• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan tanaman mindi pada pola tanam monokultur dan agroforestri

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor, yaitu pola tanam dan 14 ulangan (Mattjik dan Sumertajaya 2013). Pola tanam terdiri atas 2 taraf yaitu monokultur (P0) dan agroforestri (P1). Data yang diperoleh berdasarkan pengamatan dan pengukuran, kemudian dianalisis dengan menggunakan model linier (Mattjik dan Sumertajaya 2013):

Yij = µ +

τ

i + ij

Keterangan:

Yij = Nilai respon dari pengamatan pola tanam ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum

τ

i = Pengaruh pola tanam ke-i

ij = Galat perlakuan ke-i ulangan ke-j i = P0 dan P1

j = Ulangan ke 1, 2, …, 14

Analisis data menggunakan sidik ragam (ANOVA) pada taraf nyata 5% untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Data diolah menggunakan software SAS 9.1, jika:

a. P-value > α (0.05), maka perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

parameter yang diamati,

b. P-value < α (0.05), maka perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap

parameter yang diamati, kemudian dilanjutkan dengan uji jarak berganda

Duncan’s Multiple Range Test.

Pengamatan dan Pengambilan Data Dimensi Mindi

Mindi yang digunakan dalam penelitian ini berumur 2 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m. Mindi pada penelitian ini terdiri atas dua pola tanam yaitu agroforestri (Lampiran 1) dan monokultur (Lampiran 3). Mindi dengan pola tanam monokultur tidak dilakukan penanaman bersama kedelai di bawah tegakannya. Kegiatan pemeliharaan pada mindi dengan pola tanam monokultur yaitu

6

penyiangan gulma di bawah tegakan. Mindi dengan pola tanam agroforestri dilakukan penanaman kedelai di bawah tegakannya.

Pengambilan data didasarkan pada pengamatan terhadap beberapa peubah tanaman mindi, yaitu tinggi, diameter, tajuk dan akar. Hasil pengamatan dan pengambilan data selanjutnya dicatat dalam tally sheet.

1. Pengukuran tinggi (m)

Pengukuran pertumbuhan tinggi mindi dilakukan menggunakan haga hypsometer. Mindi diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuhnya. Pengukuran ini dilakukan setiap 1 bulan sekali sampai bulan ke-4.

2. Pengukuran diameter batang (cm)

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur. Diameter batang diukur pada ketinggian 130 cm di atas pangkal batang mindi. Pengukuran diameter dilakukan setiap 1 bulan sekali sampai bulan ke-4.

3. Pengukuran tajuk

Pengukuran dilakukan terhadap panjang dan lebar tajuk dengan menggunakan meteran dan pita ukur pada proyeksi tajuk yang akan diamati. Menurut Wijayanto dan Nurunnajah (2012) pengukuran tajuk dilakukan untuk mengetahui luas tajuk. Pengukuran tajuk dilakukan pada awal dan akhir penanaman tanaman kedelai.

4. Pengukuran akar

Pengukuran akar dilakukan pada awal dan akhir penanaman tanaman kedelai. Menurut Wijayanto dan Hidayanthi (2012) penggalian akar dilakukan tegak lurus petak secara bertahap yaitu penggalian sebelah barat terlebih dahulu lalu dilanjutkan pada penggalian di sebelah timur. Penggalian ini dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah putusnya akar. Metode penggalian dilakukan dengan menggali di pertengahan larikan dua pohon, penggalian tersebut dihentikan ketika ditemukan akar, apabila masih belum ditemukan akar sampai kedalaman 30 cm, dilanjutkan menggali tanah pada jarak 25 cm ke arah kanan dan kiri dari penggalian sebelumnya, hal tersebut dilakukan sampai dijumpai akar di dalam permukaan tanah. Pengukuran pertumbuhan akar dilakukan setelah selesai penggalian. Penggalian akar yang telah dilakukan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan akar mindi. Akar yang sudah ditemukan ujungnya, diukur panjang dan kedalamannya.

