• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perumusan Masalah Keperawatan

KUESIONER KEPUASAN PASIEN SETELAH PELATIHAN ROM

B. Perumusan Masalah Keperawatan

Diangnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga daan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat Setiadi (2012).

Dalam merumuskan diagnosa keperawatan terdiri dari 3 komponen yaitu respon manusia (problem), faktor yang berhubungan (etiologi), tanda dan gejala (simpton) Setiadi (2012).

Perumusan diagnosa keperawatan pada kasus ini didasarkan pada keluhan utama dan beberapa karakteristik yang muncul pada pasien. Dari pengkajian pada Ny. S didapatkan keluhan utama nyeri pada paha kanan, nyeri menjalarke lutut. Hasil pengkajian luka PQRST didapatkan data subyektif pasien mengatakan pasien nyeri pada lengan kiri, nyeri pada luka

operasi, nyeri saat digerak-gerakkan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri pada lengankiri sampai. Skala nyeri 5 (sedang). Nyeri dirasakan tilang timbul Selain data subyektif juga didapatkan data objektif sebagai berikut pasien terlihat meringis menehan sakit, pasien selalu melindungi area nyeri (lengan kiri).

Penulis mengambil diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus). Dimana sesuai teori nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International

Association for the study of Pain):awitan yang tiba-tiba atau lambat dari

intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung ≤ 6 bulan Nurarif & Kusuma (2013).

Batasan karakteristik nyeri akut secara subyektif diungkapkan pasien secara verbal atau melaporkan dengan isyarat, sedangkan secara obyektif diungkapkan pasien dengan gerakan menghindar nyeri, pasien meringis menahan sakit, pergerakkan terlihat sangat berhati-hati, pasien gelisah tidak bisa, tidur napsu makan berkurang Nurarif & Kusuma (2013).

Penentuan etiologi dari diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus) didasarkan pada pengkajian hasil foto rongent yang menunjukkan terjadinya fraktur humerus medial sinistra, dilakukan operasi ORIF (plate dan screw) di 1/3 tengah os humerus kiri.

Terpasang drainage dengan tip terproyeksi disoft tissue regio humerus kiri 1/3 tengah.

Perumusan diagnosa kedua didapat hasil pengkajian luka. Dimana didapatkan data sebagai berikut : rubor kemerahan pada area sekitar luka jahitan, panjang jahitan 15 cm dengan 18 jahitan, tidak terdapat nanah, balutan kering tidak ada rembesan,terdapat drainage pada luka berisi cairan darah 5 cc, jahitan tampak rapi. Kolor area sekitar luka pada lengan kiri terasa hangat. Dolor saat pengkajian pasien mengatakan nyeri skala 5 (sedang). Tumor lengan kiri mengalami pembengkakan. Fungsio laesa terdapat perubahan fungsi pada tangan kiri sebab pada lengan mengalami patah tulang, pasien tidak mampu beraktivitas, digerak-gerakkan terasa nyeri. Hal ini sesuai dengan teori dalam Brunner & Suddarth (2005) yang menyebutkan salah satu tanda gejala fraktur adalah terjadinya pembengkakan lokal dan perubuhan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

Kerusakan integritas kulit merupakan perubahan / gangguan epidermis dan/ atau dermis yang dapat dilihat dari batasan karakteristik kerusakan lapisan kulit (dermis) dan gangguan permukaan kulit (epidermis), karena medikasi maupun perubahan turgor kulit Nurarif & Kusuma (2013). Sehingga penulis dapat menegakkan diagnosa keperawatan integritas kulit berhubungan dengan medikasi (luka post operasi fraktur humerus).Penentuan etiologi dari diangnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi (luka post

operasi fraktur humerus) didapatkan dari hasil pengkajian luka rubor, kolor, dolor, tumor dan fungsio laesa.

