• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN PENERAPAN ATTENTION THROUGH MUSIC (ATM) UNTUK MENGEMBANGKAN KESADARAN DIRI (SELF AWARENESS) ANAK DENGAN HAMBATAN EMOSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFAN PENERAPAN ATTENTION THROUGH MUSIC (ATM) UNTUK MENGEMBANGKAN KESADARAN DIRI (SELF AWARENESS) ANAK DENGAN HAMBATAN EMOSI."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

MUSIC (ATM) UNTUK MENGEMBANGKAN KESADARAN

DIRI (SELF-AWARENESS) ANAK DENGAN HAMBATAN

EMOSI

(Eksperimen dengan Desain SSR pada Anak dengan Hambatan Emosi di SLB E Prayuwana Yogyakarta)

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus SPS-UPI

Rina Kusumawati

1103343

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Kefektifan Penerapan Attention

Through Music (ATM) untuk mengembangkan Kesadaran Diri (Self-Awareness) Anak

dengan Hambatan Emosi” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri, dan

saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan

etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap

menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya

pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain

terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 14 Juni 2013

(3)

ABSTRACT

By:

Rina Kusumawati, S.Sos. (1103343)

SPS-PKKH Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Khadirat Allah SWT, karena atas rakhmat dan

karunia-Nya-lah peneliti dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Alhamdulillah penulisan

penelitian ini dapat selesai berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu

pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih kepada yth:

1. Bapak Dr. Zaenal Alimin, M.Ed, M.A. Selaku pembimbing tesis yang telah banyak

memberikan bimbingan dan sumbangan pemikiran untuk membantu peneliti dalam

menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Dr. Djadja Rahardja, M.Ed. Selaku ketua Program Studi Pendidikan Kebutuhan

Khusus yang telah banyak memberikan saran dan motivasi kepada peneliti dalam

menyelesaikan tesis ini.

3. Seluruh dosen pada program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus yang telah

memberikan saran dan dukungan secara tidak langsung kepada peneliti dalam

menyelesaikan tesis ini.

4. Prof. Djohan, ahli musik terapeutik. Terima kasih atas semua diskusi dan semua

referensi tentang musik terapeutik. Pengalaman yang sangat berharga dan tidak

terlupakan dalam diri peneliti telah menjadi murid beliau.

5. Bapak dan mama yang sudah tenang beristirahat di alam kedamaian. Jasa dan kasih

sayang kalian akan selalu ada di dalam hati, menemani semua langkah hidup peneliti.

6. Daddy Agus Hanafi, bapak angkat sekaligus guru peneliti. Terima kasih atas ketulusan

(5)

kasih karena mau menjadi Guardian Angel peneliti apalagi setelah kepulangan bapak

dan mama ke haribaan Allah. Terima kasih banyak.

8. Mas Dirman FS, mba Mimin, kak Anwar fauzi, mba Dwi Rahayu, Fauzan, Ferdian dan

Rama. Kalian keluarga besarku, terima kasih atas segalanya.

9. Setiyarni, Trissa, Irma, Kiky, Heidy dan para sahabat dan handai taulan yang sudah

memberikan dukungan dan pengertian yang tulus sehingga peneliti dapat

menyelesaikan tesis ini.

10. Bapak Untung, Kepala sekolah SLB E Prayuwana, jl. Ngadisuryan no. 2 Yogyakarta,

yang dengan baik hati mau membantu peneliti dalam melakukan semua proses

penelitian.

11. Guru-guru SLB E Prayuwana, jl Ngadisuryan no. 2 Yogyakarta, yang telah dengan

sukarela menerima dan membantu peneliti dalam melakukan serangkaian proses

penelitian..

12. Anak-anak didik SLB E Prayuwana, jl Ngadisuryan no. 2 Yogyakarta. Mereka

mengajarkan banyak hal tentang memahami kehidupan, terutama untuk terus berjuang

apapun yang terjadi.

13. Kepada seluruh sahabat angkatan 2011 S2 Program Studi Pendidikan Kebutuhan

Khusus PPS UPI Bandung yang telah saling mendukung dan memotivasi daalam upaya

penyelesaian studi.

Akhirnya kepada semua pihak, rekan serta sahabat yang tidak dapat disebutkan

namanya peneliti mengucapkan terimakasih dan penghargaan atas bantuan dan motivasinya.

Bandung, 14 Juni 2013

(6)

i

SPS-PKKH Universitas Pendidikan Indonesia

(7)
(8)

A. Pendahuluan 1

B. Rumusan masalah & Pertanyaan Penelitian 3

C. Tujuan & Manfaat penelitian 3

D. Landasan Teori

a. Terapi Musik 4

b. Kecerdasan Emosional 5

c. Anak dengan hambatan Emosi 6

d. Pendekatan & Metode Penelitian 7

F. Metode Penelitan

a. Pendekatan Penelitian 8

b. Subyek Penelitian 8

c. Teknik Pengumpulan Data 8

d. Rancangan Penelitian 11-16

e. Variabel Penelitian

1. Terapi musik Attention Through Music (ATM)

2. Kesadaran Diri (Self-Awareness) 16

19

e. Teknis Analisis Data 20

f . Aparatus (Equipment) Penelitian 21

g. Setting Penelitian 21

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Emosi atau yang lebih sering disebut sebagai aspek afektif adalah salah satu dari aspek-aspek perkembangan yang sangat berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku manusia. Pada dasarnya, emosi menggambarkan tentang perasaan seseorang dalam menghadapi berbagai situasi yang terjadi dalam kehidupannya. Menurut Atkinson dalam Apriany (2010) menyatakan bahwa “emosi terdiri dari 2 (dua) jenis, emosi menyenangkan dan emosi tidak menyenangkan.”

Aspek emosi pada anak didik pada dasarnya kurang mendapat perhatian di kalangan praktisi pendidikan hingga Goleman (1997) mengangkat topik ‘Emosi’ sebagai topik utama dalam bukunya yang berjudul Emotional Inteligent/Kecerdasan Emosional. Menurutnya, kecerdasan emosi adalah suatu

kemampuan merasakan, memahami dan dengan efektif menerapkan daya & kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosional menempatkan tiap individu untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri juga perasaan orang lain. Sekaligus menerapkan energi emosi ke dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.

Menurut Goleman (1997), terdapat 5 (lima) dimensi kecerdasan emosional, yaitu:

1. Self-Awareness (Kesadaran Diri) yaitu kemampuan seseorang untuk

mengenali diri sendiri, emosi dan keberadaannya dalam masyarakat sekitarnya; mengetahui kekuatan dan keterbatasan diri dan yakin akan kemampuan diri sendiri.

(10)

3. Motivation yaitu kemampuan untuk memberi semangat agar diri bisa menjadi lebih baik; menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok/organisasi; memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada; memperjuangkan dengan gigih untuk bisa keluar dari hambatan dan kegagalan.

4. Empathy yaitu kesadaran akan perasaan, kepentingan dan keprihatinan orang

lain.

5. Social Skills yaitu kemahiran dalam mengunggah tanggapan yang diharapkan oleh orang lain; kemampuan dalam persuasi, mendengarkan secara terbuka pada pesan baru; kemampuan dalam memberikan pendapat, semangat kepemimpinan dan kerja sama dalam kelompok.

Diantara kelima dimensi kecerdasan emosional yang disebutkan di atas, Self-Awareness/Kesadaran Diri adalah dimensi pertama dan paling mendasar di

antara keempat dimensi lainnya. Kesadaran diri bisa juga berarti kemampuan untuk mengontrol diri dengan semua perasaan, emosi & keinginan sehingga mampu bersosialisasi dengan individu-individu lain dengan mudah. Komunikasi pun akan terjalin secara dua arah, karena individu yang mempunyai kemampuan mengontrol diri akan dapat mengontrol semua perkataan dan perbuatan yang akan diutarakan dalam dunia pergaulan tersebut.

