• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Warna Berdasarkan Nilai Rata-Rata L*, a* dan b*

Dalam dokumen I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Halaman 44-52)

3. Proses Pengukuran Perubahan Warna

4.5 Perubahan Warna Berdasarkan Nilai Rata-Rata L*, a* dan b*

menjadi 57,4, dengan kadar air basis kering sebesar 11,41%. dan Untuk cabai tanpaperlakuan, kecepatan udara 1.5m/s, pada awal pengeringan nilai ∆H* sebesar 2,3 dengan kadar air 344,6% dan pada akhir pengeringan nilai ∆H* meningkat menjadi 28,23 dengan kadar air basis kering sebesar 11,4%.

Gambar 22. Grafik Hubungan Nilai ∆ H* Terhadap Kadar Air Basis Kering

4.5 Perubahan Warna Berdasarkan Nilai Rata-Rata L*, a* dan b*

Pada grafik L*, a*, dan b* sebelumnya telah dijabarkan secara numerik dalam pembahasan namun belum merepresentasikan warna secara visualisasi sehingga dilakukan pengidentifikasian warna dengan melakukan input nilai L*, a*, dan b* kedalam software Adobe Photoshop CS3 yang menyediakan referensi warna yang sesuai. Berikut ini table identifikasi warna berdasarkan nilai L*, a*, dan b* pada awal dan akhir pengeringan untuk masing-masing perlakuan kecepatan udara (1,0 m/s dan 1,5 m/s).

0 10 20 30 40 50 60 70 0 100 200 300 400 500 600 700 N il a i H *

Kadar Air basis kering (%)

Nilai Delta H Blanching v=1m/s Nilai Delta H Non Blanching v=1m/s Nilai Delta H Blanching v=1,5m/s

45 Tabel 2. Perubahan Warna Cabai

Waktu (Jam) Blanching v=1,0 m/s Non Blanching v=1,0 m/s Blanching v=1,5 m/s Non Blanching v=1,5 m/s 0 Nilai L*=36,5 a*=42,6 b*=34,5 Nilai Nilai L*=40,5 a*=51,2 b*=38 Nilai Nilai L*=38 a*=44,8 b*=34,2 Nilai L*=39 a*=46 b*=35 7 Nilai L*=28,1 a*=33,5 b*=28 Nilai L*=34,2 a*=42,8 b*=33,2 Nilai L*=32 a*=39,6 b*=30,6 Nilai L*=34 a*=43,8 b*=32,1 14 Nilai L*=21 a*=22 b*=19,8 Nilai L*=32,5 a*=39,8 b*=31,5 Nilai L*=30 a*=35,1 b*=25,6 Nilai L*=31,1 a*=40,5 b*=30,3 t akhir Nilai L*=14,8 a*=17,3 b*=13,1 Nilai L*=27 a*=34 b*=27 Nilai L*=24 a*=23,6 b*=16,8 Nilai L*=25 a*=34,1 b*25,5 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2012.

46 Tabel di atas memperlihatkan secara jelas perubahan nilai L*, a*, dan b* yang terjadi pada awal sampai akhir pengeringan. Hal ini menunjukkan bahwa hasil perubahan nilai L*, a*, dan b* secara numerik sesuai dengan identifikasi warna secara visualisasi. Dapat kita lihat perubahan warna yang signifikan terjadi pada perlakuan perendaman dengan air panas (blanching) dan pada level kecepatan yang rendah yaitu 1,0 m/s. Lain halnya pada cabai tanpa perlakuan (non blanching) pada level kecepatan 1,5 m/s tidak terjadi perubahan warna yang signifikan dalam artian warna cabai lebih cerah. Dari hasil warna yang telah diperoleh maka warna tersebut bisa menjadi acuan untuk industri pembuatan bubuk cabai.

Dari pembahasan di atas, berikut ini disajikan fakta yang ditemukan pada penelitian ini:

1. Nilai L* pada cabai yang direndam di dalam air panas (blanching) lebih rendah atau lebih gelap dibandingkan dengan cabai tanpa perlakuan (non blanching). Pada sisi lain, pengaruh perbedaan kecepatan udara pengeringan (1.0 m/s dan 1.5 m/s) tidak menunjukan adanya pola perubahan nilai L* yang konsisten.

