• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. ANALISIS RISIKO BENCANA DI SDN KENINGAR 1 DAN SDN KENINGAR 2

3. Peta Kapasitas/Ketahanan Internal dan Ekternal Sekolah

Pengertian kapasitas adalah penguasaan sumber daya, cara dan kekuatan yang dimiliki masyarakat yang memungkinkan mereka mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana (Paripurno, 2011; Heijmans, 2012). Berdasarkan pengertian tersebut, sumber daya/kapasitas sekolah akan dilihat dari penguasaan sumber daya, cara dan kekuatan yang dimiliki oleh sekolah dan stakeholdernya. Meliputi (1). Kapasitas sekolah dalam mempersiapkan diri terhadap risiko bencana. (2). Kapasitas sekolah dalam mencegah risiko bencana (3). Kapasitas sekolah dalam menjinakkan bahaya (4). Kapasitas sekolah dalam menanggulangi risiko bencana (5). Kapasitas sekolah dalam mempertahankan diri (6). Kapasitas sekolah dalam memulihkan (recovery) bencana Erupsi

Ruang lingkup peta kapasitas sekolah meliputi: (a). Kepemilikan aset sekolah; (b). Ketersediaan makanan dan alat-alat keselamatan; (c). Kapasitas keluarga wali murid, guru dan dukungan masyarakat; (d). Pengetahuan lokal sekolah dan masyarakat sekitar; (e). Tanggung jawab pemerintah dan organisasi masyarakat.

b. Kapasitas/Ketahanan Sekolah Rendah Terhadap Risiko Erupsi Merapi

Berdasarkan ruang lingkup peta kapasitas diatas, hasil assessment dan Focus Group Discussiontanggal 27 November 2012 menunjukan temuan sesuai tabel 4.6. dibawah ini. Tabel 4.6. menjelaskan kapasitas dan ketahanan sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 dilihat dari kepemilikan, lahan dan bangunan sekolah. Bangunan SD Negeri Keningar 1 dan 2 merupakan bangunan permanen diatas tanah milik Negara. Artinya sekolah dibangun diatas tanah bukan sewa atau milik perorangan sehingga jaminan keberlanjutan sekolah dapat dipastikan. Sementara ketersediaan

alat-alat keselamatan dasar dan produk-produk kebijakan manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana erupsi belum tersedia.

Dukungan sumber daya manusia sebagai pemangku utama kapasitas dan ketahanan sekolah menunjukkan pemahaman manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana masih rendah. Kepala Sekolah, guru, siswa dan wali murid belum terlatih manajemen bencana erupsi Merapi seperti protap evakuasi dan pengungsian dan standar keselamatan dasar di sekolah. Meskidemikian guru, siswa dan wali murid terbukti memiliki komitmen tinggi mendukung kebijakan sekolah dalam menghadapi situasi bencana erupsi Merapi tahun 2010. Sementara pengetahuan lokal yang dimiliki oleh sekolah adalah sekolah memiiki pengalaman mengelola respon darurat dan evakuasi siswa, guru dan wali murid di saat erupsi Merapi. Sekolah juga memiliki pengalaman menyelenggarakan sekolah darurat bagi siswa di pos-pos pengungsian.

Tabel 4.6. Peta Kapasitas/Ketahanan Sekolah SD Negeri Keningar 1 dan Keningar 2

Kepemili kan Ketersediaan Alat Kapasitas SDM Pengetahuan Lokal Dukungan Masyarakat Tanggung Jawab Pemerintah Lahan dan banguna n sekolah permane n milik Negara Alat-alat keselamatan dasar risiko bencana erupsi bagi guru dan siswa belum tersedia Kebijakan manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana belum memadai Sekolah belum memiliki protap emergency respon Pemahaman manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana rendah.

