• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peubah yang diperlukan untuk menduga daya dukung ikan kerapu

memproduksi benih (seed production), kemudian melepaskan benih tersebut ke laut (releasing atau restocking) dan selanjutnya menangkap kembali ikan tersebut (recapturing atau harvesting) untuk dijual sebagai produk perikanan laut. Perairan laut untuk restocking ini dianggap sebagai kawasan sea ranching, bisa berupa teluk atau gosong (laut dangkal terlindung) dengan luas ratusan hingga ribuan hektar (Effendi 2006).

Ikan yang tertangkap dalam sea ranching mungkin berukuran kurang dari ukuran pasar (edible size). Ikan dalam ukuran ini dipelihara lebih lanjut dalam sistem marikultur, baik karamba jaring apung, karamba jaring tancap maupun pen culture. Dengan demikian salah satu output sea ranching menjadi input produksi marikultur (Gambar 4). Demikian pula sebaliknya, ikan yang akan ditebar di kawasan sea ranching perlu dideder terlebih dahulu dalam sistem marikultur sebagai proses adaptasi di habitat sea ranching. Namun, hal ini dapat menimbulkan persoalan antara pihak yang berada di marikultur dengan sea ranching. Untuk menghindari hal tersebut sebaiknya nelayan tangkap dalam sistem sea ranching memiliki keramba tersendiri, baik untuk adaptasi maupun pembesaran bagi ikan di bawah ukuran konsumsi yang tertangkap.

Gambar 4 Kaitan sea farming dengan marikultur (Effendi 2006).

Hatchery sea farming

Sea ranching

Marikultur

Bartley dan Leber (2004) mengemukakan tiga cara untuk meningkatkan produktivitas ikan. Pertama, juvenil hasil budi daya dilepas ke alam untuk memperbaiki stok hingga tingkatan menghasilkan hasil tangkapan yang lestari. Proses ini dikenal sebagai ‘restocking’. Kedua, juvenil hasil budi daya dilepas ke alam untuk meningkatkan stok hingga ke tingkatan tidak dieksploitasi. Ini disebut ‘stock enhancement’. Fenomena demikian terjadi ketika alam gagal menyumbang juvenil hingga mencapai daya dukung habitatnya. Ketiga, juvenil hasil budi daya dapat dibesarkan di dalam tempat tertentu untuk meningkatkan produktivitasnya dan tidak terkait dengan pengelolaan perikanan tangkap. Proses ini biasa dikenal dengan ‘aquaculture’ atau ‘farming’.

Sea ranching didefinisikan sebagai eksploitasi produk potensial secara ekonomi di laut dengan melepas organisme yang dibudidayakan untuk dipanen dan dijual. Perlu dibedakan antara penambahan stok (stock enhancement) dengan sea ranching. Stock enhancement merupakan pelepasan ikan yang ditujukan untuk menambah stok dalam perspektif jangka panjang sehingga terjadi peningkatan biomassa pada masa mendatang. Bell et al. (2005) menyatakan bahwa proses menebar benih hasil budidaya untuk meningkatkan hasil tangkapan hingga pada tingkat yang didukung oleh rekrutmen alami disebut dengan stock enhancement. Sementara, sea ranching merupakan pelepasan ikan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan langsung dari tangkapan setelah suatu periode tertentu pasca pelepasan ke laut. Sea ranching didasarkan kepada daya dukung alam sendiri dengan pemanenan sumberdaya yang diadaptasikan kepada ekosistem (Bartley & Leber 2004). Sea ranching biasanya diterapkan ketika rekrutmen alami rendah atau bahkan tidak ada dikarenakan sangat intensifnya penangkapan atau rusaknya habitat yang mendukung hal tersebut (Lorenzen 2005).

Dalam simposium internasional ke-3 tentang stock enhancement dan sea ranching disampaikan beberapa definisi. Sea ranching mencakup menebar benih ke dalam lingkungan pesisir yang tidak terbuka untuk dipanen pada suatu ukuran yang lebih besar dengan aktivitas ’letakkan dan ambil (put and take)’. Dalam sea ranching benih yang ditanam tidak ditujukan untuk menambah biomassa yang dapat memijah. Restocking mencakup penebaran benih ke dalam populasi untuk

15

memperbaiki beberapa biomassa yang terkuras hingga ke suatu tingkat dimana ia dapat kembali lagi menghasilkan produksi secara teratur. Stock enhancement dibuat untuk menambah produktivitas suatu perikanan dengan menambah asupan alami benih, dan mengoptimalkan panen dengan mengatasi keterbatasan rekrutmen (Bartley & Bell 2008).

