• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Tebel 4.13 Pertumbuhan rasio KPMM Bank Muamalat Indonesia

Pertumbuhan rasio KPMM Bank Muamalat Indonesia 2007-2009

Rasio Tahun

2007 2008 2009

KPMM - 0,93% 2,78%

Sumber : Data sekunder olahan

Berdasarkan pertumbuhan yang ditampilkan pada tabel 4.13 di atas terlihat bahwa pertumbuhan kinerja KPMM menunjukkan pertumbuhan yang positif. Peningkatan ini disebabkan karena modal yang dimiliki BMI meningkat setiap tahunnya dimana peningkatan ini juga diikuti oleh peningkatan ATMR yang tidak terlalu besar persentase kenaikannya sehingga rasio KPMM BMI terus naik setiap tahunnya. Melihat pertumbuhan yang terjadi, dengan stabilnya kenaikan KPMM

BMI maka akan semakin meminimalisasi banyaknya dana yang menganggur, sehingga dana-dana tersebut dapat menjadi lebih produktif.

Analisis terhadap rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum pada Bank Muamalat Indonesia terlihat mengalami kenaikan. Meskipun demikian, nilai rasio KPMM pada bank ini masih tinggi. Hal ini mencerminkan bahwa Bank Muamalat Indonesia tersebut mampu dalam meng-cover pembiayaan yang disalurkan kepada pihak lain apabila terjadi default (gagal bayar).

b. Asset (Kualitas Aktiva Produktif)

Aktiva produktif adalah penanaman bank dalam bentuk kredit, surat berharga, penyertaan dan penanaman lainnya yang dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) sangat berguna untuk melihat bagaimana pihak bank dapat mengelola aktiva produktif sebaik mungkin sehingga dapat menghasilkan pendapatan dan keuntungan semaksimal mungkin.

Perhitungan KAP BMI tahun 2007

= 0,97

Dari hasil perhitungan di atas KAP BMI tahun 2007 berperingkat 2 (dua)

Perhitungan KAP BMI tahun 2008

= 0,97

Dari hasil perhitungan di atas KAP BMI tahun 2008 berperingkat 2 (dua)

Perhitungan KAP BMI tahun 2009

= 0,96

Dari hasil perhitungan di atas KAP BMI tahun 2007 berperingkat 3 (tiga)

Hasil perhitungan KAP pada Bank Muamalat Indonesia selama tahun 2007 sampai 2009 dapat direkapitulasi pada tabel 4.14 di bawah.

Tabel 4.14

Rekapitulasi Peritungan Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) Bank Muamalat Indonesia 2007-2009 (dalam ribuan)

Pos-pos Tahun Rata-rata

2007 2008 2009 APYD DPK KL D M AP 46.472.250 33.133.000 21.552.750 160.892.000 9.944.583.000 91.694.250 145.086.000 21.653.250 143.512.000 11.642.598.000 223.265.250 20.908.000 301.398.750 102.105.000 15.083.200.000 120.477.250 66.375.667 114.868.250 135.503.000 12.223.460.333 KAP 0,97 0,97 0,96 0,97 Peringkat 2 2 3 2

Sumber : Diolah peneliti (dasar penentuan peringkat lihat Tabel 2.1 halaman 17)

Keterangan :

KL : Kurang lancar D : Diragukan M : Macet

AP : Aktiva Produktif

Dari hasil perhitungan KAP pada tabel 4.14 di atas maka dapat diketahui secara umum bahwa KAP BSM menunjukkan hasil yang cukup baik. KAP tertinggi diperoleh pada tahun 2007 sampai 2008 yaitu sebesar 0,97 dan memperoleh peringkat kedua. Sedangkan KAP terendah diperoleh pada tahun 2009 yaitu sebesar 0,96 sehingga memperoleh peringkat ke tiga. Hal ini mencerminkan kualitas asset cukup baik namun diperkirakan akan mengalami penurunan apabila tidak dilakukan perbaikan. Kebijakan dan prosedur pemberian pembiayaan dan pengelolaan risiko dari pembiayaan telah dilakukan dengan baik dan sesuai dengan skala usaha bank, namum masih terdapat kelemahan yang tidak signifikan dan atau didokumentasikan dan diadministrasikan dengan baik.

