• Tidak ada hasil yang ditemukan

ﺪ ﺎ /`I ż qâla yûsufu li`abîhi yâ abati `innî ra`aytu a`hada 'asyara kaukabân wa

2. Pesan Kritik Sosial

/Yấ baniyya izhabū fatahassasū min yūsufa wa akhihi wa lấ tay`asu min rūhillấhi innahu lấ ya’ấsu min rūhillấhi illấ al-qaumu al-kafirūna/

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Qs. Yusuf, 12: 87) Ayat 100 :

ﺪّ اوّﺮ و شﺮ ا ﻰ ﻮ ا رو

ﺪ يﺎ ءر وﺄ ا ﺬه ﺂ لﺎ و

ﺪ وﺪ ا ّ ﻜ ءﺎ و ا ﺮ ا ذا أ ﺪ و ﺎّ ﻰّر ﺎﻬ

ر ّناﻰ ﻮ ا و ّ ا غﺰّ نا

ﻜ ا ا ﻮه ّا ءﺎ ﺎ ّ

.

/Wa rafa’a abawayhi ‘alâ al-‘arsyi wa kharrû lahu sujjadan wa qâla yâ`abati hâzâ ta`wilu ru`yâya min qablu qad ja’alahâ rabbî haqqân wa qad ahsanabî iz akhrajanî min as-sijni wa jâ`a bikum min al-badwi min ba’di an nazaga asy-syaytânu bainî wa baina ikhwatî inna rabbî latifun limâ yasyâ`u innahu huwa al-alîmu al-hakîmun./

Dan dia menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana dan mereka (semua) tunduk bersujud kepadanya (Yusuf) dan dia (Yusuf) berkata "Wahai ayahku inilah takwil mimpiku yang dulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya kenyataan. Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika ia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku. Sungguh, Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki sungguh, Dia yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (Qs.Yusuf,12: 100)

2. Pesan Kritik Sosial

Sastra yang mengandung pesan kritik dapat juga disebut sebagai sastra kritik, biasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang tidak baik dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Pengarang umumnya tampil sebagai pembela kebenaran dan keadilan, atau pun sifat-sifat luhur kemanusiaan yang lain ia tak akan diam melihat kesewenangan dan lewat karangannya itu ia akan memperjuangkan

hal-hal yang diyakini kebenarannya. Hal-hal-hal yang memang salah dan bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan tak akan ditutupinya, sebab terhadap nilai seni ia hanya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri (Nurgiyantoro, 1998: 332).

Adapun pesan kritik sosial yang dapat kita ambil dari kisah nabi Yusuf as dalam Al-Qur’an surah Yusuf ini adalah sebagai berikut :

a. Poligami menyebabkan adanya kesenjangan kasih sayang yang berbeda dan menyebabkan kecemburuan dan rasa iri serta dengki terhadap satu dengan yang lainnya, hal ini dapat menyebabkan tindak kejahatan.

Ayat 8:

ﻰ ﺎ ﺎ أّنإ ﺔ وﺎّ ﺎ أ ﻰ إّ أ ﻮ أ ﻮ اﻮ ﺎ ذإ

.

/Iz qalu laYusufu wa akhuhu ahabbu ila abina minna wa nahnu 'usbatun inna abana lafi dalalim mubin./

"(Yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Benyamin) lebih dicintai oleh ayah dari pada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat), sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata".(Qs. Yusuf, 12 : 8)

b. Masih terjadinya perbudakan dan penjualan hamba sahaya.

ﷲاؤ ﺔ وّﺮ أو اﺬه ىﺮ لﺎ ﻮ د ﻰ دﺄ هدراو اﻮ رﺄ ةرﺎّ تءﺎ و

نﻮ ﺎ

.

ّﺰ ا اﻮ ﺎآو ةدوﺪ هارد وﺮ و

ﺪه

.

/Wa jâ`at sayyâratun fa`arsalu waridahum fa`adlâ dalwahu qâla yâ busyrâ hazâ gulamun wa `asarrûhu bida’atan wallâhu ‘alîmun bi mâ ya’malûna. Wasyarauhu bi samanin bakhsin darâhima ma’dûdatin wa kânû fîhi min az-zâhidîna./

Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang penambil air, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata: "Oh, kabar gembira, ini seorang anak muda!" Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dan mereka menjual Yusuf dengan harga murah, yaitu beberapa dirham saja dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. (Qs. Yusuf, 12 : 19-20)

c. Betapa pun pandainya api ditutup-tutupi, asapnya pasti terlihat juga. Betapa pun cermatnya menghalangi tersebarnya angin, aroma yang dibawanya tercium juga. Pepatah di atas adalah bahwa sepandai-pandai manusia menutupi kebohongannya akhirnya ketahuan juga. Sebagaimana tersebarnya gosip di seluruh negeri Mesir

tentang Zulaikha yang menggoda bujangnya walau mereka telah berjanji untuk tidak menceritakan kepada siapa pun.