Guru, siswa dan wali murid belum terlatih menajemen bencana (evakuasi) Guru berkomitmen tinggi mendukung kebijakan sekolah dalam situasi bencana. Sekolah memiliki pengalaman mengelola bencana erupsi. Sekolah memiliki pengalaman menyelenggar akan sekolah darurat. Komite sekolah berjalan dengan baik Masyaraka t dan wali murid mendukun g semua kebijakan sekolah Sekolah gratis, dana program emergency, rekonstruksi, rehabilitasi sekolah. Dukungan teknis (alat- tools, kebijakan operasional) diknas kurang Respon pemerintah lambat. Belum ada pendidikan kebencanaan bagi kepala sekolah & guru.

Pada aspek dukungan masyarakat, Komite Sekolah di SD Negeri Keningar 1 dan 2 berjalan dengan baik serta masyarakat dan wali murid mendukung semua kebijakan sekolah. Peran komite sekolah atau setidaknya secara personal, dalam penanganan pengungsian dan sekolah darurat cukup tinggi komitmennya. Pada aspek dukungan pemerintah, sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 didukung oleh penetapan kebijakan sekolah gratis pada tingkat dasar sesuai dengan amanat

Undang-Undang Sisdiknas Nomor 23 Tahun 2003. Tersedia juga lokasi dana dari pemerintah pusat dan daerah bagi program emergency respons, rekonstruksi, rehabilitasi & pembangunan sekolah. Meskipun demikian, civitas sekolah di SD Negeri Keningar 1 dan 2 menyatakan bahwa dukungan pendanaan dari pemerintah bagi rekonstruksi dan rehabilitasi sekolah paska bencana sangat minim. Demikian juga pada dukungan teknis (alat-toolsdan kebijakan operasional) bagi sekolah terkait pengurangan risiko bencana juga tidak memadai. Dukungan dari dinas pendidikan setempat maupun pada tingkat nasional dirasakan oleh civitas sekolah dan masyarakat masih kurang. Pada saat bencana erupsi Merapi terjadi civitas sekolah juga menilai bahwa respon pemerintah lambat. Bahkan pendidikan kebencanaan bagi kepala sekolah dan guru-guru di sekolah-sekolah di wilayah KRB III khususnya di SD Negeri Keningar 1 dan 2 belum pernah dilakukan. Deskripsi kapasitas dan ketahanan sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 diatas menghadapi kelemahan dan kekuatan yang mendasar. Kekuatan dan kapasitas civitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 dapat diuraikan sesuai tabel 4.7 di bawah. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diuraikan pertama, Bentuk Ancaman Pra Erupsi. Semburan abu vulkanik yang terjadi sewaktu-waktu. Bentuk ancaman ini sekolah memiliki kekuatan bahwa sekolah sudah terbiasa dengan aktifitas Merapi baik dalam kondisi tenang pra erupsi maupun dalam kondisi erupsi. Dibuktikan sekolah mampu menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar standar sesuai dengan amanat undang-undang 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tanda-tanda akan bahaya erupsi Merapi juga difahami oleh civitas sekolah meskipun satu sisi belum tersedia respon standar yang tentukan oleh sekolah bagi civitas sekolah.

Pada sisi lain, kelemahan SD Negeri Keningar 1 dan 2 adalah sampai saat ini belum tersedia alat-alat standar keselamatan bagi siswa dan guru pada saat terjadi erupsi Merapi. Alat-alat standar keselamatan yang dibutuhkan adalah masker, tabung oksigen, kacamata, penutup kepala dan obat-obatan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K). Termasuk penting juga adalah tersedianya tenaga terlatih yang bisa menjalankan fungsi pertolongan pertama pada saat terjadi kecelakaan. Tenaga terlatih ini dapat dilekatkan pada fungsi salah satu guru yang dilatih khusus untuk menjalankan fungsi tersebut. Menghidupkan kembali program dokter kecil yang pernah dijalankan oleh siswa sekolah dasar di tahun 80 dan 90 an dengan melatih siswa menghindari kecelakaan dan melakukan pertolongan pertama pada saat erupsi. Kelemahan mendasar pada pra erupsi adalah semua pengalaman dan kekuatan sekolah belum dirumuskan dalam peta risiko bencana yang bisa dijadikan rujukan kebijakan manajemen dan pengajaran sekolah. Bentuk secara operasional adalah pengalaman penanganan risiko bencana erupsi Merapi belum

secara khusus dimasukan dalam materi ajar bagi siswa dan peningkatan kapasitas guru/kepala sekolah.

