• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Struktur Hutang di Latvia

Dalam dokumen IMPLIKASI INTEGRASI LATVIA DENGAN UNI ER (Halaman 74-91)

BAB IV UNI EROPA DAN KRISIS EKONOMI LATVIA

Diagram 3. Perubahan Struktur Hutang di Latvia

Dari tabel di atas bisa kita lihat bagaimana sektor real estate (perumahan) menjadi sektor paling dominan yang mendapatkan loan (hutang) dari berbagai sumber pendanaan di Latvia pada tahun 2007. Jumlah tersebut naik sangat tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2003 yang mana sektor real estate masih memiliki proporsi yang cukup kecil di dalam structure of credit market di Latvia. Hal ini merupakan imbas dari adanya persepsi dari bank-bank di Latvia itu sendiri bahwa pasar perumahan masih menjadi sektor yang pertumbuhannya masih sedikit (rendah), sehingga bank-bank di Latvia mengeluarkan kebijakan untuk memberikan kredit yang murah untuk membiaya pembiayaan operasional di sektor real estate164.

Namun, indikator yang paling meyakinkan bagaimana kemudian negara Latvia dapat dikatakan mengalami krisis ekonomi yakni dengan melihat pada

163 Ibid. 164 Ibid. hlm 12. 0 10 20 30 40 50 60 Real Estate Financial Intermediation Transport and Storage Wholesale and Repair Manufacturing Agriculture, Hunting, and Forestry

31-Des-03 31-Des-07

59

tingkat penurunan GDP pada tahun 2008 dan 2009. GDP Latvia turun 18% pada tahun 2009, yang mana pada tahun sebelumnya hanya turun sebesar 1,9%. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Baltik, tingkat penurunan GDP Latvia adalah salah satu yang paling dalam, bahkan di Eropa165. Berikut adalah indikator-indikator makroekonomi di Latvia saat terjadinya krisis di tahun 2008:

Tabel 5 : Indikator Ekonomi di Latvia166

Indikator Makroekonomi 2007 2008 2009 Inflation Rate 14,1% 15,4% 2,5% Unemployment Rate 5,4% 9,9% 16,7% Industrial Production 0,5% -6,7% -18,5% Exports, in Million € 5727 6202 2327 Imports, in Million € 10986 10534 3241

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa negara Latvia mengalami krisis ekonomi beberapa tahun pasca bergabung dengan Uni Eropa. Hal tersebut bisa dilihat dari berbagai indikator makro ekonomi seperti penurunan tingkat GDP, peningkatan tingkat inflasi, penurunan tingkat ekspor, dan sebagainya. Krisis yang terjadi tersebut tidak terlepas dari adanya perubahan struktur perekonomian di Latvia akibat adanya penyesuaian- penyesuaian di internal Latvia agar bisa sesuai dengan kerangka peraturan Uni Eropa.

165

Yoji Koyama. loc.cit. hlm 91.

166

60 BAB 5

TRANSFER OF POWER KEPADA UNI EROPA

SEBAGAI PENYEBAB TERJADINYA KRISIS EKONOMI DI LATVIA

Pada bab ini penulis akan membahas bagaimana integrasi dengan Uni Eropa memberikan perubahan secara sturktural pada sistem perekonomian Latvia. Perubahan tersebut sebagai implikasi dari adanya exclusive competence yang dimiliki Uni Eropa sehingga negara Latvia terkena krisis ekonomi pada tahun 2008 yang lalu. Pertama-tama, penulis akan berusaha menjelaskan exclusive competence Uni Eropa dalam bidang ekonomi berdasarkan isi dari artikel TFEU. Selanjutnya akan bisa terlihat bagaimana isi dalam artikel-artikel tersebut membe- rikan dampak terhadap perekonomian domestik negara Latvia.

5.1 Implikasi Exclusive Competence Uni Eropa terhadap Negara Anggota Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa pembagian wewenang antara Uni Eropa dengan negara-negara anggotanya, membuat Uni Eropa memiliki exclusive competence dimana Uni Eropa berhak untuk membuat dan menjalankan seperangkat aturan yang berada dalam teritori kewenangannya. Exclusive competence yang dimiliki oleh Uni Eropa yakni pengaturan dalam: custom union, pengaturan terkait kompetisi dalam internal market, monetary policy bagi negara anggota yang telah mengadopsi mata uang Euro, common fisheries policy, serta common commercial policy. Dengan demikian, negara anggota Uni Eropa tidak

61

memiliki wewenang untuk mengatur sektor-sektor yang disebutkan di atas, di internal negaranya.