Ayat 29 - 30:

طﺎ ا ﻜ ﻚ إ ﻚ ﺬ ىﺮ ﻮ اﺬه ﺮ أ ﻮ

.

ﻰ ةﻮ لﺎ و

ﺎﻬ دوﺮ ﺰ ﺬ ا تأﺮ ا ﺔ ﺪ ا

,

ﻰ ﺎهاﺮ ﺎّإ ﺎّ ﺎﻬ ﺪ

/Yusufu a’rid ‘an haza wastagfiri lizanbiki innaki kunti min al-khati`ina.Wa qala niswatun fi al-madinati imra`atul ‘azizi turawidu fataha ‘an nafsihi qad syagafaha hubban inna lanaraha fi dalalin mubinin./

“(Hai) Yusuf “Berpalinglah dari ini, dan kamu (hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah. Dan wanita-wanita di kota berkata: "Istri al-Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam, sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.” (Qs. Yusuf, 12: 29-30)

d. membolehkan seseorang mencalonkan diri guna menempati suatu jabatan tertentu atau berkampanye untuk dirinya, selama motivasinya untuk kepentingan umum dan selama dia merasa dirinya memiliki kemampuan untuk jabatan tersebut. Permintaan jabatan ini menunjukkan kepercayaan diri serta keberanian moril yang disandangnya.

أ ﻜ ﺎ ﺪ مﻮ ا ﻚّإلﺎ ّآ ﺎّ ﻰ أ ﻰ ﻮ ا ﻚ ا لﺎ و

.

لﺎ

ضر ا اﺰ ﻰ ﻰ ا

ﻰّإ

.

/Wa qala al-maliku `utuni bihi astakhlishu li nafsi falamma kallamahu qala innaka al-yauma ladayna makinun aminun. Qala ij’alni ‘ala khaza`ini al-ardi inni hafizun alimun. /

“Dan Raja berkata "Bawalah Yusuf bepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala Raja telah bercakap-cakap dengan Yusuf, dia berkata "Sesungguhnya kamu (Mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi di percaya pada sisi kami”. Berkata Yusuf “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjada lagi berpengetahuan.” (Qs. Yusuf, 12 : 54-55)

e. Hukum hanya ditegaskan pada rakyat biasa atau orang kecil sedangkan para pejabat dapat terbebas dari hukum.

Ayat 32:

ﻰ ىّﺬ ا ّ ﻜ اﺬ ﺎ

و ﺎ ّدور ﺪ و

ﺮ اءﺎ

,

ﺮ ا ّ ﺎ ﻮﻜ و ّ

/Qalat fazalikunna al-lazi lumtunnani fihi wa laqad rawadtuhu an nafsihi fasta’sama wa lainlam yaf’al ma amuruhu layusjananna wa la yakunan min as-sagirina./

“Wanita itu berkata: "Itulah dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina."(Qs.Yusuf,12:30-32)

Ayat 75:

ﻮ ا يﺰ ﻚ اﺬﻜ ﺆاﺰ ﻮﻬ ﺮ ﺪ ﻮ ﺆاﺰ اﻮ

.

/Qalu jaza`uhu man wujida fi rahlihi fahuwa jaza`uhu kazalika najzi az-zalimina./

“Mereka menjawab “Balasannya ialah pada siapa diketemukan (barang yang hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya (tebusannya). Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang zalim.” (Qs. Yusuf,12: 75)

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

1. Analisis latar dan amanah merupakan bagian dari kajian struktural sastra dengan unsur pembangun dari dalam karya sastra itu sendiri, seperti novel, cerpen, drama dan kisah-kisah. Sebagaimana kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an juga merupakan dari karya sastra.

2. Menurut Nurgiyantoro unsur intrinsik terbagi atas Tema Latar/setting, Penokohan, Alur/ plot, Sudut Pandang, Gaya Bahasa, dan Amanah. Dari ke semua unsur instrinsik yang di bahas dalam penelitian ini latar dan amanah.

3. Latar terdiri dari unsur latar terdiri dari latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Dan fungsi latar yang terdiri dari latar sebagai metaforik dan latar sebagai atmosfir.

a. Latar tempat adalah latar cerita yang menyatakan lokasi terjadinya suatu peristiwa. Adapun latar tempat pada kisah nabi Yusuf dalam al-Qur’an terjadi di Kan’an – Palestina, Dotan (jalan yang menghubungkan daerah Palestina dengan Mesir) dan Mesir. Latar tempat ini terdapat pada ayat 4, ayat 15, ayat 21, ayat 23, ayat 25, ayat 30 – 31, ayat 36, ayat 56, ayat 58, ayat 69, ayat 73, ayat 88, ayat 94, dan ayat 99.