(11)

Depresi yang berat tersebut sering menimbulkan masalah-masalah yang berhubungan dengan kekacauan; Rasa kepercayaan diri mereka menjadi hilang dan kurang bisa mengontrol diri. Selalu ada kecurigaan yang sangat besar pada lingkungan, membuat mereka menjadi pribadi yang introvert dan defensif, menjauh dari kehidupan sosial, dan bukannya tidak akan mungkin akan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada, contohnya adalah mencuri, tawuran, membunuh, sebagai pelampiasan dari rasa depresi mereka sangat besar. Seperti yang terjadi baru-baru ini: ada tawuran yang menyebabkan adanya pembunuhan, dimana kedua pembunuh tidak menunjukkan perasaan bersalah sama sekali, bahkan cenderung bangga karena mendapat perhatian lebih dari banyak pihak, seperti yang dipaparkan pada Okezone.com, Kamis, 27 September 2012. Hal senada juga dipaparkan pada Kompas, Jum’at, 28 September 2012 tentang sebuah tawuran besar antar dua fakultas di sebuah universitas negeri di Makassar yang mengakibatkan dua mahasiswa, Rz dan Hr, meninggal. WHO dalam Kompas.com (2012) mengungkapkan bahwa “Hampir 450 juta orang di seluruh dunia menderita depresi baik itu berat maupun ringan, dan sepertiganya tinggal di negara berkembang.”

(12)

bernada seakan-akan menyuruh atau memaksa, emosi mereka akan naik dan bukannya tidak mungkin akan tidak bisa dikontrol.

Untuk mengatasi hambatan emosional tersebut, ada sebuah pendekatan yang bisa diterapkan, yaitu dengan menggunakan teknik musik terapeutik pasif. Teknik Musik Terapeutik ini sudah banyak diterapkan oleh para ahli terapi musik dunia dalam mengatasi hambatan emosi. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mucci dan Mucci dalam Apriany (2010) tentang pemberian musik terapeutik menggunakan harpa, flute dan musik instrumentalia yang lembut memberikan efek tenang sehingga dapat menurunkan stress dan kecemasan klien. Penelitian Agyu dan Okoye dalam Apriyani (2010) juga memberikan hasil bahwa:

Pemberian musik terapeutik pasif dapat membuat seorang pasien anak usia sekolah yang mengalami depresi berat, rasa cemas dan ketidakpercayaan diri dalam menghadapi kanker di sebuah rumah sakit di Bandung, lebih terfokus pada musik yang didengarnya dan tidak terlalu fokus pada prosedur invasif yang sedang dijalaninya, sehingga pasien merasa lebih tenang dan rileks.

Sebuah penelitian juga dilakukan oleh Richman (2007) bahwa musik terapeutik pasif membawa dampak positif bagi beberapa penderita kanker di Glendale Adventist medical Center California. Setelah melakukan serangkaian proses

pelaksaan teknik musik terapeutik pasif, rasa sakit yang diderita oleh para penderita kanker tersebut jauh berkurang.

(13)

perkembangan dalam Kesadaran Diri (Self-Awareness). Diharapkan setelah mendapatkan intervensi musik terapeutik Attention Through Music (ATM), mereka akan lebih bisa mengontrol diri, menata emosi, dan bisa meminimalisir perbuatan-perbuatan yang akan merugikan pihak lain.

B. Rumusan Masalah & Pertanyaan Penelitian 1. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; “ Bagaimana Efektifitas Penerapan Musik Terapeutik Pasif Attention Through Music (ATM) untuk Mengembangkan Kesadaran Diri

(Self-Awareness) pada Anak dengan Hambatan Emosi.”

2. Pertanyaan Penelitian

Rumusan masalah di atas, diuraikan menjadi pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Bagaimana kondisi Kesadaran Diri (Self-Awareness) subyek sebelum

pengaplikasian Attention Through Music (ATM)?

2. Bagaimana kondisi Kesadaran Diri (Self-Awareness) subyek sesudah pengaplikasian Attention Through Music (ATM)?

3. Apakah musik terapeutik Attention Through Music (ATM) berpengaruh terhadap Kesadaran Diri (Self-Awareness) anak dengan hambatan emosi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kefektifan musik terapetik Attention Through Music (ATM) untuk meningkatkan Kesadaran Diri (Self-Awareness)

(14)

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan, khususnya pendidikan luar biasa, yaitu:

Sebagai salah satu alternatif untuk para pendidik dan orang tua untuk mengatasi hambatan emosi pada anak dengan hambatan emosi. Agar dapat diciptakan rasa bahagia dalam diri mereka untuk mempelajari hal-hal baru. Bahwa ada sebuah terapi yang mudah, murah dan aman untuk diterapkan pada anak mereka. Bila diterapkan secara benar, metode musik ini menimbulkan efek samping yang positif bagi pengguna musik itu sendiri.

Selain itu penelitian ini akan digunakan bahan acuan bagi penulis untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan lebih tinggi, dengan model pendekatan terapi yang sama, yaitu Attention Through Music (ATM), tapi dengan topik yang lebih dalam & komprehensif.

D. Anggapan Dasar

Arikunto dalam Meimulyani (2009) mengemukakan bahwa “Anggapan dasar adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal yang dapat dipakai untuk berpijak dalam melaksanakan penelitian”.

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pemilihan metode penelitian haruslah dilakukan secara cermat, efektif & efisien, karena didalamnya berisi rancangan-rancangan yang sangat membantu peneliti untuk mencapai sasaran tujuan penelitian secara tepat. Metode yang kan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif berdesain Single Subject Research (SSR) melalui acuan baseline pengulangan A–B–A. Desain Single Subject Research (SSR) memfokuskan kepada data tiap subyek untuk melihat ada tidaknya pengaruh dari suatu perlakuan.

Sukmadinata dalam Meimulyani (2009) menyatakan bahwa:

Pendekatan dasar dalam eksperimen subyek tunggal adalah meneliti individu dalam kondisi tanpa perlakuan, dan kemudian dengan perlakuan dan akibatnya terhadap variabel akibat diukur dalam kedua kondisi tersebut. Agar memiliki validitas internal yang tinggi maka desain tersebut harus memperhatikan pengukuran yang ajeg, berulang-ulang, adanya deskripsi kondisi, garis dasar, kondisi perlakuan, rentang dan stabilitas yang relatif sama serta variabel yang diubah hanya satu.

A.Desain Penelitian 1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah 2 anak yang mengalami gangguan emosi, yaitu dua anak bernama FJ (11 tahun) dan GB (11 tahun), siswa-siswa SLB E Prayuwana, Yogyakarta.

a. GB (11 tahun)

Sosok yang sangat cerdas, bagus prestasi akademiknya, tapi mempunyai emosi yang sangat datar dan pasif. Saat GB sedang sedih, sakit, atau gembira tidak akan tampak dalam ekspresi wajahnya. Begitu juga saat marah, GB cenderung memilih diam, tidak bergerak dari posisi tempat duduknya.

(16)

Kebalikan dari GB, FJ adalah sosok yang over ekspresif, bahkan cenderung agresif. Ketika FJ sedih, sakit, gembira akan terlihat dari raut wajahnya bahkan dari prilakunya yang terlihat sangat reaksioner. Reaksi emosi FJ sangat terlihat jelas saat dia marah: sikap dan prilakunya yang sangat agresif, membanting barang, memukul atau menendang temannya bahkan memanjat atap seolah hanya untuk berusaha kabur dari sekolah.

