• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

B. Perwakilan Diplomatik Dalam Konvensi Wina Tahun 1961

Pedoman dan landasan bagi hubungan diplomatik yang selama ini dianut dan telah digunakan oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah Konvensi Wina tahun 1961 yang terdiri dari 53 pasal.36 Konvensi ini meliputi hampir semua

35

Ibid, Pasal 4

36 Soemaryo Suryokusumo,

Hukum Diplomatik, Teori dan Kasus, edisi Pertama, Cetakan 1, Bandung: Penerbit Alumni, 1995 h. 14.

aspek penting dari hubungan diplomatik secara permanen antar negara. Konvensi Wina tentang hubungan diplomatik memuat ketentuan-ketentuan mengenai perwakilan diplomatik secara garis besar, yaitu :

1. Berlakunya Hubungan Diplomatik a. Pembukaan dan Perwakilan Diplomatik

Suatu negara yang merdeka dan diakui berdaulat berhak penuh untuk mengirimkan perwakilan diplomatik (the right of legation) atau wakil-wakil konsuler ke negara lain dan berkewajiban pula untuk menerima perwakilan Diplomatik dan konsuler negara lain.37 Pembukaan hubungan diplomatik sebagai tanda ada nya hubungan diplomatik harus dilakukan dengan persetujuan bersama atau kesepakatan sebagaimana yang dinyatakan secara tegas dalam pasal 2 Konvensi Wina yang berbunyi:

“the establishment of diplomatic relations between states, and of permanent diplomatic mission take place by mutual consent”

Karenanya, hukum internasional tidak mengharuskan suatu negara membuka hubungan diplomatik dengan negara lain, seperti juga tidak ada keharusan untuk menerima misi diplomatik asing di suatu negara. Demikian juga suatu negara tidak mempunyai hak untuk meminta negara

37 Boer Mauna,

Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi Ke-2, Penerbit PT Alumni, Jakarta: 2005, h. 520.

lain untuk menerima wakil-wakilnya.38

b. Pengangkatan dan Penerimaan Perwakilan Diplomatik

Setiap negara menentukan sendiri persyaratan dan cara pengangkatan serta penerimaan perwakilan diplomatik dan konvensi tidak menentukan hal itu. Prosedur atau mekanisme pengangkatan dari perwakilan diplomatik diatur baik oleh ketentuan hukum nasional maupun hukum internasional. Negara pengirim harus mengusahakan persetujuan dalam bentuk tertulis atau lisan kepada negara penerima untuk seorang yang dicalonkan untuk menjadi kepala perwakilan diplomatik. Dalam hal negara penerima menolak untuk memberikan persetujuan, negara penerima tidak diwajibkan mengemukakan alasan penolakan tersebut. Ketentuan ini terdapat dalam pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Konvensi Wina tahun1961.

Apabila negara penerima menyatakan persetujuannya, maka Duta Besar membawa surat kepercayaan (Letter of Credence) yang telah ditanda tangani oleh kepala negaranya. Surat kepercayaan tersebut juga dapat disertai dokumen-dokumen penting lainnya dan penyerahan surat kepercayaan ini dilakukan dalam suatu upacara kenegaraan resmi. Ketentuan mengenai penerimaan perwakilan diplomatik dan surat kepercayaan ini dimuat dalam pasl 5, pasal 6, dan pasal 7 Konvensi Wina

38

Sir Ernest Satow, A Guide to Diplomatic Practice, Fourth Edition, Longman Green an Co Ltd, London and Harlow: 1957, h.116.

tahun 1961.

Praktek tersebut dijalankan karena sifat dan fungsi perwakilan diplomatik yang dibentuk untuk pemeliharaan hubungan yang permanen antara negara pengirim dengan pemerintah, khusunya departemen luar negeri dari negara penerima.

c. Mulai Berlakunya Fungsi Perwakilan Diplomatik

Ketentuan pasal 13 Konvensi Wina mengatur mengenai mulai berlakunya fungsi perwakilan diplomatik yaitu baik pada saat wakil tersebut menyerahkan surat kepercayaannya maupun pada saat ia memberitahukan kedatangannya dan menyerahkan sebuah salinan asli dari surat tersebut kepada Menteri Luar Negeri nega penerima atau menteri lainnya yang ditunjuk sesuai dengan praktek kebiasaan yang berlaku dinegara penerima yang harus diterapkan secara seragam. Urutan penyerahan surat-surat kepercayaan atau sebuah salinan asli akan ditentukan pada hari dan saat kedatangan kepala misi yang bersangkutan. d. Hubungan dan Pemberitahuan Kepada Negara Penerima

