• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peta kelenjar getah bening (KGB) leher

Dalam dokumen CA Nasofaring (Halaman 39-52)

Gb1. Kelenjer getah bening di leher 

Peta adalah suatu gambar yang digunakan untuk menunjukkan tempat, gunung, sungai dlsb di muka bumi. Untuk peta detail atau topografi diperlukan juga landmark atau tanda khusus untuk  suatu tempat yang spesifik misalnya Monas bagi Jakarta.

Kelenjar getah bening (KGB) leher juga dipetakan.

Sebagai muara dari pembuluh getah bening, KGB memberikan petunjuk atas keadaan hulu yaitu alat tubuh. Hak ini terjadi karena KGB adalah garis pertahanan regional terhadap semua keadaan yang mengganggu alat tubuh di hulu. Gangguan itu dapat disebabkan oleh infeksi, benda asing, alergi ataupun kanker. Kegagalan pertahanan akan membuat mereka membesar karena aktivitas yang bertambah. Karena itu lokasi pembesaran KGB akan menunjukkan alat tubuh yang

 bermasalah. Gambar 1 memperlihatkan betapa sibuknya aliran pembuluh limfe leher 

sebagaimana banyaknya KGB . KGB leher berjumlah +/- tigaratus yang merupakan setengah dari keselurihan KGB tubuh.

Gb 2. Leher kanan dan kiri

yaitu kanan dan kiri. Landmarknya adalah garis lurus antara dagu (1), tulang hyoid (2) dan takik   jugularis atau jugular notches (3)

Selanjutnya bagian kanan atau kiri dibagi oleh otot leher menjadi segitiga depan (a) dan belakang (b), gambar 3. Landmark otot leher ini disebut otot sternocleidomastoideus yang jelas teraba bila kepala ditolehkan kesisi. KGB di depan adalah muara dari pembuluh limfe daerah tenggorokan sedangkan bagian belakang saluran pernapasan atas.

Berbagai otot membagi segitiga depan / belakang menjadi beberapa segitiga. Di depan mereka adalah (gambar 4) a1, segitiga suprahioid, yang terletak diatas tulang hyoid; a2, submaksila yang  juga dikenal sebagai submandibula, dibawah rahang bawah; a3, karotis superior, diatas otot

omohioid; dan a4. karotis inferior, dibawah otot omo hioid.

Dibelakang mereka adalah: b1, segitiga oksipital, diatas otot omohioid; dan b2,

Gb 3. Segitiga depan dan belakang

subklavia yang dikenal juga sebagai supraklavikula, dibawah otot omohioid dan diatas tulang klavikula.

Refarat Karsinoma Nasofaring Labels: refarat, THT

KARSINOMA NASOFARING Indira Pratiwi

I. PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor yang berasal dari sel epitel yang me nutupi permukaan nasofaring, disebut juga sebagai tumor Kanton (Canton Tumor).1,2 Menurut estimasi WHO, sekitar 80% dari kasus KNF di dunia terjadi di China.2 Di Indonesia, KNF merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut; tonsil, hipofaring dalam presentase rendah. Berdasarkan data Laboratorium Patologi Anatomik, tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor get ah bening dan tumor kulit.3

II. EPIDEMIOLOGI

beberapa faktor seperti genetik, lingkungan, diet, dan pola hidup.4, 5

KNF jarang ditemukan di negara-negara barat, tetapi endemik di China. Insidens tertinggi dilaporkan dari Provinsi Guangdong, Cina Selatan, di mana KNF merupakan keganasan ketiga yang paling sering terjadi, dengan angka insidens 15-50 per 100000. I nsidens yang tinggi juga ditemukan di Hong Kong dan

Singapura, dengan insiden intermediat ditemukan pada orang-orang Eskimo Alaska dan daerah Mediterania. 3, 5 Insidens KNF di Amerika Utara adalah 0.25%, di mana 18% di dalamnya adalah ras China-Amerika. Keturunan China yang hidup di Amerika mempunyai insidens yang lebih ke cil dibanding yang hidup di China. KNF jarang di India dan negara sekitarnya, kecuali negara-negara Asia Tenggara di mana didominasi oleh orang-orang Mongoloid. Orang-orang Indonesia ce nderung rentan mengalami KNF, terbukti dengan meratanya frekuensi pasien KNF di t iap daerah, dengan pasien dari ras Cina relatif  lebih banyak dari suku bangsa lainnya.4 Untuk negara-negara lain, insidens KNF sangat rendah, yaitu kurang dari 1 per 100000.5,6