2. Lokasi Penelitian:

Lokasi penelitian adalah di SLB E Prayuwana yaitu SLB yang diperuntukkan untuk anak-anak dengan hambatan emosi di Yogyakarta. Sekolah ini mempuyai sebutan ‘Sekolah Anak Nakal’, karena yang bersekolah di SLB tersebut adalah anak-anak yang melakukan hal-hal di luar norma masyarakat.

Alasan pemilihan lokasi di sekolah tersebut adalah bahwa SLB ini mempunyai anak dengan hambatan emosi yang lebih banyak dari anak dengan hambatan lainnya. Adanya kesamaan latar belakang kehidupan pada sebagian besar murid yang bersekolah di tempat tersebut dan kebiasaan yang sama sesudah jam belajar di sekolah selesai, yaitu mereka sibuk dengan aktivitas mencari uang buat menafkahi keluarga, juga menjadi alasan pemilihan lokasi di SLB E tersebut.

B. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Bebas

a. Musik Terapeutik Attention Through Music (ATM) sebagai Teknik Pendekatan pada Anak dengan Hambatan Emosi

(17)

Kepribadian seseorang berada dalam satu entitas musik bernama Inner Music, batasannya adalah suasana hati yang selalu berada di balik proses

berpikir seseorang. Inner Music mewarnai struktur id-ego-superego manusia sekaligus menjadi pusat jiwa seseorang. Bila seseorang mengalami ketidakseimbangan jiwa, musik terapeutik akan melakukan aransmen ulang terhadap ketiga unsur jiwa tersebut. Faktor-faktor tersebut menjadi landasan dalam pembuatan teknik Terapi musik Attention Through Music (ATM) ini. Di dalam teknik terapi ini ditujukan langsung pada pembenahan Inner Music-suasana hati subyek, agar dapat menciptakan suatu perasaan senang dalam diri subyek, sehingga subyek kelak dapat berkembang kecerdasan emosionalnya

1) Tahapan-tahapan yang ada dalam terapi musik Attention Through Music (ATM)- untuk pemilihan waktu disesuaikan dengan jam belajar anak di sekolah:

a) Tahapan pertama- Warm-up . Musik yang diberikan pada tahap ini

adalah musik yang ceria dan menyenangkan, berisi musik yang bersifat poliponik dan mempunyai dinamika dan kontras suara. Musik yang mempunyai tangga nada Minor dan Mayor dan dipaparkan secara seimbang. lagu-lagunya berupa yang disukai oleh anak yang dikemas dalam bentuk musik instrumental

b) Tahapan Aktif . Musik-musik yang diputar/dimainkan dalam tahap ini adalah musik yang bersifat semangat dengan beat yang sedikit kuat dan menghentak ( pada tahap ini sebaiknya menggunakan musik klasik instrumental dan musik tradisional yang terdapat gendang di dalamnya); juga berisi musik yang bersifat jernih, adanya pola berirama, ceria, dan perubahan harmoni terasa lebih lambat.

(18)

2) Ketentuan Pelaksanaan

Kesemua lagu pada tahapan itu dikemas dalam 10 lagu, yang diputar berulang-ulang dalam waktu 1 sessi. Pemilihan jenis musik ini didapat pada tahapan Stimulasi Auditori, yaitu tahapan yang harus dilakukan sebelum melakukan eksperimen. Tahapan Stimulasi Auditori ini akan berlangsung selama minimum 2 minggu, untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Pada tahapan tersebut akan diketahui jenis musik dan suara yang disukai oleh anak.

Pada saat eksperimen, waktu dan tahapan pelaksanaan musik terapeutik Attention Through Music (ATM) disesuaikan dengan kondisi dan keadaan para

subyek—misal: tetap dengan tahapan yang sama, tapi dengan waktu yang lebih singkat, hanya 1 lagu tiap tahapan.

2. Variabel Terikat atau Target Behaviour

Variabel terikat atau target behaviour dari penelitian ini adalah Kesadaran Diri (Self-Awareness). Fisher dalam Soeroso (2006) mengungkapkan bahwa “Kesadaran diri yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi memiliki beberapa elemen yang mengacu pada identitas spesifik dari individu.” Elemen dari kesadaran diri adalah konsep diri, proses menghargai diri sendiri (self esteem), dan identitas diri berbeda beda (multiple selves).

a. Indikator Kesadaran Diri

1) Konsep Diri

Pada Indikator konsep Diri ini, anak diharapkan dapat mengenali dirinya secara keseluruhan, baik itu bagian-bagian tubuh, teman-teman, guru, maupun lingkungan sekitarnya. Indikator Konsep Diri ini mempunyai beberapa sub-indikator, yaitu:

(19)

b) Anak mengenali bagian-bagian tubuhnya. Subyek akan diperlihatkan tujuh foto bagian tubuh: tangan, kaki dan kepala (tampak belakang, atas, maupun samping) Dalam lima puluh detik subyek diharapkan dapat mengenali mana tangan, kepala dan kaki miliknya.

c) Anak mengenali teman-temannya. Subyek akan diperlihatkan tujuh foto dia bersama teman-temannya, atau teman-temannya saja. Dalam hitungan lima puluh detik subyek diharapkan dapat mengenali siapa saja temannya yang ada di foto-foto tersebut (sebelumnya akan disebutkan satu nama dari teman-teman subyek, dan subyek harus mencari gambar anak yang disebutkan namanya itu).

d) Anak mengenali gurunya. Subyek akan diperlihatkan tujuh foto guru-gurunya dalam berbagai pose dan kegiatan. Dalam hitungan lima puluh detik subyek diharapkan dapat mengenali yang mana guru yang sesuai dengan nama yang disebut.

e) Anak mengenali lingkungan di sekitarnya. Subyek akan diperlihatkan tujuh foto bangunan ataupun benda-benda yang ada di sekitar sekolah SLB-E Prayuwana. Dalam hitungan lima puluh detik, subyek diharapkan dapat mengenali dan menyebutkan foto bangunan apakah itu?

2) Penghargaan Diri (Self-Esteem)

Pada Indikator Penghargaan Diri (Self-Esteem) ini, anak diharapkan dapat mengungkapkan hal-hal yang berhubungan dengan dirinya tanpa ada suati kesuilitan. Misal: mengungkapkan apa yang disukai/tidak disukai, mengungkapkan apa yang ada di pikirannya, mengungkapkan bagaimana perasaannya, mampu bercerita humor, dll. Elemen Penghargaan Diri ini mempunyai beberapa sub-indikator, yaitu:

(20)

gambar-gambar tersebut. Dalam hitungan lima puluh detik, subyek diharapkan dapat mengenali dan menyebutkan foto mana yang merupakan hal-hal yang disukai oleh anak/subyek.

b) Anak mengungkapkan hal-hal yang tidak disukai. Sama seperti diatas, hanya dalam pemilihan gambar di foto adalah hal-hal yang tidak disukai oleh anak/subyek.

c) Anak bercerita tentang dirinya. Sama seperti di foto di di poin pertama, tapi dalam pemilihan gambar, dipilih gambar tentang keinginan mereka ingin jadi apa bila mereka sudah besar kelak. Disini akan terlihat, bagaimana antusias/tidak anak/subyek bercerita tentang dirinya. Akan terdapat beberapa macam gambar dengan tema sama, tapi dalam bentuk gambar yang berbeda.

d) Anak bangga dengan hasil karyanya. Ada beberapa foto berupa gambar hasil lukisan/gambar anak-ana SLB E Prayuwana. Tiga diantaranya adalah hasil lukisan, gambar atau karya hasil kreatifitas anak/subyek. Di sini akan terlihat apakah anak/subyek dapat memilih foto-foto yang merupakan replika dari hasil karya mereka yang asli.

e) Anak bercerita humor. Sama seperti diatas, tapi dalam pemilihan foto adalah gambar-gambar yang unik dan lucu. Di sini akan terlihat anak/subyek akan memilih gambar unik/lucu yang mereka sukai, dan mereka bisa bercerita hal-hal lucu yang berhubungan dengan foto –foto tersebut.