2. Nilai a* sepanjang waktu pengeringan mengalami penurunan sehingga mengalami perubahan warna menjadi coklat kemerahan sampai akhir pengeringan. Nilai a* Pada cabai yang direndam di dalam air panas (Blanching), lebih rendah dibandingkan pada cabai tanpa perlakuan (non blanching). Pada sisi lain pengaruh kecepatan udara pengeringan (1,0 m/s dan 1,5 m/s) tidak menunjukkan adanya pola perubahan nilai a* yang konsisten.

3. Nilai b* sepanjang waktu pengeringan mengalami penurunan sehingga mengalami perubahan warna merah cerah menjadi coklat kemerahan. Pada cabai yang direndam di dalam air panas (Blanching), lebih rendah dibandingkan pada cabai tanpa perlakuan (non blanching). Pada sisi lain pengaruh kecepatan udara pengeringan (1,0 m/s dan 1,5 m/s) tidak menunjukkan adanya pola perubahan nilai b* yang konsisten.

47 4. Nilai ∆E* perubahan nilai L*, a* dan b* secara keseluruhan yang dipengaruhi oleh perlakuan cabai dengan perendaman air panas (blanching) dan kecepatan udara. Perubahan ∆E* pada cabai dengan perlakuan perendaman air panas (blanching) lebih cepat dibandingkan dan cabai tanpa perlakuan (non blanching) dan pengaruh kecepatan udara yang lebih rendah (1,0 m/s) selalu lebih besar perubahan nilai ∆E* dibandingkan kecepatan yang tinggi (1,5 m/s).

5. Nilai ∆H* keseluruhan perubahan warna pada pada cabai tanpa perlakuan (non blanching) dipengaruhi oleh perlakuan kecepatan udara. Perubahan ∆H* pada cabai dengan perlakuan perendaman air panas (blanching) lebih cepat dibandingkan dan cabai tanpa perlakuan (non blanching) dan pengaruh kecepatan udara yang lebih rendah (1,0 m/s) selalu lebih besar perubahan nilai ∆H* dibandingkan kecepatan yang tinggi (1,5 m/s).

48 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Penurunan kadar air pada cabai terlihat hampir sama pada kedua level

kecepatan udara (1,0 m/s dan 1,5 m/s) baik pada cabai yang direndam dengan air panas (blanching) dan cabai tanpa perlakuan (non blanching). Penurunan kadar air yang relatif stabil sampai pengeringan dihentikan terjadi setelah lama pengeringan 27 jam.

2. Dari seluruh parameter warna yang diuji, nampak bahwa nilai L* a*dan b* dipengaruhi oleh perlakuan perendaman air panas (blanching) dan kecepatan udara.

3. Nilai ∆E* dan ∆H* dipengaruhi oleh kecepatan udara. Nilai ∆E* dan ∆H* pada kecepatan udara yang lebih rendah (1,0 m/s) pada cabai yang direndam dengan air panas (blanching) perubahan nilai ∆E* dan ∆H* selalu lebih besar dibandingkan dengan kecepatan udara yang tinggi (1,5 m/s). Warna yang paling cerah dan dianggap sesuai untuk pengolahan bubuk cabai diperoleh pada cabai tanpa perlakuan (non blanching) dengan level kecepatan udara pengering 1,5m/s.

5.2 Saran

Untuk memastikan apakah kecepatan udara penegringan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan warna cabai, disarankan pada penelitian selanjutnya digunakan tingkat kecepatan udara yang lebih bervariasi. Suhu udara pengeringan juga dapat divariasikan untuk melihat apakah kombinasi suhu dan kecepatan udara pengeringan memiliki pengaruh yang signifikan.

49 DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. CIE L*a*b* Color Scale Vol. 8 No.7. Hunterlab. Application Note. Technical Service Departement Hunter Associates Laboratory, Inc. Vol. 8 No.7 Hal. 1-4. Diakses Pada 2 Februari 2012.

A.R. Yadollahinia, M. Omid dan S. Rafiee, 2007. Design and Fabrication of

Experimental Dryer for Studying Agricultural Products. Department of

Agricultural Machinery, Faculty of Bio-Systems Engineering, University of Tehran, Karaj, Iran. International Journal of Agriculture and Biology ISSN Print: 1560–8530; ISSN Online: 1814–9596.

