SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan
Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
EVELYN
110200054
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UU NO. 5 TAHUN 1999 SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
EVELYN
NIM : 110200054
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
NIP. 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Mahmul Siregar, S.H.,M.Hum
NIP. 197302202002121001 NIP. 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Penulis senantiasa menikmati kasihNya dan dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi
ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk
memproleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin
menyelesaikan perkuliahannya. Adapun judul yang Penulis kemukakan
“HUBUNGAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DALAM KAITANNYA DENGAN LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DI INDONESIA MENURUT UU NO. 5 TAHUN 1999”.
Besar harapan Penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca dan ilmu pengetahuan, khususnya bagi Penulis sendiri. Walaupun
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Dalam
penyusunan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan,
arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis ucapkan terima kasih
yang sebaik-baiknya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Affan Mukti, SH., MS, selaku Dosen Wali Penulis selama Penulis
kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Windha, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen
Pembimbing II yang selalu membantu dan membimbing Penulis dari awal
hingga akhir penulisan skripsi ini.
7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.H, selaku Sekretaris Departemen Hukum
Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I
yang telah membantu, dan memberi petunjuk serta bimbingan sehingga
skripsi ini akhirnya dapat selesai.
9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen sebagai tenaga pendidik di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia memberi ilmu dan
pandangan hidup kepada Penulis selama Penulis menempuh ilmu di
Fakultas Hukum
10.Tak lupa pula kepada seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang telah turut membantu dan memberi kemudahan
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orangtua Penulis yang tercinta yaitu Ayahanda Joslan Sinurat dan
Ibunda Betti Hutauruk yang telah memberikan segalanya bagi Penulis baik
dari materil maupun moril yang tidak bisa ternilai harganya, untuk saat ini
hanya doa tulus yang dapat diberikan dari Penulis untuk Ayah dan Ibu.
Semoga kelak Penulis dapat membahagiakan kedua orangtua.
2. Untuk saudara-saudara Penulis bang Samuel dan adikku Dicky,
terimakasih untuk segala bantuan yang kasih sayang kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Untuk Rizky Daud yang telah menemani dari awal perjalanan sampai
akhir perkuliahan. Terima kasih untuk waktu, kesabaran, dan perhatian
yang diberikan dalam menemani penulis. Semoga kita berdua sukses.
4. Untuk sahabat-sahabat Penulis yang telah menjadi keluarga di kampus:
Roland, Naomi, Togar, Ditha, Lydia, Wiwid, Puput, Putri. Terima kasih
atas segala kebaikan, persahabatan, dan kehangatan yang telah kita jalani
selama ini. Semoga persahabatan kita ini dapat terus terpelihara untuk ke
depannya. Salam persahabatan dan penghargaan terdalam bagi ikatan
kekeluargaan yang telah kita lalui bersama selama ini.
5. Untuk sahabat baik Penulis Amelia, Irna, Inneke, teman berbagi suka
6. Untuk Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia khususnya Komisariat
Fakultas Hukum USU yang telah memberikan pendidikan di luar kampus
dan membantu penulis berlatih menjadi seorang pemimpin Kristen yang
baik. Penulis juga mendapatkan banyak kelurga baru, Keluarga Biru.
Kepada rekan sepelayanan Pengurus Komisariat masa bakti 2013-2014
dan Pengurus Komisariat masa bakti 2014-2015. Terimakasih sudah
menjadi kelarga dan rekan yang hebat bagi Penulis. Semoga GMKI Koms.
FH USU semakin menjadi berkat bagi kampus, masyarakat, dan gereja.
Tinggi Ilmu, Tinggi Iman, Tinggi Pengabdian, Ut Omnes Unum Sint,
Syalom!
7. Untuk Bunda dan keluarga terimakasih telah memberikan makanan sehat
gizi yang lengkap selama penulis menyelesaikan pengerjaan skripsi ini.
Semangat yang kalian tunjukkan telah menginspirasi penulis untuk
menjadi orang yang lebih baik.
8. Untuk teman-teman Alumni SMA NEGERI 52 Jakarta angakatan 2008
khususnya XI IPS 1 dan XII IPS 1 yang menjadi teman seperjuangan
penulis.
9. Untuk seluruh teman-teman stambuk 2011 yang terkhusus di grup A,
kelompok Klinis, Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI), Panitia
kebersamaannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna,
oleh karenanya Penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan. Akhir kata Penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2015
UU NO. 5 TAHUN 1999 *Evelyn
**Mahmul Siregar ***Windha
Indonesia sebagai negara berkembang merupakan sebuah negara yang di dorong oleh berbagai sektor perekonomian, salah satunya adalah perusahaan grup yang memiliki peran semakin penting dalam kegiatan usaha di Indonesia. Pertumbuhan pesat jumlah perusahaan grup di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai motif, antara lain meliputi penciptaan nilai tambah melalui sinergi dari beberapa perusahaan, upaya perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka panjang untuk mendayagunakan dana-dana yang telah digunakan, ataupun perintah perundang-undangan yang mendorong terbentuknya perusahaan grup. Berbagai kegiatan perusahaan grup dapat mengundang resiko dalam konteks hukum persaingan bila dihubungkan dengan tindakannya yang berhubungan dengan perjanjian, harga, produksi, maupun distribusi. Hal ini tentu melanggar ketentuan hukum persaingan usaha di Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Data yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka library research. Metode analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal karena belum ada pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup. Perusahaan grup dalam penyelenggaraan perusahaan rentan berbenturan dengan kemungkinan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam penyelenggaraan perusahaan dapat terjadi karena adanya perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan posisi dominan. Untuk itu perlu dibuat peraturan perundang-undangan yang memuat secara tegas dan rinci mengenai perusahaan grup.
