• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. KARAKTERISTIK TANAH HUTAN PADA SISTEM

5.3.1. Perubahan Kualitas Tanah dalam Penerapan Sistem

5.3.1.1. Perubahan Sifat Kimia Tanah

Selama ini evaluasi terhadap kualitas tanah lebih dititikberatkan pada sifat fisik dan kimia karena metode pengukurannya sederhana. Perubahan Sifat kimia tanah dapat dilihat dengan jelas dari kandungan unsur hara tanah. Demikian pula dengan kondisi kemasaman tanah mengalami penurunan setelah dilakukan pembuatan Jalur Tanam.

Tabel 13. Perubahan Kandungan Hara tanah dalam penerapan sistem silvikultur TPTII

Unsur Hara Jalur Antara Jalur Tanam Perubahan Nilai Katagor

i

Nilai Katagor i

Nilai %

C-org (%) 2,96 Sedang 2,20 Sedang 0,76 25,68

N (%) 0,229 Sedang 0,199 Rendah 0,03 13,10

P- ters (ppm) 12,8** Rendah 6,97 Sangat

rendah 5,83 45,55

K (me/100 g) 0,205 9 Rendah 0,162 Sangat

rendah 0,043 20,98

Ca (me/100 g) 5,79 Sedang 5,35 Rendah 0,44 7,60

Mg (me/100g) 4,131 Tinggi 4,333 Tinggi -0,202 4,89

Keterangan : ** dan * = masing-masing berbeda nyata pada tarap 99 % dan 95 %

Penentuan status hara suatu lahan dapat dilakukan melalui analisis tanah dan analisis jaringan tanaman terutama bagian daun (Poerwanto 2003, Dell et al 2003, Landsberg 1997). Menurut rusdiana (1999) tujuan analisis tanah dan tanaman adalah untuk menetapkan kesesuaian lahan dan produktivitas potensial lahan pada sistem silvikultur tertentu dan untuk mendiagnosa kemungkinan adanya defisiensi hara yang dapat menghambat pertumbuhan dan kapasitas produksi tegakan. Analisis kadar hara tanah sudah umum dilakukan baik di bidang pertanian maupun kehutanan, tetapi analisis kadar hara pada daun di bidang kehutanan masih sangat jarang dilakukan. Di bidang pertanian analisis hara daun tanaman umum dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan defisiensi unsur hara bagi tanaman dan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemupukan. Namun demikian menurut Fisher dan Binkley (2000) analisis menggunakan jaringan tanaman seperti pada jaringan daun tanaman sering kurang tepat untuk menggambarkan status hara dalam tanah. Manfaat dari mengetahui status hara tanah suatu lahan bertegakan adalah untuk menentukan manajemen tapak yang tepat, baik berupa pemupukan maupun kegiatan pemelihraan dan manipulasi lingkungan.

Nitrogen (N)

Unsur hara N merupakan unsur hara makro penting (essensial) bagi pertumbuhan tanaman. Kadar N tanah sangat tergantung bahan organik tanah sebagai sumber utama. N merupakan bagian penting dalam klorofil dan berfungsi

pada proses fotosintesis. Tanaman menyerap unsur N dari tanah dalam bentuk kation amonium (NH4+ ) dan anion nitrat NO3-) pada larutan tanah (Mengel dan Kirby 1982; Marsehner 1991). Keberadaan N dalam tanah bersifat mobil yaitu mudah bergerak atau berpindah, seperti menguap ke udara, tercuci atau terangkat melalui erosi sehingga kadar N tanah bersifat fluktuatif (Hutz dan Chandler 1951). Kisaran Kadar N di lokasi Penelitian tertera pada tabel 13.

Kadar N total dibawah tegakan pada Jalur Antara berkisar pada nilai 0,229 % dan Jalur Tanam berkisar pada nilai 0,199 %. Berdasrkan uji beda Tukey, kadar N tanah antara Jalur Antara dan Jalur Tanam tidak berbeda. Meskipun demikian katagori hara N dari Jalur Antara ke Jalur Tanam mengalami penurunan dari katagori sedang menjadi rendah.

Pospor (P)

Unsur hara P tanah merupakan hara makro penting kedua setelah N bagi pertumbuhan tanaman. Unsur ini berperan dalam proses pembentukan protein. Unsur P diserap dalam bentuk anion-anion H2PO4- dan atau HPO42- serta PO43-. Kandungan hara P tersedia tinggi akan menyebabkan kecenderungan tanah menjadi lebih subur sehingga memungkinkan bagi pertumbuhan tanaman. (Mengel dan Kirby 1982; Marscher 1991). Jumlah P tersedia dalam tanah ditentukan oleh jumlah P dalam komplek jerapan (P total) yang mekanisme ketersediaanya diatur oleh pH. Perbandingan kadar P tersedia tanah di lokasi penelitian tertera pada tabel 13.

