• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Depok sementara adalah 1.738.570 orang, yang terdiri atas 880.816 laki-laki dan 857.754 perempuan. Luas wilayah Kota Depok hanya 200,29 Km2, maka kepadatan penduduk Kota Depok adalah 8.680 jiwa/Km2. Tingkat kepadatan tersebut tergolong padat, apalagi dengan penyebaran penduduk yang tidak merata.

Secara umum Kota Depok memiliki Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) tahun 2004-2008 adalah sebesar 4.65 %. Perhitungan laju pertumbuhan penduduk ini berdasarkan jumlah penduduk yang tercatat dan terdata pada Kecamatan Dalam Angka Kota Depok. Perumbuhan penduduk ini dipengaruhi selain oleh pertambahan alamiah penduduk (kelahiran), juga dipengaruhi oleh besarnya

“migrasi” penduduk luar yang masuk Kota Depok (diakibatkan pengisian perumahan formal yang dibangun di wilayah Kota Depok). Mengenai perkembangan penduduk dan nilai Laju Pertumbuhan Penduduk dapat dillihat pada Lampiran 2.

Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim. Secara umum musim kemarau antara bulan April-September dan musim hujan antara bulan Oktober-Maret. Kota Depok memiliki temperatur dan kelembaban rata-rata masing-masing sebesar 24,30 - 330 Celsius dan 25 persen.

32 5.3. Keadaan Ekonomi Kota Depok

Kota Depok semakin memantapkan diri sebagai “Urban City” yang dicirikan dengan struktur perekonomian yang dominan yaitu sektor sekunder (industri) dan tersier (perdagangan, hotel dan restoran). Hal ini dijlelaskan pada nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kota Depok tahun 2003-2007, menurut harga berlaku sektor yang tinggi adalah industri ( 37.03 %), kemudian sektor perdagangan yaitu sebesar 33.67 %.

Dari data tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa kedua sektor tersebut (industry dan perdagangan) merupakan sektor yang mendominasi struktur perekonomian Kota Depok. Jika dilihat dari struktur ekonomi Kota Depok yang dominan adalah industri, hal ini didukung dengan kebijakan RTRW Jawa Barat 2025 yang menetapkan Kota Depok sebagai Metropolitan Bodebek (Bogor-Depok-Bekasi) dengan fungsinya sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional).

Kawasan andalan Bodebek dalam tata ruang Provinsi Jawa Barat diarahkan agar mempunyai keunggulan dalam bidang industri, pariwisata, perdagangan dan jasa, sumber daya manusia yang mempunyai keterkaitan dengan sumber daya lokal, berdaya saing, berorientasi ekspor dan ramah lingkungan. Besarnya sektor industri dalam memberikan kontribusi bagi PDRB Kota Depok, menyebabkan kegiatan industri tetap diarahkan untuk dipacu pertumbuhannya, sehingga perkembangan sektor ini akan terus meningkat. Perkembangan industri di Kota Depok didukung oleh faktor kebijakan yang mengarahkan Kota Depok memiliki keunggulan di bidang industri, selain itu didukung pula oleh faktor sumber daya manusia, dan pemasarannya.

5.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Depok

Salah satu faktor pendukung guns terciptanya perencanaan pembangunan perekonomian yang baik adalah tersedianya data statistik yang dapat dijadikan bahan evaluasi hasil pembangunan yang telah dicapai dan sebagai pereancanaan dimasa yang akan datang. Salah satu data yang dibutuhkan, terutama dibidang ekonomi adalah data Produk Domestik Bruto (PDRB).

Penyajian PDRB atas dasar harga konstan mencerminkan perubahan PDRB tanpa dipengaruhi oleh perubahan harga yang biasanya cenderung

33 meningkat dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan ekonomi kota Depok tahun ini naik dengan melambat yaitu sebesar 6,42 persen. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok masih diatas laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang sebesar 5,83 persen atau 0,59 poin lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.

Selama periode tahun 2008, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung atas dasar harga berlaku di Kota Depok mencapai Rp.

