• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI : TEMUAN DAN ANALISA

B. Perubahan yang didapatkan lanjut usia dari implementasi dinamika

Budi Mulia di lihat dari aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

Keberhasilan dalam program kegiatan dinamika kelompok dapat dilihat dari kemajuan dan perubahan yang di capai dibandingkan dengan kondisi WBS sebelumnya, serta manfaat yang dirasakan oleh mereka setelah mengikuti program kegiatan dinamika kelompok. Terkait dengan program kegitan dinamika kelompok, sehubungan dengan pengembangan diri yang diberikan untuk lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 sejak setahun terakhir ini menunjukan perkembangan yang sangat baik. Dengan adanya program kegiatan dinamika kelompok, para WBS dapat mengisi waktu luang mereka untuk ikut serta dalam program ini dan mereka dapat berinteraksi dengan teman-temannya sekaligus dengan petugas Panti.

Tabel 4

WBS yang mengikuti program dinamika kelompok

No Nama Klien Nama Wisma Gender Usia Suku

1 Sri Wisma Asoka P 63 thn Jawa

2 Masnun Wisma Asoka P 89 thn Betawi

3 Sumarni Wisma Asoka P 62 thn Betawi

4 Maria Wisma Dahlia P 83 thn Batak

5 Farida Wisma Cempaka P 61 thn Jawa

6 Buyung Wisma Catiliya L 84 thn Betawi

7 Lumanow Wisma Catiliya L 70 thn Batak

8 Thamrin Wisma Catiliya L 69 thn Kalimantan

9 Wandi Wisma Flamboyan L 65 thn Sunda

10 Dasni Wisma Flamboyan L 61 thn Padang

Sumber: Hasil Wawancara Pribadi

Berdasarkan dari tabel di atas merupakan WBS yang menerima program kegiatan dinamika kelompok. Mereka merupakan sebagian dari jumlah WBS yang tinggal di panti yakni sebanyak 210 orang. Dari kesepuluh

WBS yang peneliti amati mereka memiliki latar belakang, kondisi fisik, suku, dan usia yang berbeda-beda namun disatukan dalam suatu kondisi yang sama yaitu sama-sama tinggal dan menjalani kehidupan sehari-harinya di dalam Panti. Perbedaan yang terjadi juga dapat menimbulkan suatu permasalahan pada WBS. Perbedaan gender, perbedaan usia, perbedaan bahasa serta berbedaan suku ini dapat menimbulkan kesalahpahaman antar WBS. Misalnya suku Jawa yang memiliki karakter lemah lembut dalam bertutur bahasa bertemu dengan suku Batak yang memiliki karakter yang keras dari nada suaranya ini sering menimbulkan kesalahpahaman yang dapat mengakibatkan perselisihan. Dengan adanya program dinamika kelompok inilah para WBS mengikuti suatu permainan yang dapat membuat mereka lebih akrab, dapat menjalin kebersamaan, dan berbagi pengalaman dengan WBS yang lain sehingga mereka dapat memahami setiap karakter WBS yang tinggal di PSTW BM 1.Selain itu pula yang tinggal di anti merupakan suatu kelompok yang terbentuk secara tidak sengaja, mereka hidup berkelompok dalam suatu panti karena disatukan oleh sebuah nasib.

Adapun perubahan yang terjadi pada WBS di PSTW setelah mengikuti program dinamika kelompok berdasarkan aspek Biopsikososial dan spiritual yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:

1) Aspek Biologis/fisik

Dari segi fisik lansia memang memiliki berbagai macam keterbatasan dalam melakukan segala hal. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diantaranya ialah penglihatannya yang sudah mulai berkurang, pendengarannya juga mulai melemah dan pada kesehatan juga

menurun. Konsekuensi dari penurunan tersebut menjadikan faktor kesehatan sebagai permsalahan utama bagi lansia. Hal ini juga terjadi pada WBS di PSTW BM 1, kondisi seperti ini membuat para WBS yang berada di Panti menjadi malas dalam mengikuti kegiatan yang ada di PSTW, mereka merasa minder, tidak percaya diri dan malu akan kondisi hidupnya saat ini.