Kadar P tersedia pada Jalur Antara sebesar 12,8 ppm, sedangkan pada Jalur Tanam 6,97 ppm. Kadar P pada Jalur Tanam lebih rendah jika dibanding dengan Jalur Antara dan sangat berbeda nyata pada tarap 99 %. Terjadi penurunan kadar hara P setelah pembuatan Jalur Tanam sebesar 5,83 ppm. Katagori hara P juga mengalami penurunan, semula berkatagori rendah pada Jalur Antara menurun menjadi sangat rendah pada Jalur Tanam. Hal ini terjadi karena adanya kegiatan pembersihan lahan (land clearing) pada Jalur Tanam. Persiapan Pembuatan Jalur Tanam menyebabkan bukaan lahan yang lebih besar sehingga unsur hara P mengalami pencucian (leaching). Penurunan nilai pH tanah turut berkontribusi terhadap penurunan kadar unsur hara P di tanah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hardjowigeno (2010), pH tanah jika meningkat atau ditingkatkan dapat

menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap tanaman dan demikian pula sebaliknya, terutama hara P yang terikat dapat menjadi tersedia dan dapat mempenga-ruhi perkembangan mikroorganisme.

Kalium (K)

Unsur hara K merupakan unsur hara makro penting bagi pertumbuhan tanaman dan berperan sebagai katalisator proses enzimatik dalam jaringan tanaman. Hara K diserap dalam bentuk ion-ion positif (K+). Penyerapan unsur hara K+ adalah unik (khas) sebab tanaman mengabsorpsi K melebihi dari jumlah yang diperlukan (Mar-schner 1991). Di dalam jaringan tanaman unsur K bersifat mobil dan keberadaan un-sur K yang cukup pada tanah dapat menyeimbangkan kesuburan tanah. Kadar K ta-nah pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 13.

Kadar hara K pada Jalur Antara mencapai 0,2059 me/100g dan menurun pada Jalur Tanam menjadi sebesar 0,162 me/100g. Berdasarkan hasil uji T penurunan tersebut tidak berbeda nyata. Meskipun demikian pada kenyataannya kadar unsur hara K mengalami penurunan katagori. Pada Jalur Antara awalnya berkatagori rendah berubah menjadi sangat rendah pada Jalur Tanam. Penurunan ini sejalan dengan penurunan kadar unsur hara lainnya yang disebabkan oleh adanya pencucian hara pada Jalur Tanam.

Kalsium (Ca)

Unsur hara Ca merupakan unsur hara makro penting lain bagi pertumbu-han tanaman dan diserap dalam bentuk ion-ion positif (kation-kation basa dapat ditukar). Keberadaan unsur Ca dalam tanah yang cukup dapat menyeimbangkan kesuburan tanah. Kadar Ca tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.

Kadar Ca pada Jalur Antara sebesar 5,79 me/100 g dan pada Jalur Tanam menurun menjadi sebesar 5,35 me/100 g. Berdasarkan hasil uji T penurunan ka-dar Ca antara Jalur Antara dan Jalur Tanam tidak berbeda nyata. Terjadi penuru-nan kadar Ca tanah setelah pembuatan Jalur Tanam sebesar 0,44 me/100g. Meskipun tidak berbeda nyata namun katagori hara Ca mengalami penurunan, hara Ca pada Jalur Antara berkatagori sedang dan menurun menjadi status rendah pada Jalur Tanam. Hal ini dikarenakan untuk pertumbuhan tanamanS. leprosula membutuhkan unsur hara Ca dalam jumlah cukup besar terutama untuk pemben-tukan jaringan tanaman seperti batang, cabang, ranting dan akar. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Spangenberg et al. (1996), Mindawati (2011)

bahwa kandungan hara Ca tanah turun dari rotasi 1 ke rotasi 2 ke rotasi 3 dan ke rotasi 4 (Spangenberget al. 1996).

