• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perundingan Kemerdekaan yang Diikuti Tunku Abdul Rahman

BAB III BIOGRAFI TUNKU ABDUL RAHMAN

C. Perundingan Kemerdekaan yang Diikuti Tunku Abdul Rahman

Kata Tunku: ”The result was declared on Juli 27 midnight. It gave the Alliance a victory of 51 out of 52 contested”.26 Dari kata-kata ini jelaslah bahwa Partai Gabungan telah mencapai kemenangan yang cemerlang dalam pemilihan umum 1955, nama Tunku Abdul Rahman telah menjulang tinggi sebagai pemimpin politik yang memberi peran penting di Malaya. Di antara langkah awal yang diambil Tunku adalah melakukan pertemuan dengan Donald MacGillivray di King House Kuala Lumpur pada 31 Juli 1955. Dalam pertemuan itu, Tunku gagal mendapat persetujuan dari pihak Inggris tentang rencana pembentukan Komisi Bebas untuk membuat draf konstitusi baru dan menmberi izin kepada Partai Gabungan untuk ikut campur dalam pemerintahan Malaya secepatnya.27

Untuk membolehkan Tunku dan kabinetnya mendapat kuasa dalam pemerintahan, Tunku telah mengantar satu memorandum kepada Sekretaris Tanah Jajahan, yaitu A. Lennox Boyd pada 19 Agustus 1955. Adapun pada 22 Agustus 1955, Tunku telah bertemu dengan Lennox dan menyerahkan rencana untuk mendirikan sebuah pemerintahan sendiri dan akan dikendalikan oleh Partai Gabungan. Pada September 1955, Lennox telah melakukan perbincangan dengan Raja-raja Melayu tentang tuntutan Partai Gabungan. Raja-raja telah bersetuju

26

Tunku Abdul Rahman, op. cit., h. 53. 27

dengan rencana Partai Gabungan untuk mengubah Konstitusi 1948 dan melakukan perundingan dengan pihak Inggris, dengan syarat perundingan itu harus disertai juga oleh wakil raja-raja. 28

Rombongan menuntut kemerdekaan bertolak ke Inggris pada 1 Januari 1956, Tunku menaiki kapal laut yang mengambil masa selama 12 hari dan tiba disana pada 13 Januari 1956. Perundingan bersejarah itu telah diadakan selama tiga minggu, yaitu bermula pada 18 Januari hingga 6 Februari 1956. Perundingan ini disertai oleh empat wakil Partai Gabungan, yaitu Tunku Abdul Rahman, Dato’ Abdul Razak, Dr. Ismail Abdul Rahman. Wakil Raja-raja terdiri dari Dato’ Mohd Seth, Dato’ Nik Ahmad Kamil, dan Abdul Aziz Majid. Perundingan itu juga disertai oleh wakil-wakil Pejabat Tinggi Inggris di Malaya.29

Perundingan itu membincangkan beberapa perkara, di antaranya tentang pertahanan dan keselamatan negara, kemerdekaan negara, dan penbentukan komisi bebas untuk mengubah Konstitusi Malaya. Perundingan ini dihadiri oleh 35orang, dan hanya 8orang yang mewakili Malaya dan mereka masih kurang ilmu dalam bidang politik dan pemerintahan negara. Menyadari hal ini, Tunku telah meminta bantuan dari teman lamanya yang terdiri dari advokat dan ahli politik Inggris. Dalam perundingan itu, Rombongan Perundingan Malaya terpaksa menerima beberapa rencana pihak Inggris yang telah dirangka sebelum kedatangan mereka, rencana itu terkandung dalam ”Memorandum of United

28

Ibid, h. 259. 29

Kingdom”.30 Dalam perundingan itu, Tunku tidak mampu mempertahankan kemauan rakyat sepenuhnya, karena Rombongan Perundingan Malaya dikelilingi oleh ahli politik dan Pemerintah Inggris yang lebih mengutamakan kepentingan politik mereka.

Dalam perundingan itu Tunku tidak menunjukkan sikap yang tegas, bahkan Tunku senantiasa ceria, dan mengambil jalan mudah dalam menyelesaikan perundingan ini. Akan tetapi Tunku tetap sadar bahwa perundingan ini bertujuan untuk memenuhi aspirasi masyarakat yang berbeda etnis di Malaya terutama tentang tanggal kemerdekaan yang tepat dan harus disegerakan.31 Tunku mempunyai peran dan tanggungjawab yang besar dalam perundingan itu, karena beliau merupakan ketua rombongan dan ketua Partai Gabungan.

Sungguhpun pihak Inggris bersetuju dengan perkara-perkara yang dikemukakan oleh Tunku, namun mereka tetap ragu untuk menyatakan satu tanggal kemedekaan Malaya. Justeru itu, secara tidak rasmi Tunku memberitahu Lennox-Boyd bahwa beliau bersama rombongannya tidak akan pulang ke Malaya tanpa tanggal yang tetap bagi Kemerdekaan Malaya.32 Pada 2 Februari 1965, menurut Tunku Inggris telah membuat kenyataan dari Lancaster House tentang hasil perundingan itu. Di antara keputusan yang dibuat, adalah :

1- Pihak Inggris bersetuju untuk memberi kemerdekaan kepada Persekutuan Malaya pada tanggal 31 Agustus 1957, dengan syarat negara ini harus berada

30

Ramlah Adam, op. cit., h. 261. 31

Yusof Harun, op. cit., h. 186. 32

dalam Negara ”Commonwealth” dan harus menerapkan pemerintahan secara demokrasi.