Pengaturan terkait custom union terdapat dalam artikel 30 TFEU hingga artikel 32 TFEU. Secara umum, artikel-artikel yang mengatur tentang exclusive competence Uni Eropa dalam custom union berisi tentang penerapan tarif dagang oleh the Council yang berlaku bagi semua negara anggota. Pengaturan terkait kompetisi dalam internal market terdapat dalam artikel 34 TFEU hingga artikel 37 TFEU, serta artikel 101 TFEU hingga artikel 118 TFEU. Secara umum, artikel-artikel yang mengatur tentang kompetisi dalam internal market berisi tentang serta pelarangan adanya hambatan dagang secara kuantitatif di seluruh negara anggota serta pelarangan adanya segala jenis peraturan di level domestik negara anggota yang dapat memberatkan sesama negara anggota di dalam melakukan perdagangan. Pengaturan terkait custom union dan kompetisi di internal market tersebut diturunkan kedalam indikator trade movement.

Pengaturan terkait monetary policy bagi negara anggota yang telah mengadopsi mata uang Euro terdapat dalam artikel 127 TFEU hingga artikel 144 TFEU. Secara umum, artikel-artikel yang mengatur tentang monetary policy tersebut berisi tentang fungsi dan area tugas dari European Central Bank, mekanisme pengukuran monetary policy, mekanisme monitoring negara anggota, mekanisme nilai tukar mata uang Euro, serta mekanisme pencegahan dan penanggulangan krisis neraca pembayaran. Pengaturan di atas diturunkan untuk menjawab indikator kebijakan moneter.

62

Pengaturan common commercial policy terdapat dalam artikel 206 dan 207 TFEU. Secara umum, artikel-artikel tersebut berisi tentang adanya penghapusan hambatan dalam perdagangan internasional dan kemudahan dalam penanaman FDI. Dalam treaty yang terbaru, yakni Treaty of Lisbon, pengaturan terkait common commercial policy secara khusus dipindah kedalam chapter tentang FDI, yang termasuk ke dalam artikel 63 TFEU hingga artikel 66 TFEU. Pengaturan terkait common commercial policy diturunkan untuk menjawab indikator capital movement.

5.2 Transfer of Power dalam Kebijakan Ekonomi dari Pemerintah Latvia

kepada Uni Eropa

Secara tradisional, suatu negara seharusnya memiliki supremasi otoritas dan kontrol terhadap wilayah yang dimilikinya167. Salah satunya yakni kewenangan untuk mengatur segala sesuatu yang dapat keluar ataupun masuk teritori negaranya. Selain itu, pemerintah suatu negara harus memiliki otoritas di dalam menentukan arah kebijakan domestik negaranya sesuai dengan kepentingan nasional yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur setiap kebijakan yang terkait, terutama kebijakan ekonomi. Pemerintahan di suatu negara secara tradisional memiliki otoritas untuk mengatur sektor perdagangan, investasi, menetapkan anggaran belanja negara, dan kebijakan-kebijakan lainnya yang bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan warganya.

167

63

Namun pada saat ini, di tengah sistem internasional yang kian dinamis, banyak negara-negara yang ikut tergabung dalam berbagai organisasi di tingkat regional dan internasional. Bergabung dengan suatu organisasi regional maupun internasional, memberikan kesempatan kepada suatu negara untuk memaksimal- kan potensi yang dimilikinya. Meskipun tetap akan ada konsekuensi yang harus diterima dari keanggotannya di organisasi regional ataupun organisasi internasional tersebut.

Salah satu konsekuensi yang harus diterima yakni hilangnya sejumlah kewenangan dari negara anggota karena organisasi regional ataupun internasional yang diikutinya tersebut memiliki otoritas yang lebih tinggi. Hilangnya kewenangan tersebut sebagai konsekuensi dari adanya mekanisme transfer of power dari negara anggota kepada organisasi yang diikutinya tersebut. Besaran kewenangan yang kemudian harus diserahkan tergantung sesuai kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua belah pihak tersebut.