Analisis Kandungan Hara Mindi

Jaringan tanaman yang digunakan untuk analisis kandungan hara mindi adalah daun. Menurut Liferdi (2009) hara yang ada pada daun tidak hanya berperan dalam fotosintesis namun juga menggambarkan status hara tanaman. Analisis kandungan hara dilakukan sebelum tanam dan setelah panen kedelai. Bahan tanaman mindi yang digunakan adalah daun pada posisi ketiga dari tunas (pucuk) dan masih berwarna hijau (Wali et al. 2014). Sampel daun mindi yang digunakan yaitu pada pola tanam agroforestri dan monokultur yang diambil secara acak kemudian dikompositkan. Sampel daun mindi yang digunakan sebesar 100 g daun kering. Analisis kandungan hara daun mindi dilakukan di Laboratorium Pengujian, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.

7 Penelitian 2. Produktivitas kedelai pada pola tanam monokultur dan

agroforestri

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok petak terbagi (split plot design) (Mattjik dan Sumertajaya 2013). Petak utamanya adalah pola tanam, yang terdiri atas 2 taraf yaitu monokultur (P0) dan agroforestri (P1). Anak petaknya adalah varietas kedelai yang terdiri atas 3 taraf yaitu Anjasmoro (A), Tanggamus (T), dan Wilis (W). Percobaan diulang sebanyak 3 kali. Desain percobaan di lapangan disajikan pada Lampiran 1, 2, dan 3.

Data yang diperoleh berdasarkan pengamatan dan pengukuran, kemudian dianalisis dengan menggunakan model linier. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2013):

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij+ ik + jk

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pada petak utama taraf ke-i, anak petak taraf ke-j dan kelompok ke-k

i = petak utama yaitu pola tanam 1, 2

j = anak petak yaitu berbagai varietas 1, 2, 3 k = ulangan 1, 2 dan 3

µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh perlakuan pola tanam ke-i

βj = pengaruh perlakuan varietas ke-j

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara perlakuan pola tanam ke-i dengan perlakuan varietas ke-j

ik = pengaruh acak dari pola tanam ke-i, kelompok ke-k yang menyebar normal

jk = pengaruh acak dari varietas ke-j, kelompok ke-k yang menyebar normal

Analisis data menggunakan sidik ragam (ANOVA) pada taraf nyata 5% untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Data diolah menggunakan software SAS 9.1, jika:

a. P-value > α (0.05), maka perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

parameter yang diamati,

b. P-value < α (0.05), maka perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap

parameter yang diamati, kemudian dilanjutkan dengan uji jarak berganda

Duncan’s Multiple Range Test.

Prosedur Penanaman Kedelai Pengambilan Sampel Tanah

Sampel tanah diambil dari petak monokultur kedelai dan pada tegakan tanaman mindi. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan metode systematic sampling (SyS) (Suganda et al. 2014). Sampel tanah untuk analisis merupakan sampel tanah komposit dengan pengambilan sampel menggunakan cara sistematis diagonal. Contoh tanah individu diambil pada 4 titik diagonal dan 1 titik pusat.

8

Terdapat dua metode dalam pengambilan sampel tanah yaitu metode tanah terusik dan metode tanah utuh. Sifat kimia tanah diamati pada contoh tanah terusik

yang diambil dengan menggunakan bor tanah pada kedalaman 0‒20 cm. Sifat fisika tanah diamati pada contoh tanah tidak terusik yang diambil dengan menggunakan ring tanah.

Sampel tanah kemudian dianalisis sifat kimia dan fisika tanahnya. Sifat kimia tanah yang diamati meliputi pH, KTK, kandungan nutrisi berupa C-organik, N, P-tersedia, K, dan unsur hara lain. Sifat fisika tanah meliputi bobot isi, porositas, dan air tersedia.