Dalam melaksanakan tugas resmi perwakilan diplomatic mengenai hubungan negara pengirim dan negara penerima, maka harus dilakukan dengan melalui Kementerian Luar Negeri negara penerima atau Kementerian lainnya yang disetujui. Pasal 10 Konvensi Wina menyebutkan bahwa Negara penerima harus diberitahukan mengenai orang-orang tertentu dari misi yaitu :

1) Anggota-anggota misi atau perwakilan diplomatik yang mengenai pengangkatannya dan keberangkatannya terakhir atau berakhirnya fungsi-fungsi mereka di dalam misi.

2) Orang-orang yang termasuk keluarga dari seorang anggota misi yang mengenai kedatangannya dan keberangkatannya terakhir meliputi juga hal kenyataan bahwa seorang menjadi berakhir sebagai anggota keluarga dari seorang anggota misi.

3) Pelayan pribadi yang bekerja pada anggota misi, mengenai kedatangannya dan keberangkatannya yang terakhir dan juga kenyataan bahwa mereka lepas dari pekerjaan pada orang-orang tersebut.

4) Orang-orang yang berdiam di negara penerima sebagai anggota misi atau pelayan pribadi yang berhak akan hak-hak istimewa dan kekebalan hukum mengenai penugasan dan pemberhentian mereka. 2. Tugas dan Fungsi Perwakilan Diplomatik

Tugas dan fungsi perwakilan diplomatik disebutkan di dalam pasal 3 ayat (1) Konvensi Wina adalah :39

1) Mewakili negara pengirim di negara penerima;

2) Melindungi kepentingan negara pengirim dan kepentingan warga negaranya di negara penerima dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh

39 Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2, Penerbit PT Alumni, Jakarta, Tahun 2005, h.544.

hukum internasional;

3) Melakukan perundingan dengan pemerintah negara penerima;

4) Memperoleh kepastian dengan semua cara yang sah tentang keadaan dan perkembangan negara penerima dan melaporkannya kepada pemerintah negara pengirim;

5) Meningkatkan hubungan persahabatan antara negara pengirim dan negara penerima serta mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Tugas para pejabat atau agen diplomatik bukan saja terbatas pada pengamatan terhadap masalah-masalah politik, ekonomi, dan keamanan negara akreditasi, mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan, tetapi juga dengan negara setempat ikut berusaha menangani masalah-masalah yang bersifat regional maupun internasional.40

Era globalisasi yang dialami dunia dimana banyak dan meningkatnya masalah yang telah melewati tapal batas negara seperti pemberantasan obat-obat terlarang, penanganan masalah-masalah lingkungan hidup dan perlindungan hak-hak asasi, tugas para diplomat tidak lagi terbatas pada masalah-masalah bilateral tetapi dengan negara setempat dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memecahkan masalah-masalah global yang

40 Ibid.

menyangkut kepentingan bersama.41

Perwakilan diplomatik membawa sifat organ komunikasi utama antara pemerintahan-pemerintahan negara dan menyebabkan kesulitan dalam membatasi tugas dan fungsi perwakilan diplomatik dengan seksama dan lebih rinci.42 Salah satu fungsi penting perwakilan diplomatik adalah fungsi mewakili negara pengirim. Istilah fungsi ini tidak hanya digunakan dalam pengertian hukum yang terbatas tetapi dimaksudkan sebagai keberadaan suatu negara. fungsi ini tidak hanya fungsi yang paling penting diantara fungsi-fungsi yang ada dalam Konvensi tetapi suatu fungsi-fungsi sentral dari seluruh struktur hukum diplomatik. Fungsi ini hanya dapat dilaksanakan oleh suatu organ negara yang dinamakan kedutaan besar, karena tanpa organ tersebut maka negara tidak dapat dinyatakan ada.43

Fungsi mewakili negara pengirim di negara penerima mempunyai batasan-batasan antara lain yang dikemukakan oleh Gerhard Von Glahn dalam bukunya “Law Among Nations”.44

“Seorang wakil diplomatik itu selain mewakili pemerintah negaranya, ia

41 Ibid. 42

Ludwik Dembinski, The Modern Law of Diplomacy, External Missions of States and International Organizations, Martinus Nijhoff Publishers, 1988, h. 40.

