• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perumusan Indeks Bahaya Kekeringan Agro-Hidrologi Pemilihan dan Standarisasi Faktor Indeks Bahaya Kekeringan

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3. Metode Penelitian

3.3.3. Analisa Data

3.3.3.1 Perumusan Indeks Bahaya Kekeringan Agro-Hidrologi Pemilihan dan Standarisasi Faktor Indeks Bahaya Kekeringan

Konsep awal dari perumusan model indeks kekeringan dalam penelitian ini adalah adanya suatu nilai yang menggambarkan karakteristik kekeringan pertanian dan hidrologi. Pembuatan indeks ini mengacu pada rumusan Effendy (2011) dengan memasukkan parameter unsur meteorologi (curah hujan, suhu udara, evaporasi, kelembaban) dan unsur lain berupa sumber air, tanah, vegetasi dan populasi. Konsep yang dikembangkan oleh peneliti untuk nilai indeks kekeringan yaitu gabungan dari beberapa variabel yaitu curah hujan musim kering (Juli - September 2011), kedalaman air tanah, jaringan sungai, tekstur tanah dan indeks ketersediaan air tanaman (Water Supplying Vegetation Index). Selanjutnya parameter yang dipakai sebagai berikut :

1. Water Supplying Vegetation Index (WSVI)

Indeks Ketersediaan Air Tanaman (Water Supplying Vegetation Index) adalah metode baru untuk mendeteksi informasi kekeringan dengan menggunakan data satelit meteorologi. WSVI dapat menggambarkan kekeringan pertanian,

ketika vegetasi mengalami kekeringan NDVI menurun dan suhu kanopi meningkat sehingga nilai WSVI menurun yang menunjukkan gambaran kekeringan . Pada penelitian ini citra yang digunakan adalah citra Landsat ETM7 karena citra Landsat memenuhi persyaratan dengan adanya band 6 (Thermal). Metode ini didasarkan pada kenyataan bahwa vegetasi yang tumbuh situasi tergantung erat pada kondisi ketersediaan air, yang dihitung dengan rumus (Zhao et al. 2005 dalam Sivakumar et al. 2005) sebagai berikut :

WSVI = NDVI/Ts ………. (1)

Dimana NDVI adalah index kehijauan vegetasi dan Ts adalah temperatur permukaan saluran 6 citra Landsat.

Nilai NDVI diperoleh dari analisis citra Landsat dengan perhitungan indeks kehijauan kehijauan (NDVI) didasarkan pada persamaan matematis sebagai berikut :

NDVI = ……… (2)

Dalam hal ini NDVI = Indeks kehijauan vegetasi (Normalized Difference Vegetation Index)

NIR = Infra merah dekat (Near InfraRed) VR = Band merah (Visible Red)

Sedangkan Nilai Ts (temperatur permukaan) akan dihitung berdasarkan pada analisis citra Landsat 7 pada saluran 6 (Infra merah thermal dengan panjang gelombang 10,40 – 12,50 µm). Tahapan dalam penentuan temperatur permukaan lahan (Hakim, 2008) adalah sebagai berikut :

1. Menentukan nilai radiansi spektral obyek yang terdapat pada citra Landsat ETM+7 saluran 6 dari nilai dijital pikselnya dengan menggunakan persamaan USGS (2003) :

Lmaks (λ) - Lmin (λ)

Lλ = Lmin (λ) + X Qcal ……… (3) Qcalmaks

Dimana : Lλ = radiansi spectral yang diterima sensor untuk piksel yang di analisis,

Lmin (λ) = adalah radiansi spektral minimum yang terdapat pada scene (0,1238 m W cm-2 sr-1 ɳm-1

)

Lmaks = radiansi spectral maksimum yang terdapat pada scene (1,56 m W cm-2 sr-1 ɳm-1)

(NIR – VR) (NIR + VR)

Qcal = nilai piksel yang dianalisis

Qcalmaks = nilai piksel maksimum (nilainya = 255)

2. Menentukan temperatur radian berdasarkan nilai radiansi spektral dengan menggunakan persamaan USGS (2003) :

Tb = ……… (4)

Dimana TR = temperatur radian (0K) untuk setiap piksel yang dianalisis K1 = konstanta kalibrasi (666.09 m W cm-2 sr-1 ɳm-1

) K2 = konstanta kalibrasi (1260.56 K)

Lλ = radiansi spectral

3. Menentukan temperatur kinetik berdasarkan temperatur radian dengan menggunakan persamaan(Weng (2001) :

Ts = ……….. (5)

Dimana :

Ts = Suhu permukaan yang terkoreksi (K)

λ = Panjang gelombang dari radiasi yang pancarkan sebesar 11.5 µm

α = hc/K (1.438 x 10-2

mK)

h = Konstanta Planck’s (6.26 x 10-3

) c = Kecepatan cahaya (2.998 x 108 m,scc-I)

K = Konstanta Stefan Boltzman (1.38 x 10 -23 JK-1)

ɛ = Emisivitas Obyek (non-vegetasi 0.96 dan vegetasi 0.97, dan air 0.92.

Weng, 2001)

Indeks ini belum terdapat pengkelasan yang baku sehingga dalam pengkelasannya dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan natural break.