Seperti yang terjadi pada Nenek Masnun (89 tahun) yang tinggal di Wisma Asoka beliau mengalami penurunan terhadap penglihatannya dan memiliki darah tinggi membuat beliau jarang mengikuti berbagai kegiatan yang ada di Panti. Seperti yang beliau ungkapkan sebagai berikut:

“Udah males ikut kegiatan, udah tua. Waktu itu pernah ikut kegiatan itu. Cuma sekarang nenek udah rada males. Badannya udah gampang capek. Paling nenek ngejait aja. Itu juga kalo lagi gak males. Kalo lagi males seminggu baru nenek jait. Mau main angklung matanya udah ga ngeliat. Ya paling kegiatannya ya gitu-gitu aja. Iyah soalnya matanya udah ngga enak gini.. entar deh kalo udah tua ngerasain deh.”21

Hal serupa juga dialami oleh Nenek Maria (83 tahun) dari wisma dahlia, beliau merupakan WBS yang memiliki kecacatan pada bagian kaki sehingga mengharuskan beliau untuk menggunakan tongkat. Sebagaimana yang beliau ungkapkan:

“Nenek jarang ikut kegiatan, ribet kalau memakai tongkat seperti ini. Mungkin kalau kegiatannya yang ringan-ringan nenek masih bisa ikut. Tapi kalau yang berat-berat nenek sudah tidak bisa ikut”

Namun berbeda halnya dengan Nenek Sri (63 tahun) yang juga tinggal di Wisma Asoka walaupun beliau mengalami pengapuran pada tulang, penglihatan juga sudah mulai melemah karena memiliki katarak.

21

Wawancara pribadi dengan Nenek Masnun, sebagai Warga Binaan Sosial (WBS) (Jakarta, 14 Agustus 2014)

namun beliau masih sering mengikuti setiap kegiatan yang ada di Panti. Menurutnya setelah mengikuti program kegiatan dinamika kelompok dapat menghibur beliau dan juga para WBS yang ada di Panti. Seperti yang beliau ungkapkan sebagai berikut:

“Iya, saya semua ikut kegiatan, tapi yang saya mampu, yang saya bisa. Kalo rebana kan memang bukan rombongan saya. Dari gereja semua saya ikuti. Dari semua kegiatan dari gereja seperti kebaktian belum pernah saya absen. Saya selalu ikut. Tapi kalo sekiranya kegiatannya berat ya saya tidak bisa berdiri lama-lama. Karena sering terasa nyeri pada punggung. saya ikut senam kan sambil duduk. jadi saya ikut kegiatan yang memang tidak terlalu berat. Kayak angklung, meronce bunga, senam semua saya ikut. Daripada saya cuma bengang-bengong aja duduk di sini (teras depan Wisma Asoka), ya saya senang kalau ada kegiatan seperti dinamika kelompok. Waktu itu saya ngikut yang rantai berbisik, itu kita ketawa terus. Ada gembiranya lah pokoknya”22

Dengan adanya program dinamika kelompok ini fasilitator selalu memberikan semangat dan selalu memberikan dukungan kepada setiap WBS dengan memberikan materi terkait dengan kebutuhan WBS. Sehingga dengan adanya program ini dapat membangkitkan semangat para WBS yang sudah mulai berkurang .

2) Aspek Psikologi

Pada aspek psikologi kepribadian lansia dan perubahan secara biologi dapat mempengaruhi sikap mentalnya yang akan mempengaruhi orang lain selain itu pula banyak WBS yang merasa kesepian, depresi, merasakan kecemasan akan kematian, rasa tidak berdaya, mudah marah karena tidak ada pengakuan dari keluarga ataupun masyarakat, muncul perubahan minat dan terjadi perubahan mental seperti suka lupa, ingatan yang tidak lagi berfungsi dengan baik dan pengetahuan mulai lemah. Hal

22

Wawancara pribadi dengan Nenek Sri, sebagai Warga Binaan Sosial (WBS) (Jakarta, 13 Agustus 2014)

ini juga dialami oleh Kakek Lumanow (70 tahun), beliau merupakan WBS yang mengalami masalah kejiwaan atau yang sering disebut dengan ODMK (Orang Dengan Masalah Kejiwaan). Sebelum Kakek Lumanow tinggal di PSTW Budi Mulia 1, beliau tinggal di Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Harapan Sentosa 3 yakni panti yang khusus untuk ODMK. Setelah beliau mengikuti kegiatan yang ada di panti kondisinya saat ini sudah mulai stabil dan perubahan kondisinya juga sudah mencapai hampir 90%. Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Ibu Siti Fatonah, S. Sos sebagai berikut:

“Kakek Lumanow ini merupakan pribadi yang care terhadap teman-temannya. Suka bantu-bantu petugas di dapur buat ambil nasi. Dia juga rajin bersihin kamar mandi. Nah mungkin karena dia juga lama di PSBL jadi setiap kegiatan yang ada di sini beliau juga selalu ikut. Perubahan yang di alamai saat ini juga sudah membaik, sudah jarang marah-marah. Ya namanya mantan sikotik ya terkadang beliau gak mau diatur”23

Melihat kondisi Kakek Lumanow yang memiliki masalah dengan kejiwaan, beliau tidak bisa di atur-atur dalam melakukan sesuatu karena beliau akan merasa tertekan. Namun, karena beliau sudah terbiasa mengikuti semua kegiatan yang ada di Panti, sehingga membuat beliau sangat antusisas dengan adanya kegiatan dinamika kelompok, sesuai dengan apa yang beliau sampaikan sebagai berikut:

“Ya, Kakek senang ikut kegiatan yang ada di sini. Jadi tidak merasa jenuh. Waktu acara lomba 17an saya juga ikut. Kalau ada rame-rame juga saya ikut. Saya juara 3 dapet duit 20.”24

23

Wawancara pribadi dengan Ibu Siti Fatonah, S.sos sebagai pekerja sosial (Jakarta, 22 Agustus 2014)

24

Wawancara Pribadi dengan Kakek Lumanow, sebagai Warga Binaan Sosial (WBS) (Jakarta, 22 Agustus 2014)

Selain itu hal yang serupa juga terjadi pada Kakek Wandi (65 tahun) yang mengalami psikotik ringan. Beliau sudah 4 bulan tinggal di PSTW. Awalnya beliau tidak mau berbicara sama sekali, namun setelah mengikuti program dinamika kelompok akhirnya beliau mau untuk berbicara. Seperti pada pengamatan peneliti saat kegiatan support group dan menceritakan tentang pengalaman masa lalunya. Beliau pun menangis tersedu-sedu dan mengatakan bahwa beliau rindu dengan anaknya.25

Dinamika kelompok memang sangat di perlukan karena dengan adanya program ini membuat para WBS dapat lebih membuka diri untuk berinteraksi dengan orang lain. Tidak seperti dulu WBS terkesan lebih menyendiri dan susah diajak berinteraksi dengan orang lain.

3) Aspek Sosial

Secara sosial, usia tua akan memngalami perubahan dalam peran sosial di masyarakat. Hal ini menyebabkan lanisa rentan mengalami tindakan diskriminasi dan isolasi oleh lingkungan sekitar, baik di tingkat keluarga, masyarakat maupun Negara. Salah satu faktor utamanya adalah adanya stigma di kalangan masyarakat bahwa lansia sebagai kelompok yang harus tinggal di rumah. Pada aspek sosial pendapat mengenai lanjut usia merupakan seseorang dengan keadaan fisik dan mentalnya lemah, pikun, jalannya membungkuk dan sulit hidup bersama siapapun ini pada akhirnya dapat mempengaruhi sikap sosial para lansia, sehingga membuat lanjut usia menjadi lebih individualis, suka menyendiri, jarang berinterkasi dengan teman-temannya dan tidak ada komunikasi antara satu dengan

25

yang lain. Hal ini juga dapat berpengaruh dan dapat mengalami penurunan kepada aspek-aspek yang lain seperti aspek biologis dan aspek psikologis.

Namun untuk menghindari hal-hal tersebut PSTW BM 1 membuat suatu program dinamika kelompok guna meningkatan aktivitas WBS yang tinggal di panti dan mereka dapat berinteraksi serta berkomunikasi dengan baik kepada teman-teman sewismanya.