43 Ibid.

44 Syahmin A.K.,

Hukum Diplomatik dan Suatu Pengantar, Penerbit CV Armico, Bandung:, 1985, h.56.

juga tidak hanya bertindak di dalam kesempatan ceremonial saja, tetapi juga melakukan protes atau mengadakan penyelidikan (inquires) atau pertanyaan dengan negara penerima. Ia mewakili kebijaksanaan politik pemerintah

negaranya”.

Dan menurut B.Sen di dalam bukunya “A diplomat’s handbook of International Law and Practice” batasan representative itu ialah sebagai

berikut:45

“Fungsi yang utama dari seorang wakil diplomatik dalam mewakili negara

pengirim di negara penerima dan bertindak sebagai saluran penghubung resmi antar pemerintah kedua negara. Bertujuan untuk memelihara hubungan diplomatik antar negara yang menyangkut fasilitas perhubungan kedua negara. Pejabat diplomatik seringkali melaksanakan fungsi mengadakan perundingan dan menyampaikan pandangan-pandangan pemerintahnya di dalam beberapa masalah penting kepada pemerintah

negara dimana ia diakreditasikan”.

Pemerintah Republik Indonesia memberikan batasan tentang tugas dan fungsi mewakili negara tersebut yaitu, mewakili negara Republik Indonesia secara keseluruhan di negara penerima seperti dinyatakan dalam Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri.

Fungsi melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya

45 Ibid.

atas fungsi proteksi, Gerhard Von Glahn juga memberikan batasan yaitu: 46 “The diplomat has a duty to look after the interest persons and property of citizens of his own state in the receiving state. He must be ready to assist them, they get into trouble abroad, may have to take charge of their bodies and effects if they happen to die on a trip and in general acts as a trouble shooter for his fellow nationals in he receiving state”.

Fungsi perlindungan selain merupakan tugas perwakilan diplomatik negara pengirim di negara penerima juga negara penerima harus memberikan perlindungan kepada pejabat diplomatik negara pengirim terutama jika mereka in transit di negara tersebut sebagaimana ketentuan yang disebutkan pada pasal 40 Konvensi Wina.

Fungsi ketiga yaitu berunding dengan pemerintah negara penerima atau fungsi negosiasi yang sudah lazim didalam hubungan internasional. Perundingan-perundingan dapat diadakan antara dua negara atau lebih. Fungsi perwakilan diplomatik sebagai utusan dalam perundingan yang mewakili negaranya dengan negara penerima ditentukan dalam pasal 3 ayat (1 C) Konvensi Wina.

Namun sering terjadi perundingan mengenai masalah tertentu dilakukan oleh utusan-utusan khusus terutama jika hal tersebut mengenai masalah tehnis, oleh karena itu fungsi mengadakan perundingan dikatakan Von Glahn:47 46 Ibid. h. 42 47 Ibid. h. 60

The original reason for the rise of diplomats the intention of having a representative in a foreign capital compowered to negotiate agreement with the receiving state, was to “deal” directly with the foreign government”.

Perundingan yang dilaksanakan oleh perwakilan diplomatik dapat berupa pertukaran pendapat tentang masalah politik, social atau kebudayaan dan ilmu pengetahuan, isu-isu tertentu sampai kepada maksud untuk mengadakan persiapan atau melancarkan jalan guna mengadakan suatu perjanjian atau persetujuan

Fungsi pelaporan sebagaimana yang dimaksud dalam Konvensi Wina merupakan suatu tugas yang sangat berperan secara aktif bagi perwakilan diplomatik, termasuk didalamnya tugas observasi dengan seksama atas segala peristiwa yang terjadi di negara penerima. Fungsi ini bermanfaat selain untuk menyampaikan pesan atau data yang diterima dari negara penerima, tetapi juga untuk mengumpulkan informasi dari sumber-sumber yang berbeda, menganalisis dan meneruskannya ke negara penerima atau kepentingan negaranya. Mengenai hal ini dinyatakan oelh Von Glahn:48

The basic duty of a diplomat is to report to his government on political event, policies and other related matters”.

Fungsi yang terakhir disebutkan dalam Konvensi Wina adalah meningkatkan hubungan persahabatan antar negara yang merupakan fungsi yang paling penting dalam hubungan internasional antar negara, berupa

48

kewajiban perwakilan diplomatik untuk selalu berusaha dalam menjaga hubungan antar negara pengirim dan penerima serta meningkatkannya dengan usaha-usaha dan cara-cara diplomasi. Cara-cara diplomasi Indonesia dalam mengembangkan hubungan dengan negara lain adalah melalui diplomasi politik, diplomasi ekonomi, diplomasi social budaya dan penerangan, serta diplomasi hankam.