KNF dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya menyerang usia 30-60 tahun, menduduki 75-90%.2 Pada anak-anak dan orang dewasa usia kurang dari 30 tahun, KNF lebih sering ditemukan daripada tumor ganas lain pada saluran nafas.7

KNF lebih sering ditemukan pada laki-laki dengan proporsi laki-laki dan perempuan adalah 2-3,8 : 1. 2,3,7

III. ANATOMI DAN FISOLOGI

Faring merupakan tabung/pipa fibromuskular yang mengerucut membentuk saluran nafas dan saluran pencernaan bagian atas. Secara anatomis, faring dibedakan menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan hipofaring/laringofaring. 2,4

Nasofaring merupakan bagian teratas dari faring, sehingga sering juga disebut epifaring, terletak di antara basis cranial dan palatum molle, membuka ke arah depan hidung melalui koana posterior,

menghubungkan rongga hidung dan orofaring. 2,4,8 Diameter atas-bawah dan kiri-kanan masing-masing sekitar 3 cm, diameter depan-belakang sekitar 2-3 cm.2

Gambar 1 (dikutip dari kepustakaan 9) Anatomi hidung dan nasofaring

Bagian atas nasofaring dibentuk oleh bassiphenoid dan basiocciput. Dinding posterior dibentuk oleh arkus atlas yang dilapisi otot-otot dan fascia prevertebral. Dasar nasofaring dibentuk oleh palatum molle anterior dan ismus orofaring. Dinding anterior dibentuk oleh ostium posterior nasal atau choanae dan margin posterior septum nasalis. Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius, orifisium ini dibatasi oleh torus tubarius pada bagian posterior. Ke arah postero-superior dari torus tubarius terdapat Fossa Rosenmuller yang merupakan lokasi tersering KNF.2,4,7,10

Area nasofaring sangat kaya akan saluran limfatik, terutama drainase ke kelenjar limfe faringeal posterior paravertebral servikal (disebut juga kelenjar limfe Rouviere, sebagai kelenjar limfe terminal pertama drainase KNF), kemudian masuk ke kelenjar limfe kelompok profunda servikal, terutama meliputi: rantai kelenjar limfe jugularis interna, rantai kelenjar limfe nervi asesorius (terletak dalam segitiga posterior leher), rantai kelenjar limfe arteri dan vena transversalis koli (di fosa supraklavikular). 2

Vaskularisasi nasofaring berasal dari percabangan level I atau II arteri karotis eksterna, masing-masng adalah: 2

- Arteri faringeal asendens, cabang terkecil arteri karotis eksterna - Arteri palatina asendens

- Arteri faringea, salah satu cabang terminal dari arteri maksilaris interna - Arteri pterigoideus, juga salah satu cabang akhir arteri maksilaris interna.

Untuk persarafan nasofaring, saraf sensorik berasal dari nervi glossofaringeal dan vagus. Saraf motorik dar nervus vagus, mempersarafi sebagian otot faring dan palatum mole. 2

Adapun fungsi nasofaring sebagai berikut:4

- Sebagai saluran udara yang berperan menghangatkan dan melembabkan udara di hidung yang menuju ke laring dan trakea

- Melalui tuba eustachii, nasofaring berperan sebagai ventilasi dari telinga tengah dan

menyeimbangkan tekanan udara antara kedua sisi membran timpani. Fungsi ini penting untuk proses pendengaran.

- Nasofaring berperan dalam proses menelan, refleks muntah, dan berbicara - Sebagai ruang resonansi dalam proses bersuara dan berbicara.

