• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pesantren Sebagai Lembaga Sosial

Nama lembaga ini adalah al-M a’had al-Aly al-Qism al-Fiqh yang

C. Urgensi Pesantren Dalam Melakukan Transformasi Sosial Perspektif

3. Pesantren Sebagai Lembaga Sosial

Peran pesantren sebagai lembaga sosial juga menjadi perhatian serius bagi K.H.R. A s’ad Syamsul Arifin. Dimana salah satu dari tiga wasiat beliau adalah bagaimana santri agar ikut memainkan peran dal am berbagai problematika sosial. Sehingga santri bisa lebih mendekatkan diri ke arah pengabdian masyarakat secara langsung, dengan cara lebih aktif dalam memberikan kontribusi nyata terhadap berbagai problematika sosial masyarakat sebagaimana yang telah dilakukan oleh walisongo.

K.H.R. A s’ad Syamsul Arifin sendiri dikenal sebagai salah satu figur yang berasa! dari pesantren yang cukup banyak memberikan kontribusi positif dalam rangka membangun tatanan masyarakat yang beradab, ber-keadilan sosial, dan religius. Sebagaimana telah banyak disinggung dalam pembahasan sebelumnya, K.H.R. A s’ad Syamsul Arifin

selalu hadir sebagai sosok yang betul-betul serius memperjuangkan kepentingan agama dan masyarakat.

Abdurrahman Wahid menyatakan, pada masa awal kemerdekaan, K.H.R. A s’ad Syamsul Arifin pem ah bertentangan pendapat dengan guru yang sangat di idolakan oleh beliau;

Khadharatusy Syaikh

K.H. Hasyim Asy’arie dan K.H.A. W ahid Hasyim, Hal ini dikarenakan kedua guru beliau memutuskan menerima Pancasila, sedangkan K.H.R. A s’ad Syamsul Arifin menolak Pancasila. Hal ini dilakukan oleh K.H.R. A s’ad

Syamsul Arifin agar agama Islam f’dak sampai luntur dan tergantikan oleh pancasila (Arifin, 2000: 87)

Pada tahun 1983, Abdurrahman Wahid menyampaikan kabar K.H.R. A s’ad Syamsul Arifin, bahwa umat Islam Khususnya warga NU diminta menerima pancasila oleh pemerintah (hal ini sesuai keputusan

pendapat para alim ulama yang tergabung dalam panitia kecil tentang asas, pimpinan K.H. Achmad Shiddiq, Jember).

Satu-satimya pertanyaan K.H.R. A s’ad Syamsul Arifin kepada Abdurrahman Wahid waktu itu adalah ’’Apakah Pancasila nantinya menggantikan Islam?”. Baru kemudian Abdurrahman Wahid menjelaskan kepada beliau bahwa Pancasila tidak akan menjadi pengganti agama Islam dan Pancasila tidak akan dijadikan alat untuk melawan Islam, bahkan sila

pertama dalam Pancasila sejalan dengan ajaian utama dalam Islam yakni tauhid, barulah K.H.R. A s’ad Syamsul Arifin bersedia menerima pancasila. Hal semacam inilah yang menunjukkan cara beliau memandang Islam sangat besar.

Tentunya, peran pesantren sebagai lembaga sosial harus tetap berpegang teguh pada nilai-nilai dan tradisi yang selama ini dianut, agar peran yang ditampilkan pesantren berbeda dengan peran yang ditampilkan oleh lembaga lain.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian dan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsep Khithah Pesantren dalam pandangan K.H.R. A s’ad Syamsul

Arifm adalah pelaksanaan pembelajaran dan penyusunan kurikulum pada pesantren yang menitikberatkan pada pengembangan sumber daya manusia dari lulusan pesantren yang mampu melakukan pemberdayaan

masyarakat dengan kualitas dan berbagai latar belakang ilmu pengetahuan yang dikuasai. Hal ini karena kebutuhan masyarakat akan ilmu pengetahuan untuk mengatasi berbagai problematika yang dihadapi tidak hanya membutuhkan ilmu keagamaan saja, namun juga berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang iain.

