• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selama penyimpanan di berbagai suhu, produk mengalami perubahan mutu seperti tekstur, flavor, dan warna. Hal ini disebabkan oleh proses deteriorasi. Deteriorasi merupakan penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya. Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan (Arpah, 2001).

Beberapa parameter perubahan mutu yang diamati pada penelitian ini antara lain kadar air, kerenyahan, kadar asam lemak bebas, dan kecerahan warna.

18

Tabel 2. Karakteristik keripik wortel.

No Karakteristik mutu produk Nilai

1. Air 3.3%bb

2. Abu 3.9%

3. Betakaroten 6.03 ppm

4. Serat pangan 29.0%

5. Lemak total 56.5%

6. Asam lemak bebas 0.2%

7. Kerenyahan 0.07 N

8. Kecerahan warna L 40.61

1. Perubahan Kerenyahan

Selama penyimpanan, terjadi penyimpangan-penyimpangan yang menyebabkan produk pangan tidak menyerupai tekstur seperti pada awal penyimpanan. Perubahan tekstur tersebut berupa kurang renyah (alot) atau produk susah dipatahkan yang menyebabkan produk tidak dapat dikonsumsi.

Kerenyahan merupakan faktor penting dalam penentuan karakteristik mutu keripik wortel. Selama penyimpanan, nilai kerenyahan (N) mengalami peningkatan. Semakin besar nilai kerenyahan (N) maka semakin alot (kurang renyah) keripik wortel tersebut dan kurang disukai oleh panelis (Gambar 6). Hal ini dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan kelembaban relatif. Data peningkatan nilai kerenyahan terdapat pada Lampiran 1.

Berdasarkan Gambar 5 penurunan kernyahan keripik wortel sangat erat kaitannya dengan karakteristik ketebalan kemasan. Jika dibandingkan sesuai dengan ketebalannya pada suhu yang sama maka kemasan PP dengan ketebalan 80 µm mampu mempertahankan nilai kerenyahan selama penyimpanan. Hal ini berkaitan dengan sifat permeabilitas kemasan terhadap uap air yang diperlihatkan dari nilai WVTR masing-masing kemasan. Pada Tabel 1 terlihat bahwa nilai WVTR dari kemasan PP pada tingkat ketebalan 80 µm paling rendah dibandingkan kemasan PP pada tingkat ketebalan 30 µm dan 50 µm. Kemasan PP 80 µm mampu menahan laju transmisi uap air dari luar ke dalam kemasan begitu

19

pun sebaliknya. Sehingga kemasan tersebut dapat menghambat penyerapan uap air ke produk.

Selain ketebalan kemasan, suhu penyimpanan juga sangat mempengaruhi perubahan mutu ketenyahan selama penyimpanan. Pada umumnya, keripik wortel yang disimpan di suhu yang lebih tinggi penurunan kerenyahannya relatif lebih kecil. Hal ini dikarenakan kelembaban relatif (RH) yang rendah sehingga penyerapan air ke produk pun sedikit.

Gambar 5. Grafik hubungan antara penyimpanan (hari) dengan kerenyahan (N)

Keterangan gambar :

30Ap = PP ketebalan 30 pada suhu penyimpanan 30oC (80%RH) 50Ap = PP ketebalan 50 pada suhu penyimpanan 30oC (80%RH) 80Ap = PP ketebalan 80 pada suhu penyimpanan 30oC (80%RH) 30Bp = PP ketebalan 30 pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH) 50Bp = PP ketebalan 50 pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH) 80Bp = PP ketebalan 80 pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH) 30Cp = PP ketebalan 30pada suhu penyimpanan 45oC (28%RH) 50Cp = PP ketebalan 50 pada suhu penyimpanan 45oC (28%RH) 80Cp = PP ketebalan 80 pada suhu penyimpanan 45oC (28%RH)

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 10 20 30 40 50 60 p e n u ru n an ke re n yah an (N ) penyimpanan (hari) 30Ap 30Bp 30Cp 50Ap 50Bp 50Cp 80Ap 80Bp 80Cp

20

2. Perubahan Kadar Air

Kelembaban relatif yang tinggi dalam ruang penyimpanan menyebabkan produk menyerap sejumlah air dari lingkungan sehingga kadar air pada produk meningkat dan mempengaruhi nilai kerenyahan. Data peningkatan kadar air selama penyimpanan terdapat pada Lampiran 2.