Perumusan diagnosa ketiga didapatkan hasil pengkajian pada ektremitas kiri atas mengalami kelemahan anggota gerak. Kekuatan otot 2 ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, terdapat luka operasi sejak tanggal 06 Januari 2016, pasien tampak kesulitan menggerak-gerakan tangan kirinya, pasien meringis kesakitan ketika berlatih bergerak, pergerakan sangat lambat, pasien tidak dapat beraktivitas.

Sehingga penulis mengambil diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengankerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot). Dimana hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ektremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif & Kusuma, 2013). Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik yaitu kesulitan membolak-balikkan posisi, aktivitas dibantu orang lain dan alat, dispnea setelah beraktivitas, perubahan cara berjalan, pergerakan lambat, (Herdman, 2014). Penentuan etiologi dari diangnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot) berdasarkan pengkajian yang didapat yaitu pasien terlihat kesulitan meggerak-gerakkan tangan kirinya, pasien terlihat terenggah-enggah setelah latihan aktivitas pergerakan, pergerakan pasien sangat lambat, pasien belum dapat beraktivitas secara mandiri. Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 82 x/menit, RR 20 x/menit, S 36,2⁰C.

Pada pembahasan ini penulis mengambil tiga diagnosa yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus), diangnosa kedua kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi (luka post operasi fraktur humerus), diangnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot). Hal ini sesuai dengan teori Nasrul Effendy (1995) dalam Wijaya & Putri (2013).

C. Perencanaan

Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Perencanaan yang tertulis dengan baikakan memberi petunjuk dan arti pada asuhan keperawatan, karena perencanaan adalah sumber informasi bagi semua yang terlibat dalam asuhan keperawatan klien. Rencana ini merupakan sarana komunikasi yang utama, dan memelihara continuitas asuhan keperawatan klien bagi seluruh anggota tim (Setiadi, 2012).

Proses perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi dan mendokumentasikan rencana perawatan (Setiadi, 2012).

Intervensi pada masalah keperawatan dengan diangnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus), yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri Ny. S berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil pasien mengungkapkan penurunan rasa nyeri, skala nyeri turun menjadi 1, pasien merasa nyaman, pasien mampu mengontrol nyeri, pasien terlihat rileks, pasien mampu mengontrol nyeri dengan teknik non-farmakologi (tarik nafas dalam).

Penulis menuliskan intervensi sesuai dengan kriteria NIC (Nursing

Intervension Clacification) berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama

penulis menyusun perencanaan anatara lain kaji status nyeri pasien dengan rasionaliasi untuk mengetahui skala nyeri pasien. Untuk mengetahui skala nyeri pasien maka dalam mengkaji skala nyeri penulis menggunakan metode pengkajian nyeri PQRST. Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang menjadi factor prepitasi nyeri.Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk.

Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit

menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit terjadi. Saverity (scale of pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala

nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari / siang hari.(Nasrul Effendy, 1995:2-3) dalam Wijaya & Putri (2013).

Intervensi yang kedua adalah berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman dengan rasionalisasi memberikan kenyamanan pada pasien untuk istirahat.

Intervensi yang ketiga adalah ajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam ketika nyeri muncul dengan rasionalisasi memberikan kenyamanan pada pasien. Relaksasi nafas dalam merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat merubah persepsi kognitif dan motivasi efektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau rasa nyeri stres fisik dan emosi pada nyeri (Perry & Potter, 2005).

Intervensi yang keempat adalah kolaborasi pemberian obat analgesik pereda nyeri (ketorolac) 30 mg/8 jam dengan rasionalisasi untuk mengobati rasa nyeri. Pemberianketorolac 30 mg bertujuan untuk penatalaksanaan jangka pendek myeri akut derajat sedang – berat segera setelah operasi (Midian, 2014).

Masalah keperawatan yang kedua dengan diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (pembedahan), yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (elastisitas, temperatur, pigmentasi), tidak ada luka / lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, tidak ada tanda infeksi, menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit, dan mencegah

terjadinya cidera berulang, mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami (Nurarif & Kusuma, 2013).