- Sebagai drainase untuk mukus yang disekresikan oleh hidung dan kelenjar nasofaring. IV. ETIOLOGI

Terjadinya KNF mungkin multifaktorial dan proses karsinogenesisnya mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah:

1. Genetik 1,2,3,4,5,6

Walaupun KNF tidak termasuk tumor genetik, tetapi ker entanan terhadap KNF pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena agregasi familial. Analisis korelasi

menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap KNF, mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar KNF. Tahun 2002, RS Kanker Universitas Zhongshan memakai 382 buah petanda mikrosatelit

polimorfisme 22 helai autosom genom manusia melakukan pemeriksaan genom total terhadap keluarga insidens tinggi KNF berdialek Guangzhao di propinsi Guangdong, gen kerentanan KNF ditetapkan

Penelitian geneteika molecular dan biologi molecular mutakhir menemukan KNF menunjukkan frekuensi tinggi kehilangan heterozigositas (LOH) kromosom terutama paa 1p, 3p, 9p, 9 q, 11q, 13q, 14q, 16q, dan 19p, dan telah mengidentifikasikan region delesi minimal LOH yang berkaitan, terkesan di dalam region dengan frekuensi LOH tinggi mungkin terdapat gen supresor tumor yang berpearan penting dalam pathogenesis KNF.

Penelitian di atas menunjukkan kromosom pasien KNF menunjukkan ketidakstabilan, hingga lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan timbulnya penyakit. 2. Virus 1,2,3,4,5,6

Virus Eipstein-Barr (EBV) merupakan virus herpes yang dikaitkan dengan KNF. Metode imunologi membuktikan EBV membawa antigen spesifik seperti antigen capsid virus (VCA), antigen membrane (MA), antigen dini (EA), antigen nuklir (EBNA) dan lain-lain. EBV dikaitkan dengan KNF dengan alasan sebagai berikut:

- Di dalam serum pasien KNF ditemukan antibodi terkait EBV (termasuk VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll) dengan frekuensi postif maupun rataa-rata titer geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan penerita kanker jenis lain (termasuk kanker ke pala leher) dan titernya berkaitan positif  dengan beban tumor. Selain itu titer antibody dapat meurun be rtahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali meningkat bila penyakitnya rekuren atau memburuk.

- Di dalam sel KNF dapat dideteksi zat petanda EBV seperti DNA virus dan EBNA

- Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung EBV, ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat, gambaran pembelahan inti juga banyak.

- Dilaporkan EBV di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.

3. Lingkungan 1,2,3,4,5,6

Menurut laporan luar negeri, orang Cina generasi pertama yang bermigrasi ke Amerika Serikat, m emilik angka kematian akibat KNF 30 kali lebih tinggi dari penduduk kulit putih setempat, sedangkan pada generasi kedua turun menjadi 15 kali, pada generasi ketiga belum ada angka pasti, tapi secara keseluruhan cenderung menurun. Sedangkan orang kulit putih yang lahir di Asia Tenggara, angka

kejadian KNF meningkat. Sebabnya selain pada sebagian orang terjadi perubahan pada hubungan darah,  jelas faktor lingkuna=gan juga berperan penting.

Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu,

kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Nikel sulfat dalam air minum atau makanan dapat memacu efek karsinogenesis pada proses timbulnya KNF.

4. Diet 1,3,4,5,6

Ho dari Hong Kong pertama kali melaporkan bahwa ikan asing Cina, makanan yang ter kenal di Cina Selatan, utamanya yang berasal dari Kanton, merupakan salah satu faktor etiologi KNF. Teori ini

didasarkan fakta bahwa insidens tertinggi KNF terjadi pada nelayan Hong Kong yang dietnya t erdiri dari ikan asin yang banyak dam mengalami defisiensi vitamin yang berasal dari sayuran dan buah. Ikan asin ini juga terkenal di kalangan emigran Cina, dan b eberapa negara Asia Tenggara. Nitrosamin yang dikandung oleh ikan asin kemudian diketahui menginduksi kar sinoma squamosa, adenokarsinoma dan tumor lain di nasal dan kavum paranasal atau nasofaring.

