• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK

D. Keterkaitan Induk dan Anak Perusahaan dalam Konstruksi

1. Perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi

Perusahaan grup adalah suatu tatanan diantara sejumlah perseroan-perseroan, yang secara yuridis masing-masing merupakan subjek hukum yang mandiri satu terhadap yang lain, tetapi sebenarnya kesemuanya merupakan satu kesatuan ekonomis. Secara ekonomis, kepemilikannya mayoritas berada di satu tangan dan juka perseroan-perseroan ini berdiri sendiri-sendiri, maka tidak lain semata-mata dari segi struktur yuridis. Inilah yang dinamakan sistem beranak-pinak dalam struktur perseroan. Struktur seperti inilah yang acapkali disebut

struktur “concern” , yang dalam praktik di negara kita acap kali disebut “group”.9

Pengertian nama holding company yang berbeda terdapat pada Penjelasan

Umum Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1960 tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan N.V Semarangsche Stoomboot En Prauwen Veer (S.S.P.V) Dan N.V. Semarang Veer Di Semarang. Penjelasan Umum Peraturan Pemertintah Nomor 35 Tahun 1960 menyatakan bahwa S.S.V.P dipecah-pecah menjadi beberapa perusahaan berbentuk badan hukum yang berdiri sendiri untuk memudahkan pengoperasiannya kepada perusahaan-perusahaan nasional,

sedangkan S.S.P.V sebagai holding company memegang seluruh saham

N.V.-N.V. baru itu, yang terdiri dari N.V.-N.V. Semarang Veer dan N.V.-N.V. Semarang Dock Works. Ketiga perusahaan itu satu sama lainnya oleh fiskus dianggap terpisah, juga dalam hal perusahaan-perusahaan itu satu sama liannya memberikan jasa-jasa, padahal pada hakikatnya mereka merupakan satu perusahaan.

Induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak perusahaan dalam suatu kesatuan ekonomi. Pimpinan sentral ini menggambarkan suatu kemungkinan melaksanakan hak atau pengaruh yang bersifat menentukan. Pelaksanaan pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi hak atau mendominasi hak perusahaan lain. Atas kewenangan induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan, induk perusahaan dianggap menjalankan fungsi

sebagai holding company.

10

9

Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2011) (selanjutnya disebut Rudi Prasetya 2), hlm.144.

10 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Erlangga, 2010) (selanjutnya disebut Sulistiowati 1), hlm. 25.

Berdasarkan hal tersebut di atas, terdapat dua model pengendalian perusahaan grup ditinjau dari kegiatan usaha induk perusahaan, yaitu sebagai berikut :

a. Investment Holding Company

Pada investment holding company, induk perusahaan hanya melakukan

penyertaan saham pada anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan operasional. Induk perusahaan memperoleh pendapatan hanya dari deviden yang diberikan oleh anak perusahaan.

b. Operating Holding Company

Pada operating holding company, induk perusahaan menjalankan kegiatan

usaha atau mengendalikan anak perusahaan. Kegiatan usaha induk perusahaan biasanya akan menentukan jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh induk

perusahaan tersebut. 11

2. Praktik monopoli

Umumnya, monopoli merupakan istilah yang dipertentangkan dengan persaingan. Meskipun demikian, ternyata belum ada kesepakatan luas mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah ini. Secara etimologi, kata

monopoli berasal dari kata Yunani “monos” yang berarti sendiri dan “polein”

yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut, secara sederhana orang lantas memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu

penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu.12

11 Ibid.

12

Monopoli terbentuk jika hanya ada satu pelaku yang mempunyai kontrol eksklusif terhadap pasokan barang dan jasa di suatu pasar, dan dengan demikain juga terhadap penentuan harganya. Karena pada kenyataannya monopoli sempurna jarang ditemukan, dalam praktiknya sebutan monopoli juga diberlakukan bagi pelaku yang menguasai bagian terbesar pasar. Secara lebih longgar, pengertian monopoli juga mencakup struktur pasar dimana terdapat beberapa pelaku, namun karena peranannya yang begitu dominan, maka dari segi

praktis pemusatan kekuatan pasar sesungguhnya ada di satu pelaku saja.13

Menurut dasar Hukum Persaingan Usaha, UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau

satu kelompok pelaku usaha.14 Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan

ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan

umum.15 Suatu perusahaan dikatakan telah melakukan monopolisasi jika pelaku

usaha mempunyai kekuatan untuk mengeluarkan atau mematikan perusahaan lain dan pelaku usaha tersebut telah melakukannya atau mempunyai tujuan untuk

melakukannya.16

13

Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 5-6.