12.542.499,04 juta atau mengalami peningkatan sebesar 18,33 persen dibandingkan tahun sebelumnya yakni sebesar Rp 10.599.147,15,-juta. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 mengalami peningkatan sebesar 6,42 persen dari Rp 5.422.760,39,- juta tahun 2007 menjadi Rp 5.770.827,64,- juta pada tahun 2008

5.3.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita

Indikator yang sering dipakai untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat secara makro adalah pendapatan per kapita. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah maka tingkat kesejahteraan di wilayah yang bersangkutan dapat dikatakan bertambah baik. Oleh karena pendapatan faktor produksi dan transfer yang mengalir keluar (transfer out) serta pendapatan faktor produksi dan transfer yang masuk (transfer in) yang merupakan komponen penghitungan pendapatan regional, belum dapat dihitung mab yang dapat disajikan hanya PDRB perkapita. Nilai PDRB perkapita diperoleh dari nilai PDRB dibagi penduduk pertengahan tahun. Nilai ini menunjukkan rata-rata banyaknya pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk daerah tersebut. Nilai ini sangat tergantung dari jumlah penduduk pertengahan tahun, artinya jika jumlah penduduk daerah tersebut banyak, maka PDRB perkapita yang menjadi kecil, sebaliknya jika daerah tersebut berpenduduk sedikit, maka PDRB perkapita menjadi besar.

PDRB perkapita Kota Depok atas dasar harga berlaku menunjukkan kenaikan dari Rp 7.318.250,87 pada tahun 2007 menjadi Rp 8.369.131,29 pada tahun 2008 atau meningkat 14,36 persen. Kendati demikian peningkatan PDRB perkapita di atas masih belum menggambarkan secara riil kenaikan daya beli

34 masyarakat Kota Depok secara umum. Hal ini disebabkan pada PDRB perkapita yang dihitung berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku masih terkandung faktor inflasi yang sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat.

Untuk memantau perkembangan daya beli masyarakat secara riil bisa digunakan PDRB perkapita yang dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan.

PDRB perkapita Kota Depok yang dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan mengalami peningkatan dari Rp 3.744.180,58 pada tahun 2007 menjadi Rp 3.850.653,21 pada tahun 2008 atau naik 2,84 persen. Berikut Grafik pertumbuhan ekonomi Kota Depok

Gambar 4. Pertumbuhan ekonomi Kota Depok tahun 2004-2008 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Depok, 2010

Pertumbuhan ekonomi Kota Depok menggambarkan adanya peningkatan daya beli masyarakat. Perkembangan daya beli masyarakat yang terjadi dan serta didukung dengan pertumbuhan penduduk Kota Depok dapat menjadi indikasi adanya peluang yang terbuka untuk mengembangkan usaha susu kambing sebagai alternatif susu bagi anak balita.

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga

Penelitian terhadap karakteristik Ibu rumah tangga diperlukan untuk menganalisis gambaran umum dari Ibu rumah tangga di Kota Depok. Ibu rumah tangga yang digunakan untuk menjadi responden dalam penelitian ini adalah Ibu rumah tangga yang pada saat penelitian memberikan konsumsi susu kepada anak balitanya. Karakteristik umum responden dijelaskan oleh variabel usia, pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran. Variabel tersebut kemudian akan ditabulasikan berdasarkan persentase dari keseluruhan jumlah responden.

6.1.1. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga Berdasarkan Variabel Usia Usia merupakan karakteristik demografi yang penting untuk diketahui, karena perbedaan usia mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap suatu produk (Sumarwan 2002). Usia dibagi berdasarkan kategori yang ditetapkan oleh BPS pada tahun 2010. Data usia dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Usia Tahun 2011

Dari hasil penelitian diketahui mayoritas usia responden berada di rentang usia dewasa awal (20-40 tahun). Tahap usia tersebut merupakan masa paling produktif dalam siklus hidup manusia (Papilia dan Olds 1986 yang diacu dalam Nasution 2009).

36 6.1.2. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga Berdasarkan Variabel

Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar responden yang berpartisipasi pada penelitian ini memiliki pendidikan setingkat dan diatas SMA.

Peneliti menilai dengan adanya hasil ini, responden dalam penelitian telah memiliki pendidikan yang cukup memadai sehingga mampu memahami kuesioner selama pengambilan data. Data tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Tingkatan Pendidikan Tahun 2011

Pendidikan Jumlah

(Orang) Persentase (%)

SMP 5 8,33

SMA 22 36,67

Diploma 18 30

Sarjana 11 18,33

Pasca Sarjana 4 6,67

Total 60 100

Tingkat pendidikan akan terkait dengan banyaknya informasi dan akan mempengaruhi keputusan seseorang dalam melakukan pembelian. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka konsumen akan lebih responsif dalam mengolah informasi (Sumarwan 2002).