Apabila ditinjau dari pertumbuhannya, rasio kinerja KAP BMI mengalami penurunan yang tidak stabil seperti yang akan ditunjukkan pada perhitungan pertumbuhan di bawah ini.

Perhitungan pertumbuhan KAP BMI tahun 2008

= 0,0

= -0,01

Pertumbuhan rasio kinerja KAP dapat direkapitulasi pada tabel 4.15 di bawah ini.

Tabel 4.15

Pertumbuhan rasio KAP Bank Muamalat Indonesia

Rasio Tahun

2007 2008 2009

KAP - 0,0 -0,01

Sumber: Data Sekunder Olahan

Dari pertumbuhannya KAP BMI terlihat bahwa pada tahun 2008 tidak terjadi pertumbuhan dari sisi rasio walaupun secara nominal mengalami kenaikan. Akan tetapi pada tahun 2009 rasio KAP BMI mengalami pertumbuhan yang negatif dan mengindikasikan penurunan kinerja KAP.

Berdasarkan yang diperlihatkan pada tabel 4.14 dan 4.15 bahwa aktiva produktif BMI setiap tahunnya terus meningkat, namun peningkatan aktiva produktif ini kurang diimbangi dengan pengelolaan aktiva produktif yang baik sehingga menyebabkan APYD BMI juga mengalami peningkatan setiap tahun. Hal ini bisa diakibatkan oleh adanya peningkatan dana pihak ketiga yang dilakukan oleh nasabah, sehingga BMI harus menyalurkan dana pihak ketiga tersebut dalam aktiva produktif secara optimal yang menyebabkan terjadinya jumlah

peningkatan APYD. Hal ini lah yang menyebabkan kinerja KAP BMI mengalami penurunan pada tahun 2009.

Berdasarkan analisis perhitungan rasio KAP BMI di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 dan 2008 mempunyai KAP yang baik, namun terjadi penurunan pada tahun 2009 yang mengindikasikan bahwa kualitas asset cukup baik dan bila tidak dilakukan perbaikan akan mengalami penurunan. Secara rata-rata kualitas asset BMI masih berada pada posisi kedua sehingga mengindikasikan kualitas asset yang baik namun terdapat kelemahan yang tidak signifikan.

c. Earning (rentabilitas)

Perhitungan earnings ditujukan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keutungan. Hasil perhitungan earnings yang meliputi NOM sebagai rasio utama, ROA, ROE, dan REO dapat disajikan pada tabel di bawah ini.

Perhitungan NOM BMI tahun 2007

= 2,5%

Dari hasil perhitungan di atas NOM BMI tahun 2007 berperingkat 2 (dua)

=2,9%

Dari hasil perhitungan di atas NOM BMI tahun 2007 berperingkat 2 (dua)

Perhitungan NOM BMI tahun 2009

= 0,6%

Dari hasil perhitungan di atas NOM BMI tahun 2007 berperingkat 5 (lima)

Hasil perhitungan NOM BMI selama 2007-2009 di atas dapat di rekapitulasi pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.16

Rekapitulasi Rasio NOM Bank Muamalat Indonesia 2007-2009 (dalam ribuan)

Rasio Tahun Rata-rata

2007 2008 2009 PO DBH BO Rata AP 1.283.186.000 500.150.000 561.668.000 8.909.449.500 1.468.034.000 515.423.000 643.513.000 10.793.590.500 1.746.522.000 822.350.000 846.607.000 13.362.899.000 1.499.247.333 612.641.000 683.929.333 11.021.979.667 NOM 2,5% 2,9% 0,6% 2,0% Peringkat 2 2 5 3

Sumber : Diolah peneliti (dasar penentuan peringkat lihat Tabel 2.1 halaman 17)

Keterangan :

PO : Pendapatan Operasional DBH : Dana Bagi Hasil

BO : Beban Operasional

Rata AP : Rata-rata Aktiva Produktif NOM : Net Operating Margin

Perhitungan rasio penunjang ROA BMI tahun 2007

=2,24%

ROA BMI berperingkat 1 (satu)

Perhitungan rasio penunjang ROA BMI tahun 2008

ROA BMI berperingkat 1 (satu)

Perhitungan rasio penunjang ROA BMI tahun 2009

= 0,45%

ROA BMI berperingkat 3 (tiga)