Katz dan Labuza (1981) dalam Nurcahyanti (2005) menduga air melarutkan dan melunakkan matriks pati atau protein yang ada pada sebagian besar bahan pangan yang mengakibatkan perubahan kekuatan mekanik termasuk kerenyahan.

Gambar 6. Grafik hubungan antara penyimpanan (hari) dengan kadar air (%bb) Keterangan gambar :

30Ap = PP ketebalan 30 pada suhu penyimpanan 30oC (80%RH) 50Ap = PP ketebalan 50 pada suhu penyimpanan 30oC (80%RH) 80Ap = PP ketebalan 80 pada suhu penyimpanan 30oC (80%RH) 30Bp = PP ketebalan 30 pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH) 50Bp = PP ketebalan 50 pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH) 80Bp = PP ketebalan 80 pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH) 30Cp = PP ketebalan 30pada suhu penyimpanan 45oC (28%RH) 50Cp = PP ketebalan 50 pada suhu penyimpanan 45oC (28%RH)

0.0000 1.0000 2.0000 3.0000 4.0000 5.0000 6.0000 7.0000 8.0000 9.0000 10.0000 0 10 20 30 40 50 60 kad ar ai r ( % b b ) penyimpanan (hari) 30Ap 30Bp 30Cp 50Ap 50Bp 50Cp 80Ap 80Bp 80Cp

21

80Cp = PP ketebalan 80 pada suhu penyimpanan 45oC (28%RH)

Berdasarkan Gambar 6 keripik wortel yang disimpan pada suhu 30oC (80% RH) cenderung lebih cepat mengalami peningkatan kadar air terutama keripik wortel yang dikemas dalam kemasan PP dengan ketebalan 30 µm dan 50 µm. kadar air keripik wortel yang dikemas dalam PP dengan ketebalan 30 µm dan disimpan pada suhu 30oC dan berkisar antara 3.3-8.6%bb. Keripik wortel yang dikemas dalam PP ketebalan 50 µm mempunyai kisaran kadar air 3.3-6.2%bb. Keripik wortel yang dikemas dalam PP ketebalan 80 µm mempunyai kisaran kadar air 3.3-5.6%bb. Jika dibandingkan sesuai dengan ketebalannya pada suhu yang sama maka kemasan PP dengan ketebalan 80 µm mampu mempertahankan kadar air selama penyimpanan. Begitu pula dengan perlakuan penyimpanan di suhu 37oC (55% RH) dan 45oC (28% RH). Keripik wortel yang dikemas dalam PP ketebalan 80 µm lebih bisa mempertahankan kadar air keripik wortel.

Hal ini berkaitan dengan sifat permeabilitas kemasan terhadap uap air yang diperlihatkan dari nilai WVTR masing-masing kemasan. Nilai permeabilitas uap air pada kemasan PP dengan tingkat ketebalan 80 µm lebih kecil jika dibandingkan dengan kemasan yang tingkat ketebalannya 30 µm dan 50 µm. Sehingga kemasan PP dengan ketebalan 80 µm memiliki kemampuan untuk menahan jumlah uap air yang masuk ke dalam bahan kemasan lebih besar. Semakin sedikit jumlah uap air yang dapat menembus bahan kemasan maka produk di dalamnya menjadi lebih terlindungi dan lebih tahan lama.

Bukcle (1985) menjelaskan bahwa kadar air kritis akan berbeda-beda untuk bahan pangan yang sama, tergantung pada jenis reaksi kerusakan tertentu (misalnya pertumbuhan mikroorganisme, pencoklatan non-enzimatis, autooksidasi dan lain-lain).