Tabel 4.7 Peta Kekuatan dan Kelemahan Kapasitas SD Negeri Keningar Bentuk

Ancaman

Kekuatan Sekolah Kelemahan Sekolah

Pra Erupsi Semburan abu vulkanik yang terjadi sewaktu- waktu

Sekolah sudah terbiasa dengan aktifitas Merapi. Mampu menyelenggarakan sekolah standar.

Tanda-tanda bahaya erupsi Merapi di fahami sekolah.

Belum tersedia alat-alat standar keselamatan bagi siwa dan guru seperti masker, kacamata, penutup kepala, oksigen, dan P3K lainnya.

Belum ada peta risiko bencana erupsi Merapi. Kurikulum kebencanaan belum diajarkan kepada siswa, guru & kepala sekolah.

Belum ada manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana erupsi.

Saat Erupsi Aliran lava/magm a, Awan panas, Gas beracun, Hujan Abu/kerikil Informasi BPPTK/BNPB status Merapi. Alat komunikasi/HP dimiliki guru & wali Murid

Informasi status Merapi belum sampai ke semua lapisan masyarakat rentan.

Sumber informasi belum jelas/simpang-siur. Sekolah memiliki

pengalaman manajemen tanggap bencana

Belum disusun standar manajemen sekolah bagi pengurangan risiko bencana yang terintegrasi

Dukungan Negara dan pihak luar tinggi (LSM, Universitas)

Berjalan sendiri-sendiri belum terkoordinasi dalam rencana aksi bersama.

Komite sekolah di didukung oleh budaya gotong royong

Prosedur dan jalur evakuasi di sekolah belum ada. Lokasi pengungsian akhir (TPA) tidak jelas

Banjir Lahar Dingin

Masyarakat memiliki pengalaman mengenali banjir lahar dingin.

Peta ancaman risiko bencana banjir lahar dingin belum di fahami masyarakat.

Lokasi pengungsian aman masih belum jelas.

Sekolah Darurat

Pengalaman mengelola sekolah darurat

Lokasi pengungsian terpencar, belum terencana. Pengalaman belum dijadikan standar manajemen

Paska bencana

Sekolah kuat dalam inisitif menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar sesegara mungkin.

Dukungan rehabilitasi dan rekonstruksi sekolah tinggi. Gotong royong masyarakat, LSM dan Universitas.

Sekolah rusak, ruang kelas penuh debu dan pasir; KBM belum siap dalam jangka waktu satu bulan; Pengalaman penanganan bencana belum menjadi materi ajar dan kebijakan sekolah.

Kegiatan program mitigasi dan kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana belum disusun karena dukungan kementerian pendidikan nasional terkait hal ini masih kurang.

Tujuan pembelajaran risiko bencana erupsi Merapi adalah dapat meningkatkan pemahaman, kewaspadaan dan kedewasaan siswa belajar hidup bersama risiko bencana. Memahami situasi dan respon yang harus dilakukan pada saat terjadi

ancaman bahaya erupsi Merapi. Termasuk kebijakan operasional sekolah terkait dengan pengurangan risiko bencana, emergency respon, evakuasi, pengungsian dan sekolah darurat.

