• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Kinerja Makroekonomi Nasional

4.2.1. Pertumbuhan dan Struktur Investasi

Penanaman modal merupakan suatu upaya untuk membangun dan menambah nilai bagi suatu perekonomian melalui sejumlah dana yang diinvestasikan pada sektor ekonomi. Penanaman modal dibagi menjadi penanaman modal dalam negeri dan luar negeri. Pembentukan penanaman modal dalam negeri dipengaruhi oleh kredit yang disalurkan perbankan dalam sektor ekonomi yang ada. Tabel 1 di bawah ini menggambarkan pertumbuhan dari penanaman modal dalam negeri menurut sektor pembangunan periode 1997-2005.

Tabel 1. Pertumbuhan Penanaman Modal Riil Dalam Negeri (PMDN)

Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-20051)

1)Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Dari tabel tersebut, pertumbuhan total investasi dalam negeri mengalami penurunan sebesar 22,8% setiap tahunnya. Dari enam sektor yang dipertimbangkan hanya sektor pertambangan yang mengalami pertumbuhan investasi positif, yaitu 15,5% per tahun. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan investasi di bawah rataan total PMDN adalah sektor perdagangan, jasa, dan sektor

lain-dalam miliar rupiah

Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 11050.52 94.25 59204.70 1964.78 15655.30 1487.84 89457.39 1998 3157.74 69.09 26680.13 731.82 4122.15 1330.62 36091.55 1999 1188.52 85.87 23069.39 824.61 855.65 403.44 26427.48 2000 1967.90 17.31 39540.64 199.93 1503.69 718.98 43948.45 2001 587.73 511.05 18752.20 1088.37 3427.58 657.77 25024.70 2002 554.23 306.36 6043.00 453.09 1813.92 477.37 9647.97 2003 689.97 269.25 14465.00 348.51 1524.88 43.78 17341.39 2004 622.29 223.07 6952.18 257.32 4094.36 358.07 12507.29 2005 1370.24 299.50 8173.64 1418.65 3106.62 1052.23 15420.88 Pertumbuhan (%/tahun) -34,5 15,5 -23,22 -8,87 -20,2 -12,91 -22,8

lain dengan laju penurunan sebesar 8,87%, 20,2%, dan 12,91%. Di lain pihak sektor pertanian dan perindustrian mengalami penurunan investasi dalam negeri yang relatif tinggi yaitu sebesar 34,5% dan 23,22%. Kondisi penanaman modal dalam negeri secara keseluruhan mengalami penurunan setelah krisis ekonomi, kecuali pada sektor pertambangan. Hal ini menunjukkan bahwa iklim investasi dalam negeri masih belum bisa mendukung pergerakan perekonomian melalui bertumbuhnya dunia usaha pada sektor riil.

Tabel 2. Struktur Penanaman Modal Riil Dalam Negeri (PMDN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Dalam penelitian ini, struktur penanaman modal riil dalam negeri dibagi ke dalam dua periode, yaitu masa krisis ekonomi (1997-2000) dan masa pemulihan ekonomi (2001-2005). Deskripsi struktur investasi dalam negeri selama dua periode analisis tersebut memberikan beberapa informasi penting (Tabel 2), berikut : (a) Terdapat tiga sektor ekonomi yang memperoleh alokasi penanaman modal cukup dominan, yaitu perindustrian, jasa-jasa, dan pertanian; (b) Dalam dua periode analisis, alokasi investasi sektor perindustrian mengalami penurunan dari 75,79% menjadi 68,03% dan pertanian dari 8,86% menjadi 4,78%; (c) Investasi untuk sektor jasa mengalami peningkatan dari 11,30% menjadi 17,47%; dan (d) Investasi sektor ekonomi lainnya memperoleh alokasi investasi kurang dari 5%, dan tidak mengalami pertumbuhan yang berarti dalam periode pemulihan ekonomi. Ketiga jenis sektor diatas dengan alokasi investasi yang dominan, mengalami laju pertumbuhan negatif

Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 8,86 4,78 2. Pertambangan (X2) 0,14 2,01 3. Perindustrian (X3) 75,79 68,03 4. Perdagangan (X4) 1,90 4,46 5. Jasa-Jasa (X5) 11,30 17,47 6. Lain-Lain (X6) 2,01 3,24 Total 100 100

dalam penanaman modal dalam negeri, sehingga akan memberi pengaruh kurang baik terhadap kinerja investasi dalam negeri dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Tabel 3. Pertumbuhan Penanaman Modal Riil Luar Negeri (PMLN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-20051)