Selain fungsi tersebut diatas, perwakilan diplomatik dapat juga menjalankan tugas dan fungsi konsuler, seperti pencatatan tentang kelahiran, perkawinan, perceraian, dan pencatatan kematian serta mengenai masalah harta waris dari semua warga negaranya yang berada di negara penerima. Fungsi konsuler ini dapat ditemukan dalam pasal 5 Konvensi Wina tahun 1963 tentang hubungan konsuler.

3. Kekebalan dan Keistimewaan Perwakilan Diplomatik

Menurut sejarahnya kekebalan dan keistimewaan diplomatik yang dipratekkan dalam hubungan antar negara bermula dari hukum kebiasaan internasional yang memberikan keistimewaan dan kekebalan itu kepada kepala negara yang berdaulat dari suatu negara sahabat yang memasuki wilayah dalam kedaulatan negara lain. Kepala negara yang berdaulat tersebut berhak mendapatkan hak-hak istimewa dan upacara kehormatan yang pantas bagi status dan martabatnya dan mempunyai kekebalan penuh terhadap jurisdiksi sipil dan pidana dari negara yang ia kunjungi. Kemudian dalam

perkembangan sejarah hak-hak istimewa dan kekebalan ini diberikan kepada Duta perwakilan yang mewakili negara-negara.49

Hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik ini menjadi dasar hubungan diplomatik dan fungsi perwakilan diplomatik pertama diatur dalam suatu undang-undang oleh Inggris pada tahun 1706 yang dikenal sebagai 7 Anne Cap. 12-2, 706 yang menyatakan bahwa “ Setiap wakil asing haruslah

dianggap suci dan tidak dapat diganggu gugat” ( Inviolability). Para pejabat diplomatik yang dikirimkan oleh setiap negara ke negara lainnya telah dianggap memiliki suatu sifat suci yang khusus, sebagai konsekuensinya maka mereka telah diberikan kekebalan dan keistimewaan diplomatik tersebut.50

Kemudian pada abad pertengahan ke 18 aturan-aturan kebiasaan hukum internasional mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah mulai ditetapkan termasuk harta milik, gedung perwakilan dan komunikasi para diplomat.51 Selanjutnya pada abad ke 19 setelah berhasilnya kongres Wina tahun 1815 yang disusul dengan Kongres Aix-La-Chapelle pada tahun 1818 yang mengatur mengenai ketentuan-ketentuan diplomatik yang pada akhirnya ketentuan-ketentuan mengenai hak kekebalan dan keistimewaan diplomatik dikukuhkan dalam konvensi Wina tahun 1961, Konvensi Wina tahun 1963,

49

Sir Ernest Satow, A Guide to Diplomatic Practice, Fourth Edition, Longman Green an Co Ltd, London and Harlow, 1957, h. 5-17.

50

Soemaryo Suryokusumo, Hukum Dilomatik, Teori dan Kasus, Edisi Pertama, Cetakan 1, Bandung: Penerbit Alumni, 1995, h. 51.

51

dan Konvensi New York tahun 1969.

Di dalam Konvensi Wina tahun 1961 secara jelas disebutkan tujuan hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik pada konsiderannya, yang menyatakan:

“Tujuan hak-hak istimewa dan kekebalan kekebalan tersebut bukan untuk menguntungkan orang perorangan tetapi untuk membantu pelaksanaan yang efisien fungsi-fungsi misi diplomatik sebagai wakil dari negara”.52 Hak-hak kekebalan dan keistimewaan perwakilan diplomatik dalam Konvensi Wina tahun 1961 antara lain: (1) Kekebalan pejabat atau agen diplomatik; (2) Keistimewaan pejabat atau agen diplomatik.

Kekebalan pejabat atau agen diplomatik meliputi antara lain :53 1) Kekebalan terhadap jurisdiksi pidana di negara penerima; 2) Kekebalan terhadap jurisdiksi perdata di negara penerima; 3) Kekebalan terhadap perintah pengadilan setempat;

4) Kekebalan dalam mengadakan komunikasi, dan

5) Kekebalan gedung dan tempat kediaman perwakilan diplomatik. Keistimewaan agen diplomatik atau perwakilan diplomatik yang ditentukan dalam Konvensi Wina meliputi:54 Kebebasan dari kewajiban membayar pajak; kebebasan dari kewajiban pabean; Hubungan diplomatik

52

Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2, Penerbit PT Alumni, Jakarta: Tahun 2005, h. 548.