Intervensi yang dilakukan pertama kali adalah observasi kulit akan adanya kemerahan dengan rasionalisasi untuk mengetahui keadaan luka. Intervensi yang kedua adalah bersihkan kulit agar tetap bersih dan kering dengan rasionalisasi mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka pada area kulit. Intervensi yang ketiga adalah anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar terutama pada area luka operasi dengan rasionalisasi mencegah nyeri akibat penggunaan pakaian yang ketat dan untuk memberikan kenyamanan pasien (Nurarif & Kusuma, 2013).

Intervensi yang keempat adalah kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi (advis dokter) dengan rasionalisasi untuk mencegah infeksi pada area luka dan mempercepat penyembuhan. Antibiotik yang diberikan pada Ny.S adalah cefozolin 1 gr/8 jam dengan tujuan untuk pencegahan infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif (Midian, 2014).

Masalah keperawatan yang ketiga adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keengganan memulai pergerakan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas dengan aman dan mandiri dengan kriteria hasil pasien meningkat dalam aktivitas fisik, pasien dapat memahami dan mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas, pasien mampu mengungkapkan perasaan dan

meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah, pasien mampu memperagakan penggunaan alat bantu mobilisasi (Nurarif & Kusuma, 2013). Intervensi yang pertama dilakukan adalah kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dengan rasionalisasi untuk mengetahui kemampuan yang dapat pasien lakukan. Intervensi yang kedua adalah latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan dengan latihan Range of Motion aktif dan pasif untuk meningkatkan kekuatan otot, Range of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot. Mobilisasi persendian dengan latiohan ROM merupakan salah satu bentuk rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien Fraktur (Ichanner’s, 2009).

Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat dalam menjaga sifat fisiologi dari jaringan otot dan sendi. Latihan ini dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi akibat kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan sendi, dan lain-lain. Pemberian ROM dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti tidur terlentang, tidur miring, tidur tengkurap, duduk, berdiri atau posisi sesuai dengan alat latihan yang digunakan (Irfan, 2012).

Intervensi yang ketiga adalah ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan dengan rasionalisasi untuk menambah wawasan dalam meningkatkan kekuatan otot.Intervensi yang

keempat adalah kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi dengan rasionalisasi sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien (Nurarif & Kusuma, 2013).

D. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari intervensi keperawatan antara lain : mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, mencegah komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, memantapkan hubungan klien dengan lingkungan, implentasi pesan dokter (Setiadi, 2012).

Implementasi dilakukan dari perencanan yang disusun sebelumnya. Berikut ini pembahasan implentasi dari masing-masing diangnosa:

Diangnosa keperawatan yang pertama adalah nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus), implementasi yang dilakukan pada tanggal 7, 8, 9 Januari 2016, adalah mengkaji status nyeri pasien PQRST, Pengkajian nyeri PQRST didapatkan. Pasien mengatakan nyeri padalengan kiri, nyeri saat digerak-gerakkan, nyeri pada area luka operasi, seperti ditusuk – tusuknyeri dirasakan pada lengan kiri pada area operasi skala nyeri 5 (sedang) nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien tampak menahan sakit jika ingin berganti posisi, pasien meringis kesakitan, pasien tampak melindungi area luka,pasien sangat berhati-hati menggerakkan tangan kirinya.

Metode sesuai teori Nasrul Effendy (1995:2-3) dalam Wijaya & Putri (2013).PQRST meliputi Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang menjadi factor prepitasi nyeri.Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk. Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar /

menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.Saverity (scale of pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari / siang hari.

Mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam ketika nyeri muncul. Penulis menekankan pada pemberian teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri,dimana teknik relaksasi nafas dalam adalah salah satu dari tindakan keperawatan dalam menurunkan nyeri, Syaiful & Rachmawan (2014), teknik relaksasi nafas dalam terbukti sangat efektif untuk menurunkan nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga sangat mudah dilakukan tanpa menggunakan alat bantu.