Penambahan unsur hara Ca dalam pengelolaan tanaman S leprosula dapat dilakukan melalui pemberian rockposphat sebagai pupuk dasar dan pupuk TSP yang juga mengandung Ca. Pemupukan tersebut belum mencukupi untuk menja-dikan unsur hara Ca tersedia cukup dalam tanah. Selain itu, tambahan unsur Ca didapat dari air hujan yang masuk ke lahan, menurut Chijicke (1980) dan Sanchez (1976) asupan hara Ca ke tanah dari air hujan sangat kecil. Sebagai contoh, asu-pan hara Ca pada lahan hutan tanaman Pinus caribaea di Ghana sebesar 12,7 kg/ha/tahun dengan curah hujan 1850 mm/tahun, pada tanaman kelapa sawit di Malaysia 12,5 kg /ha/tahun dengan curah hujan 2300 mm/tahun dan pada tegakan Gmelina arborea di Panama sebesar 9,51 kg/ha/tahun dengan curah hujan rata-rata 1930 mm/tahun.

Magnesium (Mg)

Unsur hara Mg merupakan unsur hara penting setelah unsur N, P, K dan Ca yang diperlukan tanaman untuk pembentukan klorofil dan mempengaruhi aktivi-tas enzim. Unsur hara Mg diserap akar tanaman dalam bentuk ion-ion positif Mg2+. Keberadaan unsur Mg yang cukup dalam tanah dapat menyeimbangkan ke-suburan tanah. Rata-rata nilai kadar Mg tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.

Kadar Mg pada Jalur Antara sebesar 4,131 me/100 g dan setelah pembuatan Jalur Tanam mengalami peningkatan menjadi sebesar 4,333 me/100 g. Kadar ha-ra Mg setelah pembuatan Jalur Tanam meningkat sebesar 0,202 tetapi secaha-ra sta-tistik yang dilakukan melalui uji T tidak berbeda nyata. Katagori kandungan hara Mg dari Jalur Antara ke Jalur Tanam tidak mengalami perubahan, kedua Jalur tersebut mempunyai katagori kandungan hara Mg tinggi.

Secara keseluruhan kandungan unsur hara penting mengalami penurunan setelah dilakukan pembuatan Jalur Tanam, kecuali kandungan Magnesium (Mg) yang mengalami peningkatan. Menurut Hardjowigeno (2005) Mg tersedia di dalam tanah dalam bentuk kation Mg2+. Sumber Mg di dalam tanah diperoleh dari bahan mineral kelam seperti biotit, augit, horenblende, amfiboldan sebagian berasal dari garam (MgSO4) serta kapur CaMg (CO3)2+. Sebagian besar

bahan-bahan tersebut akan melapuk dan membentuk kation Mg2+ ketika terjadi perubahan tutupan tajuk. Dengan terbukanya tutupan tajuk intensitas cahaya matahari menjadi semakin besar dan curah hujan yang jatuh langsung ke tanah menjadi lebih tinggi. Hal tersebut telah menyebabkan kandungan unsur Mg pada Jalur Tanam lebih tinggi dibandingkan Jalur Antara.

Karbon (C)

Kadar bahan organik tanah merupakan parameter kesuburan tanah yang cu-kup penting disamping reaksi tanah (pH) dan kandungan hara. Bahan organik di-dalam tanah mempunyai peranan penting dan berfungsi sebagai sumber karbon dan sumber energi bagi jasad renik tanah, untuk stabilisasi agregat tanah, penyo-kong tanaman dalam menyimpan dan memindahkan udara dan air, sebagai salah satu sumber unsur hara, dapat meningkatkan KTK tanah, menurunkan berat jenis tanah serta dapat mengurangi efek pestisida, logam berat dan polutan (USDA 1996). Bahan organik berguna untuk pembentukan sifat fisik dan biologi tanah yang secara langsung mempengaruhi tingkat kesuburan tanah. Besarnya kadar C-organik tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.

Terjadi penurunan kadar C-organik dari Jalur Antara ke Jalur Tanam yaitu dari 2,96% menjadi 2,20%, tetapi secara statistik berdasarkan uji T kadar C orga-nik pada kedua jalur tersebut tidak berbeda nyata. Katagori kandungan unsur hara C pada kedua jalur tersebut masih tetap sama yaitu pada kondisi sedang.

Bahan organik tanah mempunyai peranan besar dalam menentukan sifat tanah baik fisik, kimia maupun biologi tanah. Bahan organik penting dalam perbaikan sifat-sifat fisik tanah, terutama melalui peningkatan ukuran dan stabilitas agregat. Peningkatan ukuran dan stabilitas agregat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik tanah lainnya, antara lain peningkatan kapasitas retensi air dan jumlah air tersedia, peningkatan pori makro dan meso, peningkatan porositas total, peningkatan aerasi dan peningkatan permeabilitas serta infiltrasi.

