• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ad = koefisien kalibrasi = Koefisien empiris = kelerengan pantai

Shibutani et al. (2007) menghitung laju angkutan sedimen sejajar pantai untuk mengamati perubahan garis pantai dengan menggunakan persamaan Ozasa dan Brampton (1980).

Hung et al. (2008) menggunakan persamaan angkutan sedimen sejajar pantai yang dibuat oleh Komar dan Inman (1970) untuk mengamati perubahan garis pantai di sekitar pemecah gelombang. Persamaan angkutan sedimen ini didasarkan pada flux energi gelombang yang dinyatakan sebagai berikut:

(8) dimana:

Ql = angkutan sedimen menyusur pantai (m3/det)

= flux energi gelombang pada saat gelombang pecah = Koefisien empiris

n = porositas sedimen

= percepatan gravitasi (m/det2)

θb = sudut gelombang pecah (derajat)

ρs = Massa jenis sedimen (kg/m3)

ρ = Massa jenis air (kg/m3)

2.4 Perubahan Garis Pantai

Perubahan garis pantai dapat diprediksi dengan membuat model matematik atau numerik yang didasarkan pada imbangan sedimen pantai pada daerah pantai yang ditinjau (Ebersole et al. 1986; Hanson & Kraus 1989). Perubahan garis

pantai dipengaruhi oleh angkutan sedimen sejajar pantai dan angkutan sedimen tegak lurus pantai. Gelombang badai yang terjadi dalam waktu singkat dapat menyebabkan terjadinya erosi pantai. Selanjutnya gelombang biasa yang terjadi sehari-hari akan membentuk kembali pantai yang tererosi sebelumnya. Dengan demikian dalam satu siklus yang tidak terlalu lama profil pantai kembali pada bentuk semula, atau dalam satu siklus pantai dalam kondisi stabil. Sebaliknya, akibat pengaruh transpor sedimen sejajar pantai, sedimen dapat terangkut sampai jauh dan menyebabkan perubahan garis pantai. Untuk mengembalikan perubahan garis pantai pada kondisi semula diperlukan waktu cukup lama. Dengan demikian, maka transpor sedimen sejajar pantai merupakan penyebab utama terjadinya perubahan garis pantai (USACE 2003b).

Dinamika lautan atau proses-proses yang berasal dari laut dapat mengakibatkan perubahan pada pantai, baik karena proses abrasi maupun sedimentasi. Kemudian karena adanya perubahan garis pantai tersebut, maka dinamika laut, seperti arah datang gelombang, atau pembiasan gelombang akan mengalami perubahan. Jika arah arus mengalami perubahan, maka arah transpor sedimen juga berubah, sehingga bentuk pantai juga berubah. Jadi perubahan bentuk pantai dan arah gelombang saling mempengaruhi.

Berbagai penelitian tentang perubahan garis pantai telah dilakukan baik secara analitik maupun secara numerik, seperti:

Komar (1973), membuat model numerik perubahan garis pantai dengan menggunakan metode one-line yang mengamati evolusi delta yang didominasi gelombang. Model ini menggunakan sumber sedimen yang berlokasi tetap dan gelombang yang merambat ke pantai hanya dari satu arah dengan puncak gelombang sejajar garis pantai. Model Komar menghasilkan delta yang tumbuh dengan bentuk melengkung berhubungan dengan delta “tipe Nile”. Gelombang dengan sudut miring, menunjukkan sedikit asimetri di samping arah angkutan sedimen.

Leont’yev (1997) membuat model numerik perubahan garis pantai untuk waktu singkat di sekitar struktur tegak lurus pantai dengan menggunakan metode

one-line. Dalam studi ini ditinjau dampak groin atau struktur tipe dermaga dan pipa dibawah air yang berorientasi tegak lurus terhadap pantai. Pendekatan ini