Kata Kunci : Perusahaan Grup, Hubungan Induk dan Anak Perusahaan, Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
ABSTRAK...vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan ... 6
D. Keaslian Penulisan ... 7
E. Tinjauan Kepustakaan ... 8
1. Perusahaan grup ... 8
2. Praktik monopoli ... 10
3. Persaingan usaha tidak sehat ... 12
F. Metode Penelitian... 13
G. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II PENGATURAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DI INDONESIA A. Sejarah Singkat Perusahaan Grup ... 19
1. Sejarah perusahaan grup di Indonesia...19
2. Holding company di Indonesia...22
3. Bentuk tanggung jawab perusahaan holding...38
D. Keterkaitan Induk dan Anak Perusahaan dalam Konstruksi Perusahaan Grup di Indonesia. ... 42
1. Perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi...42
2. Kemandirian badan hukum induk dan anak perusahaan...44
3. Keterkaitan induk dan anak perusahaan...46
BAB III PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN MENURUT UU NO. 5 TAHUN 1999 A. Iklim persaingan usaha setelah lahirnya UU No. 5 Tahun1999.... 51
1. Beberapa peraturan perundang-undangan tentang persaingan usaha sebelum lahirnya UU No. 5 Tahun 1999 ... 51
2. Latar belakang lahirnya UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia ... 53
3. Iklim persaingan usaha di Indonesia setelah lahirnya UU No. 5 Tahun 1999...57
B. Perjanjian yang Dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 ... 61
C. Kegiatan yang Dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 ... 67
BAB IV HUBUNGAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DALAM KAITANNYA DENGAN LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DI INDONESIA MENURUT UU NO. 5 TAHUN
A. Perkembangan Holding Company dalam Perspektif Hukum
Persaingan Usaha di Indonesia... 83
B. Hubungan Induk dan Anak Perusahaan dalam Kaitannya dengan
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha ... 88
C. Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh Holding
Company yang Telah diputus Oleh KPPU ... 98
1. 21 Cineplex ... 98
2. Temasek Holding Company ... 105
D. Pencegahan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
dalam Holding Company...109
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 115
B. Saran ... 117
UU NO. 5 TAHUN 1999 *Evelyn
**Mahmul Siregar ***Windha
Indonesia sebagai negara berkembang merupakan sebuah negara yang di dorong oleh berbagai sektor perekonomian, salah satunya adalah perusahaan grup yang memiliki peran semakin penting dalam kegiatan usaha di Indonesia. Pertumbuhan pesat jumlah perusahaan grup di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai motif, antara lain meliputi penciptaan nilai tambah melalui sinergi dari beberapa perusahaan, upaya perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka panjang untuk mendayagunakan dana-dana yang telah digunakan, ataupun perintah perundang-undangan yang mendorong terbentuknya perusahaan grup. Berbagai kegiatan perusahaan grup dapat mengundang resiko dalam konteks hukum persaingan bila dihubungkan dengan tindakannya yang berhubungan dengan perjanjian, harga, produksi, maupun distribusi. Hal ini tentu melanggar ketentuan hukum persaingan usaha di Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Data yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka library research. Metode analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal karena belum ada pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup. Perusahaan grup dalam penyelenggaraan perusahaan rentan berbenturan dengan kemungkinan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam penyelenggaraan perusahaan dapat terjadi karena adanya perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan posisi dominan. Untuk itu perlu dibuat peraturan perundang-undangan yang memuat secara tegas dan rinci mengenai perusahaan grup.
Kata Kunci : Perusahaan Grup, Hubungan Induk dan Anak Perusahaan, Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
A. Latar Belakang
Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah
memberikan penafsiran maupun penjelasan resmi tentang apakah perusahaan itu.
Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan, maka perusahaan didefenisikan sebagai “setiap bentuk usaha
yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus-menerus, dan
didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan
tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.”1
Perusahaan merupakan salah satu sendi utama dalam kehidupan
masyarakat modern, karena perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan
manusia guna memenuhi kehidupannya. Selain itu perusahaan juga merupakan
salah satu sumber pendapatan negara melalui pajak dan wadah bagi penyaluran
tenaga kerja. Oleh karena itu, eksistensi dan peran perusahaan di dalam
masyarakat sangat besar.
2
Perusahaan didirikan mempunyai maksud dan tujuan yang hendak dicapai,
yang utamanya adalah untuk memperoleh laba/keuntungan. Maksud dan tujuan
tersebut dirumuskan oleh para pendiri yang nantinya merupakan pemegang saham
1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 1.
2
perseroan itu. Perusahaan melaksanakan kegiatan usahanya sebagaimana
terperinci dalam anggaran dasar untuk mencapai maksud dan tujuan
masing-masing perseroan tersebut.
Seiring dengan meningkatnya volume kegiatan usaha dan semakin
besarnya pertumbuhan modal perusahaan, maka perusahaan berusaha untuk
melakukan ekspansinya ke berbagai sektor kegiatan usaha. Ekspansi perusahaan
tersebut dilakukan antara lain dengan cara mendirikan perusahaan baru, dan
perusahaan pendirinya menjadi salah satu pemegang sahamnya. Sebagai
penyertaannya untuk modal perusahaan yang akan didirikan itu dapat dalam
bentuk uang tunai, atau bentuk lain yang diperkenankan undang-undang.
Pendirian perusahaan tersebut dapat pula dilakukan dengan melepaskan/memecah
unit-unit usahanya, sehingga menjadi perusahaan yang mandiri dan mengundang
pihak lain sebagai calon pemegang saham lainnya.3
Penyertaan saham dan pemecahan unit usaha dimaksudkan untuk
melahirkan perusahaan-perusahaan baru yang selanjutnya disebut dengan anak
perusahaan (subsidiary company).
Mengingat bahwa perusahaan
yang akan didirikan berbentuk perseroan terbatas, maka pendiriannya mengikuti
ketentuan dan prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT).
4
3
Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002) (selanjutnya disebut Munir Fuady 1), hlm. 4.
4
Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Selanjutnya, dengan terbentuknya subsidiary
company, perusahaan lama akan menjadi pemegang saham dan merupakan
perusahaan induk (holding company). Dengan demikian terbentuklah apa yang
perusahaan grup dapat terjadi dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan
sengaja didirikan PT baru. Cara kedua, dengan jalan mengambilalih saham dari
PT yang sudah ada dan sudah berjalan, atau dikenal dengan akuisisi.5
Sebelumya ada pandangan yang mengatakan bahwa perusahaan grup
justru dipergunakan untuk mengurangi tingkat persaingan, ataupun sebagai alat
untuk menghambat dan menghindarkan persaingan dan beberapa tahun kemudian
dikatakan bahwa perusahaan grup adalah alat untuk membuat persaingan tidak
terlalu mematikan sesama pesaing di pasar. Oleh sebab itu, fungsi dari adanya
suatu masalah bersama yang tidak melanggar hukum adalah tolak ukur dari suatu
Indonesia sebagai negara berkembang merupakan sebuah negara yang di
dorong oleh berbagai sektor perekonomian yang secara terus menerus mendorong
usaha pencapaian kemakmuran yang berkelanjutan. Diantara banyak sektor yang
masing-masing memiliki peran dan fungsinya, perusahaan grup memiliki peran
yang semakin penting dalam kegiatan usaha di Indonesia. Dalam perkembangan
terkini, perusahaan grup, menjadi bentuk usaha yang banyak dipilih oleh pelaku
usaha di Indonesia. Pertumbuhan pesat jumlah perusahaan grup di Indonesia
dipengaruhi oleh berbagai motif, antara lain meliputi penciptaan nilai tambah
melalui sinergi dari beberapa perusahaan, upaya perusahaan mencapai keunggulan
kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka panjang untuk
mendayagunakan dana-dana yang telah digunakan, ataupun perintah peraturan
perundang-undangan yang mendorong terbentukya perusahaan grup.
5
pembentukan perusahaan grup apakah strukturnya akan bersifat horizontal6
ataupun vertikal.7
Terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan perbuatan monopoli
merupakan gambaran telah terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi yang dikontrol
oleh beberapa pihak saja. Konsentrasi pemusatan kekuatan ekonomi oleh
beberapa pelaku usaha memberikan pengaruh buruk pada kepentingan umum dan
masyarakat. Hal ini disebabkan karena konsentrasi pemusatan kekuatan ekonomi Berbagai kegiatan perusahaan grup dapat mengundang resiko dalam
konteks hukum persaingan bila dihubungkan dengan tindakannya yang
berhubungan dengan perjanjian, harga, produksi, maupun distribusi. Hal ini tentu
melanggar ketentuan hukum persaingan usaha di Indonesia yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut UU No. 5 Tahun 1999).