Dalam kasus keanggotaan Latvia di Uni Eropa, maka negara Latvia harus kehilangan kewenangan yang dimilikinya sebagai konsekuensi dari adanya transfer of power kepada Uni Eropa. Dengan bergabungnya negara Latvia ke Uni Eropa, maka secara sadar negara Latvia telah mengakui adanya kewenangan Uni Eropa yang lebih tinggi sehingga Uni Eropa berhak untuk mengatur seluruh negara anggotanya, termasuk negara Latvia, sesuai dengan exclusive competence yang dimiliki oleh Uni Eropa. Sesuai dengan pembahasan pada bab sebelumnya, bahwa Uni Eropa memiliki kewenangan untuk membuat seperangkat kebijakan

64

untuk diikuti oleh seluruh negara anggotanya sesuai dengan exclusive competence yang dimilikinya, yang mana hanya pada bidang-bidang yang sangat spesifik.

Dalam hal pengaturan kebijakan fiskal, sebagai bagian dari Uni Eropa, negara Latvia berkewajiban untuk mengikuti Maastricht criteria yang di antaranya berisi peraturan mengenai kebijakan fiskal, sesuai dengan isi artikel 126 TFEU168: (1) bahwa setiap negara anggota tidak boleh memiliki defisit anggaran belanja melebihi 3% dari GDP; (2) serta setiap negara anggota tidak boleh memiliki rasio hutang pemerintah melebihi 60% dari GDP169. Uni Eropa tidak memiliki exclusive competence untuk mengatur kebijakan fiskal negara anggota karena pengaturan terkait kebijakan fiskal tetap menjadi hak prerogatif bagi negara anggota170. Namun, Uni Eropa tetap membuat batasan maksimal terkait toleransi defisit anggaran belanja serta rasio hutang pemerintah terhadap GDP. Hal tersebut untuk menjamin stabilitas perekonomian domestik di masing-masing negara anggota serta stabilitas perekonomian kawasan Eropa secara umum.

Dalam pengaturan terkait kebijakan moneter, negara Latvia belum dikenakan exclusive competence Uni Eropa karena negara Latvia belum mengadopsi mata uang Euro. Sesuai dengan exclusive competence yang telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa exclusive competence Uni Eropa pada

168

Official Journal of the European Union. Consolidated Version of the Treaty on the Functioning of the European Union. 2010. hlm 99-100. Diakses dari http://eur-

lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:C:2010:083:0047:0200:en:PDF pada 29 November 2012 pukul 12:14 WIB.

169

Dirk-Jan Kraan, et all. Budgeting in Latvia (OECD Journal on Budgeting Volume 2009/3) hlm 194. Diakses dari http://www.oecd.org/countries/latvia/46501679.pdf

pada 21 November 2012 pukul 09:06 WIB.

170

Lars Calmfors. Fiscal Policy Coordination in Europe. European Parliament: Directorate General for Internal Policies. September 2010. Hlm 1. Diakses dari http://www.europarl.europa.eu/ activities/committees/studies.do?language=EN pada 17 Januari 2013 pukul 12:02 WIB.

65

kebijakan moneter hanya berlaku pada negara anggota yang telah melakukan adopsi mata uang tunggal Euro. Namun, karena Latvia memiliki keinginan untuk mengadopsi mata uang Euro (bergabung dalam European Monetary Union), maka negara Latvia tetap harus memenuhi persyaratan sesuai dengan artikel 140 TFEU171 : negara Latvia harus ikut bergabung dalam Exchange Rate Mechanism (ERM) dimana mata uang domestik Latvia, dalam hal ini the Latvian lats, harus dikonversikan (pegged) dengan mata uang Euro dengan tingkat fluktuasi tidak melebihi 15% selama periode waktu 2 tahun172. Sejalan dengan ERM, Bank Sentral negara Latvia, Bank of Latvia, juga telah menjalankan setiap kegiatan operasional perbankan nya berdasarkan standar prosedur aktivitas Bank Sentral Eropa (European Central Bank). Hal tersebut bertujuan untuk melakukan adaptasi lingkungan finansial dan perbankan di negara Latvia sebelum melakukan adopsi mata uang Euro pada tahun 2014 mendatang. Dengan kata lain, negara Latvia secara sukarela telah setuju untuk dikenakan exclusive competence dalam pengaturan kebijakan moneter karena Latvia telah setuju untuk ikut bergabung dalam ERM II serta secara sukarela telah mendasarkan kegiatan Bank Sentral negaranya pada standar prosedural kegiatan Bank Sentral Eropa.