Perhitungan rasio penunjang ROE BMI tahun 2007

=29,49%

Perhitungan rasio penunjang ROE BMI tahun 2008

= 42,05%

Perhitungan rasio penunjang ROE BMI tahun 2009

= 10,19%

Perhitungan rasio penunjang REO BMI tahun 2007

= 44%

Perhitungan rasio penunjang REO BMI tahun 2008

= 44%

REO BMI berperingkat 1 (satu)

Perhitungan rasio penunjang REO BMI tahun 2009

= 48%

REO BMI berperingkat 1 (satu)

Hasil perhitungan rasio penunjang di atas dapat direkapitulasi pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.17

Rekapitulasi Rasio Penunjang Renatabilitas Bank Muamalat Indonesia 2007-2009

Tahun Rasio dan peringkat

ROA Peringkat ROE REO Peringkat

2007 2,24% 1 29,49% 44% 1

2008 2,60% 1 42,05% 44% 1

2009 0,45% 3 10,19% 48% 1

Sumber : Diolah peneliti (dasar penentuan peringkat lihat Tabel 2.1 halaman 17)

Rasio-rasio rentabilitas yang terdiri dari NOM, ROA, ROE, dan REO dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Seperti yang terlihat pada tabel 4.16 di atas bahwa secara umum kinerja NOM BMI menunjukkan hasil yang cukup baik dengan rata-rata 2,0% dan menduduki peringkat ketiga dari ketentuan yang berlaku. NOM tertinggi berada di tahun 2008

sebesar 2,9% sehingga memperoleh peringkat kedua. Sedangkan NOM yang terendah berada pada tahun 2009 sebesar 0,6% sehingga memperoleh peringkat kelima. Pada tahun 2007 NOM BMI sebesar 2,5% yang berarti bahwa setiap Rp 1,- dari aktiva produktif BMI akan mampu menghasilkan margin keuntungan operasional sebesar Rp 0,025. Pada tahun 2008 NOM BMI sebesar 2,9% yang berarti bahwa setiap Rp 1,0 dari aktiva produktif BMI akan mampu menghasilkan margin keuntungan operasional sebesar Rp 0,029. Pada tahun 2009 NOM BMI mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 0,6% yang berarti setiap Rp 1,- dari aktiva produktif akan mampu menghasilkan keuntungan operasional sebesar Rp 0,006.

2) ROA pada tahun 2007 sebesar 2,24% dimana hal ini menggambarkan bahwa setiap Rp 1,- dari asset akan menghasilkan laba sebesar Rp 0,0224. Sedangkan ROA pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 2,60% dimana menunjukkan bahwa setiap Rp 1,- dari asset akan menghasilkan laba sebesar Rp 0,0260. Akan tetapi pada tahun 2009 ROA BMI mengalami penurunan sebesar 0,45%, hal ini menggambarkan bahwa setiap Rp 1,- dari asset akan menghasilkan laba sebesar Rp 0,0045. Kenaikan ROA pada tahun 2008 sebesar 2,60% menunjukkan bahwa kemampuan

BMI dalam menghasilkan laba dari asset sangat baik, meskipun pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 0,45% akan tetapi nilai ROA pada bank ini masih cukup baik.

3) ROE BMI pada tahun 2007 sebesar 29,49% yang menggambarkan bahwa setiap Rp 1,- dari modal menghasilkan laba sebesar Rp 0,2949. Pada tahun 2008 kinerja ROE BMI mengalami peningkatan menjadi 42,05% yang menggambarkan bahwa setiap Rp 1,- dari modal menghasilkan laba sebesar Rp 0,4205. Pada tahun 2009 ROE BMI mengalami penurunan menjadi 10,19% yang berarti bahwa setiap Rp 1,- dari modal menghasilkan laba sebesar Rp 0,1019. Peningkatan kinerja ROE pada tahun 2008 menunjukkan bahwa kemampuan bank menghasilkan laba dari modalnya cukup baik, walaupun pada tahun 2009 mengalami penurunan besarnya rasio.

4) REO BMI pada tahun 2007 dan 2008 sebesar 44% yang menggambarkan bahwa setiap Rp 1,- dari pendapatan operasional dapat membiayai biaya operasional sebesar Rp 0,44. Pada tahun 2009 kinerja REO mengalami penurunan dengan meningkatnya rasio menjadi 48%, hal ini menunjukkan setiap Rp 1,- dari pendapatan operasional dapat membiayai biaya operasional sebesar Rp 0, 48. Stabilnya kinerja REO pada tahun 2007 dan 2008 menunjukkan bahwa BMI mampu membiayai biaya operasionalnya dengan pendapatan

operasional dengan sangat baik, walaupun mengalami penurunan kinerja pada tahun 2009 dan tetap menempati peringkat pertama.