Dalam UU No. 5 Tahun 1999 yang dimaksud dengan “Praktik Monopoli” adalah
pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum.
6 Perusahaan grup dengan struktur horizontal terjadi bila perusahaan-perusahaan yang bergabung memiliki bidang usaha yang tidak saling terkait. Perusahaan ini menangani bidang usaha yang sangat beragam, misalnya perusahaan perhotelan, perbankan, asuransi, dan lain-lain. Perusahaan grup ini mempunyai berbagai jenis usaha yang dikenal sebagai konglomerasi.
secara langsung akan berakibat pada pasar dan keinginan untuk bersaing. Akibat
pengontrolan pasar oleh beberapa pelaku usaha maka dalam jangka panjang dapat
membatasi keinginan pelaku usaha lain untuk masuk ke pasar karena mereka tidak
mendapat kesempatan berusaha yang sama.8
1. Bagaimana pengaturan mengenai induk perusahaan dan anak perusahaan di
Indonesia?
Oleh karena berbagai persoalan diatas, serta peraturan khusus mengenai
Perusahaan Grup belum dikeluarkan di Indonesia, maka inilah yang akan menjadi
pokok pembahasan dalam skripsi yang berjudul “Hubungan Induk Perusahaan dan
Anak Perusahaan dalam Kaitannya dengan Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia Menurut UU No. 5 Tahun 1999”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka
pembahasan permasalahan akan dititikberatkan pada apa saja kegiatan induk
perusahaan dan anak perusahaan yang berakitan dengan larangan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Atas dasar itulah, skripsi ini dibatasi
ruang lingkup kajian permasalahan sebagai berikut :
2. Bagaimana praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia
dalam kaitannya dengan penyelenggaraan perusahaan menurut UU No. 5
Tahun 1999?
8
3. Bagaimana hubungan induk perusahaan dan anak perusahaan dalam kaitannya
dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di
Indonesia menurut UU No. 5 Tahun 1999?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi
ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran umum tentang pengaturan Induk Perusahaan dan
Anak Perusahaan di Indonesia dari perspektif Hukum Perseroan Terbatas.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat di Indonesia dalam kaitannya degan Penyelenggaraan Perusahaan
menurut UU No.5 Tahun 1999.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis Hubungan Induk Perusahaan dan Anak
Perusahaan dalam kaitannya dengan Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia menurut UU No. 5 Tahun 1999.
Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan skripsi ini
adalah :
1. Manfaat teoritis
Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan memberikan
sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya,
perkembangan hukum ekonomi dan khususnya di bidang persaingan usaha dalam
2. Manfaat praktis
Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat tentang
hukum persaingan usaha di Indonesia, dan juga sebagai bahan kajian untuk para
akademisi dan peneliti lainnya yang ingin mengadakan penelitian yang lebih
mendalam lagi persaingan usaha.
D. Keaslian Penulisan
Sebelum melakukan penulisan skripsi berjudul “Hubungan Induk
Perusahaan dan Anak Perusahaan dalam Kaitannya dengan Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia Menurut UU No. 5
Tahun 1999”, untuk mengetahui orisinalitas penulisan, terlebih dahulu dilakukan
penulusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas
cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 11 Desember 2014
menyatakan bahwa “Tidak ada judul yang sama” dan tidak terlihat adanya
keterkaitan. Surat tersebut dijadikan dasar bagi bapak Ramli Siregar (Sekretaris
Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara)
untuk menerima judul yang diajukan oleh penulis, karena substansi yang terdapat
dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat
dilingkungan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penelusuran berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan
pernah mengangkat topik tersebut. Maka Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil
penelitian yang ada, penelitian mengenai “Hubungan Induk Perusahaan dan Anak
Perusahaan dalam Kaitannya dengan Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat di Indonesia Menurut UU No. 5 Tahun 1999” belum pernah
ada penelitian dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Sekalipun
ada, hal tersebut adalah diluar pengetahuan. Permasalahan yang dibahas dalam
skripsi ini adalah murni hasil pemikiran pribadi yang didasarkan pada
pengertian-pengertian, teori-teori dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media
cetak maupun media elektronik. Penelitian ini disebut asli sesuai dengan asas
keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka serta dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
1. Perusahaan grup
Perusahaan grup adalah suatu tatanan diantara sejumlah
perseroan-perseroan, yang secara yuridis masing-masing merupakan subjek hukum yang
mandiri satu terhadap yang lain, tetapi sebenarnya kesemuanya merupakan satu
kesatuan ekonomis. Secara ekonomis, kepemilikannya mayoritas berada di satu
tangan dan juka perseroan-perseroan ini berdiri sendiri-sendiri, maka tidak lain
semata-mata dari segi struktur yuridis. Inilah yang dinamakan sistem
beranak-pinak dalam struktur perseroan. Struktur seperti inilah yang acapkali disebut
struktur “concern” , yang dalam praktik di negara kita acap kali disebut “group”.9
Pengertian nama holding company yang berbeda terdapat pada Penjelasan
Umum Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1960 tentang Nasionalisasi
Perusahaan-perusahaan N.V Semarangsche Stoomboot En Prauwen Veer
(S.S.P.V) Dan N.V. Semarang Veer Di Semarang. Penjelasan Umum Peraturan
Pemertintah Nomor 35 Tahun 1960 menyatakan bahwa S.S.V.P dipecah-pecah
menjadi beberapa perusahaan berbentuk badan hukum yang berdiri sendiri untuk
memudahkan pengoperasiannya kepada perusahaan-perusahaan nasional,
sedangkan S.S.P.V sebagai holding company memegang seluruh saham
N.V.-N.V. baru itu, yang terdiri dari N.V.-N.V. Semarang Veer dan N.V.-N.V. Semarang Dock
Works. Ketiga perusahaan itu satu sama lainnya oleh fiskus dianggap terpisah,
juga dalam hal perusahaan-perusahaan itu satu sama liannya memberikan
jasa-jasa, padahal pada hakikatnya mereka merupakan satu perusahaan.
Induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral
yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak perusahaan dalam suatu
kesatuan ekonomi. Pimpinan sentral ini menggambarkan suatu kemungkinan
melaksanakan hak atau pengaruh yang bersifat menentukan. Pelaksanaan
pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi hak atau
mendominasi hak perusahaan lain. Atas kewenangan induk perusahaan untuk
mengendalikan anak perusahaan, induk perusahaan dianggap menjalankan fungsi
sebagai holding company.
10
9
Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2011) (selanjutnya disebut Rudi Prasetya 2), hlm.144.