Secara tradisional, kewenangan negara di sektor kebijakan fiskal dan moneter merupakan salah satu kewenangan yang paling penting yang harus dimiliki oleh suatu negara, karena melalui kewenangan di kedua sektor tersebut,

171

Official Journal of the European Union. Consolidated Version of the Treaty on the Functioning of the European Union. 2010. Hlm 108-109. Diakses dari http://eur-lex.europa.eu/LexUriServ/ LexUriServ.do?uri=OJ:C:2010:083:0047:0200:en:PDF pada 29 November 2012 pukul 12:14 WIB.

172

Anonymous. Exchange Rate Policy. Website of Bank of Latvia.

Diakses dari http://www.bank.lv /en/monetary-policy/exchange-rate-policy pada 21 November 2012 pukul 09:07 WIB.

66

pemerintah suatu negara dapat menetapkan arah pembangunan ekonomi serta usaha-usaha untuk mengurangi dampak negatif dari pembangunan tersebut. Dengan hilangnya kewenangan di kedua sektor tersebut, dapat memberikan implikasi pada hilangnya kekuasaan untuk memprediksi arah pembangunan ekonomi negara tersebut.

Dalam pengaturan terkait trade movement, negara anggota diharuskan untuk menghilangkan berbagai custom duties dalam hal ekspor dan impor serta pengenaan biaya (charges). Selain itu, the Council of the European Union berkewenangan untuk menentukan common customs tariff. Dalam hal kegiatan ekspor-impor, negara anggota juga dilarang untuk mengenakan hambatan dagang yang bersifat kuantitatif di sesama negara anggota. Hal tersebut termasuk pelarangan dalam pembatasan jumlah impor, ekspor, distribusi barang, pembatasan pembuatan kebijakan publik terkait trans-border movement.

Namun, dalam artikel 36 TFEU disebutkan bahwa implementasi terhadap penghilangan berbagai hambatan dalam perdagangan, tidak membuat dihilangkannya hambatan ekspor dan impor bilamana diharuskan adanya perlindungan terhadap kesehatan dan perlindungan manusia, hewan, dan tanaman, perlindungan terhadap warisan budaya nasional, perlindungan terhadap nilai bersejarah dan peninggalan arkeologis, perlindungan terhadap properti industri dan keuangan.

Bergabungnya Latvia dengan Uni Eropa, membuat negara Latvia tidak lagi bisa untuk memberlakukan berbagai hambatan-hambatan dalam kegiatan perdagangannya. Dengan berpegang pada Single Europen Act serta pilar pertama

67

Uni Eropa, negara Latvia diharuskan untuk ikut melandaskan kegiatan perdagangannya kedalam mekanisme perdagangan dengan kompetisi sempurna. Dalam artian, negara Latvia tidak lagi bisa melakukan perdagangan dengan memasukkan unsur-unsur politis di dalamnya, seperti memberlakukan kuota impor, politik dumping, dan lain-lain. Sehingga persaingan yang terjadi di antara sesama negara anggota berlangsung secara fair.

Dalam hal labour movement, atau secara umum terkait dengan perpindahan orang/individu, telah dihapuskannya berbagai diskriminasi yang berbasis kewarganegaraan di seluruh negara Uni Eropa, secara spesifik di antara sesama angkatan kerja. Selain itu, pembedaan dalam hal kebijakan publik yang terkait dengan keamanan publik serta kesehatan publik harus dihapuskan di seluruh negara anggota, karena telah dijunjungnya persamaan hak di seluruh teritorial negara anggota Uni Eropa. Dalam artikel 46 disebutkan bahwa the Parliament bersama dengan the Council of the European Union secara langsung membuat regulasi terkait kebijakan untuk menghilangkan semua hambatan- hambatan yang bersifat prosedural serta legislasi di seluruh negara anggota, demi terciptanya kebebasan untuk melakukan perpindahan bagi seluruh pekerja (freedom of movement for workers).

Dengan hilangnya batas-batas negara di semua negara anggota Uni Eropa, maka perpindahan penduduk, khususnya tenaga kerja, menjadi suatu hal yang tidak lagi bisa dihindarkan. Padahal secara tradisional suatu negara seharusnya memiliki kewenangan untuk melakukan pembatasan terhadap perpindahan tenaga kerja tersebut. Pembatasan tersebut bukan hanya berupa penetapan seberapa besar

68

penduduk yang diperbolehkan melakukan emigrasi, namun juga melalui pengetatan aturan mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan emigrasi.

