A. URUSAN WAJIB PEMERINTAHAN DAERAH.
10) Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan Tukar-menukar Kawasan Hutan
(1) Periksa apakah tukar-menukar kawasan hutan telah memenuhi ketentuan sebagai berikut :
(a) Dilaksanakan berdasarkan persetujuan Menteri Kahutanan; (b) Hanya diperbolehkan untuk :
Proyek kepentingan umum terbatas oleh instansi pemerintah; Proyek kepentingan umum komersial;
Proyek strategis;
Menghilangkan enclave untuk memudahkan pengelolaan kawasan hutan;
Menyelesaikan permasalahan lahan di kawasan hutan tanpa izin Menteri;
Memperbaiki batas kawasan hutan;
(2) Periksa apakah permohonan tukar menukar kawasan hutan dilengkapi dengan :
(a) Peta lokasi, luas dan tujuan permohonan;
(b) Pernyataan kesanggupan untuk memenuhi peraturan perundangan;
(c) Data pemeriksaan untuk pemohon berbadan hukum; (d) Rekomendasi Gubernur/Bupati;
Dalam hal kawasan hutan dimohon bukan merupakan HPK, permohonan harus dilengkapi :
(a) Hasil penelitian tim terpadu
(b) Persetujuan DPRD Propinsi/Kabupaten.
Apabila permohonan telah disetujui Menteri Kehutanan, periksa apakah permohonan telah :
(a) Menyediakan dan menyerahkan tanah pengganti paling lama 2 tahun sejak terbitnya persetujuan;
(b) Membayar ganti rugi nilai tegakan dan pungutan PSDH atas hutan tanaman atau pungutan PSDH dan DR atas tegakan hutan;
(c) Membayar ganti rugi sarana/prasarana yang ada di kawasan yang dimohon;
(d) Membayar biaya penataan batas kawasan hutan yang dimohon dan tanah pengganti, biaya reboisasi tanah pengganti dan biaya lainnya;
(e) Membuat dan menandatangani perjanjian tukar-menukar atau BA tukar menukar.
(f) Mengusahakan penghapusan hak pihak ketiga atas tanah pengganti pada buku tanah pada instansi yang berwenang. (3) Periksa apakah pemegang izin pemanfaatan kayu (IPK) telah
membayar PSDH dan DR sesuai peraturan perundang-undangan. (4) Periksa apakah tanah pengganti telah memenuhi persyaratan :
(a) Status jelas, tidak dalam sengketa atau bebas dari segala jenis pembebanan;
(b) Letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hutan;
(c) Terletak dalam wilayah Sub-Daerah Aliran Sungai (DAS) atau DAS yang sama, atau DAS lain dalam provinsi yang sama atau dalam provinsi dalam pulau yang sama;
(d) Dapat dihutankan kembali dengan cara konvensional;
(e) Diutamakan yang mempunyai kriteria kawasan lindung (untuk hutan pantai/bakau, harus ditukar dengan lahan pantai yang dijadikan hutan bakau).