Berdasarkan hal tersebut di atas, terdapat dua model pengendalian
perusahaan grup ditinjau dari kegiatan usaha induk perusahaan, yaitu sebagai
berikut :
a. Investment Holding Company
Pada investment holding company, induk perusahaan hanya melakukan
penyertaan saham pada anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan pendukung
ataupun kegiatan operasional. Induk perusahaan memperoleh pendapatan hanya
dari deviden yang diberikan oleh anak perusahaan.
b. Operating Holding Company
Pada operating holding company, induk perusahaan menjalankan kegiatan
usaha atau mengendalikan anak perusahaan. Kegiatan usaha induk perusahaan
biasanya akan menentukan jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh induk
perusahaan tersebut. 11
2. Praktik monopoli
Umumnya, monopoli merupakan istilah yang dipertentangkan dengan
persaingan. Meskipun demikian, ternyata belum ada kesepakatan luas mengenai
apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah ini. Secara etimologi, kata
monopoli berasal dari kata Yunani “monos” yang berarti sendiri dan “polein”
yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut, secara sederhana orang lantas
memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu
penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu.12
11 Ibid.
12
Monopoli terbentuk jika hanya ada satu pelaku yang mempunyai kontrol
eksklusif terhadap pasokan barang dan jasa di suatu pasar, dan dengan demikain
juga terhadap penentuan harganya. Karena pada kenyataannya monopoli
sempurna jarang ditemukan, dalam praktiknya sebutan monopoli juga
diberlakukan bagi pelaku yang menguasai bagian terbesar pasar. Secara lebih
longgar, pengertian monopoli juga mencakup struktur pasar dimana terdapat
beberapa pelaku, namun karena peranannya yang begitu dominan, maka dari segi
praktis pemusatan kekuatan pasar sesungguhnya ada di satu pelaku saja.13
Menurut dasar Hukum Persaingan Usaha, UU No. 5 Tahun 1999
menyatakan bahwa monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau
satu kelompok pelaku usaha.14 Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan
ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan
umum.15 Suatu perusahaan dikatakan telah melakukan monopolisasi jika pelaku
usaha mempunyai kekuatan untuk mengeluarkan atau mematikan perusahaan lain
dan pelaku usaha tersebut telah melakukannya atau mempunyai tujuan untuk
melakukannya.16
13
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 5-6.
14
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1 ayat 1.
15
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1 ayat 2.
16Rachmadi Usman , Hukum Persaingan Usaha di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka
3. Persaingan usaha tidak sehat
Persaingan dalam bahasa Inggris disebut “competition” yang memiliki
pengertian “situation in which people compete for something that not everyone
can have”.17 Dengan memperhatikan terminologi persaingan di atas, dapat
diketahui bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai
berikut :18
a. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli.
b. Ada kehendak diantara mereka untuk mencapai tujuan yang sama.
Dengan definisi yang demikian, kondisi persaingan sebenarnya merupakan satu
karakteristik yang lekat dengan kehidupan manusia yang cenderung untuk saling
mengungguli dalam banyak hal. Salah satu bentuk persaingan di bidang ekonomi
ialah persaingan usaha (business competition) yang secara sederhana bisa
didefinisikan sebagai persaingan antara para penjual di dalam merebut pembeli
dan pangsa pasar.19
17
Oxford Learner’s Pocket Dictionary Third Edition, Oxford : Oxford University Press, 2003, hlm. 82.
18Arie Siswanto, Op.Cit., hlm. 13.
19Ibid.
, hlm. 13-14.
Definisi persaingan usaha tidak sehat menurut Pasal 1 angka 6 UU No. 5
Tahun 1999 adalah persaingan antar pelaku dalam menjalankan kegiatan produksi
dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Pengaturan ini dilakukan
dengan sangat ketat untuk mencegah pelaku usaha melakukan persaingan usaha
tidak sehat yang dipandang akan merugikan bagi masyarakat dan bangsa
F. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data yang valid dan akurat penelitian harus
dilakukan secara sistematis dan teratur, sehingga metode yang dipakai sangatlah
menentukan. Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu
dilakukan. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai
berikut :
1. Spesifikasi penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum
normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau bahan sekunder. 20 Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law
in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan
patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.21
20
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13.
21
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 118.
Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif. Maksud dari
penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan relevan
terhadap asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan
penelitian ini.
Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis, yaitu
dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap
asas-asas hukum, yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
2. Sumber data
Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data
utama. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data
sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik
oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain.22
a. Bahan hukum primer, yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik
peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maupun
yang diterbitkan oleh negara lain dan badan-badan internasional. Dalam
penelitian ini, adapun undang-undang yang digunakan antara lain :
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Tentang Perseroan
Terbatas, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, beberapa peraturan dan
pedoman Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang terkait.
Data sekunder berfungsi
untuk mencari data awal/informasi, mendapatkan batasan/definisi/arti suatu
istilah. Data sekunder yang dipakai adalah sebagai berikut :
b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul
skripsi, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan,
makalah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya yang diperoleh melalui
media cetak maupun media elektronik.
22
c. Bahan hukum tertier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia, dan bahan-bahan lain
yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang
diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
3. Teknik pengumpulan data
Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif
dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Library Research) dan juga
melalui bantuan media elektronik, yaitu internet untuk melengkapi penulisan
skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Metode Library Research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis
yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini, berupa rujukan beberapa
buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum
yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan
melakukan penelitian kepustakaan (studi pustaka) dengan memadukan,
mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti yang
berhubungan dengan judul skripsi “Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak
Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan
4. Analisis data
Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, biasanya
penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. Metode analisis data yang
digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan :
a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan
dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini;
b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut
diatas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas;
c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan
dari permasalahan; dan
d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan
kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan
dan tulisan.
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam skripsi diuraikan secara sistematis untuk menghasilkan
karya ilmiah yang baik untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan
adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang
saling berkaitan satu sama lain.
Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini mengemukakan tentang latar belakang penulisan skripsi,
penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika
penulisan, yang semuanya berkaitan dengan hubungan induk
perusahaan dan anak perusahaan yang berkaitan dengan larangan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
BAB II PENGATURAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK
PERUSAHAAN DI INDONESIA
Bab ini membahas mengenai sejarah singkat perusahaan grup,
aspek yuridis perusahaan grup, realitas bisnis perusahaan grup, dan
keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi
perusahaan grup di Indonesia.
BAB III PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK
SEHAT DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PERUSAHAAN MENURUT UU NO. 5 TAHUN 1999
Bab ini akan membahas iklim persaingan usaha di Indonesia
setelah lahirnya UU No. 5 Tahun 1999, perjanjian yang dilarang
UU No. 5 Tahun 1999, kegiatan yang dilarang dalam UU No. 5
Tahun 1999, posisi dominan dalam UU No. 5 Tahun 1999, serta
peranan KPPU sebagai lembaga pengawas penegakan hukum UU
No. 5 Tahun 1999.