20

telah dipakai untuk mengestimasi perubahan garis pantai selama musim panas di pantai Yamal, Teluk Baidara (Laut Kara). Dampak gabungan dari pipa dan dermaga terlihat jelas setelah 70 hari. Durasi total kondisi gelombang ketika tinggi gelombang rms melebihi 0.7 adalah sekitar 500 jam, periode gelombang adalah 4-7 detik dan sudut gelombang dari -40 sampai +45. Material dasar pantai adalah pasir halus dengan ukuran rata-rata 0.12-0.15 mm dan kemiringan dasar pantai landai dengan kontur kedalaman paralel terhadap garis pantai. Fluks sedimen sejajar pantai bergerak ke arah utara atau selatan tergantung pada situasi gelombang. Pengaruh nyata groin ditinjau pada jarak sekitar 10 km. Hasil simulasi diperoleh bahwa perubahan garis pantai yang tertinggi melebihi 4 m. Jumlah total material sedimen yang terangkut adalah 25 x 103 m3 untuk daerah sebelah utara groin dan 12 x 103 m3 untuk daerah sebelah selatan groin.

Dabees dan Kamphuis (2000) membuat model perubahan kontur kedalaman pantai dalam skala spasial dan temporal dengan metode NLine. Model ini mensimulasikan transformasi gelombang pada kondisi batimetri yang tidak teratur dan menghitung hubungan antara transformasi sedimen dengan perubahan morfologi pantai serta pengaruh pemecah gelombang terhadap perubahan morfologi pantai. Hasil simulasi model ini memperlihatkan perubahan profil pantai berdasarkan perubahan musim, yaitu pada musim panas terjadi sedimentasi pada pantai depan sedangkan pada musim dingin terjadi abrasi pada pantai depan dan terjadi bar (gundukan pasir) bagian bawah. Model ini dicoba diterapkan di pantai Pulau Gasparilla di sebelah barat daya pantai Florida di Teluk Meksiko. Panjang pantai yang digunakan dalam model adalah 10600 m dengan jumlah grid tegak lurus pantai 100 dan sejajar pantai 11 (dari kedalaman 1.5 sampai -9 m). model disimulasikan selama 20 tahun (1975-1995) dengan menggunakan data gelombang interval 3 jam dari U.S Army Corps of Engineers Wave Information Study. Hasil simulasi memperlihatkan adanya lokasi yang mengalami abrasi dan akresi. Daerah yang mengalami erosi menunjukkan adanya peningkatan angkutan sedimen sedangkan yang mengalami akresi menunjukkan adanya penurunan angkutan sedimen.

Makota et al. (2004) meneliti perubahan garis pantai di pantai utara dan selatan Kunduchi, Tanzania dengan menggunakan photo udara, tahun 1981, 1992

dan 2002. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 1981-1992 pantai utara telah mengalami abrasi seluas 2.02 ha dan akresi seluas 0.11 ha dan pada tahun 1992-2002 telah mengalami abrasi seluas 0.68 ha. Perubahan garis pantai pada tahun 1992-2002 dipengaruhi oleh adanya konstruksi bagunan pengaman pantai sehingga abrasinya lebih kecil. Pada pantai selatan telah mengalami abrasi seluas 1.13 ha dan akresi seluas 0.04 ha pada tahun 1981-1992, sedangkan pada tahun 1992-2002 mengalami abrasi seluas 0.12 ha dan akresi seluas 2.81 ha.

Purba dan Jaya (2004) melakukan penelitian tentang perubahan garis pantai dan penutupan lahan di pesisir Lampung timur dengan menggunakan citra Landsat-TM tahun 1991, 1999, 2001 dan 2003. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perubahan garis pantai dan karakteristik gelombang tergantung pada kekuatan angin yang terjadi. Bagian pantai yang berbentuk tonjolan, disisi hilir dari arah arus menyusuri pantai umumnya angkutan sedimen dominan ke utara menyebabkan terjadinya erosi. Hasil gerusan sedimen tersebut diangkut ke sisi utara dalam proses littoral drift kemudian diendapkan pada bagian tertentu sehingga terjadi proses sedimentasi.