2. Curah Hujan

Peta curah hujan diperoleh dari data curah hujan musim kering (Juli-September, 2011) dari 7 stasiun hujan digunakan sebagai masukan pada tabel sebaran stasiun. Jumlah hujan di musim kering diakumulasi, selanjutnya dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3 dengan tools interpolasi kriging. Interpolasi titik merupakan prosedur untuk menduga nilai-nilai yang tidak diketahui pada lokasi yang berdekatan sehingga metode ini dapat digunakan untuk menggambarkan sebaran jumlah hujan di lokasi penelitian. Dalam pengelompokannya didasarkan pada metode Schmit-Ferguson yaitu jumlah hujan <60 mm/bulan merupkan kriteria kering, jumlah hujan <60 mm merupakan

K2

In ((K1/Lλ +1) +1)

Ts

batasan pengelompokkan peta curah hujan di lokasi penelitian yang dibagi menjadi 5 kelas (Tabel 4).

3. Kedalaman Air Tanah

Kedalaman air tanah menggambarkan ketersediaan air pada lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Data kedalaman air tanah (Lampiran 3) diperoleh dari hasil wawancara masyarakat mengenai kedalaman air pada lapisan tanah relatif dekat dari permukaan tanah (sumur galian) maupun lapisan air tanah yang jauh dari permukaan tanah (sumur bor) yang dipetakan dengan kriging interpolation yang kemudian dikelaskan (Tabel 4) berdasarkan natural break (Jenk’s) dimana pemetaan yang paling akurat untuk data tabular dan memiliki gambaran volume kesalahan terkecil (Jenks dan Caspall, 1971). Klasifikasi natural break terdapat dalam software ArcGIS 9.3.

4. Jaringan sungai

Peta jaringan sungai diperoleh dari buffer sungai yang diturunan dari peta jaringan sungai/tubuh air peta RBI skala 1:50.000. Umumnya temuan di lokasi penelitian (sawah & pemukiman) jarak 100 meter dari sungai merupakan zona aman dari kekurangan/kesulitan air. Buffer 100 meter merupakan batasan dalam pengkelasan peta sumber air (Tabel 4).

5. Tanah

Peta tekstur tanah diperoleh dari peta tanah berdasarkan karakteristik jenis tanah yang diperoleh dari Peta Jenis Tanah Skala 1: 250.000. Pengkelasan berdasarkan kapasitas ketersediaan air (USDA Natural Resources Conservation Service, 2008) menjadi 5 kelas.

Tabel 4. Skor parameter indeks bahaya kekeringan di lokasi penelitian

Parameter Kelas Skor

Curah Hujan Musim Kering (mm/bln) a. > 60 b. 45 – 60 c. 30 – 45 d. 15 - 30 e. < 15 1 2 3 4 5 Sumber Air

(Sungai & Irigasi)

a. 0 – 100 m b. 100 – 200 m c. 200 – 300 m d. 300 – 400 m e. > 500 m 1 2 3 4 5

Tekstur a. Lempung berdebu

b. Lempung berliat c. Liat, Liat berpasir d. Lempung berpasir e. Pasir Berlempung 1 2 3 4 5 Kedalaman air Tanah (sumur) a. 4.00 – 11.42 m

b. 11.42 – 17.93 m c. 17.93 – 24.12 m d. 24.12 – 33.48 m e. 33.04 – 50.00 m 1 2 3 4 5 Vegetasi

(Water Supplying Vegetation Index)

a. - 0.0564 – - 0.0103 b. - 0.0103 – - 0.0009 c. - 0.0009 – 0.0092 d. 0.0092 – 0.0189 e. 0.0189 – 0.0563 5 4 3 2 1 Pembobotan Faktor Indeks Bahaya Kekeringan

Semua parameter tersebut yang telah distandarisasi dengan skor 1-5, selanjutnya dilakukan pembobotan berdasarkan pengaruhnya dengan menggunakan metode perankingan dengan rumus sebagai berikut :

Wj = ………. (6)

Dimana: Wj = Nilai bobot yang dinormalkan n = Jumlah criteria (1,2,3,…) rj = Posisi urutan criteria

Rumusan dan Implementasi Indeks Bahaya Kekeringan

Sesuai dengan konsep teori indeks (Spiegel, 1961), perumusan indeks dimulai dari paling sederhana, penambahan variabel yang disesuaikan dengan tujuan karakteristik indeks yang akan dicapai. Perumusan indeks kekeringan dilakukan secara sederhana, dengan melakukan penggabungan dari beberapa parameter indeks dan pengaruhnya yang kemudian dikelaskan berdasarkan nilai natural break. Rumusan Indeks Kekeringan Agro-Hidrologi yang dibuat adalah sebagai berikut :

n – rj +1

Ibk = (c1CH) + (c2KAT) + (c3SA) + (c4T) + (c5WSVI) …….. (7) Dimana : Ibk = Indeks Bahaya Kekeringan

CH = Skor curah hujan

KAT = Skor kedalaman air tanah SA = Skor sumber air

T = Skor tekstur tanah

WSVI = Skor Indeks ketersediaan air tanaman (Water Supplying Vegetation Index)

c1- c5 = Nilai bobot masing-masing faktor

Hasil yang diperoleh dari analisis indeks bahaya kekeringan agro-hidrologi ini akan menghasilkan peta bahaya kekeringan agro-agro-hidrologi. Penentuan skala peta berdasarkan rumus Tobler (1987) dalam ESRI (2010) :

Skala = Reolusi x 2 x 1000 ..………... (8)

Validasi Lapangan

Validasi lapangan dilakukan untuk mencocokkan hasil analisis Indeks Bahaya Kekeringan Agro-Hidrologi yang dirumuskan dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Data validasi berupa : 1) titik-titik kekeringan yang diperoleh dari hasil wawancara petani, masyarakat dan pemerintah (Lampiran 4), dan 2) korelasi luasan data puso yang diperoleh dari Badan Penyuluh Kecamatan dengan luasan model kekeringan di lokasi penelitian.

Dokumen terkait