Pengalaman pembelajaran kebencanaan juga penting dijadikan bahan peningkatan kapasitas sumber daya guru dan kepala sekolah. Bagi guru peningkatan kapasitas tentang manajemen bencana dapat mengembangkan kegiatan belajar tentang materi kebencanaan bahkan trauma healing yang tepat kepada siswa. Guru juga dapat meningkat kemampuannya dalam partisipasi menyusun dan menjalankan standar respon yang diperlukan oleh sekolah pada saat situasi pra erupsi,

emergency respon, evakuasi, pengungsian, penyelenggaraan sekolah darurat dan paska bencana.

Sementara manfaat peningkatan kapasitas manajemen kebencanaan bagi Kepala Sekolah adalah meningkatkan kemampuan kepala sekolah mengintegrasikan kebencanaan didalam kebijakan-kebijakan sekolah. Kebijakan ini meliputi program sekolah pra erupsi, saat emergency respon, mekanisme evakuasi, pengelolaan pengungsian, penyelenggaraan sekolah darurat dan kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi paska bencana. Integrasi kebijakan manajemen sekolah berbasis bencana dapat menjadikan sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 sebagai model pengelolaan sekolah dasar yang berada di wilayah risiko tinggi bencana erupsi gunung berapi.

Kedua, saat terjadi erupsi. Yaitu pada saat terjadi aliran lava/magma/lahar, awan panas, gas beracun dan hujan abu. Kekuatan sekolah pada tahapan ini adalah sekolah dapat mengakses informasi BPPTK/Badan Geologi/BNPB tentang situasi Merapi. Kemampuan untuk akses informasi perkembangan status Merapi dari waktu ke waktu menjadi penting untuk sekolah dalam menentukan langkah- langkah yang diperlukan. Karena meskipun SD Negeri Keningar 1 dan 2 merupakan satuan pendidikan berada di bawah Kementerian Pendidikan Kabupaten Magelang, tetapi informasi perkembangan langkah-langkah apa yang harus dilakukan sekolah pada saat erupsi lambat dan kurang jelas. Kemampuan akses informasi ini juga didukung oleh kepemilikan alat-alat komunikasi seperti Hand Phone yang hampir dimiliki oleh semua guru dan wali murid. Meskipun demikian, ditemukan sisi kelemahan pada rujukan sumber informasi yang belum jelas atau simpang siur. Kelemahan ini disebabkan oleh kemudaan akses informasi yang terpercaya oleh masyarakat dan sekolah belum tersedia. Misalnya informasi lewat radio. Jaman sekarang jumlah radio terbatas dan lebih banyak jumlah televisi. Tetapi televisi memiliki kelemahan pada pemberitaan yang tersentral pada informasi global tingkat nasional.

Kekuatan lain adalah sekolah memiliki pengalaman manajemen tanggap bencana. Meskipun pengalaman tanggap bencana tersebut masih merupakan emergency response dan belum tersusun dalam rencana tindakan yang baik, tetapi pengalaman tersebut dapat menjadi tumpuan menyelenggarakan respon bencana yang dibutuhkan oleh siswa, guru dan orang tua murid. Pada bagian ini justru titik kelemahan sekolah. Karena pengalaman emergency response, evakuasi, mengelolaan sekolah darurat dan proses rehabilitasi sekolah, belum menjadi kebijakan baku operasional sekolah. Artinya kebutuhan dan tantangan di dalam menghadapi situasi bencana belum mampu mengubah pendekatan manajemen penyelenggaraan sekolah.

Kekuatan pada kepemilikan lahan dan sekolah dibawah tanggung jawab Negara, menjamin keberlangsungan sekolah dasar Negeri Keningar 1 dan 2. Dukungan dari luar sekolah seperti dari lembaga swadaya masyarakat, universitas maupun organisasi massa lainnya juga cukup banyak. Meskipun demikian kelemahannya adalah dukungan dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan universitas masih berjalan sendiri-sendiri belum terkoordinasi dalam rencana aksi bersama untuk sekolah maupun untuk desa.

