• Tidak ada hasil yang ditemukan

). Pada kondisi kandungan P dalam pakan k persen dan banyaknya pakan terbuang ke dalam perairan b persen dari total pakan maka banyaknya P yang masuk ke dalam perairan pada masa pembesaran bobot ikan w dan banyak ikan N adalah:

Dengan demikian, banyaknya fosfat selama masa pembesaran ikan (untuk ikan kerapu macan sampai mencapai w=0.5 kg) dapat diketahui sebagai:

……….[44]

Banyaknya ikan yang hidup dipengaruhi oleh survival rate (SR). Bila survival rate ikan sebesar SR (%) maka banyaknya fosfat yang masuk ke kolom perairan selama masa pembesaran ikan menjadi:

………...…..[45] Keterangan:

Oleh karena itu, daya dukung perairan untuk KJA secara lestari (KL

…….………[46] ) berdasarkan pengenceran adalah:

Bila tiap keramba dapat menghasilkan (N.SR. (0.5)) kg/keramba maka banyaknya keramba yang diperkenankan adalah:

keramba ……….………[47] luas kawasan efektif yang dijadikan KJA adalah:

ha …...………[48]

Kondisi Stok

Pertama kali dilakukan pendugaan model untuk kajian stok. Model yang hendak diduga adalah:

... [49] ... [50] ... [51] Keterangan: Bt B

= biomassa stok pada waktu t

t+1

B

= biomassa stok pada waktu t+1

C

= biomassa maksimal yang dapat dicapai

t

= mortalitas penangkapan = total tangkapan

= catchability

= upaya untuk alat g

Model ini memerlukan tiga parameter populasi, yaitu Bnow (kondisi saat

proyeksi dimulai, pada waktu pengamatan), r (laju pertumbuhan populasi), dan B (ukuran stok yang tidak dieksploitasi), dan untuk alat tangkap yang lebih dari satu jenis diperlukan tipe alat tangkap. Keadaan stok didefinisikan sebagai

41

biomassa (Bt) dibagi dengan biomassa yang tidak dieksploitasi (B∞

Analisis Data

). Jika keadaan stok berada dibawah tangkapan maksimum lestari (0.5), maka stok dikatagorikan telah mengalami tangkap lebih (overvishing).

1 Hubungan panjang dan bobot ikan kerapu diduga dengan regresi menggunakan metode kuadrat terkecil (least square). Selain itu, untuk memasukkan unsur ketidakpastian (uncertainty) dibandingkan dengan metode Bayes. Pendekatan melalui metode Bayes ini dilakukan dengan membuat program dan dimasukkan kedalam software Winbugs14.

2 Penduga parameter pertumbuhan (L, K, dan t0

3 Penduga laju mortalitas total (Z) dihitung dengan kurva hasil tangkapan yang dikonversi ke panjang (Sparre & Venema 1998). Laju mortalitas alami diduga dengan persamaan empiris Pauly (1980).

) dihitung dengan menggunakan metode ELEFAN I yang terdapat dalam software FISAT II. Parameter pertumbuhan juga diduga dengan memasukkan unsur ketidakpastian (uncertainty) menggunakan metode Bayes. Pendekatan melalui metode Bayes ini dilakukan dengan membuat program dan dimasukkan kedalam software Winbugs14.

4 Penentuan waktu/pola tebar, banyaknya ikan kerapu yang ditebar, dan ukuran panjang tebar untuk mendapatkan keuntungan optimum dengan tetap memperhatikan daya dukungnya dilakukan dengan menetapkan model dan melakukan simulasi. Hal ini dilakukan dengan membuat program dengan bantuan Winbugs14 yang dikombinasikan dengan bahasa QBasic dan Visual Basic.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Semak Daun

Pulau Semak Daun terletak pada 106o20’00” BT hingga 106o57’00” BT dan 5o10’00” LS hingga 5o

Nelayan penangkap ikan kerapu macan melaut ke berbagai pulau kecil di sekitar Semak Daun. Namun, kebanyakan dari mereka (46%) mencari ikan di sekitar karang lebar, yaitu karang seputar pulau Semak Daun (Gambar 11). Alat tangkap yang dominan digunakan adalah bubu (32%), dan sebagian lagi menggunakan pancing dan alat lain. Sementara itu, nelayan penangkap kerapu macan 76% menggunakan bubu, sisanya pancing. Kenyataan ini sesuai dengan kondisi wilayah yang berupa pulau-pulau kecil yang berterumbu karang. Kedua alat itu dipergunakan untuk menangkap ikan demersal, khususnya ikan kerapu macan, yang hidup di terumbu karang.