V. PATOFISIOLOGI

Rongga nasofaring diselaputi selapis mukosa epitel tipis, terutama berupa epitel skuamosa, epitel torak besilia berlapis semu dan epitel transisional. Di dalam lamina propria mukosa sering terdapat sebukan limfosit, di submukosa terdapat kelenjar serosa dan musinosa. KNF adalah tumor ganas yang ber asal dari epitel yang melapisi nasofaring. 2

Infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan KNF. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita KNF. Pada penderita ini sel yang t erinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa KNF, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Dari semua antigen yang

diekspresikan oleh EBV pada KNF, latent membrane protein-1 (LMP-1) merupakan faktor penting yang berkontribusi dalam pathogenesis KNF sebab LMP-1 ini menginduksi pertumbuhan selular dan

mempengaruhi mekanisme pengontrolan pertumbuhan seluler. LMP-1 merupakan onkogen viral dari EBV yang mengubah sel fibroblast embrio tikus. LMP-1 juga diketahui menginduksi reseptor faktor pertumbuhan epidermis dan gen A20 yang berperan dalam menghentikan apopotosis pada sel epitel yang dimediasi oleh p-53.6

Lokasi predileksi KNF adalah dinding lateral nasofaring (terutama di resesu faringeus) dan dinding superoposterior. Tingkat keganasan KNF t inggi, tumbuh infiltratif, dapat langsung menginfiltrasi berekspansi ke struktur yang berbatasan: ke atas dapat langsung merusak basis cranial, juga dapat melalui foramen sfenotik, foramen ovale, foramen spinosum, kanalis karotis internal atau sinus

sphenoid dan selula etmoidal posterior, lubang saluran atau retakan alamiah menginfiltrasi intracranial, mengenai saraf cranial; ke anterior menyerang ro ngga nasal, sinus maksilaris, selula etmoidales anterior, kemudian ke dalam orbita, juga dapat melalui intrakranium, fisura orbitalis superior atau kanalis

pterigoideus, resesus pterigopalatina lalu ke orbita; ke lateral t umor dapat menginfiltrasi celah parafaring, fossa intratemporal dan kelompok otot mengunyah; ke posterior menginfiltrasi jaringan lunak prevertebra servikal, vertebra servikal; ke inferior mengenai orofaring, bahkan laringofaring. 2 VI. GAMBARAN KLINIS

Gejala nasofaring dibagi dalam 4 kelompok utama: 3,4

- Gejala pada hidung dan nasofaring, berupa obstruksi nasal, sekret, dan epistaksis.

- Gangguan pada telinga terjadi akibat tempat asal tumor dekat dengan muara tuba eustachi (Fossa Rosenmuller) dan menimbulkan obstruksi sehingga dpat terjadi penurunan pendengaran, otitis media serous maupun supuratif, tinnitus, gangguan keseimbangan, rasa tidak nyaman dan rasa nyeri di telinga. Adanya otitis media serosa yang unilateral pada orang dewasa meningkatkan kecurigaan akan t erjadinya KNF.

- Gangguan oftalmoneurologik terjadi karena nasofaring behubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang, sehingga gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI, dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopialah yang membawa pasien lebih dulu ke dokter mata. Gej ala mata lain berupa penurunan reflex kornea, eksoftalmus dan kebutaan (berkaitan dengan saraf otak II).

Neuralgia terminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum te rdapat keluhan lain yang berarti. Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan XII jika

penjalaran melalui foremen jugulare yang relatif jauh dari nasofaring, sering disebut sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Ada juga yang dikenal dengan tr ias Trotter yaitu tuli konduktif, neuralgia temporoparietal ipsilateral dan paralisis palatal terjadi secara kolektif akibat KNF.

- Metastasis di leher, merupakan gejala yang paling jelas manifestasinya berupa benjolan di leher yang kemudian mendorong pasien berobat. Be njolan biasanya ditemukan antara mandibula dan mastoid. Untuk metastasis lanjutan, gejala melibatkan tulang, paru-paru, hepar dan lain-lain.