BAB IV HUBUNGAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK
PERUSAHAAN DALAM KAITANNYA DENGAN LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DI INDONESIA MENURUT UU NO. 5 TAHUN
Bab ini membahas mengenai perkembangan holding company
induk dan anak perusahaan dalam kaitannya dengan larangan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh holding company
yang telah diputus oleh KPPU, dan pencegahan praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat dalam holding company.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab terakhir ini mengemukakan kesimpulan dari bab-bab yang
telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna
E. Sejarah Singkat Perusahaan Grup
1. Sejarah perusahaan grup di Indonesia
Keberadaan dan pengakuan yuridis terhadap perusahaan grup menjadi
salah satu perdebatan yang telah berlangsung sejak lama dan melibatkan berbagai
wilayah yurisdiksi yang berbeda. Perbedaan pendapat mengenai pengertian
yuridis perusahaan grup ini disebabkan oleh belum adanya pengakuan yuridis
terhadap status perusahaan grup. Bahkan realita bisnis terkini yang ditandai oleh
dominasi perusahaan grup dibandingkan dengan bentuk usaha lain ternyata belum
dapat menjadi justifikasi bagi perlunya pengakuan yuridis terhadap status
perusahaan grup, sebagaimana bentuk-bentuk organisasi perusahaan lain seperti
perseroan terbatas.23
Pandangan berbeda yang muncul mengenai pengakuan yuridis terhadap
status perusahaan grup menggunakan pertimbangan bahwa pengakuan yuridis
terhadap status perusahaan grup tidak diperlukan karena pemberian status
perusahaan kelompok akan menghilangkan kemandirian yuridis anggota
perusahaan grup. Hal ini bertentangan dengan prinsip perusahaan grup yang
beranggotakan badan hukum mandiri untuk membentuk kesatuan ekonomi, tetapi
23
bukan kesatuan yuridis. Kesatuan yuridis dicapai melalui merger dua badan
hukum.24
Negara-negara yang belum mengatur secara khusus perusahaan grup
masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal sebagai kerangka pengaturan
terhadap perseroan-perseroan yang tergabung dalam perusahaan grup. Pengaturan
mengenai perseroan-perseoran yang tergabung dalam perusahaan grup menjadi
bagian dari hukum perseroan. Peraturan perundang-undangan tidak mengatur
mengenai perusahaan grup sehingga sampai saat ini belum ada pengakuan yuridis
terhadap status perusahaan grup.
25
Sesuai dengan peruntukan hukum perseroan sebagai kerangka pengaturan
bagi perseroan tunggal, hukum perseroan hanya mengatur mengenai keterkaitan
antara induk dan anak-anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup sebagai
hubungan khusus di antara badan hukum mandiri. Dengan menggunakan
pendekatan perseroan tunggal, peraturan perundang-undangan masih
mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum dan anak
perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Keterkaitan induk dan anak
perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup tidaklah menghapuskan
kemandirian yuridis status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai
subjek hukum mandiri, walaupun anak perusahaan berada di bawah kendali induk
perusahaan.
26
Konsepsi perusahaan grup tidak berada dalam ranah hukum. Keberadaan
perusahaan grup mengacu pada realitas bisnis tergabungnya
24Ibid. 25Ibid. 26Ibid.
perusahaan yang berada di bawah kendali induk perusahaan. Induk perusahaan
bertindak sebagai pimpinan sentral, yang mengarahkan kegiatan usaha anggota
perusahaan grup untuk mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup sebagai
kesatuan ekonomi.27
Dibandingkan dengan hukum perseroan, hukum perusahaan grup
menangani gejala khusus tersusunnya perusahaan-perusahaan yang secara yuridis
mandiri dalam suatu susunan yang erat antara satu sama lain. Sebaliknya, dari
sudut pandang ekonomi, perusahaan grup dipandang sebagai suatu kesatuan yang
berada di bawah pimpinan sentral. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan grup
merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan
berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan.28
Hingga saat ini belum ada pengertian yang sama mengenai perusahan
grup, baik bentuk jamak secara yuridis maupun kesatuan ekonomi. Konstruksi
perusahaan grup sebagaimana dinyatakan oleh Ludwig Raiser merupakan Sebagaimana penjabaran di atas, hukum perseroan mempertahankan
pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan anak perusahaan
sebagai subjek hukum mandiri. Pengakuan yuridis terhadap badan hukum induk
dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri berimplikasi terhadap aspek
yuridis perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis. Oleh karena itu,
perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis merupakan keniscayaan
digunakannya hukum perseroan sebagai kerangka pengaturan bagi perusahaan
grup.
27Ibid.
polaritas dari pluralitas di antara anggota perusahaan grup yang berbadan hukum
mandiri dengan kesatuan dari keseluruhan perusahaan grup, sedangkan Emmy
Pangaribuan menyatakan sebagai bentuk jamak secara yuridis dengan kesatuan
ekonomi.29
Untuk menjembatani belum adanya definisi yang seragam mengenai
terminologi law of groups, Immenga berpendapat bahwa wacana mengenai
perusahaan grup dapat dimulai dari kombinasi perusahaan-perrusahaan yang
memiliki kemandirian yuridis yang tergabung dalam satu kelompok. Emmy
Pangaribuan menyatakan bahwa perusahaan grup merupakan gabungan atau
susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama lain
terkait begitu erat sehingga membentuk satu kesatuan ekonomi yang tunduk pada
suatu pimpinan perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.30
Langkah penggabungan dan atau peleburan merupakan lawan atau
kebalikan dari tindakan “holding”. Holding adalah suatu tatanan diantara sejumlah
perseroan-perseroan, yang secara yuridis masing-masing merupakan subjek
hukum yang mandiri satu terhadap yang lain, tetapi sebenarnya kesemuanya
merupakan satu kesatuan ekonomis. Secara ekonomis, kepemilikannya mayoritas
berada di satu tangan dan jika perseroan-perseroan ini berdiri sendiri-sendiri,
maka tidak lain semata-mata dari segi struktur yuridis. Inilah yang dinamakan
sistem beranak-pinak dalam struktur perseroan. Struktur seperti inilah yang
acapkali disebut sebagai struktur “holding” atau dalam kepustakaan Belanda
2. Holding Company di Indonesia
sering disebut sebagai struktur “concern” , yang dalam praktik di negara kita acap
kali disebut “group”.31
Konstruksi perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang
tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang
sebagai induk dan anak perusahaan. UUPT tidak memberikan pengakuan yuridis
terhadap perusahaan grup sebagai badan hukum tersendiri. Sebaliknya UUPT
telah memberikan legitimasi bagi munculnya realitas kelembagaan perusahaan
grup melalui legitimasi kepada suatu perseroan melakukan perbuatan hukum
untuk memiliki saham pada perseroan lain atau mengambilalih saham yang
menyebabkan beralihnya pengendalian perseroan lain sehingga berimplikasi
kepada lahirnya keterakitan induk dan anak perusahaan.32
A holding company heads a group of company, a company(ies) which is
directly or indirectly under the control of holding company is termed a
subsidiary company(ies).
Stephen Griffin dalam bukunya yang berjudul Company Law Fundamental
Principles memberikan batasan-batasan mengenai definisi holding company :
33
Sebagaimana penjabaran di atas, induk perusahaan memiliki kewenangan untuk
menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak
perusahaan dalm suatu kesatuan ekonomi. Pimpinan sentral ini menggambarkan
suatu kemungkinan melaksanakan hak atau pengaruh yang bersifat menentukan.
Pelaksanaan pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi hak atau
31 Rudhi Prasetya 2, Op.Cit., hlm.144. 32 Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm.23-24.
33
mendominasi hak perusahaan lain. Atas kewenangan induk perusahaan untuk
mengendalikan anak perusahaan, induk perusahaan dianggap menjalankan fungsi
sebagai holding company.
