• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apabila dihubungkan dengan tujuan keuangan dalam siklus hidup perusahaan secara eksplisit bahwa tujuan jangka panjang perusahaan adalah investor dan meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh sebab itu, umur perusahaan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan investor dalam menanamkan modalnya, selain itu umur perusahaan juga mencerminkan perusahaan tetap survive dan menjadi bukti bahwa perusahaan mampu bersaing atau mampu mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian.

Dalam kondisi normal perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan yang lebih banyak dibandingkan perusahaan yang masih baru. Dengan begitu, calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya lebih untuk memperoleh informasi tentang perusahaan yang melakukan IPO tersebut.

Menurut Nugroho (dalam Gunawan, 2014:44) umur perusahaan adalah umur sejak berdirinya perusahaan dan telah mampu menjalankan aktivitas operasionalnya hingga dapat mempertahankan going concern atau eksistensi perusahaan tersebut atau dalam dunia bisnis. Sedangkan menurut Harianto dan Sudomo (dalam Kamaliah dkk, 2009:13) menyatakan bahwa umur perusahaan adalah umur sejak berdirinya hingga perusahaan tersebut masih mampu menjalankan operasinya.

Umur perusahaan dapat diukur dari tanggal pendiriannya maupun dari tanggal terdaftarnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Secara teoritis perusahaan yang telah lama berdiri umumnya memiliki profitabilitas yang lebih stabil

dibandingkan dengan perusahaan yang baru berdiri atau yang masih memiliki umur yang singkat. Perusahaan yang telah lama berdiri akan meningkatkan labanya karena adanya pengalaman dari manajemen sebelumnya yang kemudian akan dijadikan proses belajar oleh perusahaan untuk semakin baik dan lebih efisien dalam mengelola bisnisnya. Selain itu, perusahaan yang telah lama berdiri lebih menarik perhatian investor, karena investor berasumsi bahwa perusahaan yang telah lama berdiri lebih mampu menghasilkan laba yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang baru berdiri.

2.5 Family Control

Family Control mencerminkan ada atau tidaknya kendali (kepemilikan) keluarga dalam perusahaan dimana hal tersebut sudah menjadi karakteristik yang umum dari suatu perusahaan keluarga. Hasil penelitian dari Claessens et al. (dalam Hariyanto dan Juniarti, 2014:141) menunjukkan bahwa kendali keluarga merupakan jenis paling umum dari kendali atas perusahaan. Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas perusahaan-perusahaan terbuka dikendalikan oleh keluarga. Menurut hasil penelitian Jakarta Consulting Group menyatakan bahwa sebesar 82% perusahaan di Indonesia mayoritas perusahaan keluarga.

Terdapat berbagai definisi mengenai perusahaan yang dikendalikan keluarga. Menurut Anderson & Reeb (dalam Gunawan dan Juniarti, 2014:43) “Perusahaan keluarga adalah perusahaan yang struktur kepemilikannya secara berkesinambungan terpusat pada keluarga, dimana perusahaan tersebut dikendalikan dan dijalankan oleh pihak keluarga”.

Menurut Maury (dalam Hariyanto dan Juniarti, 2014:142) “Family control adalah ada atau tidaknya kepemilikan saham minimal 10% yang dimiliki oleh keluarga”. Menurut Chrisman et al. (2004) “Perusahaan yang dikendalikan keluarga ditunjukkan dengan adanya keterlibatan keluarga dalam kepemilikan saham serta adanya suksesi antar generasi di antara anggota keluarga”.

Perusahaan keluarga memiliki kelebihan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak dimiliki oleh keluarga. Menurut Jip dan Juniarti (2014) kelebihan tersebut antara lain :

1. Perusahaan keluarga melihat perusahaan sebagai asset yang akan diwariskan kepada generasi selanjutnya sehingga berfokus pada kelangsungan hidup perusahaan ke depannya.

2. Adanya rasa kepemilikan yang kuat terhadap perusahaan juga dapat mendorong tercapainya profitabilitas yang baik.

3. Perusahaan keluarga dapat menaikkan nilai perusahaan karena pemilik perusahaan biasanya berfokus pada pemikiran jangka panjang akan kelangsungan hidup perusahaan dan dengan demikian akan mereka untyk berinvestasi jangka panjang yang menguntunngkan.

4. Adanya wewenang yang kuat pemilik perusahaan dalam mengontrol operasi perusahaan membuat pemilik lebih oeduli terhadap naiknya profitabilitas.

Di sisi lain, perusahaan keluarga juga memiliki kelemahan, yaitu:

1. Keluarga di dalam perusahaan cenderung memiliki keinginan untuk memaksimalkan kekayaan keluarga mereka sendiri dibandingkan dengan meningkatkan nilai perusahaan.

2. Di dalam perusahaan keluarga sering terjadi konflik antar anggota keluarga, misalnya keragaman tujuan pribadi yang membuat tidak adanya kesepakatan dalam pengambilan keputusan dan komitmen bersama dalam hal kepemilikan usaha sehingga dapat menurunkan profitabilitas.

3. Seringkali di dalam perusahaan keluarga, pemimpin yang sudah tidak kompeten tetap dipertahankan karena dianggap telah berjasa bagi perusahaan, hal tersebut menyebabkan dibatasinya perekrutan manajemen yang lebih kompeten dan profesional sehingga dapat menghambat tercapainya profitabilitas.