14

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1 ayat 1.

15

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1 ayat 2.

16Rachmadi Usman , Hukum Persaingan Usaha di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 11.

3. Persaingan usaha tidak sehat

Persaingan dalam bahasa Inggris disebut “competition” yang memiliki

pengertian “situation in which people compete for something that not everyone

can have”.17 Dengan memperhatikan terminologi persaingan di atas, dapat diketahui bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut :18

a. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli.

b. Ada kehendak diantara mereka untuk mencapai tujuan yang sama.

Dengan definisi yang demikian, kondisi persaingan sebenarnya merupakan satu karakteristik yang lekat dengan kehidupan manusia yang cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Salah satu bentuk persaingan di bidang ekonomi

ialah persaingan usaha (business competition) yang secara sederhana bisa

didefinisikan sebagai persaingan antara para penjual di dalam merebut pembeli

dan pangsa pasar.19

17

Oxford Learner’s Pocket Dictionary Third Edition, Oxford : Oxford University Press, 2003, hlm. 82.

18Arie Siswanto, Op.Cit., hlm. 13.

19Ibid.

, hlm. 13-14.

Definisi persaingan usaha tidak sehat menurut Pasal 1 angka 6 UU No. 5 Tahun 1999 adalah persaingan antar pelaku dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Pengaturan ini dilakukan dengan sangat ketat untuk mencegah pelaku usaha melakukan persaingan usaha tidak sehat yang dipandang akan merugikan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.

F. Metode Penelitian

Untuk mendapatkan data yang valid dan akurat penelitian harus dilakukan secara sistematis dan teratur, sehingga metode yang dipakai sangatlah menentukan. Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu dilakukan. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut :

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau bahan sekunder. 20 Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum

dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law

in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan

patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.21

20

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13.

21

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 118.

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan relevan terhadap asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini.

Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum, yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

2. Sumber data

Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik

oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain.22

a. Bahan hukum primer, yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maupun yang diterbitkan oleh negara lain dan badan-badan internasional. Dalam penelitian ini, adapun undang-undang yang digunakan antara lain : Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, beberapa peraturan dan pedoman Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.

Data sekunder berfungsi untuk mencari data awal/informasi, mendapatkan batasan/definisi/arti suatu istilah. Data sekunder yang dipakai adalah sebagai berikut :

b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya yang diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik.

22

Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 41.

c. Bahan hukum tertier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia, dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif

dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Library Research) dan juga

melalui bantuan media elektronik, yaitu internet untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Metode Library Research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis

yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini, berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan (studi pustaka) dengan memadukan, mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti yang

berhubungan dengan judul skripsi Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak

Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut UU No. 5 Tahun 1999”.

4. Analisis data

Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. Metode analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan :

a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan

dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini;

b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut

diatas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas;

c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan

dari permasalahan; dan

d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan

kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan dalam skripsi diuraikan secara sistematis untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mengemukakan tentang latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian

penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan, yang semuanya berkaitan dengan hubungan induk perusahaan dan anak perusahaan yang berkaitan dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

BAB II PENGATURAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK

PERUSAHAAN DI INDONESIA

Bab ini membahas mengenai sejarah singkat perusahaan grup, aspek yuridis perusahaan grup, realitas bisnis perusahaan grup, dan keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup di Indonesia.

BAB III PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK

SEHAT DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN MENURUT UU NO. 5 TAHUN 1999

Bab ini akan membahas iklim persaingan usaha di Indonesia setelah lahirnya UU No. 5 Tahun 1999, perjanjian yang dilarang UU No. 5 Tahun 1999, kegiatan yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999, posisi dominan dalam UU No. 5 Tahun 1999, serta peranan KPPU sebagai lembaga pengawas penegakan hukum UU No. 5 Tahun 1999.

BAB IV HUBUNGAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK

PERUSAHAAN DALAM KAITANNYA DENGAN LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DI INDONESIA MENURUT UU NO. 5 TAHUN

Bab ini membahas mengenai perkembangan holding company dalam perspektif hukum persaingan usaha di Indonesia, hubungan

induk dan anak perusahaan dalam kaitannya dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh holding company yang telah diputus oleh KPPU, dan pencegahan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam holding company.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini mengemukakan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi perseroan terbatas dan orang-orang yang membacanya.