Berdasarkan frekuensi sering ditemukannya pada pasien, gejala dan tanda KNF berturut -turut sebagai berikut:4

- Limfadenopati pada leher (60-90%) - Hilangnya pendengaran - Obstruksi nasal - Epistaksis - Kelumpuhan N.Kranialis - Nyeri kepala - Otalgia

- Nyeri pada leher

- Penurunan berat badan VII. DIAGNOSIS

Anamnesis dan pemeriksaan fisis lengkap harus dilakukan, dan meskipun keluhan yang diungkapkan pasien tampak tidak bermakna, namun tetap dicurigai sebagai KNF jika lokasi geografis mer upakan lokasi yang endemik. Pasien KNF jarang mencari pengobatan hingga terjadi metastasis ke limfe regional. Pembesaran tumor yang terjadi muncul sebagai gejala berupa obstruksi nasal, gangguan pendengaran dan kelumpuhan saraf kranialis. 5,11

Pada pemeriksaan fisis, tanda yang paling sering ditemukan adalah benjolan pada leher (80%), umumnya bersifat bilateral, di mana kelenjar limfe yang terlibat paling sering adalah nodus limfe  jugulodigastrik, atas dan tengah pada rantai servikal anterior. Selain itu, kelumpuhan saraf kranial

ditemukan pada 25% pasien KNF.1,5,11

Indirect nasopharyngoscopy perlu dilakukan untuk menilai tumor primer. Dapat juga digunakan nasopharyngoscopy direct berupa endoskopi.1,5,11

CT Scan kepala dan leher dilakukan untuk menilai besarnya tumor, ada tidaknya erosi dari basis cranial,dan limfodenopati servikal yang terjadi. Potongan k oronal memperlihatkan persebaran tumor dari fissura petroclinoid atau foramen laceru ke sinus caver nosus. Potongan axial menunjukkan persebaran ke retrofaringeal, paranasofaringeal, dan fossa intratempolar. 1,3,5,11

Gambar 2 (dikutip dari kepustakaan 5)

Potongan Axial CT Scan menunjukkan KNF: A.Sebelum Nasofaringektomi B. Setelah Nasofaringektomi

Foto thoraks posisi AP dan lateral berfungsi untuk menilai adanya metastasis ke paru-paru.1

Pemeriksaan darah rutin, termasuk hitung darah lengkap (CBC) serta ureum, kreatinin, elektrolit, fungsi hepar, Ca, PO4, alkalin fosfat. Fungsi liver m ungkin abnormal pada kasus metastasis hepar. Asam urat mungkin meningkat pada pasien dengan pertumbuhan tumor yang cepat.1,11

Pemeriksaan titer EBV termasuk antibodi IgA dan IgG terhadap antigen kapsid viral (VCA), antigen dini (EA), dan antigen nuklir sebaiknya dilakukan. Titer ini berhubungan dengan beratnya penyakit dan berkurang dengan pengobatan. Sedangkan titer DNA EBV penting dalam prognosis penyakit. Lo dalam

beberapa tulisan menyebutkan bahwa titer DNA EBV berkaitan erat dengan stadium, respon pengobatan, relaps dan survival dari pasien KNF. 1,5,11

Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu di hidung dan di mulut. Biopsi di hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya. Biopsi mulut dilakukan dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar.3

Sesuai dengan klasifikasi WHO, KNF dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan gambaran histopatologiknya:3,7,11,12

1. Karsinoma sel squamosa (berkeratinisasi), terdapat jembatan interseluler dan keratin, dapat dilihat dengan mikroskop cahaya

2. Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, terdapat tanda differensiasi, tetapi tidak ada differensiasi skuamosa.

3. Karsinoma tidak berdiferensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nukleo;us yang menonjol, dan dinding sel tidak tegas, tumor tampak lebih berbentuk sinsitium daripada bentuk susunan batu bata.

Untuk penentuan stadium digunakan sistem TNM menurut UICC dan AJCC (2002, Edisi VI). Tumor Primer (T)

Tx = Tumor primer yang belum dapat dipastikan

T0 = Tidak tampak tumor

Tis = Karsinoma in situ

T1 = Tumor berada di nasofaring

T2 = Tumor meluas ke jaringan lunak di orofaring dan/atau fossa nasal.

T2a = Tanpa perluasan parafaringeal

T2b = Dengan perluasan parafaringeal

T3 = Tumor menyerang struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4 = Tumor dengan extensi intracranial dan/atau keterlibatan CNs, fossa infratemporal, hipofaring, atau orbit.