Dan pengaturan mengenai capital movement, yang diatur dalam artikel 63 TFEU sampai dengan artikel 66, bahwa terdapat larangan bagi semua bentuk hambatan dalam capital movement di antara sesama negara anggota serta di antara negara anggota dengan negara-negara dunia ketiga. Selain itu dalam artikel 206 TFEU secara eksplisit tertuang bahwa semua negara anggota secara berkelanjutan harus menghilangkan berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan internasional dan dalam penanaman FDI, serta dengan menurunkan tarif dan hambatan-hambatan lainnya. Dengan demikian, berbagai peraturan terkait pembatasan dan pembuatan aturan yang dapat mencegah, menghalangi, dan membatasan masuknya FDI, investasi dan pergerak modal di sesama anggota Uni Eropa harus dihapuskan.

5.2.1 Peran Pemerintah Latvia untuk Mengadopsi Kebijakan Makroeko- nomi yang dapat Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Pada periode tahun 2004 – 2008, pemerintah Latvia menerapkan kebijakan pro-cyclical fiscal policy173. Seperti kebanyakan negara berkembang lainnya di dunia, pemerintah Latvia meningkatkan pengeluaran belanja di saat terjadi boom period. Pengeluaran belanja pemerintah tumbuh rata-rata 20% per tahun selama

173

69

periode 2006 hingga 2008174. Hal tersebut membuat terjadinya budget deficit dan kemudian diperparah dengan adanya penurunan tingkat pendapatan dari semua sektor pajak175. Budget deficit pemerintah Latvia telah mencapai angka 22,5% dari GDP pada tahun 2006 dan 2007176. Dengan kata lain, defisit belanja pemerintah Latvia telah melanggar Maastricht criteria yang telah menetapkan batas maksimal defisit yang mencapai 3% per tahun.

Dengan semakin tergerusnya pendapatan GDP negara Latvia akibat pengadopsian kebijakan budget deficit, maka salah satu konsekuensi yang harus diterima yakni meningkatnya tingkat hutang luar negeri pemerintah Latvia karena harus menutupi peningkatan anggaran belanja negara yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan tingkat GDP setiap tahunnya. Tingkat rasio hutang luar negeri pemerintah Latvia yakni 25,4% dari GDP, dan kemudian terus meningkat hingga mencapai rasio 57,6% dari GDP pada tahun 2008177.

Kebijakan yang diambil oleh pemerintah Latvia pada dasarnya bukan merupakan kebijakan yang dianggap bertentangan dengan exclusive competence yang dimiliki oleh Uni Eropa karena pada kenyataannya pengaturan terkait kebijakan fiskal pada dasarnya tetap menjadi hak prerogatif seluruh negara anggota Uni Eropa karena kewenangan tersebut tidak terdapat dalam exclusive competence yang dimiliki Uni Eropa178. Negara anggota Uni Eropa bebas untuk merencanakan dan menjalankan kebijakan fiskalnya masing-masing, meskipun

174

Inna Dovladbekova. loc.cit. hlm 1.

175

Ibid.

176

Igors Kasjanovs and Anna Kasjanova. loc.cit. hlm 109

177

Kinga Dudzinska. Latvia: The Economic Crisis and (Im)possible Changes?. Polish Institute of International Affairs. hlm 89. Diakses dari

http://www.lfpr.lt/uploads/File/2011-26/Dudzinska.pdf pada 8 April 2012 pukul 11:48 WIB.

178

70

Uni Eropa tetap memberikan batasan-batasan sehingga tetap terjaganya stabilitas harga di internal Uni Eropa. Namun, dibuatnya Maastricht Criteria dan juga the Stability Growth Pact bertujuan untuk menghindari penggunaan pos anggaran belanja pemerintah secara berlebihan serta untuk mendorong pengaplikasian kebijakan countercyclical fiscal policy di negara-negara anggota Uni Eropa179.

Penerapan pro-cyclical fiscal policy di negara Latvia berdampak pada defisit belanja pemerintah Latvia yang telah melebihi Maastricht Criteria pada periode tahun 2008. Dengan kondisi demikian sudah seharusnya negara Latvia mendapatkan peringatan serta rekomendasi saran kebijakan dari the Commission dan the Council sesuai dengan artikel 103 TFEU. Namun pada kenyataannya, penulis tidak menemukan laporan berita yang menyebutkan negara Latvia mendapatkan peringatan tersebut. Hal tersebut dikarenakan tingkat rasio hutang luar negeri pemerintah Latvia masih berada di bawah ketentuan yang terdapat dalam Maastricht Criteria. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, baik the Commission maupun the Council, belum merasa perlu untuk memberikan peringatan dan rekomendasi saran kebijakan kepada Latvia terkait defisit belanja pemerintah Latvia yang telah melebihi batasan yang telah ditetapkan dalam Maastricht Criteria.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam sektor kebijakan fiskal, negara anggota Uni Eropa, secara khusus negara Latvia, tetap memiliki kewenangan penuh untuk melakukan pengaturan di sektor tersebut. Terdapat term