3) Identitas Diri yang berbeda.

Pada Indikator Identitas Diri yang berbeda ini, anak diharapkan dapat mengungkapkan hal-hal yang merupakan kewajiban dan haknya di keidupan sehari-hari. Selain itu, anak juga diharapkan dapat mengetahui aturan-aturan yanga ada di ingkungan sekitar. Indikator Identitas Diri yang berbeda ini mempuyai turunan sub-indikator sebagai berikut:

(21)

dan di rumah. (anak sebelumnya akan diperkenalkan dulu dengan gambar-gambar tersebut) Dalam hitungan lima puluh detik, subyek diharapkan dapat mengenali dan mengambil foto yang sesuai dengan ‘tugas-tugas anak yang akan disebutkan’.

b) Anak mengetahui mana yang boleh. Anak/subyek akan diperlihatkan tujuh foto tentang aktifitas yang berhubungan dengan hal-hal mana yang boleh dilakukan, dicampur dengan hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Tiga diantaranya adalah hal-hal yang memang boleh dilakukan, misal: membaca, menyapu halaman, dll. (anak sebelumnya akan diperkenalkan dulu dengan gambar-gambar tersebut. Dalam hitungan lima puluh detik, subyek diharapkan dapat mengenali dan menyebutkan foto mana yang merupakan hal-hal yang bleh dilakukan oleh anak/subyek.

c) Anak mengetahui mana yang tidak boleh dilakukan. Sama seperti diatas, tapi anak/subyek diminta untuk mengambil tiga gambar tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan

d) Anak membantu teman-temannya. Subyek akan diperlihatkan tujuh foto tentang aktifitas, tiga diantaranya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan anak yang dilakukan bersama-sama dengan temananya (anak sebelumnya akan diperkenalkan dulu dengan gambar-gambar tersebut). Dalam hitungan lima puluh detik, subyek diharapkan dapat mengenali dan menyebutkan foto mana yang sesuai dengan ‘aktivitas anak membantu teman’.

e) Anak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Sama seperti diatas, hanya dalam pemilihan gambar di foto adalah hal-hal yang tidak disukai oleh anak/subyek

f) Anak ikut serta aktif dalam lingkungan sosial. Sama seperti diatas, hanya dalam pemilihan gambar di foto adalah hal-hal yang tidak disukai oleh anak/subyek

b. Ketentuan Pemberian Skor

(22)

Ketiga elemen kesadaran Diri yang tersebut diatas mempunyai tiga jenis respon yaitu ‘Mampu, Belum Mampu dan Diam Saja.’ Ketiga respon tersebut akan mempunyai skor tersendiri, yang akan dihitung setiap hari. Kriteria penskoran respon tersebut adalah:

a) Respon dikatakan “Mampu”, bila subyek mampu melakukan aktivitas yang sesuai dengan ke-15 sub indikator tersebut. Untuk pemberian skornya adalah lima.

b) Respon dikatakan “Belum Mampu”, bila subyek mau melakukan aktivitas yang sesuai dengan ke-15 sub indikator tersebut, tapi hasilnya kurang maksimal. Untuk pemberian skornya adalah tiga.

c) Respon dikatakan “Diam Saja”, bila subyek terlihat sama sekali tidak memberikan respon. Skor yang diberikan adalah satu.

2) Hasil skor secara keseluruhan dikategorikan dalam 3 jenis:

Kategori Rendah (0-30), kategori Sedang (31-55) dan kategori Tinggi (56- 75). Bila hasil yang didapat berkategori sedang atau tinggi, berarti dapat diambil kesimpulan terapi musik Attention Through Music (ATM) mempunyai efektifitas pada perkembangan ‘kesadaran diri’ subyek tersebut.

3) Hasil nilai

Nilai hanya berkisar 0-75. Nilai Nilai 75 didapat dari perkiraan bila ke-15 indikator mendapat respon “mampu” semua (5x15=75).

Dibawah adalah tabel instrumen kesadaran diri untuk tahap baseline dan intervensi yang digunakan dalam penelitian.

Tabel3.1

Instrumen Kesadaran Diri untuk baseline A1 dan baseline A2

Aspek Indikator Sub Indikator Respon

Mampu Belum mampu

(23)

1. Konsep

3. Anak bercerita tentang dirinya 4. Anak bangga dengan hasil

karyanya

5. Anak bercerita humor

3. Indentitas Diri yang berbeda

1. Anak paham akan tugas-tugas dia

5. Anak ikut serta aktif dalam lingkungan sosial

Tabel 3.2

Instrumen Kesadaran Diri untuk intervensi

(24)

Aspek Indikator Sub Indikator Respon

1. Anak mengerti konsep diri dalam karyanya

4. Anak paham tentang konsep benda & alam

2. Anak mengerti dengan ide & hasil karyanya

3. Anak mengerjakan karyanya dengan usaha sendiri

4. Anak mengerjakan karyanya dengan percaya diri

5. Anak bangga dengan hasil karyanya

3. Indentitas Diri yang berbeda

(25)

teman-temannya dalam berkarya 5. Anak ikut serta aktif dalam

lingkungan sosial

C. Rancangan Eksperimen

Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kuasi eksperimen Subyek Single Reseach dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan kategori desain A-B-A. Pengukuran Variabel terikat menggunakan ‘skor’, yang kemudian akan diubah ke dalam bentuk persentase. Sunanto (2006) mengungkapkan bahwa:

Pengukuran variabel dengan menggunakan persentase sering digunakan dalam bidang akademik maupun sosial. Persentase menunjukkan jumlah terjadinya suatu perilaku atau peritiwa dibandingkan dengan keseluruhan kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut dikalikan dengan 100%.

Pengukuran variabel dilakukan pada fase baseline, dalam waktu yang sama per sesinya (satu sesi tiga puluh menit). Diharapkan dalam beberapa sesi akan ditemukan respon yang mempunyai nilai mendekati, dan setelah dihitung dalam sebuah rumus, diharapkan akan bisa mendapatkan nilai stabil sebelum intervensi dilakukan.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu: Tahap Stimulasi Auditori dan Tahap Eksperimen (Baseline A1, Intervensi, Baseline A2).

1. Tahap Stimulasi Auditori

a. Tujuan Pelaksanaan Stimulasi Auditori

Tahap Stimulasi Auditori sangat diperlukan sebelum mengadakan eksperimen dengan mengunakan musik terapeutik pasif, dengan berbagai tujuan seperti yang dipaparkan di bawah ini:

(26)

2) Melakukan aktivitas sebagai media pendekatan dengan subyek. 3) Mengamati subyek dan semua aktivitasnya di sekolah.

4) Mengamati emosi subyek sehari-hari di sekolah.

5) Mengamati kemampuan kognisi dasar, kognisi lanjut dan auditori subyek. 6) Mengamati & mengetahui musik-musik kesukaan & hal-hal kesukaan

subyek.

7) Memperkenalkan alat-alat perkusi yang sekiranya belum dikenal oleh para subyek.

b. Media yang digunakan dalam Stimulasi Auditori

Ada berbagai jenis media yang digunakan selama proses Stimulasi Auditori berupa beberapa instrumen musik dan perkusi, karena alat-alat perkusi sangat dimudah dimainkan oleh orang yang tidak mempunyai kecakapan bermusik. Lagipula, alat-alat perkusi ini sangat mudah didapati di toko-toko musik. Media tersebut diantaranya:

1) Egg Maraccas

Ini adalah Egg Maraccas, bagian dari alat musik perkusi; Berbentuk seperti telur yang disi oleh manik-manik pada bagian dalamnya. Cara memainkannya adalah dengan meletakkan Egg Maraccas di kedua belah tangan dan menggoyangkannya mengikuti irama musik.