Relaksasi nafas dalam melibatkan sistem otot dan respirasi tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu dan dapat digunakan dalam jangka sewaktu-waktu relatif lebih lama. sesuai dengan teori Syaiful & Rachmawan (2014)Penulis melakukan teknik relaksasi nafas dalam ini selama 3 hari pengelolaan, dan selama 1 hari berikan teknik relaksasi 2 kali.

Dalam 3 hari pengelolaan ini penulis mendapatkan data sebagai berikut pada hari pertama skala nyeri 5, hari kedua skala nyeri 3, hari ketiga skala nyeri 2. Hal ini sesuai dengan teori dalam jurnal Syaiful & Rachmawan (2014) dimana dalam setiap implementasi mengalami penurunan skala nyeri.

Manfaat dari melakukan tarik nafas dalam adalah penurunan nadi, penurunan ketegangan otot, penurunan kecepatan metabolisme, peningkatan kesadaran global, perasaan damai dan sejahtera dan periode kewaspadaan yang santai (Perry & Potter, 2006). Dalam pengelolaan kasus ini setelah diberikan implementasi mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam ketika nyeri muncul dalam 3 hari pengelolaan ini skala nyeri pasien mengalami penurunan, hal ini sesuai dengan jurnal Syaiful & Rachmawan (2014) bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif dalam menurunkan skala nyeri pada pasien post operasi fraktur humerus.

Mengkolaborasikan pemberian obat analgesik pereda nyeri ketorolac 30mg/8jam. Dimana obat analgesik ketorolac berfungsi untuk penatalaksnaan jangka pendek nyeri akut derajat sedang – berat segera setelah operasi (Midian, 2014).

Memberikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri.Pada pasien post operasi seringkali mengalami nyeri hebat meskipun tersedia obat-obatan analgesik yang efektif, namun nyeri post operasi tidak dapat diatasi dengan baik, sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri sehingga dapat mengganggu kenyamanan pasien (Wals, 2008).

Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (adanya jahitan post operasi) implementasi yang dilakukan pada tanggal 7, 8, 9, Januari 2016 adalah mengkolaborasikan pemberian obat cefozolin 1 gr/8 jam. Dimana fungsi obat cefozolin adalah untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif (Midian, 2014).

Mengobservasi kulit akan adanya tanda infeksi. Melihat tanda-tanda infeksi atau peradangan diantaranya adalah rubor (kemerahan), color (panas), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan fungsio laesa terganggu, ini sesuai dengan teori Price, A dan L.Wilson (2006) yaitu sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. Mengajurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar (terbuka dengan slimut),Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering dimana pada Ny.S ganti balut dilakukan dua hari sekali sesuai dengan advis dokter.

Diangnosa yang ketiga adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot). Menurut Muttaqin (2008), kekuatan otot adalah perbandingan antara kemampuan pemeriksa dengan kemampuan untuk melawan tahanan volunteer secara penuh dari klien.

Implementasi yang dilakukan pada tanggal 6, 7, 8 adalah mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi. Hambatan mobilisasi fisik merupakan keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Heardman, 2014).

Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, Derajat 0 Artinya otot tak mampu bergerak/lumpuh total, misalnya jika tapak tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari tetap saja ditempatkansudah diperintahkan untuk bergerak. Derajat 1 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakkan pada persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut. Derajat 2 Dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak. Derajat 3 Dapat menggerakkan otot daengan tahanan minimal misalnya dapat menggerakan tapak tangan dan jari. Derajat 4 Tangan dan jari dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan. Derajat 5 Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal (normal), (Sjamsuhidajat & De Jong, 2010).

