• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN PASCA PANEN IKAN

Dalam dokumen diktat pengetahuan bahan pangan (Halaman 116-119)

HOT ISSUE PADA TELUR TELUR PALSU

D. PERUBAHAN PASCA PANEN IKAN

Setelah ikan mati, perubahan pasca panen yang terjadi pada ikan hampir sama dengan daging ternak. Tetapi karena kandungan glikogen ototnya relatif rendah, penurunan pH pada daging ikan relatif sedikit. Pada umumnya akan tercapai pH sekitar 6,2. Pada umumnya ikan dibiarkan berontak dalam jaring atau di darat sebelum mati. Akibatnya kandungan glikogen dalam daging ikan relatif rendah, sehingga pembentukan asam laktat sedikit. Akibatnya fase rigor mortis yang terjadi relatif lebih singkat pada pH yang masih tinggi tersebut. Oleh karena itu, untuk memperpanjang fase rigor mortis, pada penangkapan sebaiknya ikan tidak dibiarkan banyak berontak sebelum mati. pH dan pembentukan senyawa nitrogen yang volatil dapat digunakan untuk menilai kesegaran ikan. pH ikan yang masih segar adalah 6,0 - 6,5 dengan batas atas ikan yang dapat dikonsumsi pada pH 6,8. Sedangkan

ikan yang rusak mempunyai pH 7,0 atau lebih. Pengurangan konsentrasi senyawa TMAO dan peningkatan konsentrasi TMA dan amonia dapat digunakan untuk menentukan kesegaran ikan. Setelah ikan mati (pasca mortem) daging ikan akan mengalami berbagai perubahan. Perubahan tersebut terdiri atas tahap pre rigor mortis, rigor mortis dan pasca rigor mortis.

Tahap pre rigor mortis terjadi antara waktu ikan sedang sekarat (mengalami kematian) sampai ikan mati. Perubahan pada tahap ini antara lain daging ikan menjadi kenyal lunak dengan pH sekitar 7, juga timbul lendir pada permukaan kulit ikan, yang nantinya digunakan oleh mikroba sebagai media pertumbuhannya.

Pada fase pre rigor ini, daging ikan masih lunak dan lentur. hal ini karena aktomiosin belum terbentuk. Protein aktin dan miosin pada ikan belum bergabung membentuk aktomiosin. Tahap rigor mortis ditandai dengan mengejangnya tubuh ikan, yang dimulai dari bagian ekor, terus ke arah kepala. Pada tahap ini, ikan masih segar. Tahap ini terjadi 1 sampai 7 hari setelah ikan mati. Daging ikan yang kaku ini disebabkan terjadinya kontraksi yang terjadi akibat penggabungan protein aktin dan miosin. Pada saat aktomiosin terbentuk, ukuran sarkomer menjadi lebih pendek sehingga daging mengkerut dan menjadi kaku.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fase rigor mortis antara lain suhu, gerakan ikan sebelum mati dan penanganan ikan setelah mati. Semakin tinggi suhu, proses rigor mortis makin cepat. Hal ini disebabkan peningkatan suhu akan meningkatkan reaksi biokimia dalam daging ikan. Ikan yang banyak berontak (menggelepar) sebelum mati akan menyebabkan cadangan glikogen dalam otot/daging ikan menjadi rendah. Akibatnya pembentukan asam laktat dari glikogen hanya sedikit, sehingga penurunan pH daginmg ikan tidak besar. Keadaan daging ikan yang kurang asam ini menyebabkan daging ikan cepat rusak. Daging ikan dengan pH rendah (kandungan asam laktatnya tinggi) diperlukan untuk menghambat kerusakan ikan.

Pada tahap rigor mortis, glikogen dirubah menjadi asam laktat sehingga pH ikan menurun dari 7 menjadi 5,8 - 6,2. Kadar glikogen awal sangat berpengaruh terhadap penurunan pH ini. Semakin tinggi glikogen, semakin

rendah pH yang dicapai. Ikan yang banyak berontak sebelum mati akan banyak menghabiskan glikogen dalam tubuhnya.