Penyiapan Lahan

Pengolahan lahan dilakukan 2 minggu sebelum penanaman. Penyiapan lahan bertujuan membebaskan lahan dari tumbuhan liar dan komponen lain serta memberikan ruang tumbuh untuk tanaman kedelai. Penyiapan lahan meliputi kegiatan pembersihan lahan dan pengolahan lahan. Pembersihan lahan dilakukan dengan menebas semak serta tumbuhan liar dan membersihkannya dari sisa akar tanaman. Tanah kemudian diolah menggunakan cangkul hingga gembur dan rata, dan diikuti dengan pemberian lolime sebanyak 2 g/5 L sehingga menaikan pH tanah di lahan percobaan. Ukuran bedengan yang dibuat yaitu 1.2 m x 4 m dengan jarak antar tanaman mindi dan bedengan adalah 50 cm, sedangkan jarak antar plot dan ulangan adalah 2.5 m.

Tanah yang telah dibuat bedengan kemudian dicampur dengan pupuk kandang kambing dengan dosis 12.5 ton/ha (Efendi 2010). Pupuk kandang ayam juga ditambahkan dengan dosis 10 ton/ha (Melati dan Andriyani 2005). Menurut Sudarsono et al. (2013) pupuk kandang kambing dan ayam didiamkan selama 2 minggu sebelum penanaman dengan cara dibenamkan ke tanah agar terdekomposisi. Persiapan Benih Kedelai

Kedelai varietas Tanggamus, Wilis, dan Anjasmoro merupakan benih unggul yang dirilis oleh Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) dan Balai Penelitian Tanah (Balittan). Benih kedelai varietas Tanggamus, Wilis, dan Anjasmoro yang digunakan berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Genetika Cimanggu, Bogor. Kedelai varietas Tanggamus dan Anjasmoro disimpan selama ± 3 minggu, serta varietas Wilis selama ± 2 minggu sampai waktu penanaman. Penyimpanan benih kedelai menggunakan aluminium foil dan disimpan di dalam ruang dingin dengan

suhu 18−20 C. Ketiga benih tersebut termasuk dalam kelas benih penjenis (breeder seeds).

Varietas Anjasmoro merupakan kedelai biji besar sedangkan Tanggamus dan Wilis merupakan kedelai biji sedang. Jumlah biji kedelai yang dibutuhkan kurang lebih 1 000 biji/varietas atau kira-kira 160 gram untuk Anjasmoro, 110 gram untuk Tanggamus, dan 100 gram untuk Wilis. Benih kedelai diinokulasi dengan pupuk hayati yang mengandung rhizobium dengan dosis 5 g/1 kg benih kedelai (Rafiastuti et al. 2012). Pencampuran rhizobium dilakukan dengan cara membasahi benih kedelai dengan air secukupnya, selanjutnya dicampurkan dengan rhizobium hingga rata melekat ke permukaan benih.

9 Penanaman

Penanaman dilakukan setelah membuat lubang tanam pada kedalaman 3‒4

cm. Jarak tanam antar lubang 40 cm x 20 cm sehingga terdapat 60 lubang setiap petak. Benih ditanam ke dalam lubang tanam sebanyak 3 benih setiap lubang tanam dan ditutup dengan tanah lapisan permukaan.

Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan tanaman kedelai meliputi penyiraman, penjarangan, penyulaman, pembumbunan, penyiangan, pemberian ajir serta pengendalian OPT. Penyiraman kedelai dilakukan sebanyak 2 kali sehari, namun jika hujan maka penyiraman tidak dilakukan. Efendi (2010) menyebutkan bahwa penjarangan dilakukan dengan meninggalkan tiap lubang 1 tanaman kedelai yang terbaik dan seragam. Penjarangan kedelai dilakukan 2 minggu setelah tanam (MST).

Penyulaman dilakukan ketika tanaman berumur 1 MST pada kedelai yang tidak tumbuh atau tumbuh abnormal. Kedelai yang digunakan untuk kegiatan penyulaman ditanam pada petakan khusus untuk tanaman sulaman. Kegiatan pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyulaman tersebut.

Penyiangan dilakukan secara berkelanjutan sesuai dengan kondisi lapangan. Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau dengan menggunakan cangkul. Pemberian ajir dilakukan supaya kedelai mampu menopang tanaman agar tetap tegak dan tidak mudah rebah.