2. Upaya K.H.R. A s’ad Syamsul Arifm dalam merealisasikan konsep Khithah pesantren adalah dengan mengembangkan pondok pesantren sesuai ciri khas pendidikan tradisional dengan tetap mempertahankan kurikulum dengan inengacu pada kitab-kitab klasik. Selain itu juga mendirikan lembaga pendidikan formal yang mengajarkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan umum untuk menjawab tantangan dan permasalahan yang ada di masyarakat. Lembaga pendidikan formal yang didirikan terdiri dari berbagai tingkatan, muiai dari TK, SD, SMP, SMU,

sampai Perguruan Tinggi. Ini merupakan salah satu perwujudan dari cita- cita K.H.R. A s’ad Syamsul Arifin yang menginginkan santrinya mempunyai keahlian diberbagai bidang ilmu pengetahuan.

3. Kondisi pesantren pada umumnya yang masih terpaku pada pembelajaran ilmu-ilmu agama namun kurang fokus dalam mengembangkan ilmu-ilmu umum yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga lulusan dari pesantren masih tergagap dalam menghadapi perkembangan masyarakat dalam arus globalisasi. Untuk itulah dibutuhkan integrasi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum untuk menjawab kebutuhan tersebut. Agar lulusan dari pesantren dapat menjawab tuntutan perkembangan masyarakat yang semakin modem. Konsep Khithah Pesantren K.H.R. As’ad Syamsul Arifin yang menekankan pada pengembangan ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu umum sangat tepat dan relevan bagi dunia Pesantren. Hal tersebut karena lulusan dari pesantren tidak hanya tertokus pada pengamalan dan penguasan dalam bidang ilmu agama saja, namun juga mampu menguasai ilmu-ilmu umum yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam hal ini, distribusi lulusan pesantren akan berada di

berbagai segmen kehidupan. Hal tersebut untuk menjav/ab perkembangan dan permasalaltan yang ada di masyarakat semakin beragam dan komplek. Sehingga dibutuhkan sumber daya manusia yang siap pakai dan mempunyai dedikasi tinggi terhadap ilmu yang dimiliki untuk diamalkan.

B. S aran -saran

Dari hasil penelitian yang penulis temukan, maka penulis memberi saran kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kemajuan dan perkembangar. Pesantren agar siap dan mempunyai modal yang cukup untuk melakukan pemberdayaan masyarakat.

1. Kepada Pengelola Pesantren hendaknya mulai terbuka dengan ilmu pengetahuan selain disiplin ilmu agama. Sehingga Santri tidak hanya menguasai satu bidang keilmuan, namun mampu mempelajari berbagai macam ilmu yang berguna untuk bekal ketika lulus dari Pesantren. Dalam penyusunan kurikulum pembelajaran hendaknya memperhatikan

perpaduan antara ilmu agama dan ilmu umum.

2. Santri sebagai subyek dan obyek pembelajaran sebaiknya mulai membuka diri serta berperan aktif dalam menciptakan inovaSi-inovasi ilmu pengetahuan.

3. Pemerintah sebagai pengayom dan pembuat kebijakan dan peraturan untuk selalu memperhatikan dan membuat kebijakan yang menuju kepada pemberdayaan pesantren. Sehingga pesantren mampu membantu pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

4. Masyarakat umum juga harus selalu menjadi bagian dari pendukung dan bekerja sama dengan institusi Pesantren karena Pesantren lahir dari masyarakat itu sendiri. Sehingga nantinya ketika Pesantren mempunyai kualitas yang baik, maka masyarakat bisa merasakan dampak positif secara langsung.

C. Penutup

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan dunia pendidikan Pesantren pada khususnya. Kepada semua pihak pembaca penulis mengharapkan saran dan kritik serta tambahan yang bersifat membangun demi sempumanya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih.

D A F T A R P U S T A K A

Ahmad Jaiz, rlartono, ukk,

Bila Kyai Dipertuhankan, Membedah Sikap Beragama

NU,

Pustaka A1 Kautsar, Jakarta, 2001.

A Hasan, Syamsul,

Kharisma Kiai A s’ad di Mala Umat.

Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2008.

A ’la, Abd,

Pembaharuan Pesantren,

Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2006.

Alaena, Badrun,

NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja,

PT Tiara

Dokumen terkait