Menurut Standar Nasional Indonesia (1996), syarat mutu kadar air maksimal produk keripik umbi-umbian rata-rata sebesar 5% bb. Jika mengikuti SNI maka sekitar 54% dari total sampel sudah mencapai kritisnya. Keripik wortel yang dikemas plastik PP dengan ketebalan 30 µm pada suhu penyimpanan 30oC minggu pertama penyimpanan (7 hari) sudah mencapai kritisnya. Pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH), keripik wortel mencapai kritisnya pada minggu

ke-22

3 (21 hari) penyimpanan. Sedangkan pada suhu penyimpanan 45oC (28% RH), keripik wortel mencapai kritisnya pada minggu ke-7 (49 hari) penyimpanan.

Keripik wortel yang dikemas plastik PP dengan ketebalan 50 µm pada suhu penyimpanan 30oC minggu ke-2 (14 hari) penyimpanan sudah mencapai kritisnya. Pada suhu penyimpanan 37oC (55% RH), keripik wortel mencapai kritisnya pada minggu ke-4 (28 hari) penyimpanan. Sedangkan pada suhu penyimpanan 45oC (28% RH), keripik wortel mencapai kritisnya pada minggu ke-7 (49 hari) penyimpanan.

Keripik wortel yang dikemas plastik PP dengan ketebalan 80 µm pada suhu penyimpanan 30oC (80% RH) minggu ke-4 (28 hari) penyimpanan sudah mencapai kritisnya. Pada suhu penyimpanan 37oC (55% RH), keripik wortel mencapai kritisnya pada minggu ke-6 penyimpanan (42 hari). Sedangkan pada suhu penyimpanan 45oC (28% RH), sampai penyimpanan minggu ke-8 kadar air keripik wortel masih dibawah SNI sehingga keripik wortel masih diterima.

Jika batas kritis kadar air diambil dari SNI, maka terlihat adanya pengaruh perlakuan kemasan dan suhu penyimpanan. Semakin tebal kemasan maka produk akan lebih tahan lama karena daya tembus kemasan terhadap uap air semakin kecil. Seperti pada keripik wortel yang dikemas dalam plastik PP dengan ketebalan 80 yang disimpan pada suhu 30oC (80%RH) mampu mempertahankan kadar air di bawah standar mutu SNI sehingga pada minggu ke-3 masih diterima. Jika dilihat dari kadar airnya, penyimpanan di suhu yang tinggi juga mampu mempertahankan mutu keripik wortel sehingga dikatakan masih dapat diterima. Hal ini bisa dikaitkan dengan kelembaban relatif lingkungan penyimpanan (RH). Dimana pada suhu yang tinggi RH nya akan lebih kecil dibandingkan dengan suhu di bawahnya. Sehingga proses penyerapan air ke produk tidak terlalu besar. 3. Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas

Perubahan kadar asam lemak bebas pada keripik wortel dalam kemasan PP pada berbagai tingkat ketebalan yang disimpan pada suhu 30oC (80%RH), 37oC (55%RH), dan 45oC (28%RH) selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 4. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak bebas (%) dapat dilihat pada Gambar 7.

23

Gambar 7. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar asam lemak bebas (%FFA)

Keterangan gambar :

30Ap = PP ketebalan 30 pada suhu penyimpanan 30oC (80%RH) 50Ap = PP ketebalan 50 pada suhu penyimpanan 30oC (80%RH) 80Ap = PP ketebalan 80 pada suhu penyimpanan 30oC (80%RH) 30Bp = PP ketebalan 30 pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH) 50Bp = PP ketebalan 50 pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH) 80Bp = PP ketebalan 80 pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH) 30Cp = PP ketebalan 30pada suhu penyimpanan 45oC (28%RH) 50Cp = PP ketebalan 50 pada suhu penyimpanan 45oC (28%RH) 80Cp = PP ketebalan 80 pada suhu penyimpanan 45oC (28%RH)

Pada Gambar 7 menunjukkan adanya peningkatan kadar asam lemak bebas pada keripik wortel yang disimpan selama 8 minggu pada masing-masing perlakuan. Berdasarkan Gambar 7 memperlihatkan adanya perbedaan kadar asam lemak bebas di setiap perlakuan ketebalan kemasan selama penyimpanan pada suhu yang sama.

