• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan yang terjadi pada perkembangan Kesadaran Diri (Self- (Self-Awareness) anak dengan hambatan emosi setelah adanya penerapan

KESIMPULAN DAN SARAN

3. Perubahan yang terjadi pada perkembangan Kesadaran Diri (Self- (Self-Awareness) anak dengan hambatan emosi setelah adanya penerapan

musik terapeutik pasif Attention Through Music (ATM)?

Perubahan pada kesadaran diri FJ cukup besar. Ia jarang mengucapkan kata-kata kotor, mulai banyak senyum. Ia pun mulai kembali percaya diri mengikuti klub bola yang diadakan oleh pihak keraton Yogyakarta. FJ terlihat mulai mau bersosialisasi dengan teman-teman sebaya maupun guru-guru. Ia pun sudah mulai senang berkelakar, bercerita humor, bahkan dengan para mahasiswa/i universitas di Yogya yang sedang mengadakan observasi di SLB E tersebut. FJ juga kerap kali meminta untuk bisa menjadi pemimpin upacara di setiap upacara ataupun apel bendera sebelum kelas dimulai.

Hal yang sama terjadi pada diri GB. Ia kini terkenal dengan sosok anak yang pandai dan ramai bercerita (ini berdasarkan informasi dari para guru dan mahasiswa/i yang sedang melakukan observasi di SLB E tersebut). Bahkan saat sang kakak, AJ mengerjainya, ia bisa menangkis semua perkataan dan tindakan ‘jahil’ dari FJ dengan spontan. GB pun terlihat lebih ceria dan optimis dalam menghadap hidup. Menurut Nenek GB, ia dua bulan belakangan ini sering berkata ingin menjadi orang sukses; ingin menjadi pengusaha sukses yang mempunyai rumah sendiri, jadi tidak perlu mengontrak. Menurut sang nenek, GB pun juga terlihat bertanggung jawab untuk semua yang GB janji akan lakukan. Awal bulan Mei, stang sepeda GB dirusak oleh temannya. Dengan penuh percaya diri, GB meminta pertanggungjawaban ke ayah dari temannya tersebut untuk memperbaiki stang sepeda tersebut. Nenek GB berkata hal tersebut, sebelumnya tidak pernah GB lakukan, karena ia dulu cenderung pemalu dan tidak berani melakukan suatu hal yang sedikit berani.

Setelah mengalami serangkaian proses penelitian dan pengolahan data, sebuah hipotesa ‘When That Music Starts To Play, Bad Moods Go and Good Moods Stay. No matter what kind of music you listen to, it makes your mood better’ (Stratton, dalam DeNoon (2003) dapat dibuktikan bahwa pemberian musik teraputik pasif yang disesuaikan dengan musik kesukaan anak dapat menaikkan mood anak dengan hambatan emosi, sehingga anak akan merasa senang dan nyaman dalam melakukan proses pembelajaran dalam bentuk apapun.

4. Saran

Atas dasar hasil penelitian ini, maka penulis memberikan saran- saran sebagai berikut :

1. Bagi para pendidik

Musik terapeutik Attention Through Music (ATM) merupakan suatu alternatif untuk mengatasi anak dengan hambatan emosi. Musik terapeutik ini dapat dijadikan sebagai media pembuka jarak antara anak dengan hambatan emosi dan pendidik. Anak tersebut akan merasa nyaman dan rileks setelah mendengarkan musik teraputik ATM ini. Begitu mrasa rileks dan nyaman, anak dengan hambatan emosi akan mengikuti semua hal dan kegiatan pembelajaran dengan sukarela.

Penerapan musik terapeutik pasif ini sangat mudah dan murah dilakukan kapanpun itu. Hanya membutuhkan sebuah perangkat tape recorder yang tidak terlalu mahal, atau bisa juga dengan menggunakan laptop, sudah langsung dapat digunakan. Anak didik pun dapat melakukan aktivitas lain secara bersamaan. Hanya ada beberapa hal yang perlu dijadikan perhatian, bahwa pemilihan musik tersebut harus disesuaikan dengan kesukaan anak didik. Tahapan stimulasi Auditori haruslah terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui kemampuan auditori anak didik dan musik-musik/suara-suara seperti yang mereka sukai.

2. Bagi para orang tua

Jenis musik yang digunakan di dalam musik tereputik Attention Through Music (ATM) adalah musik yang disukai oleh anak. Gan Musik tersebut bisa berupa suara ibu tapi yang diucapkan dengan nada mengalun. Misal, memanggil nama panggilan anak. “Andiiiiiiii, kemariiii sayaang.” Sederhana, tapi anak tersebut akan merasa nyaman dan tenang.