1)

Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 =

Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Penanaman modal luar negeri menunjukkan investasi investor asing dalam rangka perolehan keuntungan dan membantu menggerakkan dunia usaha dalam pertumbuhan ekonomi negara. Pertumbuhan penanaman modal luar negeri menurut sektor pembangunan periode 1997-2005 digambarkan pada Tabel 3. Pertumbuhan total investasi asing mengalami penurunan sebesar 23,46% setiap tahunnya. Hanya sektor pertambangan yang mengalami pertumbuhan investasi positif 44,65% per tahun dari keseluruhan sektor. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan investasi di bawah rataan total PMLN adalah sektor pertanian, perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain sebesar 17,80%, 1,98%, 20,92%, dan 8,34%. Sedangkan sektor perindustrian mengalami penurunan investasi dalam negeri yang relatif tinggi, yaitu 28,22%. Seperti halnya pada kondisi penanaman modal dalam negeri, penanaman modal luar negeri secara keseluruhan juga mengalami penurunan setelah krisis ekonomi, kecuali pada sektor pertambangan, sehingga investasi luar negeri belum mampu membantu

dalam miliar rupiah

Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 346.04 1.19 17177.09 352.24 7047.99 323.58 25248.13 1998 593.04 0.18 4983.48 399.77 1986.16 95.29 8057.93 1999 242.41 6.96 3419.63 250.56 1354.93 100.13 5374.62 2000 211.20 1.14 5092.21 794.98 830.31 403.58 7333.43 2001 166.21 50.63 2188.60 525.12 273.18 646.59 3850.34 2002 174.95 18.79 1239.98 430.98 1560.33 306.85 3731.88 2003 63.99 6.37 2309.60 340.61 1903.18 100.04 4723.77 2004 111.03 22.33 2133.83 397.04 725.91 71.66 3461.79 2005 184.77 236.57 1837.92 275.81 1534.18 71.04 4140.28 Pertumbuhan (%/tahun) -17,80 44,65 -28,22 -1,98 -20,92 -8,34 -23,46

menggerakkan dunia usaha dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Tabel 4. Struktur Penanaman Modal Riil Luar Negeri (PMLN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Struktur penanaman modal luar negeri menurut sektor pembangunan ditunjukkan pada Tabel 4. Dari dua periode waktu yang berbeda, periode 1997-2000 dan periode 2001-2005, dapat dideskripsikan struktur investasi luar negeri secara lebih jelas sebagai berikut : (a) Dua sektor ekonomi yang memperoleh alokasi investasi cukup besar yaitu sektor perindustrian dan jasa; (b) Dalam dua periode analisis alokasi investasi sektor perindustrian mengalami penurunan dari 66,66% menjadi 48,77% sedangkan sektor jasa-jasa mengalami peningkatan dari 24,38% menjadi 30,12%; (c) Investasi untuk sektor perdagangan mengalami peningkatan yang cukup berarti yaitu dari 3,91% menjadi 9,89%; (d) Alokasi investasi luar negeri yang relatif kecil (dibawah 4%) diperoleh sektor pertanian dan pertambangan dengan peningkatan yang tidak signifikan pada periode pemulihan ekonomi. Meskipun alokasi investasi yang dominan terdapat pada sektor perindustrian dan jasa, namun dengan laju pertumbuhan yang negatif, maka sektor tersebut belum cukup mampu untuk memberikan pengaruh pada perbaikan kondisi perekonomian nasional.

Total investasi yang mencakup penanaman modal dalam negeri dan luar negeri akan memberi pengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kurun waktu 1997-2005, pertumbuhan total

Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 3,03 3,52 2. Pertambangan (X2) 0,02 1,68 3. Perindustrian (X3) 66,66 48,77 4. Perdagangan (X4) 3,91 9,89 5. Jasa-Jasa (X5) 24,38 30,12 6. Lain-Lain (X6) 2,01 6,01 Total 100 100

investasi dalam dan luar negeri mengalami penurunan 22,93% setiap tahunnya, seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pertumbuhan Penanaman Modal Riil Dalam Negeri dan Luar Negeri Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 1)

1)Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Tabel 5 juga menginformasikan bahwa hanya sektor pertambangan yang mengalami pertumbuhan investasi positif, yaitu 20,02% per tahun. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan investasi di bawah rataan total PMDN dan PMLN adalah sektor perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain dengan laju penurunan sebesar 6,52%, 20,43%, dan 11,79%. Di lain pihak sektor pertanian dan perindustrian mengalami penurunan investasi dalam negeri yang relatif tinggi, yaitu 33,00% dan 24,05%.

