• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Modernisasi

2.2. Perubahan Sosial

Perubahan sosial adalah setiap perubahan yang tak terulang dari system sosial sebagai satu kesatuan (Hawley, 1978: 787).

Sebagian besar para ilmuan memandang penting perubahan structural dalam hubungan, organisasi, dan ikatan antara unsure-unsur masyarakat :

 Perubahan sosial adalah modifikasi atau transformasi dalam organisasi masyarakat, dalam pola berpikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu (Macionis, 1987: 638).  Perubahan sosial adalah modifikasi atau transformasi dalam pengorganisasian

masyarakat (Persell, 1987: 586).

 Perubahan sosial mengacu pada variasi hubungan antar individu, kelompok, organisasi, kultur dan masyarakat pada waktu tertentu (Ritzer, et.al, 1987: 560).

 Perubahan sosial adalah perubahan pola perilaku, hubungan sosial, lembaga dan struktur sosial pada waktu tertentu (Farley, 1990:626).

Alasan dibalik lebih seringnya penekanan ditujukan pada perubahan struktural ketimbang tipe lain adalah karena perubahan struktural itu lebih mengarah kepada perubahan sistem sebagai keseluruhan ketimbang perubahan di dalam sistem sosial saja. Struktur sosial merupakan sejenis kerangka pembentukan masyarakat dan operasinya. Jika strukturnya berubah, maka semua unsure lain cenderung berubah pula.

Semua orang menyadari bahwa kita hidup dan bekerja dalam suatu lingkungan senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan yang mengakibatkan perubahan di dalam semua bidang secara tidak langsung maupun langsung. Seperti halnya pembangunan infrastruktur yang mengakibatkan perubahan dalam meningkatkan taraf hidup, mengubah sikap, nilai-nilai yang selama ini dianut oleh masyarakat. Nilai-nilai yang selam ini menjadi pedoman mulai mengalami benturan yang diakibatkan masuknya pengaruh nilai dari luar, hal ini sesuai dengan pendapat soerjono soekanto bahwa, setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan itu seperti pergeseran niulai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola perilaku, organisasi sosial, susunan lembaga kemasyarakatan, interaksi sosial serta perubahan jenis pekerjaan (okupasi).

Menurut Bruce A Chadwik (Sulistio, 1987:356) perubahan sosial terjadi dalam suatu masyarakat dapat menimbulkan dua dampak yakni positif (fungsional) dan negatif (disfungsional), dampak positif biasanya diterima oleh masyarakat dan dampak negative biasanya ditolak oleh masyarakat yang mengalaminya. Perubahan ini disebabkan oleh dua faktor yaitu sifat proyek dalam penelitian ini yaitu penanggung jawab pembangunan

proyek bandara kuala namu dan sifat daerah atau penduduk yang terkena dampak dalam penelitian ini yaitu masyarakat desa beringin.

Perubahan sosial terjadi pada semua lapisan masyarakat dan dalam setiap waktu serta mengalami proses perubahan yang berbeda sesuai dengan daerah serta penduduknya, terjadinya perubahan sosial merupakan gejala yang wajar dalam kehidupan manusia. Parson berpendapat bahwa tindakan merupakan persyaratan perubahan, perubahan merupakan sesuatu yang pastinya akan selalu berlangsung dalam suatu masyarakat. Adanya perubahan tidak dapat disangkal dan pentingnya perubahan tidak dapat dipandang sebelah mata, namun perubahan hanya dapat dipahami melalui pemahaman struktur terlebih dahulu. Perubahan sosial terjadi pada masyarakat terutama pada dekade terakhir dapat dikategorikan sebagai perubahan sosial yang disengaja (intended change) dan tidak disengaja (unitended change) .Perubahan sosial yang disengaja merupakan perubahan sosial yang bersumber dari luar masyarakat melalui agen of change (orang-orang yang terlibat dalam perubahan tersebut) maupun secara spontan dikombinasikan oleh pihak-pihak dari luar masyarakat (soerjono soekanto 1990 : 350).

Teoritisi mendefinisikan atau menganggap perubahan sosial masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Berkaitan dengan jumlah populasi dari suatu unit sosial seperti perubahan proporsi dalam golongan masyarakat.

2. Tingkat penilaian penduduk dalam jangka waktu tertuntu seperti perubahan dalam angka kriminalitas.

3. Struktur sosial dan pola-pola interaksi individu, seperti perubahan dalam hubungan antara penguasa dengan kesatuan sosial.