2) Castanet

Castanet adalah alat perkusi yang berasal dari Eropa Selatan, teapatnya

Spanyol. Alat musik ini dimainkan dengan meletakkannya di telapak tangan, lalu memasukkan tali di castanet tersebut ke dalam jari tengah, lalu dimainkan dengan cara memadukan antara castanet bagian atas dan bawah, dan menimbulkan bunyi ‘tak tak tak’.

(27)

Garpu tala digunakan untuk mengetahui kemampuan auditori subyek, juga digunakan untuk mengetahui kepekaan subyek pada musik dan ada. Cara membunyikan garpu tala dengan membenturkan kecil garpu tala itu, lalu segera meletakkan garpu tala tersebut di belakang telinga kiri dan kanan. Bila subyek bereaksi akan bunyi itu berarti kemapuan auditori subyek tidak mengalami masalah, begitu juga sebaliknya, bila subyek tidak bereaksi, berarti kemampuan auditorinya mengalami masalah.

4) Hand bells

Hand bells digunakan untuk melatih fokus dan kemampuan auditori subyek.

Tiap warna mewakili nada-nada mulai dari do biasa sampai do tinggi. Cara memainkannya dengan memegang bagian atas dari bel itu dan menggoyangkannya secara perlahan. Subyek bisa diminta untuk mencari bel-bel mana yang mempunyai nada-nada yang sama; juga bisa diminta untuk mencari bel mana yang bernada do, re, mi, sampai dengan do tinggi.

5) Tambourine

Tambourine digunakan untuk melatih fokus dan kemampuan auditori subyek.

Cara memainkannya dengan menggoyangkannya secara perlahan.

6) Bongo

Bongo dimainkan dengan cara memukulnya dengan menggunakan telapak tangan, sama seperti memainkan jimbe. Kegunaannya adalah untuk menstimulasi auditori anak sekaligus untuk memberikan satu nuansa baru bagi anak tentang alat-alat perkusi yang mungkin belum pernah mereka lihat secara nyata.

7) CD Player

(28)

cukup meenggunakan laptop untuk memainkan musik-musik yang sudah dipersiapkan.

8) Triangle

Triangle adalah alat musik perkusi tanpa nada yang terbuat dari logam. Sesuai dengan namanya alat musik ini berbentuk segitiga dan cara memainkannya dengan cara di pukul dengan pemukul. Triangle dipakai oleh komposer untuk memberikan penegasan terhadap sebuah frase musik.

c. Waktu Pelaksanaan : 4- 23 Februari 2013

d. Prosedur Pelaksanaan :

Masa observasi dan asesmen ini banyak dilakukan di luar jam sekolah, misalnya saat istirahat, saat sebelum ataupun sesudah jam pulang sekolah, kecuali untuk pengisian kuisioner tentang auditori dan musik kesukaan para subyek. Tahap ini adalah tahap penyesuaian diri antara penulis dan para subyek, sehingga pelaksanaannya dilakukan santai, riileks dan penuh tawa.

Beberapa video musik dan film yang sesuai dengan peraturan sekolah juga dipertunjukkan pada tahap ini. untuk lebih menambah keakraban antar penulis dan para subyek. Video yang dipertontonkan ke mereka juga berisi musik-musik latar, untuk melihat rasa nyaman/tidak yang akan ditunjukkan oleh para subyek saat video tersebut sedang berlangsung.

Pada tahap ini juga ada sebuah aktivitas karaoke/menyanyi lagu-lagu yang sedang tren bersama-sama, misal: lagu-lagu NOAH, Dewa 19, Coboy Junior, Ayu Tinging, dll. peneliti melakukan pengamatan tentang lagu-lagu kesukaan subyek, sekaligus ingin melihat seberapa besar kemampuan auditori para subyek.

(29)

Pada tahap inti, penelitian selanjutnya akan menggunakan fase baseline (A1) dan perlakuan (B1), kemudian akan mendapatkan hasil A2 yang kemudian akan dijadikan sebagai baseline kembali dan dilakukan intervensi kembali (B2). Hal ini ditujukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan jelas. Fase-fase tersebut dapat digambarkan dalam skema seperti di bawah ini:

Grafik.3.1

Fase-fase Eksperimen (Baseline A1, Intervensi, & Baseline A2)

Keterangan:

Hasil perolehan data kedua subyek akan dipaparkan ke dalam grafik dengan pembagian kolom yang sama, yaitu baseline A1, intervensi dan baseline A2, seperti yang terebut di atas.

a. Fase A1 - Baseline 1

Merupakan base line (Pengukuran).Fase ini adalah fase untuk mengobservasi subyek berdasarkan instrument tentang kesadaran diri yang akan dibuat, sekaligus

(30)

penulis gunakan sebagai masa untuk beradaptasi dan melakukan pendekatan dengan subyek.

1) Waktu Pelaksanaan

Pada fase ini, observasi dilakukan selama 6 sessi (2 sessi per hari, tiap sesi 30 menit, dilakukan selama 3 hari), ditujukan untuk mendapatkan data yang akurat sebelum diberikan intervensi berupa pemberian metode ATM. Sesi baseline perhari dilakukan sebanyak 2 x, dengan waktu yang berbeda, sesi pertama pada jam pertama; sesi kedua pada jam kedua, dikarenakan adanya pihak peneliti lain yang juga harus berada di tempat yang sama pada waktu yang bersamaan pula.

2) Media

Instrumen Penelitian yang akan diteliti; flash card berisi foto-foto subyek

dan beberapa kegiatannya; cokelat, permen, beberapa video musik atau kue-kue kecil sebagai reinforcement untuk subyek sesudah pengujian instrumen dilakukan.

3) Persiapan

Sebelum dilakukan pengujian instrumen, peneliti akan mengalihkan

perhatian para subyek dengan membacakan cerita, humor ataupun mengadakan game kecil, agar para subyek tidak akan terlalu tegang saat pengujian instrumen dilaksanakan.

4) Cara Pelaksanaan

Pada fase A1 ini, belum diadakan suatu intervensi dengan menggunakan

(31)

5) Cara Penilaian

Pengambilan data observasi adalah setiap 1 sesi selesai dilaksanakan (per

hari) ditujukan agar muncul data yang stabil. Untuk ukuran sebuah fase A1 dikatakan stabil, bila 3 atau 4 observasi terakhir dalam fase A1 berhasil mempunyai selisih yang kecil, dan berkisar antara 30-35.

b. Fase B - Intervensi

1) Waktu Pelaksanaan

Merupakan pemberian terapi musik ATM sebagai terapi musik pasif.,

yaitu musik sebagai musik latar dan diperdengarkan dengan volume tidak terlalu kencang. Tiap subyek akan diberi perlakuan yang sama dengan menggunakan setting tempat dan waktu yang sama (jam 09.00-11.00 pagi). Fase intervensi ini akan dilakukan selama 20 sessi dalam 10 hari (tiap hari terdiri dari 2(dua) sesi, dimana 1 sessi = 30 menit) .

2) Media

Aparatus penelitian-untuk penerapan musik Attention Through Music

(ATM); alat-alat perkusi yang sudah diperkenalkan pada tahap awal-observasi & asesmen; alat-alat menggambar dan beberapa jenis musik.

3) Cara Pelaksanaan

Subyek akan diberikan intervensi musik sebagai musik latar. Pengujian

instrument yang sama juga dilakukan disini tapi dengan teknis yang berbeda dengan fase A1. Topik dari penelitian ini adalah musik terapetik pasif yang diperdengarkan pada subyek, sementara subyek melakukan akivitas lain.

