• Tidak ada hasil yang ditemukan

Petanda fibrosis non invasif sangat dibutuhkan saat ini mengingat keterbatasan dari biopsi hati untuk melihat progresifitas penyakit dan fibrosis hati, sebelum dan sesudah pengobatan. Walaupun sampai saat ini belum didapati tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang memuaskan untuk menilai keakuratan tingkatan fibrosis hati dan untuk memonitor perjalanannya.

Adapun petanda non invasif fibrosis hati harus memenuhi persyaratan seperti; spesifik untuk hati, mudah dilakukan di laboratorium klinik, menggambarkan stadium dari fibrosis, tidak mahal, pemeriksaan distandarisasi dilaboratorium (57,60,65).

Petanda serum untuk fibrosis hati dibagi atas 2 kelompok: petanda langsung dan tidak langsung. Marker tidak langsung bertanggung jawab terhadap perubahan fungsi hati tetapi tidak secara langsung bertanggung jawab pada metabolisme MES. Marker langsung menunjukkan secara langsung pergantian (turnover) MES. Sehingga kombinasi kedua petanda ini adalah pilihan yang menjanjikan terhadap pasien fibrosis hati(17,57).

a. Petanda tidak langsung (indirect marker).

Studi-studi sebelumnya telah mengevaluasi petanda non-invasif untuk memprediksi keberadaan fibrosis atau sirosis pada penderita hepatitis kronis, seperti:

1. Rasio AST/ ALT (indeks AAR: Rasio AST/ALT lebih besar dari 1 dengan kuat menyarankan sirosis dengan sensitiviti 78 % dan spesificiti 97%.

2. Skor PGA: Kombinasi pengukuran indeks protrombin, GGT dan

apolipoprotein A1 (PGA). Akurasi diagnosa skor PGA untuk mendeteksi sirosis dilaporkan antara 66%-72%.

3. Fibrotest, pemeriksaan melibatkan alfa-2 makroglobulin, alfa2-globulin, gamma globulin, apolipoprotein A1, gamma GT, dan Billirubin total. Hasil Formula ditentukan dalam 3 kelompok: ringan (METAVIR F 0-1), fibrosis bermakna (METAVIR F 2-4), dan indeterminate.

4. Acti Test, pemeriksan memodifikasi Fibrotest dengan menyertakan ALT.

5. Skor Forns (indeks Forns), berdasar 4 variabel meliputi jumlah trombosit, umur, level kolesterol, dan GGT.

6. Rasio AST/ trombosit (indeks APRI), model ini konsinten dan objektif pada laboratorium rutin pasien-pasien dengan penyakit hati kronis. 7. Fibroindeks menggunakan variabel yang umum dijumpai di klinik yaitu

trombosit, AST dan Gamma globulin.

8. Kombinasi AST, INR, trombosit (indeks GUCI) (29,34,57).

b. Petanda langsung (direct marker)

Fibrosis hati mengakibatkan petanda MES berubah secara kualitatif dan kuantitatif karena petanda MES menggambarkan fibrogenesis dan regresi fibrosis. Petanda langsung yang potensial meliputi produksi sintesa atau degradasi kolagen, enzim yang terlibat pada biosintesa atau degradasi glikoprotein MES, proteoglikan dan Glikosaminoglikan. Belum ada petanda

langsung ideal melibatkan pembentukan dan pembersihan MES. Petanda langsung yang dilaporkan terhadap pergantian MES dilihat pada Tabel-2. Kombinasi biomarker meliputi European Liver Fibrosis, Fibrospect, serum asam hyaluronat, AST, dan albumin (indeks SHASTA) (17,57).

Tabel-2. Petanda langsung terhadap deposit dan pembersihan MES 57 Petanda deposit MES

• Procollagen I C terminal

• Procollagen III N terminal

• Tenascin

• Tissue inhibitor of metalloproteinase TIMP

• TGF-

Petanda pembersihan MES

• Procollagen IV C peptide

• Procollagen IV N peptide (7-S collagen)

• Collagen IV

• Undulin

• Metalloproteinase MMP

• Urinary demosine and hydroxylysylpyridinoline Belum pasti

• Hyaluronan

• Laminin

• YKL-40 (chonrex) 2.5. FibroIndeks

FibroIndeks adalah penanda hati non invasif yang terdiri atas perhitungan SGOT, trombosit dan gamma globulin. Koda dkk mendapatkan penanda ini dengan membandingkan prediktor dari tingkat fibrosis yaitu usia, trombosit, bilirubin, SGOT, SGPT, ALP, GT, albumin, gamma globulin, masa protrombin. Dari semua variabel ini didapatkan tiga prediktor independen

pada analisis multivariat dengan analisis regresi yaitu trombosit, SGOT dan gamma globulin. Maka dirancang FibroIndeks dengan rumus(18)

FibroIndeks = 1,738 – 0,064 (trombosit [x104/mm3]) + 0,005 (SGOT [IU/L]) + 0,463 (gamma globulin [g/dl])