Melatih pasien untuk memulai menggerak-gerakkan tangan kirinya. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko-resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan/penegangan otot-otot diseluruh tubuh dan sirkulasi darah dan pernafasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih. Sering kali dengan keluhan nyeri, klien tidak mau melakukan mobilisasi

ataupun tidak berani merubah posisi. Disinilah peran perawat sebagai edukator dan motivator kepada klien sehingga klien tidak mengalami suatu komplikasi yang tidak diinginkan (Carpenito, 2009).

Memberikan pasien latihan Range of Motion Aktif dan Pasif, Range of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot. Mobilisasi persendian dengan latiohan ROM merupakan salah satu bentuk rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien fraktur (Ichanner’s, 2009).

Tujuan Range of Motion (ROM) seperti teori Potter dan Perry, 2006 adalah mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekutan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur, mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan sedangkan manfaat latihan rom menurut Mutaqqin,2008 adalah mempertahankan tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendi, memperbaiki toleransi otot untuk latihan, meningkatkan masa otot, mengurangi kehilangan tulang.Dalam 3 hari pengelolaan ini penulis mendapatkan data sebagai berikut pada hari pertama keuatan otot 2, hari kedua skala nyeri 3, hari ketiga skala nyeri 4. Hal ini sesuai dengan teori dalam teori Potter dan Perry, (2006) dimana dalam setiap implementasi mengalami peningkatan kekuatan otot dan fungsi gerak.

Melatih pasien untuk duduk di bed tidur. Melatih dan mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian seusai dengan teori, Irfan, (2012).

Untuk implementasi selanjutya adalah pemberian quisioner kepada pasien untuk menilai tingkat kepuasan pasien pada pelayanan yang telah diberikan, didapatkan hasil setelah 3 hari pengelolaan pada Ny. S dengan post ORIF fraktur humerus medial sinistra dengan pemberian latihan ROM aktif dan pasif yang diberikan selama 3 hari secara berturut turut didapatkan hasil efektif terhadap peningkatan kekuatan otot dan fungsi gerak serta meningkatkan kepuasan pelayanan terhadap pasien. sesuai jurnal yang penulis gunakan yaitu pengaruh penatalaksanaan terapi latihan terhadap kepuasan pasien post op fraktur oleh Hendrik Damping 2012 di RSUP PROF. DR. R.D Kandaou Manado terkait juga dengan teori bahwa kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaaan seseorang karena mendapatkan pelayanan suatu jasa yang berhubungan dengan berbagai aspek antaranya mutu pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberian pelayanan dalam hal ini latihan ROM aktif dan Pasif, prosedur serta sikap yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri.

E. Evaluasi

Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan

dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

Evaluasi dilakukan setiap hari diakhir shift dengan metode SOAP. Diagnosa yang pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus) pada tanggal 7 Januari 2016, pasien mengatakan nyeri, Provacate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri pada saat digerak-gerakkan. Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk. Region nyeri dibagian paha kanan sampai lutut. Scale pasien mengatakan skala nyeri 5. Time nyeri hilang timbul dan saaat digerakkan. Objektif keadaan pasien terlihat meringis menahan nyeri, pasien sangat berhati-hati bila ingin bergerak. Analisa masalah belum teratasi karena belum sesuai dengan criteria hasil yang diharapkan, klien masih terlihat meringis kesakitan, menahan nyeri, dan skala nyeri 5 (sedang). Planning lanjutkan intervensi seperti kaji status nyeri pasien, berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri, ajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam, kolaborasi pemberian obatt analgesik pereda nyeri ketorolak 30mg/8 jam.

Evaluasi pada tanggal 8 Januari 2016, dengan diagnosa yang pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus). Evaluasi keperawatan yang didapatkan pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang, Provacate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri pada saat digerak-gerakkan. Quality nyeri terasa senut-senut. Region nyeri dibagian

paha kanan. Scale pasien mengatakan skala nyeri 3. Time nyeri hilang timbul dan saat digerakkan. Objektif, keadaan pasien terlihat sedikit nyaman, tidak banyak keluhan, Analisa keperawatan belum teratasi karena belum sesuai

Dokumen terkait