6.1.3. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga Berdasarkan Variabel Pekerjaan

Jenis pekerjaan akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang dan kemudian diduga mempengaruhi pola konsumsi dan proses keputusan pembelian terhadap suatu produk bagi orang tersebut. Data pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.

37 Tabel 3. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Pekerjaan

Tahun 2011

Status Pekerjaan Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Ibu Rumah Tangga 34 90

Pegawai Negeri 9 5

Non-Pegawai Negeri 17 5

Total 60 100

Para Ibu yang memiliki profesi non-pegawai negeri rata-rata mendapatkan penghasilan yang lebih besar dibandingkan para ibu yang berprofesi sebagai pegawai negeri. Sedangkan para ibu yang memiliki profesi pegawai negeri rata-rata memiliki waktu luang yang lebih banyak dibandingkan dengan para ibu yang berprofesi sebagai non-pegawai negeri untuk mengurus rumah tangga.

Terdapat perbedaan antara ibu yang memiliki pekerjaan dengan ibu yang tidak memiliki pekerjaan atau ibu rumah tangga penuh terhadap pembentukan kebiasaan bagi anak. Ibu yang memiliki pekerjaan berarti sebagian waktunya akan tersita, sehingga perannya dalam hal mengurus anak terpaksa dikerjakan oleh orang lain (Suhardjo 1989 yang diacu dalam Nasution 2009).

6.1.4. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga Berdasarkan Variabel Pengeluaran

Para peneliti seringkali mengalami kesulitan untuk memperoleh data mengenai pendapatan dari responden. Responden merasa tidak nyaman jika harus mengungkapkan pendapatan yang diterimanya dan sebagian merasa bahwa pendapatan adalah hal yang sangat pribadi sehingga sangat sensitif jika diketahui orang lain. Untuk mengatasi persoalan tersebut, penelitian ini menggunakan metode lain dalam mengukur pendapatan seorang konsumen, yakni melalui pendekatan pengeluaran rumah tangga perbulan (Sumarwan 2002). Data pengeluaran responden dapat dilihat pada Tabel 5.

38 Tabel 4. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel

Pengeluaran Tahun 2011

Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata responden memiliki tingkat penghasilan yang cukup sehingga mampu memberikan konsumsi susu bagi anak.

Sebagian responden memiliki pekerjaan selain menjadi ibu rumah tangga sehingga berkontribusi menambah pendapatan keluarga. Hal ini menyebabkan mereka memiliki pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden lainnya.

6.1.5. Karakteristik Umum Ibu Rumah Tangga Berdasarkan Variabel Pengalaman Mengkonsumsi Susu Kambing

Responden yang pernah mengkonsumsi susu kambing akan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi terhadap produk susu kambing dibanding responden yang belum pernah mengkonsumsi susu kambing. Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi persepsi Ibu rumah tangga terhadap susu kambing. Data pengalaman mengkonsumsi susu kambing dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Pengalaman Mengkonsumsi Susu Kambing Tahun 2011

Pengalaman Mengkonsumsi Jumlah

39 Berdasarkan hasil penelitian, diketahui sebagian besar responden belum pernah mengkonsumsi susu kambing. Apabila dibandingkan dengan susu sapi dan susu kedelai, masyarakat masih jarang mengkonsumsi susu kambing secara rutin.

Selama ini, susu kambing lebih dikenal masyarakat dengan khasiatnya sebagai obat sehingga hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu.

6.2. Persepsi Ibu Rumah Tangga Terhadap Produk Susu Kambing

Persepsi turut menentukan pengambilan keputusan konsumsi yang dilakukan oleh Ibu rumah tangga. Persepsi yang baik terhadap suatu produk dapat menjadi dorongan bagi Ibu rumah tangga untuk mengkonsumsi produk tersebut secara berkelanjutan. Susu kambing sebagai alternatif susu yang diberikan kepada anak balita adalah hal baru bagi Ibu rumah tangga sehingga diperlukan adanya analisis persepsi Ibu rumah tangga terhadap produk susu kambing dari berbagai aspek. Penelitian ini akan membahas persepsi Ibu rumah tangga dari aspek bauran pemasaran (4P) dan aspek psikologi. Besarnya skor persepsi diukur dengan metode skoring rata-rata yang didapat dari penjumlahan skor kuesioner dengan nilai antara 1 (sangat tidak setuju) hingga 4 (sangat setuju). Persepsi Ibu rumah tangga dianggap baik apabila memiliki skor rata-rata lebih dari 2,5.