Ashton dan Murray (2006) membuat model perubahan garis pantai dengan menggunakan metode one-line. Penggunaan model ini memasukkan suatu penghalang hempasan gelombang sederhana, untuk menyelidiki implikasi sudut gelombang yang dapat mengakibatkan perubahan garis pantai. Dalam model ini diasumsikan bahwa delta didominasi oleh gelombang, ada sumber sedimen dari sungai yang berlokasi tetap. Perhitungan angkutan sedimen dilakukan dengan menggunakan persamaan CERC (USACE 1984) dan mengasumsikan bahwa kontur kedalaman parallel dengan garis pantai, bentuk profil lintas pantai konstan dan evolusi garis pantai terjadi akibat gradien angkutan sedimen sejajar pantai. Dalam model ini satu sumber sedimen dimasukkan ke dalam model: setiap step waktu 0.1 hari dengan jumlah sedimen yang sama ditambahkan ke pantai pada lokasi yang tetap. Hasil simulasi menunjukkan bahwa interaksi antara input sedimen, pembentukan kembali gelombang dan hempasan gelombang mengakibatkan sifat yang komplek, dengan garis pantai menyerupai bentuk delta Nile dan bentuk yang lebih komplek seperti Delta Ebro atau Danube.

22

Shibutani et al. (2007) menggunakan persamaan kontinuitas sedimen untuk membuat model perubahan garis pantai dengan metode one-line. Model ini diaplikasikan di pantai Yumigahama Jepang sepanjang 4 km sejajar pantai. Hasil simulasi model setelah 2 tahun menunjukkan terjadinya abrasi pada pantai bagian atas dan pada sisi lain yaitu pantai bagian bawah mengalami sedimentasi. Model ini juga melihat pengaruh ukuran butiran sedimen terhadap perubahan garis pantai. Hasil simulasi menunjukkan bahwa ukuran butiran sedimen yang terdapat di pantai mempunyai pengaruh terhadap besarnya perubahan garis pantai. Semakin kecil ukuran butiran, maka semakin besar jarak perubahan garis pantai yang terjadi.

Hung et al. (2008) membuat model perubahan garis pantai akibat adanya pemecah gelombang di sekitar pantai. Model perubahan garis pantai dibuat berdasarkan perhitungan dari persamaan kontinuitas sedimen yang menggunakan metode one-line yaitu:

(9) dimana:

Q = laju angkutan sedimen

hs = Kedalaman kritis

Persamaan (8) dapat ditulis dalam bentuk beda hingga (finite-difference) yaitu:

(10) Hasil simulasi model ini menunjukkan adanya perubahan garis pantai yaitu terjadi bentuk garis pantai menonjol yang terbentuk di belakang pemecah gelombang. Hasil simulasi model perubahan garis pantai menunjukkan kecenderungan yang sesuai dengan hasil eksperimen.

Triwahyuni et al. (2010) membuat pemodelan perubahan garis pantai di sepanjang pantai Timur Tarakan, Kalimantan Timur. Model perubahan garis pantai ini menggunakan metode one-line, dan perhitungan angkutan sedimen dilakukan dengan menggunakan persamaan yang dibagun oleh Komar (1983). Model ini tidak mengamati transformasi gelombang, sehingga proses transformasi

gelombang harus dihitung di luar model yang kemudian digunakan sebagai input dalam model. Hasil simulasi model ini menunjukkan bahwa selama 10 tahun (1991 – 2001) telah terjadi kemajuan garis pantai (sedimentasi) yang lebih intensif di bagian utara dibandingkan pada pantai bagian selatan. Secara umum profil garis pantai hasil akhir model menunjukkan kemiripan dengan garis pantai hasil citra.

Sejumlah penelitian dalam aspek oseanografi telah dilakukan pada kawasan perairan Kota Makassar. Lokasi penelitian dipusatkan di sekitar muara Sungai Jeneberang, karena wilayah ini merupakan wilayah yang sangat dinamik dan mempunyai arti strategis. Seperti, Departemen PU (1989) memfokuskan penelitian tentang hidrologi, perubahan garis pantai dan batimetri di Sekitar muara Sungai Jeneberang. Suriamiharja (2005) telah melakukan telaah pasang surut, gelombang, arus dan angkutan sedimen dalam kaitannya dengan sedimentasi dan abrasi pantai Tanjung Bunga.

Dokumen terkait