Pengendalian OPT dilakukan dengan menanam tanaman serai wangi yang berada di sekeliling petakan penelitian. Menurut Kusheryani dan Aziz (2006) tanaman serai wangi dapat digunakan sebagai tanaman OPT karena memiliki bau yang menyengat. Tanaman serai wangi ditanam dengan jarak 100 cm x 100 cm di sekeliling guludan kedelai mengingat pertumbuhan serai yang rimbun (Kusheryani dan Aziz 2006; Daswir dan Kusmana 2010) (Lampiran 1 dan Lampiran 2).

Pengendalian hayati dilakukan juga dengan ekstrak daun mindi. Pembuatan ekstrak daun mindi mengacu pada Bukhari (2011) tentang pembuatan ekstrak daun mimba. Daun mindi segar dengan berat 100 g dihaluskan dan dilarutkan ke dalam 1 000 mL air. Ekstrak daun mindi sebanyak 200 mL kemudian dicampur dengan 800 mL air. Pengendalian hama pada tanaman kedelai dilakukan dengan menyemprotkan ekstrak daun mindi pada fase vegetatif dan generatif. Penyemprotan dilakukan seminggu sekali pada pagi hari.

Pengukuran Luas dan Intensitas Serangan Hama

Pengamatan dan pengukuran terhadap luas dan intensitas serangan hama dilakukan terhadap tanaman kedelai. Rumus luas serangan (Tuca et al. 2010) dan intensitas serangan (Kusheryani dan Aziz 2006) sebagai berikut:

δS = N x 100%n

keterangan:

LS : luas serangan hama

n : jumlah tanaman terserang hama

10

IS = ∑�=0 � .��

�� x 100% keterangan :

IS : Intensitas serangan hama

n : Jumlah tanaman dengan skor serangan ke-i vi : Nilai serangan 0, 1, 2, 3, 4

V : Nilai serangan tertinggi

N : Jumlah seluruh sampel tanaman yang diamati

Pengamatan luas dan intensitas serangan hama dilakukan dengan melihat gejala yang ditimbulkan pada bagian tanaman kedelai yang diserang tanpa mengidentifikasi hama yang menyerang. Perhitungan intensitas serangan dilakukan untuk mengetahui kategori serangan hama (Tabel 1). Hasil pengamatan kemudian direkapitulasi untuk mengklasifikasikan kategori serangan hama pada tanaman kedelai.

Tabel 1 Kriteria kerusakan tanaman yang disebabkan oleh hama*

Klasifikasi Deskripsi Intensitas

Serangan

Kategori Serangan

0 Tidak ada kerusakan 0 Sehat

1 Tanaman yang rusak/terserang

1−25% dari jumlah keseluruhan

>0−25% Ringan 2 Tanaman yang rusak/terserang

26−50% dari jumlah keseluruhan

26−50% Sedang

3 Tanaman yang rusak/terserang

51−75% dari jumlah keseluruhan

51−75% Berat

4 Tanaman yang rusak/terserang

76−100% dari jumlah

keseluruhan

76−100% Sangat berat

*Sumber: Kusheryani dan Aziz (2006). Panen

Menurut Jufri (2006) pemanenan kedelai dilakukan saat polong telah kehilangan warna hijaunya kurang lebih 90%, batang-batangnya sudah kering, dan sebagian daun-daunnya sudah kering dan rontok, serta biji telah mengeras. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong pangkal tanaman menggunakan sabit atau parang yang tajam.

Panen dilakukan secara serempak pada pagi hari dalam kondisi cuaca cerah. Kedelai dipotong dan dicabut batangnya termasuk daunnya, guna memastikan polong kedelai sudah cukup tua atau berisi sehingga dihasilkan biji kedelai yang berkualitas serta mengurangi kehilangan hasil pada saat panen.