b. Latar waktu adalah latar cerita yang berhubungan dengan masalah “kapan” peristiwa yang diceritakan itu terjadi. Adapun latar waktu pada kisah nabi Yusuf dalam al-Qur’an terjadi dari Yusuf as masih masa anak-anak hingga dewasa dan menjadi Raja di Mesir. Latar waktu terdapat pada ayat 16, ayat 22, ayat 35, ayat 42, ayat 43, ayat 45, ayat 47-49, dan ayat 58.

c. Latar sosial adalah latar cerita yang menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan, seperti tata cara kehidupan sosial masyarakat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan dan pandangan hidup atau cara berpikir dan bersikap dan lain sebagainya. Latar sosial pada kisah nabi Yusuf yaitu kebiasaan masyarakat Arab yang sering melakukan perjalanan jauh, berdagang dan menggembala serta menyembah tuhan yang bermacam-macam

dengan nama yang berbeda-beda. Adapun latar sosial pada kisah nabi Yusuf dalam al-Qur’an terdapat pada ayat 4, ayat 19-20, ayat 31, ayat 36, ayat 43, ayat 54-56 dan ayat 100.

d. Latar sebagai metaforik erat berkaitan dengan pengalaman kehidupan manusia baik bersifat fisik maupun budaya. Deskripsi latar tersebut menyangkut hubungan alam, tak hanya mencerminkan suasana internal tokoh, namun juga menunjukkan suasana kehidupan masyarakat dan kondisi spiritual masyarakat yang bersangkutan. Latar sebagai metaforik pada kisah nabi Yusuf seperti pengalaman kehidupan Yusuf dari di buang saudara-saudaranya ke sumur di tengah padang pasir yang sepi, di pisahkan dengan ayah dan adik kandungnya Benyamin, di jual sebagai budak, di fitnah dan di penjara, hingga dipertemukan kembali dengan keluarganya. Adapun latar sebagai metaforik pada kisah nabi Yusuf dalam al-Qur’an terdapat pada ayat 31 dan ayat 83-84. e. Latar sebagai atmosfir berupa deskripsi kondisi latar yang mampu

menciptakan suasana tertentu, misalnya suasana ceria, romantis, sedih, muram, dan sebagainya. Latar sebagai atmosfir pada kisah nabi Yusuf seperti kesedihan Ya’qub saat kehilangan Yusuf dan Benyamin, ketidakpercayaan Ya’qub kepada anak-anaknya (kecuali Benyamin dan Yusuf) karena tidak dapat menjaga amanah, kecemburuan saudara-saudara Yusuf, perasaan cinta Zulaikha pada Yusuf, rasa percaya Raja pada Yusuf, dan lain sebagainya. Adapun latar sebagai atmosfir pada kisah nabi Yusuf dalam al-Qur’an terdapat pada ayat 19-20, ayat 31, ayat 62-65, ayat 70-77, dan ayat 94-98.

4. Amanah mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia. Amanah mencakup pesan religi dan pesan kritik sosial.

a. Pesan Religi/keagamaan menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang bersifat lebih mendalam dan lebih luas. Adapun pesan religi yang dapat dipetik dari kisah nabi Yusuf yaitu sabar, tabah dan istiqamah dalam menghadapi segala cobaan dan rintangan hidup

dengan berpegang teguh pada agama yang di yakini, dan nafsu manusia dapat menjerumuskan manusia kepada kezaliman kecuali nafsu yang diizinkan oleh Allah SWT. Adapun pesan religi/keagamaan pada kisah nabi Yusuf dalam al-Qur’an terdapat pada ayat 4, ayat 6, ayat 18, ayat 23, ayat 33-34, ayat 36, ayat 37-40, ayat 43, ayat 53, ayat 86, ayat 90 dan ayat 100.

b. Pesan Kritik Sosial umumnya tampil sebagai pembela kebenaran dan keadilan, atau pun sifat-sifat luhur kemanusiaan yang lain seperti hal-hal yang memang salah dan bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan. Adapun pesan religi yang dapat dipetik dari kisah nabi Yusuf yaitu masih terjadinya perbudakan dan penjualan hamba sahaya, poligami menyebabkan adanya kesenjangan kasih sayang, dan ketidakadilan hukum yang diberlakukan pada orang kecil dan rakyat biasa sedangkan para pejabat yang bersalah dapat terbebas dari hukum. Adapun pesan kritik sosial pada kisah nabi Yusuf dalam al-Qur’an terdapat pada ayat 8, ayat 19-20, ayat 29-30, ayat 30-32, ayat 54-55, dan ayat 75.

4.2. Saran

Penulis menyarankan agar penelitian tentang sastra dapat terus dikembangkan karena pada umumnya karya sastra sudah sangat banyak dan mudah ditemukan. Namun penelitian sastra khususnya pada kisah – kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an masih sangat sedikit dan terbatas. Maka dengan segala kekurangan, penulis berharap untuk selanjutnya dapat memberikan perhatian terhadap analisis karya sastra pada kisah-kisah dalam Al-Qur’an.

Dokumen terkait