57’00” LS. Pulau yang memiliki luas daratan 0,50 ha ini dikelilingi oleh karang dalam seluas 315.19 ha. Kawasan karang dalam tersebut terdiri atas lima goba seluas 33.3 ha dan reeflat seluas 281.89 ha. Kedalaman goba antara 3-13 m pada saat pasang. Pelayaran dari satu goba ke goba yang lain melalui selat kecil (galer) yang menghubungkannya. Adapun kedalaman reeflat antara 0.5-3 m pada saat pasang. Pada saat surut ada beberapa

reeflat yang tidak berair.

Gambar 11 Daerah tujuan nelayan penangkap kerapu macan tahun 2010. 46% 13% 8% 3% 11% 3% 16% Semak Daun K. Congkak K. Bongkor P. Kelapa P. Karya P. Jokong Lainnya

44

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap 20 nelayan diketahui bahwa terjadi penurunan hasil tangkapan ikan kerapu macan sejak tahun 1990-an. Sebelum tahun itu, seorang nelayan rata-rata menangkap 10 ekor ikan kerapu macan sehari dengan bobot antara 0.5-1.5 kg per ekor. Bahkan, ada yang mengaku pernah mendapatkan ikan kerapu macan dengan bobot 10 kg. Berbeda dengan itu, sekarang seorang nelayan rata-rata mendapatkan ikan 1-4 ekor per minggu dengan bobot 0.1-0.7 kg per ekor. Hal ini tampak juga dari menurunnya produktivitas tangkapan. Gambar 12 menjelaskan penurunan produktivitas tangkapan bubu dalam menangkap ikan kerapu sebelum tahun 2000 lebih tinggi dibandingkan dengan pasca tahun 2000.

Gambar 12 Produktivitas bubu menangkap ikan kerapu macan sesudah tahun 2000 (----) dan sebelum tahun 2000 ( ).

Karang dalam seluas 315.19 ha itu menyimpan potensi besar. Hasil kajian BAPEKAB (2004) menunjukkan dari kawasan tersebut terdapat kawasan perairan potensial seluas 2 ha dapat digunakan untuk sistem sekat (enclosure), 9.99 ha untuk keramba jaring apung/KJA (cage culture), 40.7 ha untuk sistem kandang (pen culture), dan 262.31 untuk long line. Sementara, kawasan perairan potensial untuk sea ranching dapat dilakukan di semua kawasan selain sistem sekat dan sistem kandang.

Saat ini sudah berjalan balai sea farming yang membudidayakan kerapu

macan dan bebek dalam KJA. Menurut pengamatan di lapangan, anggota sea

-0,50 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 0 5 10 15 20 25 30 T an g k ap an p e r u p ay a (k g /bubu/ h r) Bubu (buah) Sebelum tahun 2000 Sesudah tahun 2000

farming tahun 2010 ada 43 orang. Mereka menjalankan budi daya kerapu macan dan kerapu bebek dalam KJA. Setiap orang rata-rata menggarap 6 sampai 12 keramba berukuran 3x3 m2

Perikanan Budidaya di Perairan Semak Daun

. Hal ini menunjukkan bahwa potensi besar itu masih perlu ditingkatkan pemanfaatannya.

Di perairan Semak Daun kini berjalan kegiatan sea farming. Pada periode 2007- 2009 dari total 75 anggota kelompok sea farming P. Panggang, 24 orang mendapatkan dana bergulir (SPKKAKS 2008). Namun, pada tahun 2010 anggota yang aktif ada 43 orang. Ikan yang dibudidayakan adalah ikan kerapu bebek dan ikan kerapu macan. Jumlah KJA adalah 207. Ukuran KJA rata-rata 3x3 m2. Kepadatan umumnya 200 ekor per keramba. Sementara, pakan yang dihabiskan sehari mencapai 3 kg pelet.