Penerapan musik ATM ini akan lebih baik bila diputar dan diterapkan sebelum anak dengan hambatan emosi tersebut tidur, sebagai pengantar tidur. Musik, terutama yang disukai oleh anak akan merubah gelombang listrik otak anak ke gelombang Alpha kemudian segera ke gelombang tetra. Bila otak anak bisa segera masuk ke kedua wilayah gelombang tersebut, saat bangun dari tidur, anak akan mengalami rasa nyaman dan tenang. Bila hal ini terus diterapkan, hambatan emosi anak tersebut akan perlahan berkurang.

:

Otak.Yogyakarta: Laksana.

Anna,L.K.(2012). WHO: 450 juta orang Menderita Gangguan Jiwa. (Online) Tersedia:http://www.Kompas.com/2012 (5 Februari 2013).

Ansyari, R.A. (2010). Ringkasan Sejarah Musik. Jakarta: Yayasan Pendidikan Musik (YPM) Apriany, D. (2010). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Mual Muntah Lambat Akibat Kemoterapi

pada Anak Usia Sekolah yang Menderita Kanker di RS Hasan Sadikin Bandung. Tesis pada Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhukusan Keperawatan Anak , Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Ardi. (2010). Pengertian Kesadaran Diri. (Online). Tersedia pada

http://www.psychologymania.com/2013/05.html. (5 Februari 2013).

Axline, V.M. (1993). In Search of Dibs-Penjara Pikiran Dibs. USA: Ballantine Books. Axline, V.M. (1993). Play Theraphy. USA: Ballantine Books.

Campbell, D. (2001). Efek Mozart bagi Anak-anak- Meningkatkan Daya Pikir Kesehatan dan Kreativitas Anak Melalui Musik . Jakarta: PT Gramedia Putaka Utama.

Chalmers, R. & O’Donoghue, T. (2001). Inclusivity, the Disabled Child and Teacher Strategies:

The Development of a Theory. Australia: Chalkface Press.

DeNoon, D.J. (2003). Music Improve Mood. (Online). Tersedia: http://www.WebMD.inc /22 Oktober 2003 (18 Maret 2013).

Dirjen PLB. (2006). Tersedia: http://www.ditplb.or.id (18 Maret 2013).

Dixon-Krauss, L. (1996).Vigotsky In The Classroom-Mediated literacy Instruction and Assesment . USA: Longman Ltd.

Djohan.(2007). Matinya Efek Mozart. Yogyakarta: Galangpress.

Djohan.(2011). Perilaku Musikal dan Kepribadian Kreatif. Yogyakarta: Jurusan Musik Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia.

Djohan. (2006). Terapi Musik. Yogyakarta: Galangpress.

Edward, S. (2013). Membuat Produk Menjadi Menarik di mata Konsumen. (Online) Tersedia pada: http://SamuelEdward.blogdetik.com. (10 Juni 2013).

Ellison, S. & Gray, J. (2001). 365 Days Of Creative Play-for Children 2 years and up . India: Scholastic India.

Endarmoko, E. (2007). Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Friend, M. (2005). Special Education Contemporary Perspectives for Schools Proffesionals .

United States: Pearson.

Goleman, D. (2006). Emotional Intelligence: Working with Emotional Inteligence. NY: Bantam Books.

Goleman, D. (1997). Emotional Intelligence Why It Can Matter More Than IQ. NY: Bantam Books.

Goleman, D. (2011). The Brain and Emotional Intelligence. US: More Than Sound

Hallahan, D.P. & Kouffman, J.M. (1988). Exceptional Children: Introduction To Special Education. 4th ed . New Jersey: Prentice Hall.

Hastomi, I. & Sumaryati, E. (2012). Hambatan Emosi dan Prilaku serta Layanan Bimbingannya. Makalah Untuk Mata Kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus (BABK). Pada FKIP, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadyah Cirebon. Hopkins, B. 2005. The Cambridge Encyclopedia of Child Development. New York. Cambridge

University Press.

Hewett & Frank, D. (1968). The Emotionally Disturbed Children In The Classroom .USA: Ellyn and Bacon, Inc.

Ibrahim, N. & Aldy, R. (1996). Etiologi dan Terapi Anak Tuna Laras . Jakarta: Depdiknas Dikti.

Irawaty, J. (2012). Jenis-Jenis Terapi Musik . (Online). Tersedia pada http://Deherba.com. (15 Februari 2013).

Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kurniawan, T. (2012). Pembunuh Alawy Ternyata Anak Broken Home .(Online). Tersedia pada

http://www.okezone.com/ 2012. (5 Februari 2013).