Koda dkk meneliti pada 360 pasien hepatitis kronik C dan menetapkan nilai cutoff untuk fibrosis yang signifikan : ≥ 2,25, fibrosis yang tidak signifikan : ≤ 1,25. Akurasi diagnostik untuk memperkirakan fibrosis tidak signifikan dengan sensitivitas 40,2%, spesifisitas 94,3%, positive predictive value 87%,

negative predicitive value 62,4%. Akurasi diagnostik untuk memperkirakan fibrosis yang signifikan dengan sensitivitas 35,8%, spesifisitas 97,4%,

positive predictive value 94,3%, negative predicitive value 59,1%. AUROC untuk memprediksi fibrosis yang signifikan adalah 0,83. Koda dkk melakukan penelitian dengan mono interferon alfa selama 6 bulan dan membandingkan penggunaan 3 penanda non invasif yaitu APRI indeks, Forn indeks dan Fibroindeks untuk melihat penurunan atau peningkatan dari tingkat fibrosis. Ternyata pada pasien yang ada perbaikan, FibroIndeks menurun signifikan dari 1,82 ± 0,45 awalnya menjadi 1,35 ± 0,56 dengan p=0,0043. Pada pasien dengan perburukan, FibroIndeks meningkat signifikan dari 1,70 ± 0,66 awalnya menjadi 2,09 ± 0,81 dengan p=0,043. Pada APRI indeks walau ada penurunan signifikan pada pasien dengan perbaikan dari 1,24 ± 0,77 menjadi 0,69 ± 0,87 dengan p=0,043; tidak ada perbedaan yang signifikan pada APRI indeks pasien yang memburuk dari 1,29 ± 0,97 menjadi 2,22 ± 1,67 dengan p=0,225. Pada Forn indeks tidak ada perbedaan signifikan pada kedua grup

yang membaik dari 7,15 ± 1,74 menjadi 6,96 ± 2,11 dengan p=0,435 atau memburuk dari 7,33 ± 0,87 menjadi 8,66 ± 2,31 dengan p=0,225(18).

Perubahan histologis dari tingkat fibrosis berkorelasi dengan perubahan dari FibroIndeks (Spearman r =0,500 , p = 0,0072); tetapi tidak dengan perubahan dari APRI indeks (Spearman r = 0.244, P =0,190) atau Forn indeks (Sperman r = 0,361, P=0,052)(18).

Parameter dari FibroIndeks ini tidak berkaitan satu dengan lainnya. Beberapa studi mengkonfirmasi bahwa SGOT dan jumlah trombosit adalah prediktor independen untuk tingkat fibrosis(66-69). Serum gamma globulin berhubungan dengan fibrosis hati dan shunt portosistemik. Serum ini menggambarkan inflamasi kronik di hati dan fenomena autoimun yang mengarahkan kepada fibrosis hati. Imbert-Bismuth dkk melaporkan bahwa serum gamma globulin lebih tinggi pada pasien dengan skor F2-F3 dibanding

F0-F1(70). Ikeda dkk melaporkan bahwa serum gamma globulin adalah

parameter signifikan membedakan sirosis dari hepatitis kronik(71).

Pemeriksaan pada FibroIndeks (trombosit, SGOT dan gamma globulin) ini rutin dilakukan pada kebanyakan rumah sakit dan laboratorium maka FibroIndeks selain dapat dipercaya juga dapat dilakukan di laboratorium manapun. Asam hyaluronat yang dilaporkan sebagai penanda fibrosis yang paling berguna tetapi nilai diagnostiknya untuk fibrosis tingkat F2-F3 tidaklah lebih baik dibandingkan FibroIndeks. FibroIndeks mempunyai spesifisitas dan positive predictive value yang tinggi untuk mengidentifikasi pasien dengan fibrosis signifikan atau berat(18).

Adapun kelemahan dari FibroIndeks dengan memperhitungkan jumlah trombosit dimana pada pasien-pasien yang mendapatkan terapi interferon terdapat efek samping penurunan jumlah trombosit sehingga bisa terjadi peningkatan tingkat fibrosis. Indeks ini kurang berguna pada pasien yang mendapat terapi interferon ataupun kombinasi dengan ribavirin. Tetapi karena efek ini hilang pada akhir pengobatan sehingga indeks ini berguna sebagai penanda dari efek antifibrosis. Indeks ini sangat berguna memberi informasi perjalanan penyakit pasien hepatitis C dan mengevaluasi efek antifibrosis pada beberapa pengobatan hepatitis C(18).

Penelitian lain yang menggunakan FibroIndeks sebagai petanda fibrosis hati adalah yang dilakukan oleh Halfon dkk pada 125 orang penderita hepatitis C kronik. Didapatkan AUC FibroIndeks untuk fibrosis signifikan lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Koda dkk (0,76 vs 0,86) walau perbedaan ini tidak signifikan(19).

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

Dokumen terkait