53 Ibid.

54 Ibid.

pada masa perang; fasilitas-fasilitas diplomatik. Dalam praktek hubungan diplomatik antar negara penerapan keistiemawaan diplomatik berbeda, sebab pada umumnya diatur didalam peraturan perundang-undangan nasional masing-masing negara yang disesuaikan dengan kebiasaan internasional. Untuk peraturan-peraturan pembebasan pajak maupun cara-cara prosedur untuk memperolehnya berlainan antara satu negara dengan negara lainnya, walau terdapat kesamaan-kesamaan pada prinsipnya.

Selain keistimewaan-keistimewaan yang telah dikemukakan diatas, beberapa keistimewaan lainnya disebutkan di dalam konvensi Wina yang terdapat dalam pasal 26 antara lain menyatakan, negara penerima harus menjamin semua misi dalam bergerak dan bepergian diwilayahnya, namun harus tunduk pada peraturan hukum yang melarang memasuki daerah tertentu karena ada alasan-alasan keamanan nasional negara penerima. Pasal 20 konvensi menyatakan pula mengenai keistimewaan perwakilan diplomatik, dinyatakan bahwa perwakilan dan kepala perwakilan diplomatik mempunyai hak untuk menggunakan bendera dan emblem negara pengirim di gedung misi, tempat kediaman kepala misi, dan alat-alat transportasi. Kekebalan dan keistimewaan lainnya adalah bagi anggota keluarga pejabat atau agen diplomatik, anggota staff administrasi dan tehnik, anggota staff pelayan misi dan pelayan pribadi, dimuat dalam pasal 37 sampai dengan pasal 40 Konvensi Wina.

diplomatik telah berkembang dari masa ke masa. Hak kekebalan dan keistimewaan diplomatik yang diberikan secara timbale balik memang mutlak perlu dalam rangka mengembangkan hubungan persahabatan antar negara, tanpa pandang sistem ketatanegaraan maupun sosial mereka yang berbeda. Disamping itu, pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik bukanlah semata untuk kepentingan perseorangan tetapi untuk menjamin terlaksananya tugas para pejabat diplomatik secara efisien, terutama tugas dari negara yang diwakilinya.55 Lebih lanjut, mengenai pemberian hak kekebalan dan keistimewaan diplomatik tersebut, pada hakikatnya merupakan bukti sejarah diplomasi yang telah merupakan ketentuan hukum kebiasaan internasional. 4. Berakhirnya Fungsi Perwakilan Diplomatik

Fungsi perwakilan diplomatik berakhir apabila tugas yang diberikan kepadanya telah diakhiri, atau yang bersangkutan ditarik kembali oleh negara pengirimnya. Dalam Konvensi Wina berakhirnya fungsi perwakilan diplomatik disebutkan dalam pasal 9 ayat (1) dan (2). Secara lebih tegas lagi ditentukan didalam pasal 43, bahwa berakhirnya misi diplomatik seorang staf perwakilan diplomatik apabila:56

1) Adanya pemberitahuan dari negara pengirim kepada negara penerima

55

Soemaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik, Teori dan Kasus, Edisi Pertama, Cetakan 1, Bandung: Penerbit Alumni, 1995, h. 60.

56

Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2, Penerbit PT Alumni, Jakarta, Tahun 2005, h. 538, berakhirnya fungsi seorang pejabat diplomatik secara rinci terdapat dalam buku Guide to Diplomatic Practice dari Sir Ernest Satow, Longmans, Green and Co Ltd, London and Harlow, Fourth edition, 1957, bab XXI, h. 274-302

bahwa tugas dari pejabat diplomatik itu telah berakhir.

2) Adanya pemberitahuan dari negara penerima kepada negara pengirim bahwa sesuai dengan pasal 9 ayat (2), negara tersebut menolak untuk mengakui seorang pejabat diplomatik sebagai anggota perwakilan.

Begitu pula apabila negara penerima atau negara pengirim telah berhenti sebagai subjek hukum internasional, tugas dari seorang anggota atau anggota-anggota perwakilan diplomatik atau misi dapat berakhir.57

Dokumen terkait