(32)

Topik dari penelitian ini adalah tentang penerapan musik terapetik,

sehingga sebuah aktivitas yang berhubungan dengan musik akan dilakukan pada tahap ini. Intervensi ini terbagi menjadi 20 sesi, perhari 2 sesi dimana masing-masing sesi adalah 30 menit. Perhari, aktivitas akan dibagi menjadi dua hal yang akan dipaparkan dibawah ini.

a) Pada sesi pertama (30 menit pertama), subyek akan diperlihatkan kembali alat-alat instrumen & perkusi yang diperkenalkan pada mereka pada tahap awal-observasi & asesmen. Mereka akan diberi waktu 10 menit untuk mengeksplorasi dan berdiskusi tentang alat-alat instrumen tersebut. Kemudian alat-alat instrumen & perkusi itu diletakkan di meja guru. Subyek lalu akan diberi satu lembar kertas dan alat-alat menggambar. Mereka akan dimintai menggambar alat-alat instrumen yang ada di meja sesuai dengan versi mereka.

b) Pada sesi berikutnya (30 menit selanjutnya), subyek akan diminta melakukan aktivitas yang sama, tapi alat-alat instrumen dan perkusi hanya diperlihatkan sebentar ke mereka. Lalu mereka diminta melanjutkan aktivitas mereka di 30 menit pertama. Bila masih ada waktu, alat-alat perkusi tersebut diambil, dan mereka diminta untuk membayangkan, mengimajinasikan alat-alat perkusi yang sudah disembunyikan oleh peneliti, dan mereka diminta untuk menggambar alat perkusi sesuai dengan yang mereka bayangkan.

5) Cara Penilaian :

(33)

c. Fase A2 - Baseline 2

Fase ini merupakan fase pengecekan hasil dari pelaksanaan uji coba setelah diadakannya intervensi. Pada fase ini akan diadakan observasi ulang dengan menggunakan instrument kecerdasan emosional yang akan dibuat juga akan ada suatu penambahan sesi, untk melihat keefektifan dari penerapan terapi musik ATM ini.

1) Waktu Pelaksanaan

Fase ini akan dijadikan sebagai Baseline kembali selama 12 sessi (2 sessi per hari, tiap sesi 30 menit, dilakukan selama 6 hari). Pada fase ini akan diadakan observasi ulang dengan menggunakan instrument Kesadaran Diri yang akan dibuat juga. Hal yang membedakan fase A1 dan A2 adalah pada fase A2, peneliti akan memberikan instrument yang sama, tapi dengan menggunakan musik sebagai musik pasif.

2) Media

Instrumen Penelitian yang akan diteliti; flash card berisi foto-foto subyek saat melakukan kegiatan pada intervensi 1; gambar-gambar yang telah dibuat para subyek; cokelat, permen, beberapa video musik atau kue-kue kecil sebagai reinforcement untuk subyek sesudah pengujian instrumen dilakukan.

3) Persiapan

Sama seperti fase A1 – Baseline 1, sebelum dilakukan pengujian instrumen, peneliti mengalihkan perhatian para subyek dengan membacakan cerita, humor ataupun mengadakan game kecil, agar para subyek tidak akan terlalu tegang saat pengujian instrumen dilaksanakan.

(34)

Pada fase A2 – Baseline 2 ini, juga tidak diadakan suatu intervensi dengan menggunakan media musik. Penulis akan mengobservasi menggunakan sub indikator yang akan dibuat kemudian. Untuk teknis pelaksanaan akan disamakan dengan fase A2. Misalnya untuk Indikator Konsep diri, sub Indikatornya adalah “Anak bangga dengan hasil karya”. Penulis akan menggunakan gambar yang para subyek telah buat, dan meminta para subyek untuk menjelaskan tentang hasil karyanya di depan umum.

5) Cara Penilaian

Pengambilan data observasi adalah setiap 1 sesi selesai dilaksanakan (per hari) ditujukan agar muncul data yang stabil. Untuk ukuran sebuah fase A2 dikatakan stabil, bila 3 atau 4 observasi terakhir dalam fase A2 berhasil mempunyai selisih yang kecil, dan berkisar antara 30-35.

3. Konser Musik Kecil

Peneliti membuat sebuah konser kecil dalam bentuk acara perpisahan, berupa beberapa penampilan musik yang melibatkan kedua subyek. Mereka akan menampilkan performa angklung dalam dua lagu: Padamu Negeri dan Gundul-Gundul Pacul, dimana mereka juga akan menyanyikan kedua lagu tersebut. Seminggu terakhir penelitian akan digunakan untuk melatih mereka bermain angklung dan bernyanyi sekaligus mensupport mereka agar mau tampil degan penuh percaya diri di atas panggung. Acara tersebut dihadiri oleh para orang tua murid, guru dan beberapa orang tamu: Kanjeng Gusti Prabu Kusumo, adik bungsu dari Kanjeng Gusti HB X; ketua RT, ketua RW, dan beberapa tokoh masyarakat sekitar.

(35)

Penelitian dilakukan di sebuah kelas yang telah diset beberapa hari sebelumnya. Dimana akan dipasang speaker kecil di beberapa tempat strategis, yang tidak akan terjangkau oleh anak, dan akan berguna dalam pengintervensian. Bentuk dari penyetingan tempat digambarkan berikut ini:

Gambar 3.1

Rancangan Pensettingan Tempat Eksperimen

a

d c

d d

d

a

b b

Keterangan :

a : Speaker

(peletakkan speaker sengaja pada atas pintu dan sebelah kanan kelas. Diatas pintu, agar begitu masuk kelas, anak sudah distimulasi dengan musik.

Di sebelah kanan atas kelas, karena musik lebih ke penstimulasian otak kanan, diharapkan lebih efektif.

b : Pintu masuk

(36)

d : Meja kursi

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang akan digunakan oleh penulis adalah ‘Teknik Analisis dalam kondisi’dan ‘Teknik Analisis Antar Kondisi’.

1. Teknik analisis data dalam kondisi adalah teknik menganalisis semua data yang diperoleh di semua sesi pada tahap baseline A1, intervensi dan baseline A2. Sunanto (2006) mengungkapkan bahwa:

Analisis perubahan dalam kondisi adalah analisis perubahan data dalam suatu kondisi, misalnya kondisi baseline atau kondisi intervensi. Sementara komponen yang diteliti meliputi komponen panjang kondisi, kecenerungan arah, tingkat stabilitas, tingkat perubahan, jejak data dan rentang.

2. Teknik analisis data antar kondisi adalah teknik menganalisis data yang berada di antara baseline dan intervensi. Sunanto (2006) mengungkapkan bahwa:

Analisis data antar kondisi terkait dengan komponen utama yang meliputi jumlah variabel yang diubah, perubahan kecenderungan & efeknya, perubahan stabilitas, perubahan level dan data tumpang tindih atau disebut juga overlap.

F. Aparatus (Equipment) Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk observasi dan penyebaran kuesioner, yaitu:

1. CD player atau MP3 player

2. Flash Card berupa foto gambar diri subyek, family, dll.

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kondisi Kesadaran Diri (Self-Awareness) subyek sebelum pengaplikasian Attention Through Music (ATM)?