6.2.1. Persepsi Ibu Rumah Tangga Ditinjau dari Aspek Bauran Pemasaran Bauran pemasaran merupakan salah satu aplikasi dari strategi pemasaran yang terdiri dari 4P, yaitu product, price , place, dan promotion. Bauran pemasaran merupakan hal yang sangat penting bagi Ibu rumah tangga dalam mengambil keputusan untuk melakukan konsumsi sehingga penting bagi pemasar untuk mengembangkan bauran pemasaran yang tepat bagi Ibu rumah tangga.

6.2.1.1. Aspek Produk

Suatu produk yang memiliki citra yang baik di benak konsumen akan lebih mudah diterima oleh konsumen. Citra produk sama halnya dengan persepsi konsumen terhadap suatu produk atau biasa juga dikenal dengan brand image dari suatu produk. Persepsi terhadap suatu produk muncul akibat adanya stimulus yang diterima oleh indra. Untuk produk susu kambing akan dibahas berdasarkan

40 kandungan gizi, aroma, rasa, dan kemasan produk. Tabel 7 menunjukkan skor rata-rata persepsi responden terhadap produk susu kambing.

Tabel 6. Skor Rata-Rata Persepsi Responden Terhadap Produk Susu Kambing Tahun 2011

No Pernyataan Persepsi Tentang Produk Susu Kambing Skor Rata-rata 1. Susu kambing memiliki kandungan gizi yang tinggi 2,98 2. Aroma susu kambing tidak jauh berbeda dengan susu sapi 2,32

3. Rasa susu kambing enak untuk dikonsumsi 2,5

4. Kemasan produk susu kambing yang beredar saat ini

menarik 2,3

Skor rata-rata 2,52

Berdasarkan hasil penelitian, responden memiliki persepsi yang baik terhadap kandungan gizi susu kambing. Mereka percaya susu kambing memiliki kandungan gizi yang tinggi yang akan bermanfaat bagi kesehatan. Dalam hal aroma, persepsi Ibu rumah tangga terhadap aroma susu kambing dari berbagai kalangan adalah buruk. Apabila dibandingkan dengan susu sapi, responden menilai aroma susu kambing lebih amis sehingga tidak terlalu menyukai aroma susu kambing. Sedangkan dalam hal kemasan, responden dari berbagai kategori memiliki persepsi buruk. Kemasan susu kambing yang selama ini banyak beredar masih bersifat sederhana. Mereka menilai, kemasan produk susu kambing harus ditingkatkan lagi agar lebih menarik minat Ibu rumah tangga.

6.2.1.2. Aspek Harga

Harga merupakan imbalan yang diterima perusahaan dari Ibu rumah tangga atas produk yang telah diciptakan. Harga merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi pilihan para pembeli. Oleh karena itu menganalisis persepsi Ibu rumah tangga terhadap harga suatu produk sangat penting untuk dilakukan. Tabel 8 berikut ini menunjukkan skor rata-rata persepsi responden terhadap harga produk susu kambing

41 Tabel 7. Skor Rata-Rata Persepsi Responden Terhadap Harga Susu Kambing

Tahun 2011

No Pernyataan Persepsi tentang Harga Susu Kambing Skor Rata-rata

1. Harga susu kambing cukup terjangkau 2,57

Berdasarkan hasil penelitian, persepsi Ibu rumah tangga terhadap harga susu kambing adalah baik. Responden menilai harga susu kambing yang beredar selama ini yaitu Rp. 50.000- Rp. 80.000 perliter masih cukup terjangkau. Menurut mereka, harga tersebut tidak jauh berbeda apabila dibandingkan dengan harga susu formula yang selama ini diberikan kepada anak mereka.