4. Pola-pola kebudayaan, seperti perubahan nilai-nilai.

Pada dasarnya perubahan sosial terjadi oleh karena anggota masyarakat tidak puas lagi terhadap kehidupan yang lama. Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat yang tergolong panatik terhadap kebudayaan yang lama tidaklah mudah dihilangkan.Tetapi dengan adanya kebudayaan yang baru maka akan terjadi benturan-benturan dengan kebudayaan yang biasanya dianut atau dilakukan oleh masyarakat tertentu, masyarakat perkotaan biasanya cendrung lebih terbuka terhadap kebudayaan-kebuyaan yang baru dibandingkan dengan masyarakat pedesaan.

Perubahan sosial juga berakibat pada pergeseran jenis pekerjaan yang diakibatkan oleh pengaruh masuknya kebudayaan baru sehingga masyarakat terdorong untuk berubah. Pada masyarakat desa beringin, pembangunan bandara kuala namu mengakibatkan terjadinya perubahan dalam segala sector salah satunya adalah jenis pekerjaan.

Smelser berpendapat bahwa, factor yang menentukan perubahan sosial telah dikenal sebagai satu atau beberapa perkara sebagai berikut :

1. Keadaan struktur yang berubah 2. Dorongan untuk berubah 3. Mobilisasi untuk berubah 4. Pelaksanaan control sosial

Sesuai dengan konsep pemikiran tentang perubahan sosial diatas maka peneliti ingin meneliti pengaruh pembangunan terhadap perubahan jenis pekerjaan pada desa beringin kecamatan deli serdang.

2.3. Okupasi

Dewasa ini perkembangan modernisasi sangat pesat, apalagi ditandai dengan perkembangan teknologi. Modernisasi yang mengubah cara hidup tradisional menjadi masyarakat kompleks dan modern menyebabkan banyaknya lahan pertanian berubah menjadi pabrik-pabrik dan pembangunan infrastruktur yang lebih mengutamakan teknologi mesin dibandingkan tenaga manusia. Hal ini juga menyebabkan banyaknya petani yang tidak lagi bertani serta tidak memiliki pekerjaan yang disebabkan mereka kehilangan lahan pertanian serta tidak memiliki skill yang cukup. Perubahan ini juga menyebabkan banyaknya jenis-jenis pekerjaan baru yang berkembang.

Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia selama ini juga tidak lepas dari pendekatan modernisasi. Asumsi modernisasi sebagai jalan satu-satunya dalam pembangunan menyebabkan beberapa permasalahan baru yang hingga kini menjadi masalah krusial Bangsa Indonesia. Penelitian tentang modernisasi di Indonesia yang dilakukan oleh Sajogyo (1982) dan Dove (1988). Kedua hasil penelitian mengupas dampak modernisasi di beberapa wilayah Indonesia. Hasil penelitian keduanya menunjukkan dampak negatif modernisasi di daerah pedesaan. Dove mengulas lebih jauh kegagalan modernisasi sebagai akibat benturan dua budaya yang berbeda dan adanya kecenderungan penghilangan kebudayaan lokal dengan nilai budaya baru. Budaya baru yang masuk bersama dengan modernisasi.

Dove dalam penelitiannya membagi dampak modernisasi menjadi empat aspek yaitu ideologi, ekonomi, ekologi dan hubungan sosial. Aspek ideologi sebagai kegagalan modernisasi mengambil contoh di daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Penelitian Dove menunjukkan bahwa modernisasi yang terjadi pada Suku Wana telah

mengakibatkan tergusurnya agama lokal yang telah mereka anut sejak lama dan digantikan oleh agama baru. Modernisasi seolah menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang mampu membelenggu kebebasan asasi manusia termasuk di dalamnya kebebasan beragama. Pengetahuan lokal masyarakat juga menjadi sebuah komoditas jajahan bagi modernisasi. Pengetahuan lokal yang sebelumnya dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat harus serta merta digantikan oleh pengetahuan baru yang dianggap lebih superior.

Sajogyo membahas proses modernisasi di Jawa yang menyebabkan perubahan budaya masyarakat. Masyarakat Jawa dengan tipe ekologi sawah selama ini dikenal dengan “budaya padi” menjadi “budaya tebu”. Perubahan budaya ini menyebabkan perubahan pola pembagian kerja pria dan wanita. Munsulnya konsep sewa lahan serta batas kepemilikan lahan minimal yang identik dengan kemiskinan menjadi berubah. Pola perkebunan tebu yang membutuhkan modal lebih besar dibandingkan padi menyebabkan petani menjadi tidak merdeka dalam mengusahakan lahannya. Pola hubungan antara petani dan pabrik gula cenderung lebih menggambarkan eksploitasi petani sehingga semakin memarjinalkan petani.

BAB III

Dokumen terkait