Hal ini juga dirasakan oleh beberapa WBS, setelah mengikuti kegiatan dinamika kelompok seperti yang di ungkapkan oleh Kakek Tamrin (69 tahun) dari Wisma Catilliya sebagai berikut:

“Senang, saya juga mengikuti kegiatan seperti angklung, dan olah raga. Waktu itu juga saya ikut Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) yang di berikan perawat. Saya senang dengan kegiatan-kegiatan seperti ini. Karena dapat mengurangi rasa jenuh saya selama berada disini. Saya baru 6 bulan disini. Dengan adanya TAK saya mempunyai banyak teman”26

Hal serupa juga di ungkapkan oleh Nenek Sumarni (62 tahun) dari Wisma Asoka, sebagai berikut:

“Seneng, karena ada hiburan. Biasanya kita main bola, lempar bola. Terus dapet hadiah. Hadiahnya dapet mangkok, dapet uang. Jadinya kan kite semangat. Kita biasanya main di belakang, di aula. Ye bareng sama nenek-nenek yang lain.”27 Selain itu hal yang sama juga di katakana oleh Nenek Farida (61 tahun) dari wisma cempaka sebagai berikut:

“Iya, jadi kegiatannya gak cuma itu-itu aja. Lama-lama kan juga saya bosen. Tapi kalo ada permainan kelompok kayak gini ya saya seneng. Bisa cerita ngobrol bareng sama temen-temen”

26

Wawancara Pribadi dengan Kakek Tamrin, sebagai Warga Binaan Sosial (WBS) (Jakarta, 22 Agustus 2014)

27

Wawancara Pribadi dengan Nenek Sumarni, sebagai Warga Binaan Sosial (WBS) (Jakarta, 22 Agustus 2014)

4) Aspek Spiritual

Peranan agama merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan. Pada aspek spiritualisme merujuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan. Hal ini lah yang menyebabkan setiap WBS yang ada di PSTW BM 1 wajib mengikuti semua kegiatan keagamaan yang ada seperti

pengajian, sholat berjama’ah ataupun kebaktian. Hal ini di maksudkan

agar mereka mampu meningkatkan kualitas ibadah mereka dan timbulnya kesadaran dalam diri para lansia untuk menaati perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya.

Pada pengamatan peneliti saat kegiatan support group menceritakan tentang pengalaman masa lalu. Kakek Dasni (70 tahun) saat mendengar Adzan Ashar beliau langsung mengangkat tangan dan meminta izin kepada Psikolog maupun Pekerja Sosial untuk melaksanakan ibadah sholat Ashar terlebih dahulu. Dan meminta kegiatan tersebut di

lanjutkan setelah melaksanakan sholat ashar berjama’ah. Seperti yang

beliau ungkapkan sebagai berikut:

“Bu.. sudah Adzan Ashar, saya mau sholat terlebih dahulu. Kalau saya sudah selesai sholat. Nanti saya akan kembali lagi kesini”28

Dengan keterbatasan fisik beliau yang mengalami struk, pelafalan saat beliau berbicara pun sudah tidak terlalu jelas dan memiliki penyakit alzaimar, beliau masih semangat dalam menjalankan setiap aktivitas yang ada di Panti salah satunya dengan mengikuti kegiatan keagamaan.

28

Dari keempat aspek yang sudah peneliti paparkan di atas, para WBS mengalami perubahan cukup baik setelah mengikuti program dinamika kelompok. Namun apabila dilihat berdasarkan usia, pada usia 83-89 tahun dari aspek biologi/fisik mereka sudah mengalami penurunan, membuat mereka menjadi jarang mengikuti program-program yang ada di PSTW BM 1. Berbeda pada usia 60-70 tahun mereka masih memerlukan program-program yang dapat meningkatkan aktivitas dan dapat mengisi waktu luangnya, sehigga mereka mampu berinteraksi serta bersosialisasi dengan baik kepada teman-temannya. Perubahan yang terjadi pada WBS juga bukan merupakan suatu tuntutan yang di haruskan dari pihak panti. Namun dengan adanya program ini diharapkan para WBS dapat merasakan manfaatnya. Seperti yang di ungkapkan oleh Ibu Siti Fatonah, S. Sos sebagai berikut:

“Untuk perubahan itu kan kita bertahap yah, kan disini bukan tuntutan mutlak harus bagus. Untuk perubahan itu sendiri kalau di persentasikan kira-kira hampir 60 sampai dengan 70%. Artinya keberhasilan itu tidak menonjol banget. Tapi paling tidak Beliau senang dengan adanya dinamika kelompok. bisa menerima kehadiran kita dan poin yang paling penting disini ialah interaksi beliau lebih bagus. Dan beliau dapat merasakan manfaat yang kita berikan. Pokoknya beliau dapat menerima manfaatnya. Dan sebagai fasilitator kita juga harus terbuka juga dengan mereka. Fungsi kita juga hanya sebagai fasilitator. Jd kita gak bisa memaksakan beliau. Yang penting implementasinya”29

Sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Ibu Siti Fatonah, S.Sos interaksi sangatlah di perlukan khususnya di dalam sebuah panti sosial, karena dengan adanya interaksi dan sosialisasi, antar WBS dapat menumbuhkan rasa saling mendukung, saling memberi semangat dan dapat menumbuhkan keakraban sehingga dapat mengurangi ketergantungan di masa tuanya. Selain itu

29

Wawancara pribadi dengan Ibu Siti Fatonah, S.Sos sebagai Pekerja Sosial (Jakarta, 22 Agustus 2014)

pula dengan adanya program dinamika kelompok di PSTW BM 1 ini dapat meminimalisir adanya ketergantungan fisik atau mental, yaitu merujuk pada ketidakmampuan seorang lansia dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Seperti halnya pada lansia yang tidak potensial (mengalamidisability) walaupun perubahan tidak begitu terlihat dikarenakan berdasarkan kondisi beliau sudah renta, namun sebagian dari mereka dapat melakukan aktivitasnya sendiri tanpa di bantu dengan petugas seperti merapihkan tempat tidur, mandi, ataupun mengambil makanan. Sedangkan pada WBS yang masih potensial dapat melakukan kegiatan yang ada di PSTW BM 1 dengan mandiri contohnya ialah membantu petugas dalam menyiapkan makanan, membantu petugas membersihkan halaman dan lain sebagainya.

B. Perubahan yang didapatkan lanjut usia dari implementasi dinamika kelompok yang telah diberikan oleh Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia di lihat dari aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

Dalam melakukan penelitian keberhasilan dalam program kegiatan dinamika kelompok dapat dilihat dari kemajuan dan perubahan yang di capai dibandingkan dengan kondisi WBS sebelumnya, serta manfaat yang dirasakan oleh mereka setelah mengikuti program kegiatan dinamika kelompok seperti adanya interaksi dengan WBS yang lain dan timbul rasa solidaritas terhadap sesama WBS sehingga dapat saling menghargai dan menghormati pendapat orang lain. Terkait dengan program kegitan dinamika kelompok, sehubungan dengan pengembangan diri yang diberikan untuk lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 sejak setahun terakhir ini menunjukan perkembangan yang sangat baik. Dengan adanya program kegiatan dinamika kelompok, para WBS dapat mengisi waktu luang mereka untuk ikut serta dalam program ini dan mereka dapat berinteraksi dengan teman-temannya sekaligus dengan petugas panti. Adapun beberapa WBS yang mengikuti kegiatan dinamika kelompok diantaranya ialah sebagai berikut:

Tabel 4

WBS yang mengikuti program dinamika kelompok

No Nama Klien Nama Wisma Gender Usia Suku

1 Masnun Wisma Asoka P 89 thn Betawi

2 Sumarni Wisma Asoka P 62 thn Betawi

4 Thamrin Wisma Catiliya L 69 thn Kalimantan Sumber: Hasil Wawancara Pribadi

Berdasarkan dari tabel di atas merupakan WBS yang menerima program kegiatan dinamika kelompok. Mereka merupakan sebagian dari jumlah WBS yang tinggal di panti yakni sebanyak 210 orang. Dari keempat WBS yang peneliti amati mereka memiliki latar belakang, kondisi fisik, suku, dan usia yang berbeda-beda namun disatukan dalam suatu kondisi yang sama yaitu sama-sama tinggal dan menjalani kehidupan sehari-harinya di dalam Panti. Perbedaan yang terjadi juga dapat menimbulkan suatu permasalahan pada WBS. Perbedaan gender, perbedaan usia, perbedaan bahasa serta berbedaan suku ini dapat menimbulkan kesalahpahaman antar WBS. Misalnya suku Jawa yang memiliki karakter lemah lembut dalam bertutur bahasa bertemu dengan suku Batak yang memiliki karakter yang keras dari nada suaranya ini sering menimbulkan kesalahpahaman yang dapat mengakibatkan perselisihan. Dengan adanya program dinamika kelompok inilah para WBS mengikuti suatu permainan yang dapat membuat mereka lebih akrab, dapat menjalin kebersamaan, dan berbagi pengalaman dengan WBS yang lain sehingga mereka dapat memahami setiap karakter WBS yang tinggal di PSTW BM 1.Selain itu pula yang tinggal di panti merupakan suatu kelompok yang terbentuk secara tidak sengaja, mereka hidup berkelompok dalam suatu panti karena disatukan oleh sebuah nasib.

Adapun perubahan yang terjadi pada WBS di PSTW setelah mengikuti program dinamika kelompok berdasarkan aspek Biopsikososial dan spiritual yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:

1) Aspek Biologis/fisik

Dari segi fisik lansia memang memiliki berbagai macam keterbatasan dalam melakukan segala hal. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diantaranya ialah penglihatannya yang sudah mulai berkurang, pendengarannya juga mulai melemah dan pada kesehatan juga menurun. Konsekuensi dari penurunan tersebut menjadikan faktor kesehatan sebagai permsalahan utama bagi lansia. Hal ini juga terjadi pada WBS di PSTW BM 1, kondisi seperti ini membuat para WBS yang berada di Panti menjadi malas dalam mengikuti kegiatan yang ada di PSTW, mereka merasa minder, tidak percaya diri dan malu akan kondisi hidupnya saat ini.

a. Nenek Masnun

Nenek Masnun merupakan WBS yang berusia 89 tahun, dari segi usia umur beliau sudah cukup lanjut. Beliau tinggal di wisma asoka. Beliau berasal dari Jakarta (Betawi). Beliau memiliki kulit tubuh sawo matang, dengan rambut yang sudah mulai beruban. Tinggi badan beliau juga mencapai 165 cm. Nenek Masnun juga menggunakan kacamata untuk menujang beliau dalam melakukan aktivitas.21 Kondisi beliau saat ini juga sudah banyak mengalami penurunan seperti penglihatan yang sudah mulai melemah, beliau juga memiliki darah tinggi dan kebiasaan beliau merokok sembunyi-sembunyi juga sulit dihilangkan hal ini juga dapat menyebabkan beliau mudah sakit sehingga membuat beliau jarang mengikuti berbagai

21

Observasi Nenek Masnun sebagai Warga Binaan Sosial (WBS) di PSTW BM 1, (Jakarta, 22 Agustus 2014)

kegiatan yang ada di panti. Seperti yang beliau ungkapkan sebagai berikut:

“Udah males ikut kegiatan, udah tua. Waktu itu pernah ikut kegiatan itu. Cuma sekarang nenek udah rada males. Badannya udah gampang capek. Paling nenek ngejait aja. Itu juga kalo lagi gak males. Kalo lagi males seminggu baru nenek jait. Mau main angklung matanya udah ga ngeliat. Ya paling kegiatannya ya gitu-gitu aja. Iyah soalnya matanya udah ngga enak gini.. entar deh kalo udah tua ngerasain deh.”22

b. Nenek Sumarni

Nenek Sumarni saat ini berusia 62 tahun. Nenek Sumarni juga berasal dari Jakarta (Betawi). Beliau memiliki tinggi badan ±168 cm dengan tubuh yang kurus. Kulit tubuhnya berwarna sawo matang dan selalu mengenakan tutup kepala.23 Beliau merupakan WBS yang rajin mengikuti setiap kegiatan yang ada di panti karena kondisi beliau yang masih potensial dan masih mampu melakukan aktivitas secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Beliau juga tidak mengalami kekurangan fisik, hanya saja beliau memiliki darah rendah, selain itu daya ingat beliau terkadang melemah dan beliau juga sering jatuh sakit akibat daya tahan tubuhnya yang menurun, seperti flu, demam atau yang lain sebagainya.

Dokumen terkait