(5) Periksa apakah ratio tukar-menukar kawasan hutan sesuai ketentuan, yaitu:
(a) Untuk pembangunan kepentingan umum terbatas oleh pemerintah adalah 1:1;
(b) Untuk pembangunan proyek strategis yang berdampak bagi kemajuan perekonomian nasional dan kesejahteraan umum yang diprioritaskan pemerintah adalah 1:2;
(c) Untuk penyelesaian sengketa berupa pendudukan kawasan hutan (okupasi) atau enclave adalah 1:3;
(6) Periksa apakah ratio tukar-menukar telah ditetapkan oleh Tim Penilai yang beranggotakan wakil dari Departemen Kehutanan, Departemen Keuangan, Badan Pertanahan Nasional, dan Departemen Dalam Negeri/Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
b) Pelepasan Kawasan Hutan untuk Budidaya Pertanian
(1) Periksa apakah pemanfaatan kawasan hutan untuk usaha pertanian telah dilaksanakan melalui prosedur pelepasan kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Kahutanan;
(2) Periksa apakah permohonan pelepasan kawasan hutan disampaikan kepada Menteri Kehutanan, dengan dilengkapi : (a) Peta kawasan hutan yang dimohon skala 1 : 50.000 atau
minimal 1 : 250.000;
(b) Rekomendasi gubernur berdasarkan kajian Dinas Kehutanan. (c) Persetujuan Prinsip Usaha Perkebunan (PPUP) Menteri
Pertanian (untuk non PMA/PMDN) atau Izin Usaha Perkebunan (IUP) persetujuan BKPM (untuk PMA/PMDN); (d) Usulan Proyek;
(e) Izin lokasi dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dilengkapi sketsa areal yang dimohon, pernyataan
kesanggupan memberikan ganti rugi dan atau menyediakan tempat penampungan bagi yang berhak atas tanah/pemakai tanah, rencana proyek yang akan dibangun, surat persetujuan BKPM dan persetujuan prinsip Menteri Pertanian;
(f) Surat pernyataan di depan notaris tentang kesanggupan tidak mengalihkan areal yang dimohon kepada pihak lain tanpa persetujuan Menteri Kehutanan;
(g) Neraca perusahaan yang diaudit oleh akuntan publik. c) Pelepasan Kawasan Hutan untuk Transmigrasi
(1) Periksa apakah areal hutan yang dilepas untuk pemukiman transmigrasi telah memenuhi persyaratan :
(a) Areal hutan yang menurut RTRWP dan TGH tidak dipertahankan sebagai kawasan hutan tetap dan berdasarkan kemampuan/kesesuaian lahannya cocok untuk pemukiman transmigrasi sesuai pola pemukiman/usaha yang akan dikembangkan;
(b) Diutamakan areal hutan yang berupa lahan kosong, padang alang-alang, semak belukar dan hutan tidak produktif;
(c) Hutan mangrof dan kawasan gambut dengan kedalaman kurang dari 3 meter.
(2) Periksa apakah pencadangan areal hutan oleh gubernur untuk dijadikan pemukiman transmigrasi telah didasarkan atas hasil studi RKSKP, RTSB dengan memperhatikan usulan dan rekomendasi bupati/walikota.
(3) Periksa apakah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi cq. Dinas Teknis yang bersangkutan telah mengajukan usulan persetujuan prinsip pelepasan areal hutan kepada Menteri Kehutanan dengan dilampiri pencadangan tanah dari gubernur dan rekomendasi bupati/walikota;
(4) Apakah Menteri Kehutanan telah mengeluarkan persetujuan prinsip atau penolakan pelepasan areal hutan berdasarkan pertimbangan Badan Planologi;
(5) Periksa apakah Depnaker dan Transmigrasi cq. Dinas Teknis yang bersangkutan bersama-sama Dinas Kehutanan provinsi, melaksanakan pembuatan Tata Batas dan pengukuran keliling sesuai peraturan perundang-undangan.
(6) Periksa apakah diterbitkan izin pemanfaatan kayu (IPK) sesuai peraturan perundang-undangan.
(7) Periksa apakah pembukaan lahan dilakukan setelah diterbitkan persetujuan prisip Menteri Kehutanan dan telah ditata batas. (8) Periksa apakah Dinas Kehutanan Propinsi telah menyampaikan
BATB beserta peta hasil tata batas dengan skala 1:50.000 kepada Menteri Kehutanan c.q. BAPLAN.
(9) Periksa apakah Menteri Kehutanan telah menerbitkan surat keputusan pelepasan areal hutan berdasarkan BATB.
d) Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
(1) Periksa apakah perubahan fungsi kawasan hutan dilakukan melalui kajian Tim Penelitian Terpadu.
(2) Periksa apakah fungsi kawasan hutan yang diubah telah sesuai dengan kriteria fungsinya.
b. Penebangan/Penanaman/Pemungutan Hasil Hutan.
1) Periksa apakah pemegang IUPHHK/ILS telah menyusun/ mengusulkan RKT/bagan kerja (BK) kepada Kadishut untuk dinilai/disahkan dan apa dasarnya.