Apabila dilihat dari pertumbuhannya, kinerja keuangan Bank Syariah Mandiri ini mengalami kenaikan dan penurunan pada rasio rentabilitasnya.

Perhitungan pertumbuhan rasio NOM BMI tahun 2008

= 0,16%

Perhitungan pertumbuhan rasio NOM BMI tahun 2009

= -0,79%

Perhitungan pertumbuhan rasio ROA BMI tahun 2008

= 0,16%

Perhitungan pertumbuhan rasio ROA BMI tahun 2009

= -0,82%

Perhitungan pertumbuhan rasio ROE BMI tahun 2008

Perhitungan pertumbuhan rasio ROE BMI tahun 2009

= -0,64%

Perhitungan pertumbuhan rasio REO BMI tahun 2008

= 0,0

Perhitungan pertumbuhan rasio REO BMI tahun 2009

= 0,09%

Hasil dari perhitungan rasio penunjang di atas dapat ditunjukkan pada tabel rekapitulasi di bawah ini.

Tabel 4.18

Rekapitulasi Pertumbuhan rasio rentabilitas Bank Muamalat Indonesia Rasio Tahun 2007 2008 2009 NOM - 0,16% -0,79% ROA - 0,16% -0,82% ROE - 0,42% -0,64% REO - 0.0% 0,09%

Sumber : Data Sekunder Olahan

Berdasarkan pertumbuhannya yang diperlihatkan pada tabel 4.18, NOM BMI sebagai rasio utama mengalami kenaikan pada tahun 2008 akan tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan. Penurunan kinerja

NOM ini disebabkan oleh naiknya aktiva produktif yang persentasenya lebih besar dari kenaikan pendapatan operasional selain itu dana bagi hasil dan beban operasi juga mengalami kenaikan sehingga memaksa BMI turun peringkat menjadi peringkat 5 pada tahun 2009. Penurunan kinerja aktiva produktif BMI ini diakibatkan meningkatnya APYD seperti yang dijelaskan pada rasio KAP sebelumnya.

Selama tahun 2007-2008 rasio rentabilitas BMI tergolong sebagai bank yang memiliki rentabilitas tinggi namun, pada tahun 2009 mengalami penurunan dan tergolong sebagai bank yang memiliki rentabilitas sangat rendah. Secara rata-rata NOM BMI menunjukkan kinerja yang cukup tinggi dengan menempati peringkat ketiga. Hal ini mencerminkan bahwa kemamapuan rentabilitas cukup tinggi untuk mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Penerapan akuntansi, pengakuan pendapatan, pengakuan biaya dan pembagian keuntungan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini juga didukung oleh rasio pendukung seperti ROA, ROE, dan REO walaupun untuk rasio ROA mengalami penurunan peringkat namum BMI tetap menunjukkan efisiensinya yang baik sehingga dapat dikatakan bahwa BMI adalah bank yang cukup profitabel.

d. Likuidity (likuiditas)

Rasio lilkuditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan

rasio yang digunakan adalah short term mismatch (STM). Perhitungan rasio STM dapat ditunjukkan pada bagian di bawah ini. Hasil tersebut akan direkapitulasikan pada tabel 4.19.

Perhitungan rasio STM BMI tahun 2007

= 7,22%

STM BMI tahun 2007 berperingkat 5 (lima) Perhitungan rasio STM BMI tahun 2008

= 12,03%

STM BMI tahun 2007 berperingkat 4 (empat) Perhitungan rasio STM BMI tahun 2009

=20,79%

STM BMI tahun 2007 berperingkat 2 (dua)

Hasil perhitungan STM dapat ditunjukkan melalui rakapitulasi tabel 4.19 di bawah.