Ikan yang ada dalam perairan sea ranching ini dibiarkan hingga mencapai ukuran konsumsi. Ikan yang ada di alam inilah yang ditangkap oleh nelayan (PKSPL 2006).

Jauh sebelumnya, menurut Maasaru (1999), sea ranching mempunyai dua tipe yaitu (1) harvest type dan (2) recruitment type. Pada jenis harvest type benih yang akan ditebar akan diproduksi dan dibesarkan (sampai ukuran tertentu) di hatchery, pemanenan di alam dilaksanakan pada saat organisme tersebut telah mencapai ukuran komersial. Dalam hal ini penebaran dan penangkapan kembali dilaksanakan berulang-ulang pada setiap musim tertentu. Sementara, pada recruitment type, benih yang ditebar pada suatu wilayah perairan dibiarkan sampai bereproduksi. Benih yang ditebar diharapkan akan tumbuh, matang telur, memijah dan kemudian menetas pada daerah penangkapan untuk reproduksi secara alami dengan bantuan pengelolaan perikanan yang memadai. Pada kasus ini, tidak semua ikan yang tumbuh tertangkap kembali, beberapa ikan dewasa akan tetap tinggal menjadi induk. Penangkapan akan ditangguhkan setelah sumberdaya yang baru hidup mapan dan pada waktu yang bersamaan pengelolaan perikanan yang memadai harus dilakukan dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya dan lingkungan.

Strategi yang digunakan untuk melepas larva ke laut pada saat itu adalah dengan mensinkronkan waktu pelepasan dengan waktu makanan larva di area pelepasan mencapai kepadatan yang tertinggi agar kelangsungan hidup larva dapat ditingkatkan. Akan tetapi strategi tersebut masih dihadapkan pada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan di awal kehidupan larva ikan yang dilepas seperti pemangsa yang siap memakan mereka (Jennings et al. 2001). Pelepasan ikan di daerah tertentu juga harus memperhatikan aspek ekologis dan ekonomis. Aspek ekologis ini dimaksudkan agar tidak mengganggu proses rantai makanan disuatu areal tertentu dengan ikan

yang dilepas haruslah ikan asli dari daerah tersebut atau ikan yang ada pada daerah tersebut.

Penebaran ke dalam perairan sea ranching dilakukan dengan beberapa dasar, yaitu: (1) menetapkan jumlah limbah maksimum yang masih dapat menopang KJA ikan kerapu macan sebagai pembatas bagi sea ranching; (2) menghubungkan antara laju pertumbuhan ikan kerapu macan dalam sea ranching dan lamanya ‘pemeliharaan’ di alam dengan daya dukung sea ranching. Dengan kedua hal tersebut akan dapat ditentukan model restocking yang tepat di perairan sea ranching Semak Daun. Sementara itu, kesesuaian kondisi lingkungan untuk sea ranching disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Matrik kesesuaian untuk sea ranching

No Parameter S1 S2 N

1 Keterlindungan Sangat terlindung

Terlindung Tidak

Terlindung 2 Kedalaman Perairan (m) 2 – 30 1-3 atau 31-40 <0,5 – 45 3 Substrat Dasar laut Karang

berpasir

Pasir-Pasir berlumpur Lumpur

4 Arus (cm/det) 21-30 11-<21 atau >30-45 <5 atau >45

5 Kecerahan (%) 80-100 <80-60 <60

6 Salinitas (‰) 29-31 25-<29 atau >31-35 <25 atau >35

7 Suhu (°C) 28-30 25-<28 atau >30-33 <25 atau >33

8 DO (ppm) >7 5-7 <3

Sumber: Modifikasi dari Effendi (Soebagio 2005)

Keterangan: S1 = sangat sesuai, S2 = sesuai, N = kurang atau tidak sesuai.