E. Sejarah Singkat Perusahaan Grup

1. Sejarah perusahaan grup di Indonesia

Keberadaan dan pengakuan yuridis terhadap perusahaan grup menjadi salah satu perdebatan yang telah berlangsung sejak lama dan melibatkan berbagai wilayah yurisdiksi yang berbeda. Perbedaan pendapat mengenai pengertian yuridis perusahaan grup ini disebabkan oleh belum adanya pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup. Bahkan realita bisnis terkini yang ditandai oleh dominasi perusahaan grup dibandingkan dengan bentuk usaha lain ternyata belum dapat menjadi justifikasi bagi perlunya pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup, sebagaimana bentuk-bentuk organisasi perusahaan lain seperti

perseroan terbatas.23

Pandangan berbeda yang muncul mengenai pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup menggunakan pertimbangan bahwa pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup tidak diperlukan karena pemberian status perusahaan kelompok akan menghilangkan kemandirian yuridis anggota perusahaan grup. Hal ini bertentangan dengan prinsip perusahaan grup yang beranggotakan badan hukum mandiri untuk membentuk kesatuan ekonomi, tetapi

23

bukan kesatuan yuridis. Kesatuan yuridis dicapai melalui merger dua badan

hukum.24

Negara-negara yang belum mengatur secara khusus perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal sebagai kerangka pengaturan terhadap perseroan-perseroan yang tergabung dalam perusahaan grup. Pengaturan mengenai perseroan-perseoran yang tergabung dalam perusahaan grup menjadi bagian dari hukum perseroan. Peraturan perundang-undangan tidak mengatur mengenai perusahaan grup sehingga sampai saat ini belum ada pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup.

25

Sesuai dengan peruntukan hukum perseroan sebagai kerangka pengaturan bagi perseroan tunggal, hukum perseroan hanya mengatur mengenai keterkaitan antara induk dan anak-anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup sebagai hubungan khusus di antara badan hukum mandiri. Dengan menggunakan pendekatan perseroan tunggal, peraturan perundang-undangan masih mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup tidaklah menghapuskan kemandirian yuridis status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri, walaupun anak perusahaan berada di bawah kendali induk perusahaan.

26

Konsepsi perusahaan grup tidak berada dalam ranah hukum. Keberadaan perusahaan grup mengacu pada realitas bisnis tergabungnya

24Ibid. 25Ibid. 26Ibid.

perusahaan yang berada di bawah kendali induk perusahaan. Induk perusahaan bertindak sebagai pimpinan sentral, yang mengarahkan kegiatan usaha anggota perusahaan grup untuk mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup sebagai

kesatuan ekonomi.27

Dibandingkan dengan hukum perseroan, hukum perusahaan grup menangani gejala khusus tersusunnya perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri dalam suatu susunan yang erat antara satu sama lain. Sebaliknya, dari sudut pandang ekonomi, perusahaan grup dipandang sebagai suatu kesatuan yang berada di bawah pimpinan sentral. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan

berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan.28

Hingga saat ini belum ada pengertian yang sama mengenai perusahan grup, baik bentuk jamak secara yuridis maupun kesatuan ekonomi. Konstruksi perusahaan grup sebagaimana dinyatakan oleh Ludwig Raiser merupakan

Sebagaimana penjabaran di atas, hukum perseroan mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Pengakuan yuridis terhadap badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri berimplikasi terhadap aspek yuridis perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis. Oleh karena itu, perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis merupakan keniscayaan digunakannya hukum perseroan sebagai kerangka pengaturan bagi perusahaan grup.

27Ibid.

polaritas dari pluralitas di antara anggota perusahaan grup yang berbadan hukum mandiri dengan kesatuan dari keseluruhan perusahaan grup, sedangkan Emmy Pangaribuan menyatakan sebagai bentuk jamak secara yuridis dengan kesatuan

ekonomi.29

Untuk menjembatani belum adanya definisi yang seragam mengenai

terminologi law of groups, Immenga berpendapat bahwa wacana mengenai

perusahaan grup dapat dimulai dari kombinasi perusahaan-perrusahaan yang memiliki kemandirian yuridis yang tergabung dalam satu kelompok. Emmy Pangaribuan menyatakan bahwa perusahaan grup merupakan gabungan atau susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama lain terkait begitu erat sehingga membentuk satu kesatuan ekonomi yang tunduk pada