Tebel 4.19

Perhitungan rasio STM Bank Muamalat Indonesia 2007-2009 (dalam ribuan)

Pos-pos Tahun Rata-rata

2007 2008 2009 AJP KJP 125.033.000 1.730.937.000 251.008.000 2.087.049.000 586.496.000 2.820.896.000 320.845.667 2.212.960.667

STM 7,22% 12,03% 20,79% 13,35%

Peringkat 5 4 2 4

Sumber : Data sekunder olahan (dasar penentuan peringkat lihat Tabel 2.1 halaman 17)

Keterangan :

AJP : Aktiva Jangka Pendek KJP : Kewajiban Jangka Pendek STM : Short Term Mismatch

berdasarkan perhitungan di atas secara umum terlihat bahwa rata- rata kinerja STM BMI tidak terlalu baik dengan persentase STM sebesar 13,35% sehingga mendapatkan peringkat ke empat yang mengindikasikan likuiditas BMI lemah. STM terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar 7,22% yang mencerminkan setiap Rp 1,- kewajiban jangka pendek dapat dijamin oleh aktiva jangka pendek sebesar Rp0,0722 sehingga dapat dikatakan tingkat likuiditas sangat lemah. STM tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 20,79% yang berarti setiap Rp 1,- dari kewajiban jangka pendek dapat dijamin dengan aktiva lancar sebesar Rp 0,2079 sehingga dapat dikatakan masih tingkat kinerja atas rasio STM BMI ini mengindekasikan bahwa kemampuan likuiditas bank untuk mengantisipasi kebutuhan likuiditas dan penerapan manajemen resiko likuiditas kuat.

Apabila dilihat dari pertumbuhannya, kinerja rasio STM BMI menunjukkan kenaikan setiap tahunnya. Di bawah ini akan ditunjukkan perhitungan pertumbuhan rasio STM.

Perhitungan pertumbuhan rasio STM BMI tahun 2008

= 0,66%

Perhitungan pertumbuhan rasio STM BMI tahun 2009

= 0,72%

Pertumbuhan kinerja rasio STM BMI dapat ditunjukkan pada tabel 4.20 di bawah.

Tabel 4.20

Pertumbuhan rasio STM Bank Muamalat Indonesia

Rasio Tahun

2007 2008 2009

STM - 0,66% 0,72%

Sumber : Data sekunder olahan

Pertumbuhan atas rasio STM BMI setiap tahun mengalami kenaikan dan perbaikan. Peningkatan kinerja ini disebabkan oleh peningkatan aktiva jangka pendek setiap tahun. Kecenderungan peningkatan atas aktiva jangka pendek ini disebabkan oleh meningkatnya DPK (dana pihak ketiga) dalam jangka pendek yang waktunya kurang dari tiga tahun. Melihat dari rasio likuiditas STM Bank Muamalat Indonesia maka hal ini cukup menggambarkan bahwa

kondisi kinerja likuiditas Bank Muamalat Indonesia adalah cukup likuid.

D. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan

Analisis perbandingan kinerja keuangan ini adalah untuk membandingan kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri secara eksternal. Analisis perbandingan kinerja keuangan ini bertujuan untuk mengetahui bank yang mana yang memiliki kinerja keuangan lebih baik antara Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri. Analisis perbandingan antara Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Capital (permodalan)

Perbandingan rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri selama 2007-2009 ditunjukkan pada tabel 4.21

Tabel 4.21

Perbandingan Rasio KPMM Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri 2007-2009 Rasio Tahun 2007 2008 2009 KPMM  BMI  BSM 10,7% 12,4% 10.8% 12,6% 11,1% 12,5% Sumber : Hasil Penelitian (lihat tabel 4.3 halaman 48 dan tabel 4.12

Berdasarkan pada tabel di atas maka dapat diketahui bahwa rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) pada Bank Syariah Mandiri lebih baik dari Bank Muamalat Indonesia. Hal ini mencerminkan bahwa bank tersebut mempunyai kewajiban pemenuhan modal minimum berdasarkan ketentuan BI sangat baik. Nilai KPMM yang semakin besar menandakan bahwa bank ini mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam menjamin pembiayaan yang disalurkan apabila terjadi resiko default. Oleh sebab itu BSM tergolong lebih mampu dalam memjamin kemungkinan gagal bayar atas pembiyaan yang disalurkan.

2. Asset (kuallitas aktiva produktif)

Pebandingan rasio kualitas aktiva produktif (KAP) antara Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri selama tahun 2007-2009 dapat ditunjukkan pada table 4.22 di bawah.