Menurut Standar Nasional Indonesia, syarat mutu kadar asam lemak bebas maksimal produk keripik umbi-umbian rata-rata sebesar 1%. Jika dilihat dari mutu SNI, maka penerimaan keripik wortel pada seluruh perlakuan sudah

0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000 0 10 20 30 40 50 60 FFA (% ) penyimpanan (hari) 30Ap 30Bp 30Cp 50Ap 50Bp 50Cp 80Ap 80Bp 80Cp

24

mencapai batas kritisnya karena sudah melewati kadar FFA 1% atau sekitar 19% sampel yang sudah melewati batas kritis tersebut.

Sampel-sampel yang sudah melewati batas kritis menurut SNI atau melebihi 1% FFA antara lain; keripik wortel yang dikemas dengan PP pada tingkat ketebalan 30 µm di penyimpanan suhu 30oC (80%RH) sudah mencapai kritis pada minggu ke-8 (56 hari), begitu juga pada penyimpanan di suhu 37oC sudah mencapai kritis pada minggu ke-8 (56 hari), sedangkan pada penyimpanan di suhu 45oC sudah mencapai kritis pada minggu ke-7 (49 hari) atau lebih cepat satu minggu. Keripik wortel yang dikemas dengan PP pada tingkat ketebalan 50 µm di penyimpanan suhu 30oC (80%RH) sudah mencapai kritis pada minggu ke-7 (49 hari), begitu juga dengan penyimpanan di suhu 37oC dan 45oC. Keripik wortel yang dikemas dengan PP pada tingkat ketebalan 80 µm di penyimpanan suhu 30oC (80%RH) sudah mencapai kritis pada minggu ke-8 (56 hari), begitu juga pada penyimpanan di suhu 37oC (55%RH) sudah mencapai kritis pada minggu ke-8 (56 hari). Sedangkan pada penyimpanan di suhu 45oC, keripik wortel sudah mencapai kritis pada minggu ke-7 (49 hari).

Penyimpanan produk di suhu tinggi akan lebih cepat kritis seperti pada sampel-sampel yang pada minggu ke-7 (49 hari) sudah rusak karena penyimpanan di suhu 45oC (28%RH), begitu pun dengan sifat kemasan. Keripik wortel yang dikemas pada PP ketebalan 50 µm lebih cepat rusak. Hal ini bisa dikarenakan dari nilai O2TR kemasan tersebut yang paling tinggi di antara kemasan lainnya. Menurut Winarno (1977), laju oksidasi lemak berbanding lurus dengan peningkatan suhu dan suplai oksigen, sehingga semakin tinggi suhu penyimpanan dan semakin besar suplai oksigen maka semakin cepat produk mengalami ketengikan.

Ketengikan merupakan salah satu kerusakan lemak yang menyebabkan bahan pangan berlemak mempunyai bau dan rasa yang tidak enak. Kerusakan ini dapat menurunkan mutu dan nilai gizi bahan pangan berlemak (Nurcahyanti, 2005).

Reaksi deteriorasi yang menyebabkan timbulnya off-flavor adalah reaksi oksidasi lemak. Menurut Arpah (2001), penyebab reaksi oksidasi adalah oksigen yang terdapat pada udara, peroksida, logam, dan oksidator lainnya.

25

Menurut Ketaren (1989), tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan yaitu ketengikan oleh oksidasi, ketengikan oleh enzim, ketengikan oleh proses hidrolisis. Ketengikan oleh oksidasi adalah ketengikan yang terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Ketengikan oleh proses hidrolisis adalah kerusakan yang terjadi pada minyak atau lemak karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Asam lemak bebas pada keripik wortel merupakan salah satu hasil dari reaksi-reaksi tersebut. Sehingga bisa dijadikan sebagai indikator perubahan flavor pada keripik wortel.