Perikanan Tangkap Ikan Kerapu Macan

Berdasarkan wawancara, saat ini ada nelayan penangkap ikan kerapu macan sekitar 15 orang. Mereka umumnya menggunakan bubu, ada juga sebagian yang menggunakan pancing. Mereka rata-rata memasang 3-10 bubu per orang. Ikan kerapu macan yang diperoleh seorang nelayan umumnya berkisar antara 1 hingga 3 ekor seminggu, kadang-kadang tidak mendapatkannya.

Fisika dan Kimia Perairan

Tipe pasut di perairan ini tergolong pasut campuran dominan ganda, yaitu mengalami dua kali pasang surut selama 24 jam. Kisaran pasut terendah terlihat saat pasang perbani (neap tide), yaitu 42,45 cm, sedangkan kisaran tertinggi mencapai 124 cm saat pasut purnama (spring tide). Sementara, rata-rata elevasi pasang surut berkisar antara +50 cm dan -50 cm. Kisaran arus di dalam goba antara 1 cm/s hingga 45 cm/s. Arah arusnya menunjukkan pola harian yang diduga karena pengaruh pasang surut. Bila dibandingkan dengan syarat lingkungan bagi ikan kerapu, kualitas air di perairan Semak Daun masih sesuai untuk kehidupan ikan kerapu (Tabel 6).

46

Tabel 6 Parameter kualitas air hasil pemantauan lingkungan di perairan Goba Semak Daun 2008

Parameter Satuan Besaran BM

FISIKA Suhu OC 29.7-30.8 28 - 32 Kecerahan m 100% 3 - 5 m Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 4-7 Kekeruhan NTU 0.5-1 Kimia pH - 8.08-8.3 7 - 8,5 Salinitas O/oo 33-34 33 - 34

Oksigen terlarut (DO) mg/l 5.82-7.12 > 5

BOD5 mg/l 2.44-4.67 20

Ortho Fosfat mg/l <0.008 0.015

Total Fosfat mg/l <0.017 -

Amonia (NH3-N) mg/l 0.195-1.636 0.3

Nitrat-Nitrogen (NO3-N) mg/l 0.007-0.062 0.008

Nitrit Nitrogen (NO2-N) mg/l 0.003-0.16 -

Silika (Si) mg/l 0.006-0.149 -

Minyak dan Lemak mg/l <1 1

Timbal (Pb) mg/l 0.004-0.007 0.008

Kadmium (Cd) mg/l 0.001-0.003 0.001

Air Raksa (Hg) mg/l 0.0003-0.0011 0.001 Sumber: diolah dari SPKKAKS 2008

Kondisi Stok Perairan Dangkal Semak Daun

Untuk mengetahui kondisi stok suatu perairan setidaknya diperlukan data panjang, bobot, dan upaya dari waktu ke waktu. Namun, data deret waktu ini tidak tersedia. Metode yang dapat digunakan untuk menduga kondisi stok apakah sudah tangkap lebih (overfishing) atau belum dalam kondisi tidak ada data deret waktu tersebut adalah participatory stock assessment (PSA). Dalam bidang perikanan dikenal dengan ParFish. Data yang diperlukan terdapat dalam Lampiran 2 sampai dengan dan Lampiran 4.

Hasil dugaan Bnow yang diperoleh 0.087. Sementara, dugaan untuk parameter r, B∞, dan q berturut-turut adalah 0.311, 241491.671, dan 0.0002. Gambar 11 menunjukkan sebaran dari masing-masing parameter tersebut.

Bnow PDF Bnow frequency Bnow 0.897 0.769 0.641 0.512 0.384 0.256 0.128 0 P robabi lit y 0.15 0.14 0.13 0.12 0.11 0.1 0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 r PDF r frequency r 1.491 1.193 0.895 0.597 0.298 P robabi lit y 0.19 0.18 0.17 0.16 0.15 0.14 0.13 0.12 0.11 0.1 0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 (a) (b)

48

Gambar 13 (a) Bnow, (b) laju pertumbuhan populasi r, (c) biomassa pada saat tidak dieksploitasi, dan (d) catchability.