Tabel 4.22

Perbandingan Rasio KAP Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri 2007-2009 Rasio Tahun 2007 2008 2009 KAP  BMI  BSM 0,97 0,99 0,97 0,99 0,96 0,95

Sumber : Hasil Penelitian (lihat tabel 4.5 halaman 52 dan tabel 4.14 halaman 72)

Pada tabel di atas terlihat bahwa untuk rasio kualitas aktiva produktif tahun 2007-2008 Bank Syariah Mandiri lebih baik dari pada Bank Muamalat Indonesia. Terlihat bahwa kinerja KAP BSM cenderung lebih

tinggi dibandingkan BMI. Hal ini mencerminkan bahwa semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin baik kualitas aktiva produktif bank syariah. Sementara pada tahun 2009 Bank Muamalat Indonesia menunjukkan kinerja KAP yang lebih baik dari Bank Syariah Mandiri.

3. Earnings (rentabilitas)

Pebandingan rasio Earning atau rentabilitas yaitu NOM, ROA, ROE, dan REO antara Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri selama tahun 2007-2009 dapat ditunjukkan pada tabel 4.23 di bawah. Pada tabel 4.23 di bawah menampilkan seluruh rasio rentabilitas dalam satu tabel dan tidak dipisah, hal ini dikarenakan agar setiap rasio penunjang dari rasio utama NOM dapat memberikan informasi yang lebih baik dan mendukung informasi yang terdapat pada rasio NOM sebagai rasio utama.

Tebel 4.23

Perbandingan Rasio Rentabilitas Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri 2007-2009 Rasio Tahun 2007 2008 2009 NOM  BMI  BSM 2,5% 8,1% 2,9% 10,2% 0,6% 2,02% ROA  BMI  BSM 2,24% 1,35% 2,20% 1,69% 0,45% 2,14% ROE  BMI  BSM 29,49% 32,22% 42,05% 42,14% 10,19% 47,75% REO  BMI  BSM 44% 52% 44% 49% 48%

46% Sumber : Hasil Penelitian (lihat tabel 4.7 halaman 56, tabel 4.8 halaman

58, tabel 4.16 halaman 76, dan tabel 4.17 halaman 79)

Berdasarkan pada tabel di atas maka telihat bahwa Bank Syariah Mandiri lebih profitabel dari Bank Muamalat Indonesia, hal ini dapat dilihat dari lebih tingginnya rasio NOM BSM sebagai rasio utama rentabilitas dalam metode CAMELS setiap tahunnya bila dibandingkan dengan BMI. Untuk rasio ROA BSM sebagai rasio penunjang pada tahun 2007-2008 menunjukkan kinerja yang kurang baik dibandingkan BMI dan pada tahun 2009 kinerja ROA BSM menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan BMI. Pada rasio ROE BSM tahun 2007 menunjukkan kinerja yang kurang baik dibandingkan BMI sedangkan selama tahun 2008-2009 menunjukkan ROE yang lebih baik dibandingkan BMI. Untuk rasio penunjang REO, kinerja BSM selam tahun 2007-2008 selalu menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan BMI. Namun pada tahun 2009 kinerja REO BSM mengalami penurunan kinerja dibandingkan BMI.

4. Liquidity (likuiditas)

Pebandingan Liquidity rasio STM antara Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri selama tahun 2007-2009 dapat ditunjukkan pada table 4.24 di bawah.

Tabel 4.24

Perbandingan Rasio Likuiditas Bank Mumalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri 2007-2009

2007 2008 2009 STM  BMI  BSM 7,22% 38,7% 12,03% 58,2% 20,79% 67,5% Sumber : Hasil penelitian (lihat tabel 4.10 halaman 65 dan tabel 4.19

halaman 85)

Berdasarkan pada tabel di atas terlihat bahwa untuk rasio STM menunjukkan bahwa kinerja keuangan Bank Syariah Mandiri lebih baik dari Bank Muamalat Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan lebih tingginya rasio STM setiap tahunnya bila dibandingkan dengan Bank Muamalat Indonesia dimana hal ini juga mencerminkan bahwa Bank Syariah Mandiri mempunyai tingkat likuiditas yang tinggi. Nilai STM yang tinggi mencerminkan semakin likuidnya bank tersebut memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dari bank syariah yaitu Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat Indonesia memalui rasio CAMELS dimana setelah itu akan dibandingkan antara kedua bank tersebut mana yang lebih baik. Berdasarkan hasil perhitungan rasio yang dilakukan pada bab empat, maka dapat disimpulkan bahwa.