Di dalam tanah, bahan organik akan mengalami dekomposisi dan mineralisasi yang hasilnya dapat berupa senyawa organik yang relatif resisten terhadap dekomposisi lanjutan (senyawa humat) dan sebagian akan dilepaskan sebagai unsur hara yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman. Dengan

demikian hasil akhir tersebut merupakan senyawa-senyawa yang dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sifat kimia tanah. Melihat demikian besarnya peranan tersebut maka penurunan kadar bahan organik tanah sangat penting untuk diperhatikan.

pH Tanah

Hasil analisa beda rata-rata kadar pH tanah menunjukan berbeda sangat nyata antara Jalur Antara dengan Jalur Tanam. Hasil analisa pH tanah pada Jalur Tanam telah terjadi penurunan pH tanah rata-rata sebesar 0,303 (6,14 %), di mana pada Jalur Antara pH tanah sebesar 4,933 dan menurun pada Jalur Tanam menjadi rata-rata sebesar 4,630 (Tabel 14).

Tabel 14. Perubahan beberapa sifat kimia tanah dalam penerapan sistem silvikultur TPTII

Sifat Kimia Tanah

Jalur Antara Jalur Tanam Perubahan Nilai Katagori Nilai Katagori Nilai %

pH 4,933** Masam 4,630 Masam 0,303 6,14

KTK 12,68 Rendah 10,85 Rendah 1,83 14,43

Kej Basa 42,8** Sedang 32,7 Rendah 10,1 23,60

Keterangan : ** dan * = masing-masing berbeda nyata pada tarap 99 % dan 95 %

Nilai pH tanah Jalur Antara lebih tinggi dibandingkan dengan Jalur Tanam. Hal ini terjadi akibat adanya kegiatan pembuatan Jalur Tanam dengan cara menebang pohon secara bersih (tebang jalur). Pembuatan Jalur Tanam telah menyebabkan tercucinya unsur hara dan menyebabkan hilangnya unsur hara pada tanah. Ketersediaan unsur hara pada Jalur Antara lebih baik dibandingkan Jalur Tanam. kondisi pH yang lebih mendekati netral akan menciptakan pertumbuhan akar dan tegakan yang lebih baik. Unsur hara tanah akan tersedia secara maksimal pada pH mendekati netral dengan nilai pH berkisar antara 6,5 – 7,0 (Killham, 1999). Kedua jalur pada penerapan sistem silvikultur TPTII mempunyai tanah dengan katagori pH masam. Penelitian ini mengindikasikan tidak adanya kegiatan pengapuran dan pengelolaan secara intensif pada Jalur Antara dan Jalur Tanam. Kondisi ini bertentangan dengan konsep TPTII yang mengedepankan intensifikasi dalam pengelolaan hutan. Penurunan nilai pH tanah akibat penerapan sistm silvikultur TPTII harus diminimalkan. Pemberian kapur

sebagai pupuk dasar dan pupuk yang bersifat basa dapat meningkatkan nilai pH tanah hutan. Kemasaman tanah merupakan pembatas kesuburan tanah yang dijumpai pada tanah-tanah hutan yang ada di indonesia. Sebagian besar tanah hutan mempunyai pH rendah memerlukan penanganan yang serius.

Nilai pH tanah Jalur Antara lebih tinggi dibandingkan dengan Jalur Tanam. Hal ini terjadi akibat adanya kegiatan pembuatan Jalur Tanam dengan cara menebang pohon secara bersih (tebang jalur). Pembuatan Jalur Tanam telah menyebabkan tercucinya unsur hara dan menyebabkan hilangnya unsur hara pada tanah. Ketersediaan unsur hara pada Jalur Antara lebih baik dibandingkan Jalur Tanam. kondisi pH yang lebih mendekati netral akan menciptakan pertumbuhan akar dan tegakan yang lebih baik. Unsur hara tanah akan tersedia secara maksimal pada pH mendekati netral dengan nilai pH berkisar antara 6,5 – 7,0 (Killham, 1999). Kedua jalur pada penerapan sistem silvikultur TPTII mempunyai tanah dengan katagori pH masam. Penelitian ini mengindikasikan tidak adanya kegiatan pengapuran dan pengelolaan secara intensif pada Jalur Antara dan Jalur Tanam. Kondisi ini bertentangan dengan konsep TPTII yang mengedepankan intensifikasi dalam pengelolaan hutan.

Dokumen terkait