Binf PDF Binf frequency Binf +06 1.88 +06 1.51 +06 1.13 +05 7.53 +05 3.76 P robabi lit y 0.19 0.18 0.17 0.16 0.15 0.14 0.13 0.12 0.11 0.1 0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 q00 PDF q00 frequency q00 -04 5.46 -04 4.37 -04 3.27 -04 2.18 -04 1.09 -20 8.13 P robabi lit y 0.13 0.12 0.11 0.1 0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 (c) (d)

Gambar 14 menunjukkan bahwa nilai resource stock antara 0 – 0.325. Nilai ini berada dibawah 0.5. Hal ini berarti besarnya stok yang ada sekarang sudah berada dibawah setengah dari biomassa optimum (B∞). Dengan perkataan lain, ikan kerapu macan di perairan Semak Daun sudah mengalami tangkap lebih (overfishing).

Gambar 14 Kondisi stok pada saat ini. Resource state menunjukkan stok yang ada sekarang, sedangkan probability menunjukkan peluangnya.

King (1995) mengemukakan tiga jenis overfishing, yaitu tangkap lebih pertumbuhan (growth overfishing), tangkap lebih rekrutmen (recruitment overfishing), dan tangkap lebih biologis (biological overfishing). Growth overfishing atau tangkap lebih pertumbuhan terjadi apabila sumberdaya ikan ditangkap sebelum sempat tumbuh mencapai ukuran tertentu. Jenis overfishing

ini dapat dicirikan oleh ukuran hasil tangkapan di bawah ukuran konsumsi.

Recruitment overfishing terjadi ketika kegiatan penangkapan telah menyebabkan stok sumberdaya kekurangan induk. Adapun tangkap lebih biologis (biological overfishing) merupakan gabungan antara growth overfishing dan recruitment overfishing. Biological overfishing ini terjadi ketika tingkat upaya penangkapan

Resource State 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 P robabi lit y 5.8 5.6 5.4 5.2 5 4.8 4.6 4.4 4.2 4 3.8 3.6 3.4 3.2 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1

50

dalam suatu perikanan telah melampaui tingkat yang diperlukan untuk menghasilkan maximum sustainability yield (MSY).

Dalam tata niaga ikan kerapu di perairan Semak Daun ukuran ikan dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu kategori S, Sp, L, XL, dan XXL. Kategori S merupakan ikan kerapu macan yang memiliki bobot di bawah 0.3 kg. Bobot ikan kerapu macan mulai dari 0.3 kg sampai dengan 1.5 kg masuk kategori Sp. Sementara, bobot 1.5 kg sampai dengan 5 kg merupakan kategori L. Adapun kategori XL merupakan ikan dengan bobot 5 kg sampai dengan 8 kg. Ikan kerapu macan yang bobotnya melebihi 8 kg dikelompokkan sebagai kategori XXL. Tabel 7 Frekuensi ukuran kerapu macan (ekor) yang tertangkap di perairan

Semak Daun periode Maret – Agustus 2010 Bulan Kategori/ukuran ikan

S Sp L XL XXL MAR 0 12 2 0 0 APR 0 26 10 0 0 MEI 0 36 9 0 0 JUN 0 23 4 0 0 JUL 0 24 3 0 0 AGU 1 29 4 1 0 Keterangan (dalam kg): S ≤ 0.3, 0.3 < Sp ≤ 1.5, 1.5< L ≤ 5, 5< XL≤8, XXL>8 Tabel 7 menunjukkan bahwa 81.5% ikan kerapu macan yang tertangkap berukuran Sp. Sementara yang berukuran S sebanyak 0.5%, berukuran L 17%, dan berukuran XL sebanyak 0.5%. Tidak ada ikan kerapu macan ukuran XXL yang tertangkap. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kebanyakan ikan kerapu macan yang tertangkap dibawah 1.5 kg (panjang 46.6 cm). Padahal, ikan kerapu macan betina mulai matang gonad (mature) pada ukuran panjang total 51 cm atau bobot 3.0 kg sedangkan jantan mulai matang pada ukuran panjang total 60 cm atau bobot 7.0 kg (Slamet et al 2001). Menurut Abduh (2007) fase betina matang gonad didapatkan pada ikan dengan ukuran panjang tubuh minimum 450-550 mm (umur lebih dari 5 tahun) dengan berat tubuh 3-10 kg. Sedangkan, fase jantan matang kelamin pada ukuran panjang tubuh minimum 740 mm dengan berat tubuh 11 kg. Hal ini berarti kebanyakan ikan kerapu macan sudah tertangkap sebelum matang gonad. Dengan perkataan lain, recruitment overfishing sudah