Nodul (N)

N0 = Nodul regional tidak ada

N1 = Nodul regional ada, tapi belum ada perlekatan

N2 = Nodul regional ada, sudah ada perlekatan

N3 = Metastasis di kelenjar getah bening (s)

N3a = Lebih besar dari 6 cm

N3b = Ekstensi untuk fosa supraklavikula Metastase (M)

Mx = Metastatis jauh tidak dapat dinilai

M0 = Tidak ada metastasis jauh

M1 = Terdapat metastasis jauh Tabel 1

Stadium KNF (Dikutip dari kepustaaan 11,12) Stadium T N M

I T1 N0 M0 II T1 N1 M0 T2 N0 M0 T2 N1 M0 III T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N0 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 IV A T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0 IV B T1-4 N3 M0 IV C T1-4 N0-3 M1

VIII. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS 1. Polip Nasal

Polip nasal merupakan lesi abnormal yang berasal dari mukosa nasal atau sinus paranasal. Polip merupakan hasil akhir dari berbagai proses penyakit di kavum nasi. Polip hidung mengandung banyak cairan, berwarna putih keabu-abuan. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.3,11

2. Limfoma Non-Hodgkin

Sering pada pemuda dan remaja, pembesaran ke lenjar limfe leher, dapat mengenai banyak lokasi, secara bersamaan dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe naksila, inguinal, mediastinum, dll. Konsistensi tumor agak lunak dan mudah digerakkan. 2,11

3. TB Nasofaring

Umumnya pada orang muda, dapat timbul erosi, ulserasi dangkal atau benjolan granulomatoid, eksudat permukaan banyak dan kotor, bahkan mengenai seluruh nasofaring. Khususnya perlu ditegaskan apakah terdapat TB dan kanker bersama-sama, atau apakah terj adi reaksi tuberkuloid akibat KNF. 2

4. TB Kelenjar Limfe Leher

Lebih banayak pada pemuda dan remaja. Konsistensi agak keras, dapat melekat dengan jaringan sekitarnya membentuk massa, kadang terdapat nyeri tekan atau undulasi, pungsi aspirasi jarum menemukan materi mirip keju. 2

5. Angiofibroma Nasofaring

Sering ditemukan pada orang muda, pria jauh lebih banyak dari wanita. Dengan nasofaringoskop tampak permukaan timor licin, warna mukosa menyerupai jaringan normal, kadang tampak vasodilatasi di

permukaannya, konsistensi kenyal padat. Bila secara klinis dicurigai penyakit ini, biopsi tidak dianjurkan karena mudah terjadi perdarahan masif. 2

IX. PENATALAKSANAAN

Terapi KNF unik karena dua alasan, pertama lokasi tumornya yang sulit dijangkau mengakibatkan tindakan bedah menjadi lebih sulit dan dilakukan. Alasan berikutnya yaitu bahwa KNF ini lebih

radiosensitif. 5 Terapi terhadap KNF berprinsip pada individiualisasi dan tingkat keparahan: pasien stadium I/II dengan radioterapi eksternal sederhana atau radioterapi eksteral ditambah brakiterapi kevum nasofaring; pasien stadium III/IV dengan kombinasi radioterapi dan kemoterapi; pasien dengan metastasi jauh harus bertumpu pada kemoterapi dan radioterapi paliatof.2

Radioterapi hingga sekarang masih merupakan terapi utama dan pengobatan tambahan yang dapat diberikan berupa bedah diseksi leher, pemberian tetrasiklin, interferon, kemoterapi, dan vaksin antivirus.3

Sumber radiasi menggunakan radiasi Ɣ Co-60, radiasi β energy tinggi atau radiasi X energi tinggi dari akselerator linier, terutama dengan radiasi luar isosentrum, dibantu brakiterapi intrkavital, bila perlu ditambahi radioterapi stereotaktik. Wang melakukan penyinaran sebanyak 4500 rad pada tumor primer dan leher bagian atas, kemudian dilanjutkan dengan tambahan 1500 rad teroisah untuk tumor primer dan kelenjar leher bagian atas. Akhirnya untuk kelenjar leher bagian bawah yang tidak terkena tumor diberikan dosis 5000 rad.2,7

Kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi adjuvant (tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembagkan, yang terbaik sampai saat iniadalah kombinasi dengan Cis-platinum.3

Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhada benjolan di leher yang tidak

Dalam dokumen CA Nasofaring (Halaman 39-52)

Dokumen terkait