4. Sifat konservatif dan cenderung berhati-hati yang sebelumnya menjadi kelebihan dari perusahaan keluarga juga dapat menjadi kekurangan dari perusahaan keluarga karena perusahaan keluarga menjadi tidak berani untuk mengambil risiko, selain itu sifat konservatif tersebut menyebabkan perusahaan keluarga tidak dapat tumbuh.

Family control pada penelitian ini diwakilkan dengan kepemilikan saham keluarga yang lebih besar atau sama dengan 10%. Pemilihan batas 10% dikarenakan kepemilikan dengan batas 10% ke atas telah dapat menunjukkan kontrolnya dan presentase ini sudah cukup besar untuk melakukan pengendalian. Family control didefinisikan dengan menggunkan dummy variabel, yaitu dengan menggolongkan nilai dummy menjadi dua, pertama perusahaan yang memiliki family control diwakilkan dengan nilai dummy 1, dan yang kedua perusahaan yang tidak memiliki family control diwakilkan dengan nilai dummy 0.

2.6 Profitabilitas

2.6.1 Pengertian Profitabilitas

Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang utama adalah memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal. Dengan laba yang maksimal perusahaan dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Oleh karenanya manajemen perusahaan dituntut harus mampu untuk memenuhi target yang telah ditetapkan. Untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan, digunakan rasio profitabilitas atau sering disebut juga rasio rentabilitas.

Menurut Sartono (2012:122) “Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri”.

Menurut Kasmir (2008:196) “Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan, selain itu rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas dan efisiensi manajemen suatu perusahaan”.

Sedangkan menurut Harahap (2013:304) “Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya”.

Dari beberapa pengertian profitabilitas menurut para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah ukuran kinerja perusahaan dalam

mengelola sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien sehingga mampu menghasilkan laba yang tinggi melalui penjualan.

2.6.2 Jenis-jenis Rasio Profitabilitas

Berikut ini beberapa jenis rasio profitabilitas menurut Kasmir (2010:115): a. Margin laba (Profit Margin), merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur margin laba atas penjualan. Caranya adalah dengan membandingkan antara laba bersih setelah pajak (EAT) dengan penjualan bersih.

b. Return on Investment (ROI), merupakan hasil pengembalian atas investasi dan lebih dikenal dengan nama Return on Total Assets. ROI atau ROA menunjukkan hasil atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI atau ROA merupakan ukuran efektivitas manajemen dalam mengelola aktivitasnya.

c. Return on Equity (ROE) atau hasil pengembalian ekuitas, merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri.

d. Rasio Laba Per Lembar Saham (EPS), merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi, maka kesejahteraan pemegang saham meningkat dengan tingkat pengembalian yang tinggi.

2.6.3 Return on Investment (ROI)

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi hanya menggunakan satu cara yaitu menggunakan rasio Return on Investment (ROI). Menurut Sartono (2012:123) “Return on Investment atau Return on Assets menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan”. Dengan begitu rasio ini menghubungkan antara keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan tersebut. ROI dapat dihitung dengan rumus (Syamsuddin, 2007:63) :

Return on Investment = ��������� ����� ���

����� ������

x 100%

Adapun kelebihan dan kekurangan menggunakan ROI menurut (Munawir, 2004:91) . Kelebihan menggunakan ROI tersebut antara lain :

a. ROI bersifat menyeluruh, pada perusahaan yang sudah menjalankan praktik akuntansi yang baik maka manajemen dengan menggunakan teknik analisa ROI dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi produksi dan efisiensi bagian penjualan.

b. Apabila perusahaan dapat mempunyai data industri sehingga dapat diperoleh rasio industri, maka dengan analisa ROI ini dapat dibandingkan efisiensi penggunaan modal pada perusahaannya dengan perusahaan lain yang sejenis, sehingga dapat diketahui apakah perusahaannya berada di bawah, sama, atau di atas rata-ratanya.

c. Analisa ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh divisi/bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua biaya dan modal ke dalam bagian yang bersangkutan.

d. Analisa ROI juga dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

e. ROI selain berguna untuk kepentingan kontrol, juga berguna untuk keperluan perencanaan, misalnya ROI dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan kalau perusahaan akan mengadakan ekspansi.

Disamping kelebihan dari ROI, adapun kelemahannya yaitu :

a. Kesukaran ROI dalam membandingkan rate of return suatu perusahaan denga perusahaan lain yang sejenis mengingat bahwa kadang–kadang praktik akuntansi yang digunakan oleh masing-masing perusahaan tersebut berbeda-beda.

b. Kelemahan lainnya terletak pada fluktuasi nilai dari uang (daya belinya). Suatu mesin atau perlengkapan tertentu yang dibeli dalam keadaan inflasi nilainya berbeda dengan kalau dibeli pada waktu tidak inflasi, dan hal tersebut berpengaruh dalam menghitung investment turnover dan profit margin.

c. Dengan menggunakan analisa rate of return atau ROI saja tidak akan dapat digunakan untuk mengadakan perbandingan antara dua perusahaan atau lebih dengan mendapatkan kesimpulan yang memuaskan.

Dokumen terkait