Peneliti melihat kedua subyek dalam pandangan yang berbeda pada observasi awal ke SLB E Prayuwana. Subyek FJ adalah anak didik yang terkenal akan keagresifan dan kepemberangannya. Ia akan mengungkapkan apa yang dia tidak suka secara spontan, bahkan tidak jarang hardikan dan kata-kata kasar keluar dari mulutnya. Sikap yang ditunjukkan oleh subyek FJ pun berkesan apatis, terutama pada orang atau hal baru. Semua teman tanpa terkecuali pernah merasakan tendangan dan pukulan FJ, bahkan hal itu terjadi di depan mata peneliti. Bagi FJ, tidak ada seorang pun yang mampu membuat dia lakukan apapun juga. Semua hal itulah yang menyebabkan peneliti memilih FJ sebagai salah satu subyek. Bahkan sampai pada minggu pertama sesi stimulasi auditori, subyek FJ terihat tidak begitu memperhatikan kehadiran peneliti. Ia sibuk dengan kesibukannya sendiri.

(38)

lebih ke dalam, atau introvert, lebih memilih memendam emosi & perasaan di dalam hati. Bila dibiarkan saja, hal ini malah akan membahayakan bagi kehidupan GB dan sekitarnya. Pada minggu pertama stimulasi auditori juga terlihat tidak begitu tertarik dengan semua kegiatan.

2. Kondisi Kesadaran Diri (Self-Awareness) subyek sesudah pengaplikasian Attention Through Music (ATM)?

Setelah musik terapeutik Attention Through Music (ATM) diaplikasikan ke kedua subyek terjadi perubahan yang cukup besar. Hal ini terlihat dari rasa kepercayaan diri kedua subyek terlihat besar saat menampilkan performa bermain alat musik angklung di hadapan banyak orang, termasuk dari kalangan kraton Yogyakarta. Tanpa ada rasa malu dan dengan senyum mereka lancar bermain dua lagu, Gundul Gundul Pacul dan Bagimu Negeri.

FJ dan GB mulai bangga dengan kemampuan yang mereka punyai dan terlihat lebih santai dalam membawa diri di lingkungan baik sekolah, maupun lingkungan rumah. FJ terpilih untuk mewakili sekolah tempat dia belajar, untuk menjadi anggota dari klub bola dan mengikuti pertandingan antar sekolah SLB dan sekolah umum yang diadakan di Yogyakarta pada akhir April 2013. Sedangkan untuk subyek GB, Kesadaran diri GB terus mengalami perkembangan. Berdasarkan informasi yang didapat dari guru-guru di SLB E tersebut, GB terlihat lebih semangat dalam belajar. Ia jarang sekali bolos sekolah seperti biasanya. GB juga mengikuti olimpiade IPA kategori campur sekolah umum dan SLB tingkat wilayah Yogyakarta yang dilakukan pada pertengahan Mei 2013 dan menerima predikat juara pertama.

(39)

3. Perubahan yang terjadi pada perkembangan Kesadaran Diri (Self-Awareness) anak dengan hambatan emosi setelah adanya penerapan

musik terapeutik pasif Attention Through Music (ATM)?

Perubahan pada kesadaran diri FJ cukup besar. Ia jarang mengucapkan kata-kata kotor, mulai banyak senyum. Ia pun mulai kembali percaya diri mengikuti klub bola yang diadakan oleh pihak keraton Yogyakarta. FJ terlihat mulai mau bersosialisasi dengan teman-teman sebaya maupun guru-guru. Ia pun sudah mulai senang berkelakar, bercerita humor, bahkan dengan para mahasiswa/i universitas di Yogya yang sedang mengadakan observasi di SLB E tersebut. FJ juga kerap kali meminta untuk bisa menjadi pemimpin upacara di setiap upacara ataupun apel bendera sebelum kelas dimulai.

(40)

Setelah mengalami serangkaian proses penelitian dan pengolahan data, sebuah hipotesa ‘When That Music Starts To Play, Bad Moods Go and Good Moods Stay. No matter what kind of music you listen to, it makes your mood better’ (Stratton, dalam DeNoon (2003) dapat dibuktikan bahwa pemberian musik teraputik pasif yang disesuaikan dengan musik kesukaan anak dapat menaikkan mood anak dengan hambatan emosi, sehingga anak akan merasa senang dan nyaman dalam melakukan proses pembelajaran dalam bentuk apapun.

4. Saran

Atas dasar hasil penelitian ini, maka penulis memberikan saran- saran sebagai berikut :

1. Bagi para pendidik

Musik terapeutik Attention Through Music (ATM) merupakan suatu alternatif untuk mengatasi anak dengan hambatan emosi. Musik terapeutik ini dapat dijadikan sebagai media pembuka jarak antara anak dengan hambatan emosi dan pendidik. Anak tersebut akan merasa nyaman dan rileks setelah mendengarkan musik teraputik ATM ini. Begitu mrasa rileks dan nyaman, anak dengan hambatan emosi akan mengikuti semua hal dan kegiatan pembelajaran dengan sukarela.

Penerapan musik terapeutik pasif ini sangat mudah dan murah dilakukan kapanpun itu. Hanya membutuhkan sebuah perangkat tape recorder yang tidak terlalu mahal, atau bisa juga dengan menggunakan

(41)

2. Bagi para orang tua

Jenis musik yang digunakan di dalam musik tereputik Attention Through Music (ATM) adalah musik yang disukai oleh anak. Gan

Musik tersebut bisa berupa suara ibu tapi yang diucapkan dengan nada mengalun. Misal, memanggil nama panggilan anak. “Andiiiiiiii, kemariiii sayaang.” Sederhana, tapi anak tersebut akan merasa nyaman dan tenang.

Penerapan musik ATM ini akan lebih baik bila diputar dan diterapkan sebelum anak dengan hambatan emosi tersebut tidur, sebagai pengantar tidur. Musik, terutama yang disukai oleh anak akan merubah gelombang listrik otak anak ke gelombang Alpha kemudian segera ke gelombang tetra. Bila otak anak bisa segera masuk ke kedua wilayah gelombang tersebut, saat bangun dari tidur, anak akan mengalami rasa nyaman dan tenang. Bila hal ini terus diterapkan, hambatan emosi anak tersebut akan perlahan berkurang.

:

(42)
(43)

Otak.Yogyakarta: Laksana.

Anna,L.K.(2012). WHO: 450 juta orang Menderita Gangguan Jiwa. (Online) Tersedia:http://www.Kompas.com/2012 (5 Februari 2013).

Ansyari, R.A. (2010). Ringkasan Sejarah Musik. Jakarta: Yayasan Pendidikan Musik (YPM)

Apriany, D. (2010). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Mual Muntah Lambat Akibat Kemoterapi pada Anak Usia Sekolah yang Menderita Kanker di RS Hasan Sadikin Bandung. Tesis pada Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhukusan Keperawatan Anak , Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Ardi. (2010). Pengertian Kesadaran Diri. (Online). Tersedia pada

http://www.psychologymania.com/2013/05.html. (5 Februari 2013).

Axline, V.M. (1993). In Search of Dibs-Penjara Pikiran Dibs. USA: Ballantine Books.

Axline, V.M. (1993). Play Theraphy. USA: Ballantine Books.

Campbell, D. (2001). Efek Mozart bagi Anak-anak- Meningkatkan Daya Pikir Kesehatan dan Kreativitas Anak Melalui Musik . Jakarta: PT Gramedia Putaka Utama.

Chalmers, R. & O’Donoghue, T. (2001). Inclusivity, the Disabled Child and Teacher Strategies:

The Development of a Theory. Australia: Chalkface Press.

DeNoon, D.J. (2003). Music Improve Mood. (Online). Tersedia: http://www.WebMD.inc /22 Oktober 2003 (18 Maret 2013).

Dirjen PLB. (2006). Tersedia: http://www.ditplb.or.id (18 Maret 2013).

Dixon-Krauss, L. (1996).Vigotsky In The Classroom-Mediated literacy Instruction and Assesment . USA: Longman Ltd.

Djohan.(2007). Matinya Efek Mozart. Yogyakarta: Galangpress.