Brooker, Donald B, Barker-Arkema, F.W., dan Hall, 1974. Drying Cereal Grains. The AVI publishing Company, Inc. Wesport.

Brooker, D.B., Barker-Arkema, F.W., dan Hall, C.W. 1981. Drying Cereal

Grains. AVI Publishing. Company.Inc. Westport.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wootton, M. 2010. Food Science. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono dalam Ilmu Pangan. Universitas Indonesia, Jakarta.

Culver, Catherine A., and R. E. Wrolstad. 2008. Color Quality of Fresh and

Processed Foods. ACS Symposium Series 983. ACS Division of

Agricultural and Food Chemistry, Inc. Oxford University Press. American Chemical Society, Washington, DC.

Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi, 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Malang.

Fachruddien, A.S. dan Cahyana, Y. 1997. Pengeringan. Penanganan Pasca

Panen Bahan Hasil Pertanian. Depdikbud. Ditjen Dikdasmen. PPPG

Pertanian Cianjur.

Good, H. 2003. Phisical Property Testing. Food Quality Magazine, Jan/Feb 2003 issue.

Hall, C.W. 1957. Drying farm Corps. Agricultural Consuling Associates, Inc. East Lansing, Michigan.

Henderson, S.M dan Perry, R.L. 1976. Agricultural Process Engineering. The AVI Publishing. Company.Inc., Westport Connecticut, USA.

Holinesti, Rahmi. 2009. Studi Pemanfaatan Pigmen Brazilein Kayu Secang

50

pada Model Pangan. Jurnal Pendidikan dan Keluarga UNP, Vol. I, No. 2,

Page 11-21.

I Gusti N.A. 1996. Pigmen Pada Pengolahan Buah dan Sayur (Kajian Pustaka). Majalah Ilmiah Teknologi Pertanian Vol. 2, No. 1, Page 57-59.

Isa, M. S. dan Y. Pradana. 2008. Flower Image Retrieval Berdasarkan Color

Moments, Centroid-Contour Distance dan Angle Code Histogram. Konferensi

Nasional Sistem dan Informatika Bali, Vol. 108, No. 57, Page 321-326.

Istadi dan Sitompul, J.P. 2002. A Heterogenenous Model For Deep-Bed Corn

Grain Drying, Mesin Vol. 15 No.3 Hal 63-68. Institur Pertanian Bogor.

Bogor.

Muchtadi, R. Tien, dan Ayustaningwarno, Fitriyono. 2010. Teknologi Proses

Pengolahan Pangan. Jakarta. Alfabeta.

Nursani, Daragantina. 2008. Pengeringan Lapisan Tipis Rimpang Temu Putih. IPB

Prajnanta, F. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta. Penebar Swadaya.

Rachmawan, O. 2001. Pengeringan, Pendinginan, dan Pengemasan Komoditas

Pertanian. Buletin Agroindustri Edisi 5 Hal. 12-23.

Rukmana, Rahmat. 1996. Usaha Tani cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Yogyakarta. Kanisisus.

Sebayang, S. N. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Mutu Tepung

Cabai. Universitas Sumatra Utara.

Setiadi. 2008. Cabai Rawit Jenis dan Budaya. Jakarta. Penebar Swadaya. Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Makanan. Jakarta. Bumi Aksara. Sumoprastowo, 2004. Memilih dan Menyimpan SayurMayur, BuahBuahan,

dan Bahan Makanan. Jakarta. Bumi Aksara.

Supryono. 2003. Mengukur Faktor-Faktor Dalam Proses Pengeringan. Proyek Pengembangan Sistem dan Standar Pengelolaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Susanto, T. Bambang, H, Suhardi. 1994. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta. Akademika.

Taib, G., Said, G., dan Wiraatmadja, S. 1988. Operasi Pengeringan pada

51 Yam, K.L dan Papadakis, S.E. 2004. A Simple Digital Imaging Method For

Measuring and Analyzing Color of Food Surfaces. Jurnal of Food

52 LAMPIRAN

1. Tabel Hasil Perhitungan Kadar Air Selama Proses Pengeringan Pada

Dalam dokumen I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Halaman 44-52)

Dokumen terkait