terjadi di perairan Semak Daun. Konsekuensi dari hal ini adalah rekrutmen terus menurun sehingga jumlah ikan menurun yang berakibat tangkapan pun menurun. Berdasarkan hal ini maka upaya melindungi induk untuk memulihkan stok sangat dibutuhkan. Agar upaya pengembalian stok ini sejalan dengan sistem budidaya yang sudah berjalan selama ini maka aktivitas yang semestinya dilakukan adalah

restocking dalam sistem sea ranching.

Daya Dukung

Daya Dukung KJA dengan Metode Pengenceran

Kawasan perairan Semak Daun ini secara umum dapat diperuntukan bagi dua hal, yaitu budidaya dalam KJA dan sea ranching. Oleh karena itu, pendugaan daya dukung dilakukan terhadap daya dukung keduanya. Selain itu, proses ekologis yang terjadi di KJA maupun sea ranching saling mempengaruhi karena keduanya berada pada kawasan yang sama.

Pendugaan daya dukung lingkungan perairan Semak Daun bagi pengembangan budidaya dan sea ranching ini dilakukan melalui dua pendekatan secara simultan, yaitu (1) beban limbah total-P yang terbuang ke lingkungan perairan untuk menduga daya dukung perairan bagi KJA, dan (2) produktivitas primer untuk menduga daya dukung perairan bagi sea ranching.

Gambar 15 menunjukkan diagram Forester bagi model pendugaan daya dukung di KJA dan sea ranching. Dalam Gambar 14 tersebut terdapat dua submodel, yaitu daya dukung KJA dan daya dukung sea ranching. Kedua submodel tersebut dihubungkan oleh parameter P yang terbuang di perairan dan Chl-a. Variabel yang diperhitungkan dalam menduga daya dukung bagi KJA adalah ukuran benih, padat tebar, survival rate ikan (SR), manajemen pemberian pakan, dan jenis pakan yang akan menentukan persentase kandungan P dalam pakan tersebut. Semua variabel ini menentukan banyaknya P yang masuk ke kolom perairan. Berikutnya, diperlukan juga variabel luas perairan, pasang surut harian (tipe pasang surut, pasang tertinggi, surut terendah). Variabel-variabel tersebut akan menentukan volume air yang tersedia setiap hari untuk mengencerkan sisa pakan. Berdasarkan batasan baku mutu P yang diperkenankan bagi pertumbuhan terumbu karang maka akan dapat diketahui banyaknya P yang

52

dapat diterima oleh perairan tersebut. Hubungan antara P yang diperkenankan (P-

acceptable) dengan baku mutu P menentukan besarnya dukung KJA.

Gambar 15 Diagram Forester bagi model pendugaan daya dukung KJA dan sea ranching. Garis ---- menggambarkan aliran informasi matematis,

dan garis ― menggambarkan aliran energi/materi. SR=survival

rate, P-pakan=fosfor (P) dalam pakan, P-ikan=P yang masuk ke dalam tubuh ikan, P-perairan =P yang masuk ke perairan, P- acceptable=P yang diperkenankan, PP=produktivitas primer, TL=trophic level, TE=tingkat efisiensi, HWL=high wave level