Daya Dukung Lingkungan (Carrying Capacity)

Dalam UU no.32 tahun 2009 dijelaskan bahwa secara umum pengertian daya dukung lingkungan hidup diartikan sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Sementara, daya tamping lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

17

Terkait dengan perikanan, daya dukung merupakan kuantitas maksimum ikan yang dapat didukung oleh suatu badan air selama jangka waktu panjang (Kenchington & Hudson 1984). Turner (1988) menegaskan bahwa daya dukung merupakan populasi organisme akuatik yang akan ditunjang oleh suatu kawasan atau volume perairan yang ditentukan tanpa mengalami penurunan mutu. Dari aspek lain daya dukung diartikan sebagai stok maksimum yang dapat dijaga dalam suatu ekosistem untuk memaksimalkan produksi tanpa pengaruh negatif terhadap laju pertumbuhan (Carver & Mallet 1990). Definisi daya dukung yang terkait dengan ekonomi adalah tingkat stok dengan produksi tahunan dari kohort ukuran pasar yang dapat dimaksimalkan (Bacher et al. 1998). Sementara daya dukung dalam tataran ekosistem didefinisikan oleh Duarte (2003) sebagai tingkat suatu proses atau peubah dapat berubah dalam suatu ekosistem tanpa membuat struktur dan fungsinya melebihi batas tertentu yang dapat diterima.

McKindsey et al. (2006) menjelaskan adanya empat jenis daya dukung.

Pertama, daya dukung fisik (physical carrying capacity) yang menerangkan area yang secara geografis cocok dan secara fisik cukup untuk suatu tipe budidaya. Jenis daya dukung ini tergantung pada irisan antara kebutuhan fisik yang diperlukan spesies target dan kekayaan fisik yang dimiliki area terkait (seperti tipe substrat, kedalaman, hidrodinamika, suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan sebagainya). Kedua, daya dukung produksi (production carrying capacity) yang merupakan tingkat produksi optimal dari suatu spesies target. Daya dukung produksi ini dapat diukur berupa bobot kering atau basah, energi, atau karbon organik. Hal ini tergantung kepada daya dukung fisik dan merupakan fungsi ekosistem khususnya produktivitas primer. Ketiga, daya dukung ekologi (ecological carrying capacity) yang secara umum berarti tingkat produksi maksimum yang dimungkinkan tanpa membawa dampak ekologi yang tidak dapat diterima. Keempat, daya dukung sosial (social carrying capacity) yang merangkum ketiga jenis daya dukung terdahulu.

Daya dukung ditentukan oleh kemampuan lingkungan menopang ekosistem. Selain itu juga ditentukan oleh produktivitas perairan dan ikan itu sendiri. Banyak sekali yang mempengaruhinya. Namun, Welch (1980) menemukan dalam beberapa penelitiannya bahwa vitamin seperti cobalamin,

thiamine dan biotin/coenzyme R terbukti esensial, namun semua itu jarang ditemukan terbatas dalam kondisi alami. Karenanya, penelitian terkait hal tersebut lebih difokuskan pada nutrien anorganik. Di antaranya adalah P.

Posfor dan cahaya merupakan faktor utama yang membatasi produksi baik pada perairan subtropis maupun tropis. Karenanya penambahan P akan mempengaruhi produktivitas (Beveridge 1982).

Model daya dukung ikan ini telah mengalami perkembangan. Di antara cara menghitung daya dukung berdasarkan beban P disajikan oleh Beveridge (1987). Langkah-langkahnya adalah:

1. Menghitung konsentrasi total-P. Untuk di daerah tropis, nilai ini merupakan rata-rata tahunan melalui beberapa penarikan contoh.

2. Tetapkan [P]

3. Menghitung kapasitas perairan dalam menopang budidaya ikan:

f ...[1] ...[3] ...[2] ...[4] ...[5]

Total acceptable loading/TAL adalah: TAL = Lfish

Total acceptable production (TAP) = ...[7] x A ...[6]

Keterangan:

Δ[P] : besarnya perubahan [P] yang dapat diterima oleh perairan dalam menopang budidaya ikan (mg m-3

[P]

)

f : konsentrasi P maksimum yang dapat diterima dalam budidaya (mg m-3

[P]

)

19

Lfish : asupan P yang berasal dari KJA (g m-2 y-1

z

) : rataan kedalaman perairan (m)

ρ : flushing rate (y-1 R

)

fish : bagian Lfish

Tookwinas (1998) menduga daya dukung berdasarkan kesetimbangan massa (mass balance). Parameter yang dipakai adalah kedalaman, arus, dan total amonia-nitrogen.

yang hilang ke sedimen

...[8] ... [9] ... ... [10] ... [11] ... [12] dengan ... [13]

j = level gelombang rendah pada jam ke-1 sampai ke-n

Aj = area yang tumpang tindih antara sungai dengan mulut teluk pada jam ke-j

(m2 V

)

j

C

= arus pada jam ke-j (m/s)

j

... [14]

Dokumen terkait