6.2.1.3. Aspek Tempat

Kemudahan memperoleh suatu produk menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap suatu produk. Sehingga faktor lokasi penjualan menjadi salah satu hal yang penting untuk dipehatikan dalam memasarkan suatu produk. Tabel 9 berikut ini menunjukkan skor rata-rata persepsi responden terhadap lokasi penjualan susu kambing yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka.

Tabel 8. Skor Rata-Rata Persepsi Responden Terhadap Lokasi Penjualan Susu Kambing Tahun 2011

No Pernyataan Persepsi tentang Tempat Penjualan Susu

Kambing Skor Rata-rata

1. Menurut saya tempat-tempat yang menjual susu

kambing mudah untuk ditemukan 2,08

Berdasarkan hasil penelitian, persepsi Ibu rumah tangga terhadap lokasi penjualan susu kambing buruk. Selama ini, masih jarang ditemui tempat-tempat yang menjual susu kambing. Susu kambing kebanyakan dijual langsung oleh peternak atau didistribusikan melalui agen. Susu kambing juga dapat dijumpai di apotek-apotek yang menjual susu kambing beku. Namun hal ini kebanyakan tidak diketahui oleh Ibu rumah tangga. Mereka menilai, dibandingkan susu formula

42 atau susu kedelai yang dapat dijumpai di toko atau minimarket, susu kambing sulit untuk diperoleh.

6.2.1.4. Aspek Promosi

Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan pemasar untuk melakukan pemberian informasi mengenai suatu produk. Informasi berperan terhadap kemampuan konsumen dalam mengenali suatu produk yang diatwarkan. Tabel 10 berikut menunjukkan skor rata-rata persepsi responden terhadap promosi produk susu kambing.

Tabel 9. Skor Rata-Rata Persepsi responden Terhadap Promosi Susu Kambing Tahun 2011

No Pernyataan Persepsi tentang Promosi Susu Kambing Skor Rata-rata 1. Menurut saya, promosi tentang susu kambing masih

sangat kurang 2,03

Berdasarkan hasil penelitian, persepsi Ibu rumah tangga terhadap promosi susu kambing buruk. Ibu rumah tangga menilai promosi susu kambing masih jarang ditemui apabila dibandingkan susu formula yang dapat dengan mudah diketahui melalui berbagai iklan di media cetak maupun elektronik. Promosi susu kambing selama ini kebanyakan hanya melalui brosur. Ibu rumah tangga menilai promosi terhadap produk susu kambing harus ditingkatkan agar mereka mengetahui manfaat produk dan lokasi penjualan produk susu kambing.

6.2.2. Persepsi Ibu Rumah Tangga Ditinjau dari Aspek Psikologis

Salah satu masalah yang dihadapi konsumen susu kambing adalah masalah psikologis dikarenakan kambing merupakan hewan yang memiliki aroma yang tak sedap. Hal ini menjadi hambatan bagi kebanyakan orang untuk mengkonsumsi susu kambing karena mengkhawatirkan aroma kambing pada susu kambing.

Selain itu, daging kambing dipercaya dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan darah yang mengakibatkan penyakit darah tinggi sehingga menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk mengkonsumsi susu kambing. Tabel 10 berikut ini menunjukkan skor rata-rata persepsi Ibu rumah tangga terhadap aspek psikologis.

43 Tabel 10. Skor Rata-Rata Persepsi Responden Terhadap Aspek Psikologis yang

Berhubungan dengan Produk Susu Kambing Tahun 2011 No Pernyataan Persepsi tentang Mitos yang Berhubungan

dengan Produk Susu Kambing Skor Rata-rata 1. Susu kambing memiliki aroma yang sama seperti aroma

kambing 2,73

2. Susu kambing dapat meningkatkan tekanan darah yang

mengakibatkan penyakit darah tinggi 2,75

Skor rata-rata 2,74

Berdasarkan hasil penelitian, responden menilai susu kambing memiliki aroma yang berbeda dengan aroma kambing. Aroma prengus yang masih terdapat dalam produk susu kambing diakibatkan oleh proses pemerahan susu kambing yang kurang baik. Sehingga produk susu kambing yang diperah dengan proses yang baik tidak memiliki aroma prengus sama sekali.

Berdasarkan hasil penelitian, responden menilai susu kambing tidak memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Mereka menilai, tekanan darah yang meningkat saat mengkonsumsi daging kambing tidak terjadi ketika mengkonsumsi susu kambing karena susu kambing tidak mengandung kolesterol yang tinggi seperti daging kambing.