Djohan.(2011). Perilaku Musikal dan Kepribadian Kreatif. Yogyakarta: Jurusan Musik Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia.

(44)

Djohan. (2006). Terapi Musik. Yogyakarta: Galangpress.

Edward, S. (2013). Membuat Produk Menjadi Menarik di mata Konsumen. (Online) Tersedia pada: http://SamuelEdward.blogdetik.com. (10 Juni 2013).

Ellison, S. & Gray, J. (2001). 365 Days Of Creative Play-for Children 2 years and up . India: Scholastic India.

Endarmoko, E. (2007). Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Friend, M. (2005). Special Education Contemporary Perspectives for Schools Proffesionals . United States: Pearson.

Goleman, D. (2006). Emotional Intelligence: Working with Emotional Inteligence. NY: Bantam Books.

Goleman, D. (1997). Emotional Intelligence Why It Can Matter More Than IQ. NY: Bantam Books.

Goleman, D. (2011). The Brain and Emotional Intelligence. US: More Than Sound

Hallahan, D.P. & Kouffman, J.M. (1988). Exceptional Children: Introduction To Special Education. 4th ed . New Jersey: Prentice Hall.

Hastomi, I. & Sumaryati, E. (2012). Hambatan Emosi dan Prilaku serta Layanan Bimbingannya. Makalah Untuk Mata Kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus (BABK). Pada FKIP, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadyah Cirebon.

Hopkins, B. 2005. The Cambridge Encyclopedia of Child Development. New York. Cambridge University Press.

Hewett & Frank, D. (1968). The Emotionally Disturbed Children In The Classroom .USA: Ellyn and Bacon, Inc.

Ibrahim, N. & Aldy, R. (1996). Etiologi dan Terapi Anak Tuna Laras . Jakarta: Depdiknas Dikti.

(45)

Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kurniawan, T. (2012). Pembunuh Alawy Ternyata Anak Broken Home .(Online). Tersedia pada

http://www.okezone.com/ 2012. (5 Februari 2013).

Krulik, N. (2000). Raise Your Child’s Self-Esteem . India: Scholastic India

Lieberman, H. (2005). Introduction To Operation Research. New York:Mc.Graw-Hill.

Macintyre, C. (2002). Play for Children with Special Needs-Including Children aged 3-8. London: David Fulton Publishers.

Mahabbati, A. (2006). Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan Prilaku di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Khusus Vol. 2 no.2, November 2006.

McCoy, M.L. & Keen, S.M. (2009). Child Abuse and Neglect. NY: Psychology Press.

McMahon, L. (2005). The Handbook of Play Therapy . New York: Routledge.

Meimulyani, Y. (2009). Meningkatkan Ketrampilan Komunikasi Melalui Picture Exchange Communication System (PECS) secara Verbal. Tesis pada Program SPS-PKKH Upi Bandung.

M.Ghani. 1978, Komunikasi dalam Praktek. Jakarta: Departemen Penerangan.

More, I. (2012). Polisi Kantongi Nama Pelaku Tawuran. (Online). Tersedia pada

http://www.kompas.com/2012 (5 Februari 2013).

Morrison, H.& Goldberg, H. (2004). Dibalik Pikiran Para Pembunuh Berantai: Mengungkapkan Alasan Mereka Kecanduan Membunuh. US: Harper Collins Publisher Inc.

(46)

Olivia, K. & Ariani, L. (2006). Mnstimulasi Otak Anak dengan Stimulasi Auditori . Jakarta: Kompas Gramedia.

Ombenk. (2010). Musik Terbukti Meningkatkan Mood. (Online). Tersedia pada

http://ombenk.wordpress.com/2010/02/24.html. (5 Februari 2013).

Persada, B.A. (2013). Anak-anak Angin . Bandung: Mizan media Utama.

Pfeiffer, S.I. (Eds) (2008). Handbook Of Giftedness in Children-Psycho Educational Theory, Research, and best Practices. USA: Springer.

Prier, K.E. (1993). Sejarah Musik Jilid 1 . Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

Prier, K.E. (1993). Sejarah Musik Jilid 2 . Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

Pratiwi. (2008). Pengertian Terapi Musik. (Online). Tersedia pada

http://www.psychologymania.com/2013. html. ( 5 februari 2013)

Pulukadang, W.T. (2011). Silabi Anak Tuna Laras. Yogyakarta: Staf Pengajar UNY Yogyakarta.

Richman, S. (2007). Music Theraphy and Pain in Patients with Cancer. CA: Cinahi Information Systems.

Salkind, N.J. 2002. Child Development. New York. Macmillan Reference USA..

Santrock, J.W (2007). Perkembangan Anak . Jakarta: Erlangga.

Sheppard, P. (2005). Music Makes Your Child Smarter. How Music Helps Every Child’s Development . Jakarta: PT Gramedia Jakarta.

Sosiawan, E.A. (2009). Pengertian Psikolog bisa dilihat pada http://www.edwias.com.

(47)

Sumekar, I. (2007). Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Kemampuan Berbahasa pada Anak Autis di Pusat Terapi Terpadu A plus, jl. Imam Bonjol, Batu, Malang . Skripsi pada

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.

Sunanto, J., Takeuchi, K. & Nakata, H. (2005). Pengantar Penelitian Dengan Subyek Tunggal. Jepang: Criced University of Tsukuba.

Sunardi. (1996). Ortopedagogik Anak Tuna laras I . Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Depdiknas Dikti.

Suwardani, E. (2010). Karateristik Anak Tuna Laras. Makalah pada PLB-FIP UNY, Yogyakarta.

Syamsuddin, A, M. 2007. Psikologi Kependidikan-Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Thomas, G. & Feiler, A. (1988). Planning For Special Needs-A Whole school Approach . England: Basil Blackwell Ltd.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Webster, A. & McConell, C. (1987). Special Needs in Ordinary Schools . London: Cassell Educational Limited.

Wilson, K., Kendrick, P. & Ryan, V. (1992). Play Theraphy-A Non Directive Approach for Children and Adolescents . London: Bailiere Tindall.

Winarno, J. (2008). Emotional Intelligence sebagai Salah Satu Faktor Penunjang Prestasi Kerja. Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Maranatha Bandung. Jurnal Manajemen, vol.8, no.1 November 2008.

Wyckoff, J. & Unell, B.C. (2002). Discipline Without Shouting and Spanking .Australia: Meadowbrook Press.

(48)

Gambar

Tabel 3.2 Instrumen Kesadaran Diri untuk intervensi
Grafik.3.1
Gambar 3.1 Rancangan Pensettingan Tempat Eksperimen

Referensi

Dokumen terkait

(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:(a) daftar nama dan Kartu

Tesis yang berjudul PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM DAKWAH (Studi Komunikasi Dakwah Antara Arab Hadramaut dan Etnis Kaili di Kota Palu, Sulawesi Tengah) ini adalah

Program IbM meliputi brainstorming enterpreneurship dan strategi mengoptimalisasi potensi daerah khususnya tanaman rambutan; pengenalan tentang rambutan dan alternatif

Bapak dan ibu dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya yang. dengan ikhlas telah memberikan ilmu dan pengalaman kepada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) faktor yang menyebabkan maraknya kenakalan remaja di kabupaten Takalar adalah faktor lingkungan; faktor keluarga; faktor pendidikan

• Construct and execute a SELECT statement using a group function in

Untuk penulisan buku ini ditambahkan satu hal lagi yakni masalah kewarganegaraan yang merupakan sumbangan Siauw Giok Tjhan dalam sejarah Indonesia dan diakhiri dengan epilog

Perhitungan potensi pemanenan air hujan melalui atap rumah di Pulau Pramuka dapat dilakukan dengan mengalikan hujan wilayah di pulau tersebut dengan luas atap dengan curah