Kekuatan sekolah juga tampak dari kinerja komite sekolah yang didukung oleh budaya gotong royong warga Keningar. Dalam kontek manajemen sekolah berbasis pengurangan risiko bencana, kelemahan komite sekolah dan desa adalah sampai saat prosedur dan jalur evakuasi belum bisa susun karena desa juga belum menyusun prosedur yang sama. Lokasi pengungsian akhir yang rencananya ditetapkan oleh pemerintah belum jelas. Oleh sebab itu kondisi kebijakan operasional sekolah terkait prosedur dan jalur evakuasi belum bisa di susun.

Ketiga, banjir lahar dingin. Kekuatan yang dimiliki sekolah adalah masyarakat memiliki pengalaman mengenali banjir lahar dingin yang biasanya mengalir deras di Sungai Senowo dan Sungai Cacaban. Khusus untuk SD Negeri Keningar 1, beberapa siswa berasal dari desa Ngargotontro yang jika berangkat dan pulang sekolah harus menyebrangi sungai Cacaban. Risiko ancaman bahaya siswa di SD Negeri Keningar 1 cukup tinggi. Sementara kelemahan yang dirasakan oleh sekolah adalah, pemerintah belum menerbitkan peta risiko bencana banjir lahar dingin sesuai perkembangan erupsi Merapi terbaru. Oleh karena itu lokasi pengungsian yang aman dari risiko banjir lahar dingin masih belum jelas.

Keempat, sekolah darurat. Kekuatan sekolah adalah memiliki pengalaman mengelola sekolah darurat di pengungsian bagi siswa. Penyelenggaraan sekolah darurat ini diselenggarakan oleh SD Negeri Keningar 1 dan 2 dengan susah payah. Faktor yang mempengaruhi adalah lokasi pengungsian siswa terpencar-pencar di berbagai tempat tidak dalam satu lokasi yang sama. Kelemahan lainnya adalah

penyelenggaraan materi sekolah darurat dilakukan berdasarkan kekuatan improvisasi guru dan kepala sekolah. Sampai saat ini pengalaman inisiatif sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 belum dijadikan standar manajemen sekolah darurat baik oleh sekolah, maupun dari kementerian pendidikan nasional di tingkat lokal dan nasional.

Kelima, paska bencana. Sekolah memiliki kekuatan di dalam inisitif menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar sesegera mungkin setelah anak-anak kembali ke desa. Dukungan dari luar sekolah terhadap kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi paska bencana sekolah cukup tinggi. Mulai dari dukungan gotong royong masyarakat desa, dana program pemerintah, program kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Universitas untuk program land clearing dan perbaikan infrastruktur sekolah. Kelemahannya adalah dukungan dari luar sekolah tidak saling bersinergi tetapi parsial. Diperlukan kemampuan untuk membangun sinergi program antara semua stakeholder tersebut dalam satu program bersama. Pada sisi kebutuhan teknis, dibutuhkan waktu perbaikan dan pembersihan yang lama terhadap infrastruktur sekolah yang rusak, penuh debu dan pasir. Kadang kegiatan belajar mengajar siswa baru berjalan normal setelah satu bulan sejak di bersihkan. Meskipun sekolah memiliki inisiatif yang kuat dan ada dukungan dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan universitas, tetapi belum menyentuh pada kelemahan yang paling mendasar. Yaitu pengalaman penanganan bencana belum menjadi materi ajar di sekolah. Kegiatan program mitigasi dan kesiapsiagaan bencana di sekolah juga belum menjadi prioritas di kondisi paska bencana. Faktor kelemahan dukungan kebijakan untuk menginternalisasi pengalaman pengelolaan, mitigasi dan kesiapsiagaan bencana di sekolah dari kementerian pendidikan nasional dirasakan juga masih kurang.

F. SDN KENINGAR 1 DAN SDN KENINGAR 2: SEKOLAH DENGAN RISIKO TINGGI

Dokumen terkait