6.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Ibu Rumah Tangga Terhadap Produk Susu Kambing

Model logit untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap produk susu kambing dengan variabel tak bebas (Y) yang terbagi menjadi dua yaitu Y=0 (persepsi buruk) dan Y=1 (persepsi baik). Sedangkan variabel bebas terbagi menjadi enam variabel yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, tingkat pengeluaran, kategori tempat tinggal, dan pengalaman mengkonsumsi susu kambing.

Berdasarkan hasil penelitian, dari 60 responden sebanyak 26 (43,33 persen) orang mempunyai persepsi yang baik terhadap susu kambing dan 34 orang (56,67 persen) mempunyai persepsi yang buruk. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden belum pernah mengkonsumsi produk susu kambing.

Produk susu kambing merupakan produk susu yang belum terlalu familiar di masyarakat. Selain itu, sulitnya mencari lokasi penjualan dan masih minimnya

44 promosi produk susu kambing menyebabkan responden memiliki persepsi buruk terhadap produk susu kambing.

Hasil dugaan model logistik menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 85 persen didapatkan nilai signifikansi Hosmer dan Lemeshow Test sebesar 0,552. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan nilai alpha 0,15. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan model tersebut cukup baik, artinya paling sedikit terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh nyata (nilai koefisien tidak sama dengan nol) terhadap tingkat persepsi Ibu rumah tangga terhadap produk susu kambing di Kota Depok.

Persentase kebenaran model menduga persepsi terhadap produk susu kambing adalah sebesar 56,7 persen (Lampiran 3). Hal ini berarti bahwa terdapat kesalahan sebesar 44,3 persen dalam menduga tingkat persepsi responden terhadap produk susu kambing dengan menggunakan variabel-variabel bebas (variabel X) yang telah disebutkan di atas. Adapun variabel yang berpengaruh nyata terhadap persepsi Ibu rumah tangga adalah variabel yang memiliki nilai signifikansi di bawah nilai alpa 15 persen (0,15). Nilai signiikansi dari masing-masing kategori variabel dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Estimasi Regresi Logistik Terhadap Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Responden Untuk Memiliki Persepsi Baik Terhadap Produk Susu Kambing

45 Berdasarkan Tabel 11, maka dapat dilihat bahwa hanya variabel pengalaman yang memiliki pengaruh nyata terhadap persepsi Ibu rumah tangga.

Hal ini dikarenakan variabel tersebut memiliki P-value (Sig.) lebih kecil dari alpha yang ditetapkan yaitu 0,15. Pengaruh dari masing-masing variabel tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Usia

Berdasarkan hasil logistik pada Tabel, bahwa nilai P-value lebih besar dari 0,15 sehingga usia tidak memiliki pengaruh signifikan bagi persepsi Ibu rumah tangga terhadap susu kambing. Hal ini dikarenakan susu kambing dapat dikonsumsi oleh semua usia. Sehingga variabel usia tidak berpengaruh terhadap persepsi Ibu rumah tangga terhadap produk susu kambing.

2. Pendidikan

Berdasarkan hasil logistik pada Tabel, bahwa nilai P-value lebih besar dari 0,15 sehingga pendidikan tidak memiliki pengaruh signifikan bagi persepsi Ibu rumah tangga terhadap susu kambing. Hasil wawancara menunjukkan, walaupun memiliki tingkatan pendidikan yang berbeda pengetahuan terhadap produk susu kambing relatif sama. Sehingga tingkat pendidikan tidak membedakan secara nyata persepsi mereka terhadap produk susu kambing.

3. Pekerjaan

Berdasarkan hasil logistik pada Tabel, bahwa nilai P-value lebih besar dari 0,15 sehingga pekerjaan tidak memiliki pengaruh signifikan bagi persepsi Ibu rumah tangga terhadap susu kambing. Hal ini dikarenakan citra produk

Berdasarkan hasil logistik pada Tabel, bahwa nilai P-value lebih besar dari 0,15 sehingga pekerjaan tidak memiliki pengaruh signifikan bagi persepsi Ibu rumah tangga terhadap susu kambing. Hal ini dikarenakan citra produk

Dokumen terkait