179

Jordi Gali and Roberto Perotti. Fiscal Policy and Monetary Integration in Europe. NBER Wor- king Paper Series, Working Paper 9773. (Cambridge, Massachusetts: National Bureu of Econo- mic Research. 2003) hlm 1. Diakses dari http://www.nber.org/papers/w9773

71

yang menjadi landasan bagi institusi Uni Eropa di dalam mengatur sektor fiskal dan moneter, khususnya yang telah menjadi anggota EMU, yakni one monetary policy and many fiscal policies180. Dengan dipegangnya term ECB di atas, maka setiap negara anggota Uni Eropa harus tetap melandaskan setiap kebijakan fiskal yang dijalankannya atas dasar common concern, namun tetap memiliki keleluasaan tersendiri untuk menentukan kebijakan fiskal seperti apakah yang cocok untuk dipergunakan di domestik negaranya masing-masing.

Selain itu, meskipun Uni Eropa telah memiliki regulasi yang mengatur tentang pemberian sanksi bagi negara anggota yang melanggar ketentuan dalam Maastricht Criteria, namun pada kenyataannya kewenangan tersebut tidak dijalankan dengan sebagaimana mestinya, bahkan untuk negara Latvia sekalipun. Menjadi sebuah kewajaran ketika regulasi pemberian sanksi tersebut tidak diberlakukan pada negara anggota yang tergolong sebagai negara super power, seperti negara Jerman, Inggris, dan Perancis. Namun menjadi sebuah pertanyaan besar ketika regulasi pemberian sanksi tersebut tidak dijalankan sekalipun negara yang melanggar Maastricht Criteria tersebut merupakan negara yang memiliki low power.

Pengaturan kebijakan fiskal yang tetap berada pada level negara (tingkat domestik), memberikan kekuasaan penuh bagi pemerintah Latvia untuk menentukan arah kebijakan ekonomi domestiknya sendiri, dengan tetap memperhatikan berbagai implikasi yang mungkin muncul terhadap sesama negara anggota Uni Eropa. Melalui kewenangan dalam sektor fiskal, pemerintah Latvia

180

European Central Bank. The Monetary Policy of the ECB. (Executive Board of the ECB: Frankfurt am Main. 2011) hlm 15. Diakses dari http://www.ecb.int/pub/pdf/other/ monetarypolicy2011en.pdf pada 8 Januari 2013 pukul 23:25 WIB.

72

bisa memaksimalkan pendapatan dari sektor pajak dan pendapatan dalam negerinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor potensial dan mengalokasikan anggaran dana yang lebih besar pada pos-pos belanja yang dapat mendukung terciptanya kehidupan sosial-ekonomi yang lebih baik di negara Latvia.

Meskipun Latvia telah menjadi anggota Uni Eropa, namun Latvia masih tetap mengadopsi mata uangnya sendiri yakni the Latvian lats. Saat ini Latvia telah bergabung dalam Exchange Rate Mechanism (ERM) Uni Eropa. Hal tersebut menjadi salah satu syarat bilamana negara anggota berkeinginan untuk mengadopsi mata uang Euro. Pemerintah Latvia menargetkan untuk bisa bergabung dalam Eurozone pada tahun 2014 mendatang, sehingga pemerintah Latvia saat ini telah melakukan berbagai akomodasi/penyesuaian terhadap fluktuasi harga di domestik negaranya181. Dalam exchange rate peg tersebut, 1 Euro dikonversikan setara dengan 0,702804 lats182.

Dengan adanya keinginan untuk mengadopsi mata uang Euro dalam beberapa tahun kedepan, maka negara Latvia harus memenuhi berbagai kriteria untuk dapat mengadopsi mata uang regional tersebut. Salah satu kriteria untuk dapat menjadi bagian dalam European Monetary Union (EMU) tersebut yakni

Dalam dokumen IMPLIKASI INTEGRASI LATVIA DENGAN UNI ER (Halaman 74-91)

Dokumen terkait