(pasang tertinggi), LWL=low wave level (surut terendah), DD=daya dukung. P-perairan flushing P-acceptable (Baku mutu Daya dukung KJA Chl-a (Chl-a bulanan) PP Sisa (luas) (HWL) (LWL) (frek. pasut) Manajemen % P dalam pakan P-pakan P-ikan SR # ikan ukuran TL dibawah kerapu Prod. k. DD sea ranching (TL) (TE) (luas) (kedalaman)

Data yang diperlukan untuk menduga daya dukung perairan dangkal Semak Daun disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Data yang diperlukan untuk menduga daya dukung perairan gosong Semak Daun bagi KJA

No Peubah Nilai Satuan Keterangan

1 Luas perairan (A):

a. Reef flat 281.89 ha PKSPL (2006)

b. Goba 33.3 ha

2 Frekuensi pasang surut (f) 2 PKSPL (2006)

3 Baku mutu fosfat (q) 0.015 mg/l (ppm) Kepmen LH no.51 tahun

2004

4 Pola pemberian pakan Effendi (2007)

5 6 7 8

P yang berasal dari KJA (w) Pasang surut

Padat tebar di KJA Ukuran keramba 21.4 – 26.7 Selama Juli 200 3x3 Kg/ha m ekor/9 m m 2

Monitoring dan hitungan

2

Monitoring dan hitungan Pengamatan lapangan Pengamatan lapangan

Untuk menduga volume air yang tersedia bagi pengenceran sisa pakan yang terbuang dari KJA diperlukan data pasang surut, termasuk pasang tertinggi (HWL) dan surut terendah (LWL). Data harian selama tiga puluh hari HWLi dan

LWLi, serta hasil hitungan hi dan volume air yang tersedia disajikan dalam

Lampiran 5. Adapun fluktuasi elevasi pasut disajikan dalam Gambar 16.

Gambar 16 Elevasi pasang surut selama bulan Juli. Pengamatan selama 30 hari sehingga n=30.

Dari data-data tersebut dapat dihitung volume air yang tersedia untuk mengencerkan beban limbah sebesar 2 660 729 m3. Berdasarkan Keputusan

54

Menteri Lingkungan Hidup no.51 tahun 2004 diketahui bahwa baku mutu fosfat untuk kehidupan terumbu karang adalah 0.015 mg/l. Oleh karena itu maka beban fosfat maksimal yang dapat diterima oleh perairan Semak Daun adalah 39.91 kgP. Perhitungan volume air yang tersedia dan beban fosfat maksimal disajikan pada Lampiran 5.

Untuk menghitung besarnya fosfat yang berasal dari KJA diperlukan pola pemberian pakan. Menurut Effendi (2006) pola pemberian pakan ikan kerapu adalah:

Tabel 9 Pola pemberian pakan ikan kerapu

Bobot ikan (g) Ransum harian (% bobot ikan) Frekuensi harian

5 – 20 2.0 – 4.0 2 – 3

20 – 100 1.5 – 2.0 2

100 – 200 1.2 – 1.5 1 – 2

200 – 300 1.0 – 1.2 1

>300 0.8 – 1.0 1

Pola pemberian pakan dalam Tabel 9 menunjukkan bahwa ransum ikan yang diberikan berbeda-beda pada saat bobot ikan berbeda. Pola pemberian pakan tersebut dapat disajikan dalam bentuk fungsi matematika di bawah ini. Pemberian pakan minimal berdasarkan bobot ikan adalah:

………[53]

Sementara, pakan maksimal berdasarkan bobot ikan adalah:

……….[54]

Hasil hitungan nilai Rw dan Pw dapat dilihat pada Lampiran 6. Data tersebut menunjukkan bahwa pakan yang diberikan makin bertambah dengan bertambahnya bobot ikan. Konsekuensinya, terjadi pula penambahan fosfat yang keluar dari KJA dan masuk kedalam perairan. Perhitungan dalam Lampiran 6

menunjukkan bahwa total pakan yang diberikan dalam KJA adalah 46.5 – 57.9 kg/keramba.

