristik sebagai wilayah yang berbukit, sehingga menjadi suatu tantangan dalam mobilitas sumber daya dan pengembangan wilayah. Sedangkan luas Kapet Bima berdasarkan ketinggian tempat secara rinci disajikan pada tabel 17 berikut.

Tabel 17 Luas Kapet Bima Berdasarkan Ketinggian Tempat Tiap Kabupaten (Satuan Ha) No. Kabupaten / Kota Ketinggian Tempat (mdpl) Jumlah 0 – 100 100 – 500 500 – 1000 >1000

1 Bima & Kota 117.41 205.75 89.35 47.19 459.69 2 Dompu 56.78 123.02 38.56 14.10 232.46

Total 174.19 328.77 127.90 61.28 692.15 Sumber : BPS Kabupaten Bima, Dompu dan Kota Bima, 2004

Daerah-daerah dengan ketinggian 10-1000 mdpl memiliki potensi sebagai Kawasan Budidaya, sedangkan daerah dengan ketinggian di atas 1000 mdpl dapat dipertahankan sebagai Kawasan lindung yakni 61.28 Ha.

4.3.2. Iklim

Menurut Schmith dan Ferguson, Iklim di wilayah Kapet Bima termasuk iklim tipe D, E dan F, dengan suhu udara di wilayah relatif tinggi yaitu 30-32 0C pada siang hari.

Tabel 18 Keadaan Iklim Di Wilayah Kapet Bima

No. Uraian Satuan Nilai

1 Suhu Udara 07.00 oC 25.10 13.00 oC 31.90 18.00 oC 26.80 Rata-Rata oC 27.20 Min oC 20.10 Max oC 36.20 2 Curah Hujan mm 83.90 3 Radiasi Matahari % 75.20

4 Keadaan Lembab Nisbi

07.00 (RH %) 86.00

13.00 (RH %) 57.00

18.00 (RH %) 79.00

Rata-Rata (RH %) 77.00

Sumber : BPS Kabupaten Bima, Dompu dan Kota Bima, 2004

Tabel 18 memberikan gambaran bahwa rata-rata suhu udara adalah 27.20 0C, dengan kisaran 20.10 0C sampai dengan 36.20 0C sedangkan rata-rata curah hujan di Kapet Bima adalah rata-rata 83.9 mm/bulan dengan 13 hari hujan perbulan.

4.3.3. Hidrologi

Kabupaten Bima dan Kota Bima dialiri sungai besar dan kecil sebanyak 26 buah dengan panjang 5-95 Km dan sudah dimanfaatkan untuk irigasi pertanian. Di Kabupaten Dompu terdapat 18 buah sungai dengan sungai Baka dan sungai Laju merupakan sungai besar yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian (BP Kapet Bima 2004).

Daerah Kabupaten Bima dan Kota Bima memiliki drainase cukup baik, yakni dengan luas lahan yang tidak tergenang 1.085 ha atau (91,7 %) sedangkan areal tergenang terus menerus seluas 98 ha (8,3 %) dan lokasinya tersebar. Sedangkan daerah Kabupaten Dompu seluas 98,65% (229.312 ha) tidak tergenang air dan yang tergenang secara periodik hanya seluas 1.35 % atau 3.019 ha (BP Kapet Bima 2004).

4.3.4. Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Pulau Sumbawa skala 1 : 250.000, Kabupaten Bima dan Kota Bima tersusun atas kelompok batuan endapan permukaan (seperti krikil, pasir, lempung dan andesit, batuan gunung api muda dan tua, batuan endapan dan batuan terobosan). Tingkat erosi tanah di Kabupaten Bima dan Kota Bima relatif tinggi yaitu sebesar 91,34% (418.89 ha).

Kabupaten Dompu tersusun dari batuan hasil gunung api lebih tua, tua, muda, batuan endapan permukaan, lempeng tufan dan terumbu karang. Sedangkan tanah yang peka erosi di Kabupaten Dompu sebesar 62,10% (114.34 Ha).

4.3.5. Tanah

Jenis tanah di wilayah Kapet Bima pada umumnya terdiri dari jenis aluvial, Komplek Regusol, Litosol dan Komplek Mediteran. Sedangkan tekstur tanah dikelompokkan atas tekstur kasar (pasir lempung berdebu, dan pasir berdebu), tekstur sedang (lempung berdebu dan lempung liat berpasir) dan tekstur halus (liat, liat berlempung, liat berpasir dan lempung liat berpasir). Tekstur sedang memiliki daerah penyebaran yang paling luas yaitu mencapai 77,81 %, tekstur halus hanya 0,93 % dan sisanya tekstur kasar seluas 21,26% (BP Kapet Bima 2004).