suatu pimpinan perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.30

Langkah penggabungan dan atau peleburan merupakan lawan atau

kebalikan dari tindakan “holding”. Holding adalah suatu tatanan diantara sejumlah

perseroan-perseroan, yang secara yuridis masing-masing merupakan subjek hukum yang mandiri satu terhadap yang lain, tetapi sebenarnya kesemuanya merupakan satu kesatuan ekonomis. Secara ekonomis, kepemilikannya mayoritas berada di satu tangan dan jika perseroan-perseroan ini berdiri sendiri-sendiri, maka tidak lain semata-mata dari segi struktur yuridis. Inilah yang dinamakan sistem beranak-pinak dalam struktur perseroan. Struktur seperti inilah yang

acapkali disebut sebagai struktur “holding” atau dalam kepustakaan Belanda

2. Holding Company di Indonesia

29Ibid., hlm. 22. 30Ibid.

sering disebut sebagai struktur “concern” , yang dalam praktik di negara kita acap

kali disebut “group”.31

Konstruksi perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan. UUPT tidak memberikan pengakuan yuridis terhadap perusahaan grup sebagai badan hukum tersendiri. Sebaliknya UUPT telah memberikan legitimasi bagi munculnya realitas kelembagaan perusahaan grup melalui legitimasi kepada suatu perseroan melakukan perbuatan hukum untuk memiliki saham pada perseroan lain atau mengambilalih saham yang menyebabkan beralihnya pengendalian perseroan lain sehingga berimplikasi

kepada lahirnya keterakitan induk dan anak perusahaan.32

A holding company heads a group of company, a company(ies) which is directly or indirectly under the control of holding company is termed a subsidiary company(ies).

Stephen Griffin dalam bukunya yang berjudul Company Law Fundamental

Principles memberikan batasan-batasan mengenai definisi holding company :

33

Sebagaimana penjabaran di atas, induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak perusahaan dalm suatu kesatuan ekonomi. Pimpinan sentral ini menggambarkan suatu kemungkinan melaksanakan hak atau pengaruh yang bersifat menentukan. Pelaksanaan pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi hak atau

31 Rudhi Prasetya 2, Op.Cit., hlm.144. 32 Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm.23-24.

33

Stephen Griffin, Company Law Fundamental Principles (US: Pearson Education Limited, 2000), hlm. 54.

mendominasi hak perusahaan lain. Atas kewenangan induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan, induk perusahaan dianggap menjalankan fungsi

sebagai holding company.

Sementara itu, Ray August menyatakan bahwa holding company adalah

perusahaan yang dimiliki oleh induk perusahaan atau beberapa induk perusahaan untuk mengawasi, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak perusahaannya. Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Garner, yaitu

perusahaan holding adalah suatu perusahaan yang dibentuk untuk mengontrol

perusahaan lainnya, biasanya dalam membatasi perannya untuk menguasai saham

dan mengelola manajerial.34

Pengertian holding company di atas menunjuk kepada investment holding

company karena induk perusahaan hanya menjalankan fungsi mengawasi, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak perusahaannya saja. Ratnawati Prasodjo menyatakan bahwa UUPT tidak mengenal kepemilikan

saham atau investasi perusahaan lain sebagai bentuk usaha.35

Terdapat dua model pengendalian perusahaan grup ditinjau dari kegiatan

usaha induk perusahaan, yaitu sebagai berikut:36

1. Investment Holding Company. Pada investment holding company, induk perusahaan hanya melakukan penyertaan saham pada anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan operasional. Induk perusahaan memperoleh pendapatan hanya dari deviden yang diberikan oleh anak perusahaan; 34 Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm. 24. 35Ibid. 36Ibid., hlm. 25.

2. Operating Holding Company. Pada operating holding company, induk perusahaan menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan anak perusahaan. Kegiatan usaha induk perusahaan biasanya akan menentukan jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh induk perusahaan tersebut.

Terkait dengan adanya dua jenis holding company di atas, Pasal 2 UUPT

menyatakan bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Adanya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha pada ketentuan Pasal 2 UUPT menjadi syarat wajib bagi suatu perseroan

sehingga investment holding company tidak dapat dianggap sebagai suatu

kegiatan usaha.37

Berdasarkan penjabaran di atas, induk perusahaan dapat menunjuk

anggota perusahaan lainnya untuk bertindak sebagai holding sehingga pada suatu

Dokumen terkait