2) Periksa apakah pemegang izin IUPHHK/ILS/IUHHBK/IPHHBK didalam melakukan penebangan/pemanenan hasil hutan kayu/ pemungutan hasil hutan bukan kayu baik lokasi maupun jumlah/ volumenya sesuai dengan RKT/target penebangan/target pemungutan yang disahkan/ditetapkan. c. Pengangkatan Petugas Pembuat LHP
1) Periksa apakah pemegang izin telah memiliki petugas Pembuat LHP yang ditetapkan dengan keputusan Kadishut provinsi dan No. Register Petugas Pembuat LHP.
2) Periksa apakah petugas Pembuat LHP yang ditunjuk adalah tenaga teknis berkualifikasi pengujian hasil hutan.
3) Periksa apakah sertifikat dan kartu pengenal PPHH masih berlaku. d. Pembuatan dan Pengesahan LHP/LP
1) LHP-KB
a) Periksa apakah terhadap setiap batang kayu bulat di tempat pengumpulan (TPn) telah dilakukan pengukuran oleh petugas
b) Periksa alat ukur yang digunakan apakah berupa Scale Stick (untuk mengukur diameter) dan meteran kain (untuk mengukur panjang) yang telah distandarisir oleh Departemen Kehutanan.
c) Periksa apakah terhadap setiap batang kayu bulat di TPn telah diberikan penandaan berupa nomor batang, jenis kayu, ukuran diameter dan panjang.
d) Periksa apakah terhadap pohon yang dibagi menjadi beberapa potong, pada setiap potongan diberi huruf A. B dan seterusnya yang dimulai dari bagian pangkal.
e) Periksa apakah nomor kayu dan jenis kayu sama dengan nomor pohon dan jenis kayu di dalam LHC. (Lakukan uji petik terhadap beberapa batang kayu).
f) Periksa cara (ditoreh atau tidak) dan letak penandaan pada kayu bulat apakah untuk kayu hutan darat pada kedua bontos kayu dan untuk kayu hutan rawa pada badan kayu.
g) Periksa apakah pada setiap tunggak diberi tanda (ditoreh) berupa nomor pohon sesuai LHC, jenis pohon, tanggal tebang, no. petak/blok tebang dan tahun RKT.
h) Periksa apakah setiap batang setelah diberi tanda dicatat dalam buku ukur kayu bulat (DK.A.102 A).
i) Periksa apakah setiap pertengahan dan akhir bulan dibuat LHP-KB (DK.A 104 A) berdasarkan Buku Ukur Kayu Bulat termasuk LHP-KB nihil dalam hal tidak ada produksi.
j) Periksa dimana LHP dibuat.
k) Periksa apakah TPK hutan telah ditetapkan dengan Keputusan Kadis Kehutanan Kabupaten/Kota.
l) Dalam hal blok tebangan terletak dalam 2 wilayah kabupaten/ kota, periksa apakah LHP-KB dibuat terpisah untuk masing-masing kabupaten/kota.
m) Periksa apakah setiap pertengahan dan akhir bulan pemegang izin mengajukan permohonan pengesahan usulan LHP-KB kepada P2LHP dengan tembusan kepada Kadis Kehutanan Kabupaten/ Kota. n) Periksa apakah dalam setiap permohonan pengesahan LHP-KB
dilampirkan bukti pembayaran PSDH dan DR.
o) Periksa apakah terhadap usulan pengesahan LHP-KB terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan fisik kayu dan dibuatkan DPKB (DK.A 103 a) dan BA Pemeriksaan Kayu Bulat (DK.B 101 a).
p) Periksa apakah ada LHP-KB yang disahkan sebelum dibayar PSDH dan DR nya. Apabila ada, periksa berapa volume dan jumlah kewajiban PSDH dan DR, serta apa alasannya.
q) Periksa apakah setiap batang kayu yang LHP-KB nya telah disahkan, periksa apakah telah diterakan Tok DK pada kedua bontosnya (untuk kayu hutan darat) dan pada badan kayu (untuk kayu hutan rawa). r) Periksa LHP-KB dan rekapitulasinya dibuat rangkap berapa dan
apakah telah disampaikan kepada Kadis Kehutanan kabupaten /kota, Kadishut Provinsi, Ka. BSPHH dan P2LHP.