Sementara itu, Ray August menyatakan bahwa holding company adalah
perusahaan yang dimiliki oleh induk perusahaan atau beberapa induk perusahaan
untuk mengawasi, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha
anak-anak perusahaannya. Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Garner, yaitu
perusahaan holding adalah suatu perusahaan yang dibentuk untuk mengontrol
perusahaan lainnya, biasanya dalam membatasi perannya untuk menguasai saham
dan mengelola manajerial.34
Pengertian holding company di atas menunjuk kepada investment holding
company karena induk perusahaan hanya menjalankan fungsi mengawasi,
mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak-anak perusahaannya
saja. Ratnawati Prasodjo menyatakan bahwa UUPT tidak mengenal kepemilikan
saham atau investasi perusahaan lain sebagai bentuk usaha.35
Terdapat dua model pengendalian perusahaan grup ditinjau dari kegiatan
usaha induk perusahaan, yaitu sebagai berikut:36
1. Investment Holding Company. Pada investment holding company, induk
perusahaan hanya melakukan penyertaan saham pada anak perusahaan, tanpa
melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan operasional. Induk
perusahaan memperoleh pendapatan hanya dari deviden yang diberikan oleh
anak perusahaan;
34
Sulistiowati 1, Op.Cit., hlm. 24.
35Ibid.
2. Operating Holding Company. Pada operating holding company, induk
perusahaan menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan anak perusahaan.
Kegiatan usaha induk perusahaan biasanya akan menentukan jenis izin usaha
yang harus dipenuhi oleh induk perusahaan tersebut.
Terkait dengan adanya dua jenis holding company di atas, Pasal 2 UUPT
menyatakan bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Adanya maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha pada ketentuan Pasal 2 UUPT menjadi syarat wajib bagi suatu perseroan
sehingga investment holding company tidak dapat dianggap sebagai suatu
kegiatan usaha.37
Berdasarkan penjabaran di atas, induk perusahaan dapat menunjuk
anggota perusahaan lainnya untuk bertindak sebagai holding sehingga pada suatu
konstruksi perusahaan terdapat lebih dari satu holding company. Dari sudut
Ratnawati Prasodjo menyatakan bahwa memiliki saham di perusahan lain
bukan merupakan kegiatan usaha perseroan yang bersangkutan sehingga tidak
diperkenankan untuk dimasukkan sebagai salah satu kegiatan usaha perseroan dan
dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan. Pernyataan ini menegaskan bahwa
UUPT tidak mengizinkan adanya investment holding company. Pada praktiknya,
selain menjalankan pengendalian terhadap anak perusahaan, sebagian besar induk
perusahaan pada perusahaan grup di Indonesia masih menjalankan kegiatan usaha
sendiri.
pandang induk perusahaan, anggota perusahaan grup yang ditunjuk untuk menjadi
holding disebut sebagai subholding company atau holding antara. Sesuai dengan
arahan induk perusahaan, subholding company atau holding antara menjalankan
pengendalian dan koordinasi terhadap anak-anak perusahaan. Perusahaan grup
biasanya menggunakan konstruksi ini untuk mengurangi kompleksitas
pengendalian anak-anak perusahaan yang terdiversifikasi dan berjumlah banyak
sehingga induk perusahaan mendesentralisasikan sebagian kewenangannya
kepada subholding company.38
F. Aspek Yuridis Perusahaan Grup
Keberadaan perusahaan dalam bentuk holding bukanlah suatu hal yang
baru dalam perusahaan Indonesia. Hal ini juga mempengaruhi berkembangnya
perekonomian masyarakat Indonesia dan ikut mewarnai pola perkembangan bisnis
di Indonesia. Hal ini ditandai juga dengan makin maraknya
perusahaan-perusahaan baik di bidang perdagangan maupun jasa melakukan holding.
Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara
khusus mengatur mengenai perusahaan grup. Kerangka pengaturan terhadap
perusahaan grup di Indonesia masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal.
Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan hanya mengatur keterkaitan
antara induk dan anak perusahaan sehingga tidak mengatur mengenai perusahaan
grup.39
38Ibid.
Keberadaan perusahaan grup menimbulkan perdebatan terkait pengetian
yuridis mengenai perusahaan grup. Perbedaan pandangan mengenai aspek yuridis
perusahaan grup ini ditimbulkan oleh dimasukannya pengendalian induk terhadap
anak perusahaan dalam ranah hukum perseroan yang berdampingan dengan
prinsip hukum mengenai pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk
dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Implikasinya, suatu
perseroan dapat dikendalikan oleh perseroan lain, walaupun memiliki status
sebagai subjek hukum mandiri.40
Pada awal perkembangannya, pengendalian suatu perseroan terhadap
perseroan lain dianggap melanggar prinsip hukum mengenai kemandirian yuridis
suatu perseroan sebagai suatu subjek hukum mandiri karena suatu perseroan tidak
mungkin menjadi badan hukum yang mandiri yang dikendalikan oleh perseroan
lain. Perubahan drastis terjadi ketika hukum perseroan memberikan legitimasi
terhadap suatu perseroan untuk memiliki atau memperoleh saham pada perseroan
lain. Kepemilikan suatu perseroan atas saham perseroan lain melahirkan
keterikatan induk dan anak perusahaan sehingga induk perusahaan memiliki
kewenangan untuk mengendalikan anak perusahaan.41
Perbuatan hukum dalam mendirikan anak perusahaan, pemisahan usaha,
atau pengambilalihan saham berimplikasi pada timbulnya keterkaitan antara induk Hukum perseroan masih
mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum anak
perusahaan sebagai subjek hukum mandiri, walaupun anak perusahaan berada di
bawah kendali induk perusahaan.
40Ibid., hlm. 32.
dan anak perusahaan, baik melalui kepemilikan saham induk pada anak
perusahaan, kontrak pengendalian induk terhadap anak perusahaan, maupun
kendali dalam penempatan direksi/komisaris anak perusahaan. Keterkaitan antara
induk dan anak perusahaan ini memberikan kewenangan kepada induk perusahaan
untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasi
anak-anak perusahaan dalam tatanan manajemen sehingga terbentuk kesatuan
ekonomi.42
Pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini bersifat faktual dari
realitas bisnis perusahaan grup. Fakta pengendalian induk terhadap anak
perusahaan ini tidak dapat dikualisifikasikan hanya berdasar jumlah kepemilikan
induk atas saham anak perusahaan saja. Pengendalian induk terhadap anak
perusahaan mengacu kepada aktualisasi kewenangan induk perusahaan melalui
kebijakan atau instruksi untuk mengarahkan kegiatan usaha anak perusahaan
dalam mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup sebagai kesatuan
ekonomi.
43
Secara yuridis, fakta pengendalian induk terhadap anak perusahaan ini
tidaklah menghapuskan kemandirian yuridis badan hukum anak perusahaan. Hal
ini menyebabkan dualitas anak perusahaan sebagai badan hukum yang mandiri
tunduk di bawah kendali induk perusahaan. Pengakuan yuridis terhadap
keterkaitan induk dan anak perusahaan sebagai hubungan khusus di antara badan
hukum mandiri menimbulkan kontradiksi antara realitas bisnis perusahaan grup
42Ibid.