Pengukuran Tanaman Kedelai

Variabel yang diamati dalam pengukuran pertumbuhan tanaman kedelai meliputi tinggi tanaman (cm), persentase hidup kedelai (%), umur berbunga

11 tanaman, bobot basah (g), bobot kering (g), jumlah bintil akar, dan umur panen tanaman kedelai (Susanto dan Sundari 2011).

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal batang sampai titik tumbuh kedelai pada umur tanaman 2 MST dan akhir masa vegetatif. Pengukuran bobot basah dan bobot kering tanaman kedelai dilakukan di akhir masa vegetatif tanaman kedelai yaitu ± 7 MST, yang dilakukan dengan menimbang bobot basah dan bobot kering yang ada pada tanaman contoh, sebelumnya untuk bobot kering bagian pucuk dan akar tanaman contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 80 ºC selama 2 x 24 jam dan ditimbang. Tanaman sampel dimasukkan kembali ke dalam oven selama 24 jam pada suhu yang sama, kemudian dikeluarkan dan didiamkan, lalu ditimbang kembali. Jika bobot yang diperoleh sama dengan hasil penimbangan yang pertama, maka bobot kering pupus tersebut dapat dikatakan konstan. Tanaman dibongkar dan akar dicuci dengan air kemudian dihitung jumlah bintil akar yang aktif. Menurut Melati et al. (2008) sampel tanaman kedelai diambil di setiap satuan petak percobaan yang terdiri atas 10 tanaman kedelai untuk diamati, dan 2 tanaman kedelai setiap perlakuan/ulangan sebagai tanaman destruktif yang diambil di bagian tengah.

Hasil dan komponen hasil

Hasil dan komponen hasil yang diamati adalah jumlah cabang produktif, jumlah polong setiap tanaman, jumlah polong berisi setiap tanaman, bobot biji setiap tanaman, bobot 100 biji, dan hasil setiap ha (Iqbal et al. 2013). Perhitungan jumlah polong setiap tanaman dilakukan setelah panen. Perhitungan jumlah polong berisi setiap tanaman dilakukan setelah panen pada tanaman sampel. Hasil dari perhitungan dirata-ratakan untuk mendapatkan hasil akhirnya. Polong dikatakan berisi jika dalam polong sekurang-kurangnya terdapat satu biji dan jika ditekan akan terasa keras. Bobot 100 biji ditentukan dengan cara menimbang 100 biji kering yang sebelumnya telah dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2–3 hari (kadar air ±14%). Biji diambil secara acak dari tanaman sampel sebanyak 100 biji dan ditimbang beratnya. Penimbangan diulang sebanyak 3 kali selanjutnya hasil penimbangan 100 biji dirata-ratakan.

Analisis fisiologi

Menurut Kisman et al. (2007) analisis fisiologi tanaman kedelai terdiri atas analisis klorofil dan hara tanaman. Analisis kandungan klorofil (klorofil a, klorofil b, rasio klorofil a/b, antosianin, dan karotenoid) menggunakan 2 sampel daun per varietas yang telah membuka sempurna yaitu pada umur 7 MST. Pengambilan sampel daun dilakukan pada daun ke-3 atau ke-4 dari atas pada setiap varietas pada tanaman di bagian tengah (Thamrin et al. 2013). Sampel daun yang digunakan sekitar 3−5 helai. Daun yang dijadikan sempel tersebut dimasukkan dalam plastik dan disimpan ke cool box dan selanjutnya diteliti di laboratorium.

Sampel diambil dari tanaman kedelai yang berada di bagian tengah petakan. Setiap perlakuan menggunakan 3 sampel daun yang telah membuka sempurna yaitu pada umur 7 MST. Pengambilan sampel daun dilakukan pada daun ke-3 atau ke-4 dari atas. Sampel daun tersebut dihaluskan dan dikompositkan. Selanjutnya sampel daun yang sudah dihaluskan tersebut dianalisis di laboratorium untuk mendapatkan kandungan haranya. Menurut Agung dan Rahayu (2004), serapan hara dihitung dengan menggunakan rumus:

12

Serapan hara (g/tanaman) = bobot kering daun x kandungan hara Data pendukung

Pengamatan aspek biofisik, dimensi tegakan mindi, peubah fisiologi, fase vegetatif dan generatif tanaman kedelai secara rinci tersaji pada Lampiran 4. Data pendukung berupa aspek biofisik yang diperlukan dalam penelitian adalah:

a. Sifat fisika dan kimia tanah

Analisis sifat fisika dan kimia tanah dilakukan untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah pada lahan penelitian. Pada penelitian ini sampel tanah untuk analisis merupakan sampel tanah komposit dengan pengambilan sampel menggunakan cara sistematis diagonal. Analisis sifat fisika dan kimia tanah dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Bogor.

b. Iklim

Data iklim diperoleh dari Stasiun Klimatologi Kelas I Darmaga Bogor, Jalan alternatif IPB, Situ Gede Bogor Barat.

c. Pengukuran intensitas cahaya

Intensitas cahaya diukur dengan alat lux meter. Lux meter memiliki bagian yang peka terhadap cahaya. Bagian tersebut diarahkan pada pantulan datangnya cahaya dan besarnya intensitas dapat dilihat pada skala. Pengukuran dilakukan pada lima titik yang berbeda pada pola tanam kedelai monokultur dan agroforestri, tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang, dan sore. Alat tersebut dipegang setinggi 75 cm di atas lantai hutan.

d. Pengukuran suhu dan kelembaban

Pengukuran suhu dan kelembaban dengan menggunakan termohigrometer dilakukan tiap minggu di 2 lokasi selama penelitian. Pengukuran intensitas cahaya dilakukan tiap minggu. Pengukuran masing-masing dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Mindi

Pertumbuhan pada tanaman merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan tanaman. Dimensi tanaman menjadi peubah penting untuk mengetahui interaksi dan persaingan yang ada pada suatu lahan dalam sistem agroforestri. Peubah dimensi mindi yang diamati adalah tinggi, diameter, tajuk, dan akar.

Berdasarkan hasil analisis ragam terlihat bahwa perlakuan pola tanam memberikan pengaruh yang nyata pada pertambahan tinggi pohon bulan 1 sampai bulan 3, pertambahan diameter pohon bulan 3, dan pertambahan kedalaman akar. Perlakuan pola tanam memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada pertambahan diameter pohon bulan 1 dan 2, pertambahan diameter tajuk, serta pertambahan panjang akar (Tabel 2).

13 Tabel 2 Pertambahan dimensi mindi pada plot monokultur dan agroforestri

Peubah Uji F Pola tanam

Monokultur Agroforestri Pertambahan tinggi pohon (m) * 1.57b 4.04a

Bulan 1 * 0.93b 2.82a

Bulan 2 * 0.32b 0.68a

Bulan 3 * 0.32b 0.54a

Pertambahan diameter pohon (cm) * 1.73b 2.34a

Bulan 1 tn 1.41a 1.71a

Bulan 2 tn 0.18a 0.32a

Bulan 3 * 0.14b 0.31a

Pertambahan diameter tajuk (m) tn 0.85a 0.85a Pertambahan panjang akar (cm) tn 56.43a 41.00a

Pertambahan kedalaman akar (cm) * 23.36a 3.57b (tn) : tidak berbeda nyata; (*) : berbeda nyata pada taraf uji 5%, angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Pertambahan tinggi dan diameter mindi pada pola tanam agroforestri lebih besar dibandingkan pada pola monokultur (Tabel 2). Adanya tanaman semusim menyebabkan keadaan tempat tumbuh menjadi lebih baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang cukup dan aerasi yang baik. Adanya akar dari tanaman semusim diduga membuat aerasi tanah lebih baik. Kegiatan pemeliharaan terhadap tanaman semusim seperti penggemburan tanah dan penyiangan gulma dapat menambah nutrisi tanah (Wibowo 2012; Wijayanto dan Hidayanthi 2012).