1. Kinerja keuangan Bank Syariah Mandiri ditunjukkan dari rasio capital, menunjukkan hasil yang sangat baik dengan selalu mendapat pertama sehingga dapat dikatakan rasio capital BSM sangat kuat. Pada rasio

asset BSM selama tahun 2007-2008 selalu menunjukkan pengelolaan

aktiva produktif yang sangat baik, akan tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan peringkat dalam mengelola aktiva produktifnya namun masih dapat dikatakan dalam keadaan cukup baik. Sementara untuk rasio rentabilitas pada tahun 2007-2008 BSM menunjukkan kinerja yang sangat baik dengan menempati peringkat pertama dan dikategorikan sebagai bank yang sangat tinggi profitabilitasnya, dan pada tahun 2009 rasio rentabilitas BSM mengalami penurunan baik rasio maupun peringkat yang menempati peringkat ketiga dan dikategorikan sebagai bank yang cukup tinggi profitabilitasnya. Rasio likuiditas menunjukkan BSM sebagai bank yang sangat kuat likuiditasnya dimana

setiap tahunnya rasio likuiditas terus mengalami peningkatan dan selalu menduduki peringkat pertama.

2. Kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia pada tahun 2007-2008 untuk rasio capital menunjukkan sebagai bank yang baik dengan selalu menempati peringkat kedua sehingga dapat dikatakan bahwa rasio

capital kuat, selain itu pada tahun 2009 mengalami peningkatan kinerja

rasio capital. Pada rasio kualitas aktiva produktif semala tahun 2007- 2008 tergolong sebagai bank yang memiliki kualitas aktiva prodiktif yang baik dan pada tahun 2009 menurun dan tergolong sebagai bank yang memiliki kualitas aktiva produktif yang cukup baik. Sementara itu untuk rasio rentabilitas pada tahun 2007-2008 tergolong sebagai bank yang profitabilitasnya tinggi dan pada tahun 2009 menurun sehingga tergolong sebagai bank yang sangat rendah profitabilitasnya. Untuk likuiditas selama tahun 2007 kinerjanya sangat lamah dan pada tahun 2008 bank BMI tergolong sebagai bank yang tingkat likuiditasnya lemah namun pada tahun 2009 kinerja likuiditas meningkat dan tingkat likuiditasnya tergolong yang kuat.

3. Perbandingan kinerja keuangan secara eksternal antara Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri dilihat dari aspek permodalan (capital) memperlihatkan bahwa Bank Syariah Mandiri selama 2007- 2009 memiliki kenerja yang lebih baik dibandingkan dengan Bank Muamalat Indonesia. Hal ini dikarenakan BSM tidak melakukan

penyertaan pada bank atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah lain sehingga tidak mengurangi jumlah modalnya. 4. Perbandingan kinerja keuangan secara eksternal antara Bank Muamalat

Indonesia dan Bank Syariah Mandiri dilihat dari aspek asset memperlihatkan bahwa Bank Syariah Mandiri selama 2007-2008 lebih baik dibandingkan dengan Bank Muamalat Indonesia. Hal ini disebabkan BMI mengalami peningkatan pada aktiva produktifnya yang mengakibatkan meningkatnya APYD. Akan tetapi pada tahun 2009 Bank Muamalat Indonesia lebih baik dibandingkan dengan Bank Syariah Mandiri.

5. Perbandingan kinerja keuangan secara eksternal antara Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri dilihat dari aspek earning (rentabilitas) secara operasional memperlihatkan bahwa Bank Syariah mandiri selama 2007-2009 lebih baik dan profitabel dibandingkan dengan Bank Muamalat Indonesia. Akan tetapi bila dilihat dari penggunaan asset dan efiesiensi untuk menghasilkan laba maka selama 2007-2008 Bank Muamalat Indonesia lebih profitabel. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penyertaan BMI pada lembaga keuangan syariah lain sehingga meningkatkan total aktiva. Pada tahun 2009 Bank Syariah Mandiri menunjukkan kinerja yang lebih profitable dibandingkan Bank Muamalat Indonesia.

6. Perbandingan kinerja keuangan secara eksternal antara Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri dilihat dari aspek likuiditas

Dokumen terkait