43Ibid.
sebagai kesatuan ekonomi dan aspek yuridis perusahaan grup sebagai bentuk
jamak secara yuridis.
Perkembangan dan dominasi perusahaan grup dalam kegiatan bisnis
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peraturan perundang-undangan. UUPT
mengizinkan kepada seseorang untuk mendirikan suatu perseroan. Memori
Penjelasan Pasal 7 Ayat (1) UUPT menjabarkan bahwa yang dimaksud dengan
“orang” adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing
atau badan hukum Indonesia atau asing. Memori Penjelasan Pasal 7 Ayat (1)
UUPT memang tidak ditujukan secara khusus sebagai bentuk perusahaan grup.
Namun, perbuatan hukum suatu badan hukum untuk mendirikan perseroan lain
berimplikasi kepada timbulnya keterkaitan antara dua perseroan melalui
kepemilikan saham.
Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak memuat pengertian perusahaan
grup ataupun sebab lahirnya anak perusahaan. Berbeda dengan UUPT No. 40
Tahun 2007, Undang Perseroan Terbatas sebelumnya yaitu
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 telah memuat mengenai kausa lahirnya keterkaitan
induk dan anak perusahaan. Ketentuan ini terdapat pada Memori Penjelasan Pasal
29 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995. Anak perusahaan
adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya
yang terjadi karena :
a. Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk
b. Lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh
induk perusahaanya; dan atau
c. Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian
Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya.
Berbeda dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun
1995 yang memuat sedikitnya lima pasal yang mengatur mengenai relasi antara
induk dan anak perusahaan, yaitu diantaranya Pasal 30, “Perseroan dapat membeli
kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan :
a. Dibayar dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih
perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan
ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan
undang-undang ini.
b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama
dengan yang dimiliki oleh anak perusahaan dan gadai saham yang
dipegang, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang
ditempatkan.
Pasal 33 Ayat (2), “Saham induk perusahaan yang dibeli oleh anak perusahaannya
juga tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak
diperhitungkan dalama menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai
dengan ketentuan dalam undang-undang ini atau Anggaran Dasar.” Pasal 56
huruf (b), “Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perseroan ditutup,
Direksi menyusun laporan tahunan unttuk diajukan kepada RUPS, yang memuat
b. Neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu grup, di
samping neraca dari masing-masing perseroan tersebut.”
Pasal 72 Ayat (3), “Saham induk perusahaan yang dimiliki oleh anak
perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara.” UUPT hanya memuat satu
Pasal yang menyebutkan tentang “induk dan anak perusahaan” yang terdapat pada
Pasal 84 Ayat (2) huruf (b), “Saham induk perseroan yang dikuasai oleh anak
perusahaannya secara langsung atau tidak langsung.”
Berdasarkan analisis mengenai kerangka pengaturan mengenai keterkaitan
antara induk dan anak perusahaan pada UUPT No. 40 Tahun 2007, melalui
ketentuan Pasal 84 Ayat (2) huruf (b), kedudukan induk dan anak perusahaan
sebenarnya diakui. Tetapi tidak ada pengaturan mengenai siapa yang disebut
induk perusahaan dan siapa yang menjadi anak perusahannya. Jadi, perusahaan
grup sebenarnya tidak dikenal dalam UUPT.
Perusahaan grup didirikan oleh orang perorangan atau perseroan terbatas
sebagai subjek hukum. Konsep perusahaan grup yang berkembang saat ini,
dasarnya adalah kepemilikan saham. Kepemilikan saham lebih dari 50% yang
dianggap sebagai induk perusahaan merupakan pemahaman yang dasarnya adalah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, dan berkembang hingga saat ini.
Kepemilikan saham induk pada anak perusahaan ini tidak menghilangkan status
induk perusahaan dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri.
Induk perusahaan dan anak perusahaan dianggap satu kesatuan jika
dipandang melalui pendekatan ekonomi. Apabila ditinjau secara hukum, maka
Hubungan yang terjadi antara induk perusahaan dan anak perusahaan sebagai
subjek hukum mandiri adalah hubungan lewat kedudukan dan peran yang
dimainkan oleh para pemegang sahamnya yakni dalam hal kepemilikan saham
dalam RUPS.
G. Realitas Bisnis Perusahaan Grup
1. Alasan pembentukan perusahaan grup
Adopsi konstruksi perusahaan grup baik bagi perusahaan nasional maupun
multinasional membuktikan bahwa perusahaan grup merupakan bentuk organisasi
yang bersifat fleksibel dan menjawab kebutuhan kegiatan dalam skala yang besar.
Konstruksi perusahaan grup juga memudahkan permasalahan operasional
perusahaan yang berada pada wilayah yurisdiksi yang berbeda.
Secara umum, berikut adalah dua alasan utama pembentukan perusahaan
grup44
a. Upaya mengakomodasi peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yang mendorong pada pembentukan
perusahaan grup dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1) Perintah peraturan perundang-undangan. Perintah peraturan
perundang-undangan biasanya melibatkan kepentingan ekonomi
pengelola kekayaan negara/daerah dari badan usaha milik negara atau
daerah. Peraturan perundang-undangan yang berimplikasi pada
terbentuknya perusahaan grup antara lain terdapat pada
peraturan-peraturan berikut ini :
a) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1960 tentang Nasionalisasi
Perusahaan-perusahaan N.V Semarangsche Stoomboot En
Prauwen Veer (S.S.P.V) Dan N.V. Semarang Veer yang
berimplikasi pada terbentuknya perusahaan grup melalui
pemisahan usaha.
b) Surat Menteri Keuangan No.5-326/MK.016/1995 mengenai
konsolidasi tiga pabrik semen milik Pemerintah, yaitu PT. Semen
Tonasa, PT. Semen Padang, dan PT. Semen Gresik. Konsolidasi
terhadap ketiga pabrik milik Pemerintah berimplikasi pada
terbentuknya Grup Semen Gresik yang terdiri dari PT. Semen
Gresik sebagai induk perusahaan, sedangkan PT. Semen Tonasa,
dan PT. Semen Padang sebagai anak perusahaan.
c) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 mengenai pengalihan
kepemilikan seluruh saham Pemerintah pada industri pupuk PT.
Pupuk Kujang, PT. Pupuk Iskandar Muda, PT. Pupuk Kalimantan
Timur Tbk., dan PT. Petrokimia Gresik yang dialihkan
kepemilikannya kepada PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero).
d) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penambahan
Penyertaan Modal Negara ke dalam Modal Saham Perusahaan
(Persero) PT. Perkebnunan Nusantara III Medan. Peraturan ini
terdiri dari PTPN III sebagai induk perusahaan, sedangkan PTPN I,
PTPN II, PTPN IV, PTPN V, PTPN VI, PTPN VII, PTPN VIII,
PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII, PTPN XIII, PTPN XIV
sebagai anak perusahaannya.