Pemberian pupuk kandang pada tanaman kedelai juga diserap oleh mindi untuk pertumbuhannya. Penyiangan gulma yang dilakukan mampu mengurangi adanya kompetisi antara tanaman mindi dengan gulma. Penggemburan tanah yang dilakukan pada kedelai diduga menyebabkan akar mindi dapat berkembang dengan baik sehingga mampu menyerap air dan unsur hara lebih tinggi dibandingkan dengan mindi pada pola tanam monokultur.

Bahan organik sangat penting sebagai pembentuk kesuburan fisika tanah dan tidak dapat digantikan oleh komponen lain yang terdapat di alam (Sumarno et al. 2009). Menurut Hasanuzzaman dan Hossain (2014) serasah mindi mampu kehilangan massa kurang lebih 53−63%, sehingga mampu mengembalikan nutrisi ke dalam tanah dengan jumlah yang cukup tinggi.

Tabel 3 Perbandingan kandungan unsur hara mindi sebelum dan sesudah penanaman kedelai, pada pola tanam monokultur dan agroforestri

Unsur hara Awal

Penanaman Akhir Penanaman Monokultur Agroforestri N Total (%) 4.04 4.33 4.68 P Total (%) 0.25 0.39 0.36 K Total (%) 1.98 2.16 2.44

14

Kegiatan pemupukan untuk tanaman kedelai di bawah tegakan mindi menyebabkan adanya penambahan ketersediaan unsur hara sehingga unsur hara pada pola tanam agroforestri lebih besar dibandingkan monokultur (Tabel 3). Menurut Fernandez et al. (2011) unsur hara N, P, dan K merupakan nutrisi utama yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan, produksi, dan mutu buah. Kandungan hara N, P, dan K mindi pada pola tanam monokultur dan agroforestri mengalami peningkatan dibandingkan sebelum kegiatan penanaman kedelai. Peningkatan serapan unsur hara N, P, dan K pada tanaman mindi yang ditanam secara monokultur berturut-turut yaitu: 0.29%; 0.14%; dan 0.18%. Sedangkan peningkatan serapan unsur hara N, P, dan K pada tanaman mindi yang ditanam secara agroforestri berturut-turut yaitu: 0.64%; 0.11%; dan 0.46%. Jumlah unsur hara tertinggi adalah N dan yang terendah adalah unsur P. Menurut Rina (2015) unsur N dibutuhkan dalam jumlah besar dikarenakan menyusun 1−5% berat tubuh tanaman. Unsur K yang terkandung pada tanaman sekitar 0.5−6%. Fosfor (P) termasuk hara makro yang penting untuk pertumbuhan tanamanan namun kandungannya di dalam tanaman lebih rendah dibanding unsur N dan K (Novriani 2010). Kadar P dalam tanaman berkisar 0.14−0.25%.

Peningkatan kandungan hara yang lebih tinggi pada plot agroforestri menyebabkan penambahan dimensi pohon mindi yang lebih besar dibandingkan dengan plot monokultur. Adanya tanaman kedelai diduga membantu menyediakan unsur hara secara tidak langsung.

Pola tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan diameter tajuk (Tabel 2). Tajuk pohon yang luas meningkatkan proses fotosintesis pada pohon sehingga mempercepat pertumbuhannya. Menurut Wijayanto dan Hidayanthi (2012) tajuk melalui proses fotosintesis menyediakan karbohidrat untuk akar, sedangkan akar menyerap air dan hara dari dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan tajuk.

Akar merupakan aspek yang berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman. Akar yang tumbuh baik dapat menyerap air dan unsur hara. Tanah dengan jumlah pori-pori yang banyak dapat mempermudah akar untuk tumbuh. Persaingan pertumbuhan akar menjadi kendala dalam penerapan sistem agroforestri. Tanaman semusim dan tahunan pada lahan yang sama bersaing untuk memperoleh air dan hara. Perpaduan antara jenis akar dalam dan pendek dapat diperhatikan untuk mengurangi persaingan di dalam tanah. Tanaman semusim biasanya memiliki sistem perakaran yang pendek.

Pertumbuhan akar dapat diamati melalui pengukuran panjang dan kedalaman

Dokumen terkait