Krulik, N. (2000). Raise Your Child’s Self-Esteem . India: Scholastic India

Lieberman, H. (2005). Introduction To Operation Research. New York:Mc.Graw-Hill.

Macintyre, C. (2002). Play for Children with Special Needs-Including Children aged 3-8. London: David Fulton Publishers.

Mahabbati, A. (2006). Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan Prilaku di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Khusus Vol. 2 no.2, November 2006.

McCoy, M.L. & Keen, S.M. (2009). Child Abuse and Neglect. NY: Psychology Press. McMahon, L. (2005). The Handbook of Play Therapy . New York: Routledge.

Meimulyani, Y. (2009). Meningkatkan Ketrampilan Komunikasi Melalui Picture Exchange Communication System (PECS) secara Verbal. Tesis pada Program SPS-PKKH Upi Bandung.

M.Ghani. 1978, Komunikasi dalam Praktek. Jakarta: Departemen Penerangan.

More, I. (2012). Polisi Kantongi Nama Pelaku Tawuran. (Online). Tersedia pada

http://www.kompas.com/2012 (5 Februari 2013).

Morrison, H.& Goldberg, H. (2004). Dibalik Pikiran Para Pembunuh Berantai: Mengungkapkan Alasan Mereka Kecanduan Membunuh. US: Harper Collins Publisher Inc.

Nuraeni. (2010). Gangguan Emosi dan Prilaku . Makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Orthopedagogik Tunalaras II, UPI, Bandung.

Olivia, K. & Ariani, L. (2006). Mnstimulasi Otak Anak dengan Stimulasi Auditori . Jakarta: Kompas Gramedia.

Ombenk. (2010). Musik Terbukti Meningkatkan Mood. (Online). Tersedia pada

http://ombenk.wordpress.com/2010/02/24.html. (5 Februari 2013).

Persada, B.A. (2013). Anak-anak Angin . Bandung: Mizan media Utama.

Pfeiffer, S.I. (Eds) (2008). Handbook Of Giftedness in Children-Psycho Educational Theory, Research, and best Practices. USA: Springer.

Prier, K.E. (1993). Sejarah Musik Jilid 1 . Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

Prier, K.E. (1993). Sejarah Musik Jilid 2 . Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

Pratiwi. (2008). Pengertian Terapi Musik. (Online). Tersedia pada

http://www.psychologymania.com/2013. html. ( 5 februari 2013)

Pulukadang, W.T. (2011). Silabi Anak Tuna Laras. Yogyakarta: Staf Pengajar UNY Yogyakarta.

Richman, S. (2007). Music Theraphy and Pain in Patients with Cancer. CA: Cinahi Information Systems.

Salkind, N.J. 2002. Child Development. New York. Macmillan Reference USA..

Santrock, J.W (2007). Perkembangan Anak . Jakarta: Erlangga.

Sheppard, P. (2005). Music Makes Your Child Smarter. How Music Helps Every Child’s Development . Jakarta: PT Gramedia Jakarta.

Sosiawan, E.A. (2009). Pengertian Psikolog bisa dilihat pada http://www.edwias.com. Soeroso, A. (2006). Sosiologi 1 SMA kelas X. Jakarta: Yudistira.

Sumekar, I. (2007). Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Kemampuan Berbahasa pada Anak Autis di Pusat Terapi Terpadu A plus, jl. Imam Bonjol, Batu, Malang . Skripsi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.

Sunanto, J., Takeuchi, K. & Nakata, H. (2005). Pengantar Penelitian Dengan Subyek Tunggal. Jepang: Criced University of Tsukuba.

Sunardi. (1996). Ortopedagogik Anak Tuna laras I . Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Depdiknas Dikti.

Suwardani, E. (2010). Karateristik Anak Tuna Laras. Makalah pada PLB-FIP UNY, Yogyakarta.

Syamsuddin, A, M. 2007. Psikologi Kependidikan-Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Thomas, G. & Feiler, A. (1988). Planning For Special Needs-A Whole school Approach . England: Basil Blackwell Ltd.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Webster, A. & McConell, C. (1987). Special Needs in Ordinary Schools . London: Cassell Educational Limited.

Wilson, K., Kendrick, P. & Ryan, V. (1992). Play Theraphy-A Non Directive Approach for Children and Adolescents . London: Bailiere Tindall.

Winarno, J. (2008). Emotional Intelligence sebagai Salah Satu Faktor Penunjang Prestasi Kerja. Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Maranatha Bandung. Jurnal Manajemen, vol.8, no.1 November 2008.

Wyckoff, J. & Unell, B.C. (2002). Discipline Without Shouting and Spanking .Australia: Meadowbrook Press.

Dokumen terkait