Kondisi total investasi dalam dan luar negeri setelah krisis ekonomi mengalami kecenderungan penurunan di semua sektor, kecuali sektor pertambangan. Keadaan ini secara konsisten digambarkan pada penanaman modal dalam negeri dan luar negeri secara terpisah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan investasi belum berjalan dengan baik untuk dapat menggerakkan dunia usaha dalam memperoleh keuntungan. Keengganan investor menanamkan modalnya yang menyebabkan penurunan penanaman modal dalam dan luar negeri disebabkan karena investor belum berani untuk mengambil risiko setelah gejolak

dalam miliar rupiah

Tahun X1 X2 X3 X4 X5 X6 Total 1997 11396.57 95.45 76381.79 2317.01 22703.28 1811.42 114705.52 1998 3750.77 69.27 31663.62 1131.59 6108.31 1425.91 44149.48 1999 1430.93 92.83 26489.02 1075.16 2210.58 503.58 31802.10 2000 2179.10 18.45 44632.85 994.91 2334.00 1122.56 51281.88 2001 753.95 561.67 20940.80 1613.49 3700.76 1304.36 28875.03 2002 729.18 325.15 7282.99 884.07 3374.25 784.22 13379.86 2003 753.96 275.62 16774.60 689.12 3428.06 143.82 22065.17 2004 733.32 245.39 9086.01 654.35 4820.27 429.74 15969.09 2005 1555.00 536.07 10011.56 1694.46 4640.80 1123.27 19561.16 Pertumbuhan (%/tahun) -33,00 20,02 -24,05 -6,52 -20,43 -11,79 -22,93

krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Terlebih lagi, kondisi ekonomi dan politik menjadi salah satu faktor dimana kestabilan nilai tukar dan tingkat inflasi, serta keamanan dan kepastian hukum dalam negeri menjadi pertimbangan penting dalam berinvestasi di Indonesia.

Peningkatan pertumbuhan investasi yang terjadi pada sektor pertambangan baik pada PMDN maupun PMLN, disebabkan karena adanya peningkatan harga minyak dunia dan komoditas pertambangan. Meskipun investasi di sektor pertambangan cukup berisiko, namun harga produk pertambangan yang tinggi membuat investor berani untuk menginvestasikan dananya ke sektor tersebut. Sedangkan sektor pertanian dan perindustrian yang mengalami penurunan laju pertumbuhan yang cukup tinggi, terjadi karena besarnya risiko berinvestasi di kedua sektor tersebut. Untuk sektor pertanian, baik investor maupun perbankan, selama ini menganggap bahwa sektor pertanian umumnya kurang mempunyai daya tarik, karena sektor tersebut tidak cepat menghasilkan, risiko faktor alam besar, dan produk yang tidak tahan lama sehingga cepat busuk. Tabel 6. Struktur Penanaman Modal Riil Dalam Negeri dan Luar

Negeri Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005

Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali)

Struktur total penanaman modal dalam dan luar negeri terbagi ke dalam dua periode seperti tertera pada Tabel 6. Deskripsi struktur total investasi tersebut memberikan beberapa informasi penting sebagai berikut : (a) Terdapat tiga sektor ekonomi yaitu, sektor perindustrian, jasa-jasa, dan pertanian yang memperoleh alokasi

Sektor Pertumbuhan 1997-2000 (%) 2001-2005 (%) 1. Pertanian (X1) 7,75 4,53 2. Pertambangan (X2) 0,11 1,95 3. Perindustrian (X3) 74,05 64,19 4. Perdagangan (X4) 2,28 5,54 5. Jasa-Jasa (X5) 13,79 19,99 6. Lain-Lain (X6) 2,01 3,79 Total 100 100

investasi yang cukup dominan; (b) Sektor perindustrian mengalami penurunan alokasi investasi dari 74,05% menjadi 64,19%, dan sektor pertanian dari 7,75% menjadi 4,53%; (c) Investasi untuk sektor jasa mengalami peningkatan dari 13,79% menjadi 19,99%; (d) Alokasi investasi yang kurang dari 4% dan tidak mengalami pertumbuhan yang berarti dialami oleh sektor pertambangan dan sektor lain-lain. Sama seperti kondisi pada penanaman modal dalam negeri, pada total penanaman modal dalam dan luar negeri sektor dengan alokasi investasi yang dominan mengalami laju pertumbuhan yang negatif, sehingga belum cukup mampu untuk mendorong perbaikan iklim investasi nasional.

Dokumen terkait