4. Perubahan Kecerahan Warna

Warna merupakan faktor yang pertama kali menjadi pertimbangan manusia dalam menilai sutu makanan. Perubahan warna dapat juga mempengaruhi tingkat penerimaan produk pangan. Menurut Arpah (2001), perubahan warna menunjukkan juga perubahan nilai gizi pada beberapa jenis produk pangan, sehingga perubahan warna dijadikan indikator untuk menunjukkan tingkat nilai gizi maksimum yang diterima.

Pengukuran kecerahan warna secara objektif dinyatakan dalam nilai L. Nilai L menunjukkan kecerahan, dengan kisaran mulai dari 0 sampai 100 dengan pengertian makin tinggi nilai L berarti warna produk semakin putih dan sebaliknya (Pomeranz et al., 1976).

Perubahan kecerahan warna pada keripik wortel dalam kemasan PP pada berbagai tingkat ketebalan yang disimpan pada suhu 30oC (80%RH), 37oC (55%RH), dan 45oC (28%RH) selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 4. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (minggu) dengan tingkat kecerahan (L) dapat dilihat pada Gambar 8.

Selama penyimpanan, terjadi kecendurungan penurunan nilai L (kecerahan) pada keripik wortel yang menunjukkan semakin lama disimpan kecerahan warna keripik wortel semakin gelap. Pada penyimpanan di suhu 30oC (80%RH) nilai L berkisar antara 40.61 sampai dengan 33.18 . Pada penyimpanan di suhu 37oC (55%RH) nilai L berkisar antara 40.61 sampai dengan 30.08. Sama halnya pada penyimpanan di suhu 45oC (28%RH), nilai L berkisar antara 40.61 sampai dengan 30.08. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu

26

penyimpanan maka nilai L akan semakin rendah yang secara visual kecerahan warna akan terlihat lebih gelap. Warna gelap ini timbul bisa disebabkan reaksi pencoklatan non-enzimatis yang terjadi karena suhu yang tinggi (Meyer, 1982).

Kadar betakaroten merupakan salahsatu zat pemberi warna pada suatu produk pangan. Tabel 3 memperlihatkan perubahan betakaroten saat wortel masih dalam bentuk segar/ belum diolah, sesudah diolah menjadi keripik, dan keripik wortel yang sudah melewati batas kritis.

Tabel 3 Perubahan kadar betakaroten

No Produk Kadar β-karoten

1 Wortel segar 7080 ppm

2 Keripik wortel (awal penyimpanan) 6031 ppm

3 Keripik wortel (saat produk rusak/ tidak

diterima konsumen) 3990 ppm

Gambar 8. Grafik hubungan penyimpanan (hari) dengan perubahan kecerahan warna (L)

Keterangan gambar :

30Ap = PP ketebalan 30 pada suhu penyimpanan 30oC (80%RH) 50Ap = PP ketebalan 50 pada suhu penyimpanan 30oC (80%RH) 80Ap = PP ketebalan 80 pada suhu penyimpanan 30oC (80%RH)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 10 20 30 40 50 60 L penyimpanan (hari) 30Ap 50Ap 80Ap 30Bp 50Bp 80Bp 30Cp 50Cp 80Cp

27

30Bp = PP ketebalan 30 pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH) 50Bp = PP ketebalan 50 pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH) 80Bp = PP ketebalan 80 pada suhu penyimpanan 37oC (55%RH) 30Cp = PP ketebalan 30pada suhu penyimpanan 45oC (28%RH) 50Cp = PP ketebalan 50 pada suhu penyimpanan 45oC (28%RH) 80Cp = PP ketebalan 80 pada suhu penyimpanan 45oC (28%RH)

Dokumen terkait