2- Jabatan Sekretaris Keuwangan dan Pengarah Gerakan akan diganti dengan Menteri Keuangan dan Menteri Pertahanan, jabatan ini akan dijabat oleh masyarakat lokal.

3- Pihak Inggris hendaklah diberi hak untuk menempatkan anggota militernya dan pengkalan militer Inggris harus disahkan agar Inggris dapat melindungi Malaya.

4- Pihak Inggris akan membentuk sebuah Komisi bebas untuk mengamandemen Konstitusi baru Malaya, Komisi ini dinamakan Komisi/Pesuruhjaya Reid.33

Tunku menerima keputusan itu, dan inilah sikap Tunku dengan pihak Inggris secara pribadi. Pengalaman belajar di Inggris telah membuatkan Tunku dekat dengan pihak Inggris, sehingga beliau tidak mampu menolak keputusan pihak Inggris. Ketika pulang ke Malaya, Tunku dan rombongannya disambut secara besar besaran oleh rakyat di Padang Bandar Hilir Melaka pada 20 Febuari 1956. Namun pencapaian Tunku tidak lepas dari mendapat kritikan dari lawan politiknya terutama Dato’ Onn Jaafar.34 Mereka mempertikaikan tentang pembentukan Komisi bebas yang beranggatakan orang luar, dan curiga akan kepentingan orang Melayu sebagai pribumi akan hilang dan tidak dilindungi dengan baik.

33

International Law Book Services, op cit., h. 115. 34

Pada 1 Agustus 1956, rencana Komisi Reid telah ditetapkan dan dijabarkan kepada masyarakat. Setelah itu, rencana ini dikaji semula oleh Komisi/Jawatankuasa Kerja yang terdiri dari empat orang wakil raja-raja, empat orang wakil Partai Gabungan, dan beberapa orang wakil dari pihak Inggris termasuk Lembaga Tertinggi Inggris, Ketua Sekretaris, dan Pengacara Negara.35

Rencana Konstitusi yang telah diteliti oleh Komisi Kerja, kemudian dibincang pula oleh raja-raja Melayu sebelum diterima pada 27 Juni 1957 dan diluluskan oleh Majlis Perundangan Malaya pada 15 Agustus 1957. Pada 5 Agustus 1957 bertempat di King House, Kuala Lumpur, perjanjian kesepakatan telah ditandatangani diantara Ratu Inggris, Pejabat Tinggi Malaya, Raja-raja Melayu, dan yang DiPertuan Besar Negeri Sembilan sebagai yang Yang DiPertuan Agong pertama.36 Pada jam 8 tanggal 31 Agustus 1957 di Stadium Merdeka, Tunku Abdul Rahman sebagai Perdana Menteri pertama telah mendeklarasikan kemerdekaan negara di hadapan wakil Ratu Elizabeth, Duke Of Gloucerter, Pejabat Tinggi Inggris, Raja-raja Melayu, perwakilan 30 negara komenwel serta 25000 rakyat Persekutuan Malaya.37

Hal ini juga diperjelas dengan hasil wawancara, kata Subki Latif: Tunku telah memilih untuk melakukan perundingan dengan Inggris bagi mendapatkan kemerdekaan negara, tanpa berlakunya peperangan. Tunku juga seorang yang

35

Mohd Salleh Abbas, op. cit., h. 21. 36

Hasnah Hussin,op. cit., h. 73. 37

Syed Mahadzir Syed Ibrahim, 365 Hari Dalam Sejarah. (Selangor: Pekan Ilmu Publications Sdn Bhd, 1961), cet. 1, h. 604

patuh dengan nasihat dan mengikut syarat-syarat dari pihak Inggris, yaitu kemerdekaan Malaya tidak hanya dituntut oleh orang Melayu, tetapi ia juga harus dituntut oleh komunitas etnis di Malaya. Tunku telah berjaya membentuk kesepakatan antara UMNO partai yang mewakili orang Melayu, MCA parti yang mewakili Cina dan MIC yang mewakili India untuk menuntut kemerdekaan Malaya.38 Hal ini telah membuatkan Tunku diberi kepercayaan oleh pihak Inggris untuk mengambil alih pemerintahan Malaya,

Dengan ini jelaslah pada kita bahwa Tunku adalah seorang pengeran yang suka bersosialisasi dengan masyarakat dan suka melakukan musyawarah dalam menyelesaikan masalah negara. Di sini penulis mendatangkan satu firman Allah yang menganjurkan umat Islam bermusyawarah dalam menyelesaikan apa jua masalah;

brilian dari masalah-masalah yang tidak disinggung dalam wahyu, semisal strategi perang, masalah-masalah persial yang bernuansa ijtihad dan lain sebagainya. Maka dengan demikian selain Rasulullah saw lebih pantas dan perlu melakukan musyawarah.39 Di sini jelaslah pada kita bahwa musyawarah atau perundingan merupakan salah satu sistem yang amat dibutuhkan dalam pola politik Islam. Musyawarah yang dilakukan saat ini merupakan lanjutan dari praktek yang dilaksanakan pada zaman Rasulullah saw.

Dokumen terkait