Salah satu penyebab mengapa ikan mudah mengalami ke- rusakan/kebusukan adalah karena tingginya pH daging ikan (biasanya sekitar 6.4 - 6.6 ), karena rendahnya cadangan glikogen dalam daging ikan. Lagi pula ikan susah ditangkap karena selalu bergerak cepat, dan apabila sudah tertangkap juga masih menggelepar-gelepar, yang dapat mengakibatkan turunnya cadangan gikogen.

Meskipun demikian, ikan tidak akan mengalami kerusakan bakteriologis sampai proses rigor mortis selesai. Pendinginan (baik menggunakan es batu atau penyimpanan dalam ruang pendingin) segera sesudah ditangkap akan memperlambat berlangsungnya rigor dan akibat selanjutnya. Oleh karena itu kerusakan oleh mekanisme ini akan terhambat akibatnya akan memperlambat pertumbuhan bakteri.

Pada tahap pasca rigor mortis, terjadi autolisis yang disebabkan oleh aktivitas bakteri dan enzim endogen ikan. Enzim proteolitik seperti tripsin dan pepsin akan memecah protein daging ikan menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti polipeptida, asam amino, H S, indol dan 2 skatol. H S, indol dan skatol menimbulkan bau busuk ikan. Bakteri pada ikan disamping menghasilkan enzim proteolitik pengurai daging ikan, juga menghasilkan enzim dekarboksilase yang akan mengubah asam-asam amino menjadi senyawa biogenik amin penyabab alergi. Misalnya histidin menjadi histamin, lisin menjadi kadaverin, dan triptofan menjadi triptamin.

Perubahan lainnya adalah hidrolisa lemak dan TMAO. Lemak akan dihidrolisa oleh enzim lipase dan lipoksigenase yang hasilnya menimbulkan bau tengik ikan. Sedangkan TMAO direduksi menjadi TMA yang menimbulkan bau busuk pada ikan. Pada fase pasca rigor, daging ikan menjadi lunak kembali. Melunaknya daging ikan ini disebabkan kerusakan atau penguraian struktur jaringan daging ikan akibat kerja enzim-enzim proteolitik. Disampig penguraian serabut daging oleh enzim-enzim proteolitik, pada fase ini juga terjadi hidrolisa kreatin fosfat dan ATP oleh enzim fosfatase. Kreatin fosfat akan diuraikan menjadi kreatin dan fosfat, sedangkan ATP akan dirubah menjadi ADP dan

fosfat anorganik. Selanjutnya ADP akan diuraikan menjadi fosfat, ribosa, amonia dan hipoksantin, yang menyebabkan kenaikan pH daging ikan (menjadi 6,2 sampai 7,0). Makin tinggi hipoksantin yang terbentuk, ikan makin rusak.

Setelah fase rigor mortis dilewati, mulailah terjadi kerusakan ikan akibat mikroorganisme. Kerusakan akibat mikroba ini menghasilkan senyawa- senyawa yang berbau busuk. Perubahan pasca panen udang setelah mati tidak banyak berbeda dengan ikan secara enzimatis, kimiawi dan mikrobiologis. Masalah pasca panen yang sering menimbulkan kerugian pada udang adalah timbulnya bercak hitam (black spot). Bercak hitam ini pada umumnya timbul antara 2 - 4 hari setelah udang diberi es. Mula-mula bercak ini terbentuk di bagian kepala. Kemudian meluas ke membran kulit penghubung ruas-ruas tubuh hingga ke sirip ekor. Pada tahap selanjut-nya, akhirnya seluruh tubuh udang menjadi hitam. Warna hitam tersebut merupakan pigmen melanin. Pigmen ini dibentuk dari asam amino tirosin yang dikatalisis oleh enzim tirosinase.

Dalam dokumen diktat pengetahuan bahan pangan (Halaman 116-119)