2) Respons pelaku usaha terhadap escape claused atau aturan
pengecualian yang terdapat dalam suatu peraturan
perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan ini biasanya bersifat sektoral
yang hanya mengatur sektor usaha atau industri saja. Pembentukan
perusahaan grup disebabkan oleh adanya respons pelaku usaha pada
suatu sektor usaha atau industri untuk menghindari pembatasan yang
dipersyaratkan oleh suatu ketentuan perundang-undangan. Peraturan
perundang-undangan yang dimaksud antara lain
a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas.
UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas mengatur dua
ketentuan yang melarang atau membatasi suatu badan usaha untuk
menjalankan lebih dari satu kegiatan usaha migas sebagaimana
yang dimaksud, kecuali kegiatan usaha tersebut dijalankan melalui
konstruksi perusahaan grup. Ketentuan escape claused pada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 adalah sebagai berikut :
(1) Larangan bagi suatu badan usaha untuk menjalankan kegiatan
usaha hulu dan hilir migas secara bersamaan, kecuali dibentuk
(2) Pembatasan pengusahaan wilayah kerja migas.45 Dalam hal
badan usaha tetap mengusahakan beberapa wilayah kerja, harus
dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap wilayah
kerja.46
b) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006. Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 memuat ketentuan mengenai
escape claused yang berimplikasi pada terbentuknya bank holding
company. Tujuan pembentukan bank holding company47
b. Strategi perusahaan untuk memperoleh manfaat ekonomi konstruksi
perusahaan grup.
adalah
membentuk suatu badan hukum yang dibentuk atau dimiliki oleh
pemegang saham pengendali untuk mengonsolidasikan dan
mengendalikan secara langsung aktivitas bank-bank yang
merupakan anak perusahaannya.
Suatu perusahaan atau perusahaan grup melakukan ekspansi usaha
atau memperkuat posisi strategis di pasar dengan melakukan integrasi
vertikal/horizontal atau diversifikasi usaha yang bekerja sama dengan
perusahaan lain, baik melalui pengambilalihan saham, kerja sama operasi,
serta joint venture maupun mengalokasikan sebagian kegiatan usaha
melalui pendirian anak perusahaan atau pemisahan usaha.
45 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas,
Pasal 13 ayat 1.
46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas, Pasal 13 ayat 2.
2. Pembentukan perusahaan grup
Proses pembentukan perusahaan grup dapat dilakukan melalui dua proses
sebagai berikut :48
a. Integrasi vertikal, yaitu usaha perusahaan untuk memperoleh kendali
terhadap input (backward) dan output (forward), ataupun keduanya.
Melalui integrasi vertikal, perusahaan dapat memadukan keseluruhan
proses produksi dari pasokan sumber daya, produksi, hingga distribusi.
Sementara itu, integrasi horizontal, yaitu perluasan operasi usaha untuk
meningkatkan pangsa pasar dan memperkuat daya saing dengan cara
menggabungkan suatu perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri
yang sama. Praktik integrasi horizontal dilakukan melalui merger dan
akuisisi.
b. Diversifikasi, yaitu usaha perusahaan untuk memperluas operasional
dengan berpindah ke industri yang berbeda atau mengerjakan produk yang
berbeda dengan pasar yang berbeda. Ada dua jenis diversifikasi, yaitu
diversifikasi terkait (consentric) atau diversifikasi dalam industri yang
berbeda, tetapi salah satunya berkaitan dengan suatu cara operasional
perusahaan yang masih berlangsung, serta diversifikasi tidak terkait atau
diversifikasi ke dalam industri yang sama sekali berbeda.
Sementara itu, pembentukan perusahaan holding dapat dilakukan melalui
tiga prosedur yaitu :49
a. Prosedur residu. Dalam hal ini, perusahaan asal dipecah-pecah sesuai
dengan masing-masing sektor usaha. Perusahaan yang dipecah tersebut
telah menjadi perusahaan yang mandiri, sementara sisanya (residu) dari
perusahaan asal yang berubah menjadi perusahaan induk, yang memegang
saham pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan
lainnya jika ada.
b. Prosedur penuh. Prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan jika sebelumnya
tidak terlalu banyak terjadi pemecahan/pemandirian perusahaan, tetapi
masing-masing perusahaan dengan kepemilikan yang sama/berhubungan
saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu perusahaan
holding. Dalam hal ini, yang menjadi perusahaan holding bukan sisa dari
perusahaan asal seperti pada proses residu, tetapi perusahaan penuh dan
mandiri. Perusahaan mandiri calon perusahaan holding ini dapat berupa :
1) dibentuk perusahaan baru;
2) diambil salah satu dari perusahaan yang sudah ada tetapi masih dalam
kepemilikan yang sama atau berhubungan;
3) diakuisisi perusahaan yang lain sudah terlebih dahulu ada, tetapi
dengan kepemilikan yang berlainan dan tidak ada mempunyai
keterkaitan satu sama lain.
c. Prosedur terprogram. Adakalanya, sudah sejak pelaku bisnis telah sadar
akan pentingnya perusahaan holding, sehingga dari awal, para pelaku
bisnis sudah terpikir untuk membentuk suatu perusahaan holding.
Karenanya, perusahaan yang pertama kali didirikan dalam grup nya adalah
perusahaan holding. Kemudian untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan
dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain, dimana perusahaan holding
sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain
sebagai partner bisnis. Maka, jumlah perusahaan baru sebagai anak
perusahaan dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan
perekembangan bisnis dari grup usaha yang bersangkutan.
3. Bentuk tanggung jawab perusahaan holding
Pihak pemegang saham pada dasarnya adalah pemilik dari perseroan
tersebut, maka banyak hak yang oleh hukum diberikan kepada pemegang saham.
Akan tetapi, yang terpenting diantaranya adalah hak-hak sebagai berikut :50
a. Hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
b. Hak untuk menerima dividen;
c. Hak untuk menerima sisa kekayaan dalam proses likuidasi.
Prinsip tanggung jawab badan hukum yang mandiri juga dapat diterobos
dengan adanya ikatan-ikatan kontrak, yang memang dimaksudkan sebagai
terobosan. Kontrak-kontrak tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua bagian,
yaitu :51
50 Munir Fuady 2, Op.Cit., hlm. 40.
a. Tanggung jawab perusahaan holding karena adanya kontrak yang bersifat
kebendaan
Perusahaan holding dapat melakukan kontrak-kontrak yang bersifat
kebendaan dalam hubungan dengan kegiatan anak perusahaan, sehingga tanggung
jawab yuridis dari perbuatan yang dilakukan oleh anak perusahaan sampai
batas-batas tertentu dapat dibebankan kepada perusahaan holding. Hal ini dapat terjadi
misalnya dalam hal aset-aset dari perusahaan holding yang ikut menjadi collateral
terhadap utang-utang yang dibuat oleh anak perusahaan.
Ikatan kontraktual bersifat kebendaan yang dilakukan oleh perusahaan
holding terhadap bisnis anak perusahaan, dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk
sebagai berikut :52
1) Saham-saham anak perusahaan yang dipegang oleh perusahaan holding
digadaikan atau difidusi