Variabel lain yang diperlukan adalah SR. Untuk menghitung SR dilakukan pengamatan secara acak pada sebelas KJA. Datanya disajikan pada Tabel 10. Hasil perhitungan diperoleh SR rata-rata 74.2% dengan simpangan baku 20.7%. Sementara, kadar P yang ada didalam pakan yang digunakan di Semak Daun adalah k=1.48%, dan banyaknya pakan yang tidak dimakan ikan sebanyak b=20% (Beveridge 1987). Oleh karena itu, banyaknya P yang masuk ke perairan adalah 137.3 – 171.3 gP/keramba. Tiap keramba dapat menghasilkan 53.5 – 74.2 kg ikan. P yang masuk ke perairan (U) adalah 1.9 – 3.2 kgP/ton ikan. Berdasarkan hal ini maka daya dukung perairan Semak Daun untuk KJA adalah 39.91/3.2 = 12.5 sampai dengan 39.91/1.9 = 21.6 ton ikan. Daya dukung ini bila dikonversi menjadi banyaknya keramba adalah (12.5/74.2 x 1000) = 167.9 atau dibulatkan menjadi 168 keramba. Batas atasnya adalah (21.6/53.5 x 10 000) = 403.1 atau dibulatkan menjadi 404 keramba. Bila ukuran keramba 3x3 m2 maka luas efektif KJA adalah 0.2 – 0.4 ha. Semua ini menginformasikan bahwa banyaknya KJA maksimal yang diperkenankan di perairan Semak Daun adalah 404 buah yang tersebar di 1.81 ha perairan gosong (karang dalam) yang cocok untuk KJA. Selama masukan limbah dari luar tetap, maka jumlah KJA ini bersifar lestari sampai jangka waktu panjang.

Daya Dukung Sea Ranching

Daya dukung sea ranching perairan Semak Daun dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan produktivitas primer. Sementara, produktivitas primer ini ditentukan berdasarkan kandungan klorofil-a (Chl-a) di perairan tersebut. Gambar 17 menunjukkan kandungan Chl-a di perairan Semak Daun dari bulan Agustus 2008 sampai dengan bulan Juli 2009. Sebaran kandungan Chl-a berkisar antara 0.8 mg/l hingga 1.35 mg/l. Nilai tertinggi ini terjadi pada bulan Januari 2009 (1.35 mg/l) lalu turun menjadi nilai terendah sebesar 0.8 mg/l pada bulan Februari 2009 (musim barat). Rata-ratanya adalah 0.96 mg/l dengan simpangan baku 0.19 mg/l. Chl-a merupakan salah satu indikator produktivitas primer dalam suatu perairan. Namun, jika terjadi peningkatan kandungan klorofil yang cukup

56

ekstrem perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya ledakan populasi alga yang berbahaya. Ledakan populasi alga dapat menyebabkan turunnya kandungan oksigen dalam air sehingga membahayakan kehidupan ikan karena kekurangan oksigen.

Tabel 10 Penghitungan SR kerapu macan di KJA

No. KJA Jumlah Produksi Produksi SR

tebar (ekor) (Kg) % 1 200 187 78 94 2 200 200 100 100 3 200 190 83 95 4 200 150 54 75 5 200 140 72 70 6 200 100 50 50 7 200 120 53 60 8 200 140 57 70 9 200 180 60 90 10 200 183 98 91 11 200 150 50 75 12 200 87 34 44* 13 200 181 73 91 14 200 70 29 35* Jumlah 2200 1740 755 Rataan 148 64 74 sd 42 22 21

Keterangan: tanda * menunjukkan KJA yang SR-nya kurang dari 50 persen

Gambar 17 Kandungan klorofil-a (Chl-a) di perairan Semak Daun dari Agustus 2008 sampai dengan Juli 2009 (Sumber: Sulma et al. 2009).

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 Ch l- a ( m g /l ) Bulan

Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang erat antara Chl-a dengan produktivitas primer. Susilo (1999) menemukan bahwa produktivitas primer kolom air dapat diduga dari konsentrasi Chl-a menurut persamaan regresi sederhana. Persamaan hubungan antara keduanya pada kolom air 0-5 m adalah P=0.0207+0.007K sedangkan pada kolom air 0-10 m adalah P=0.0238+0.004K, dimana P adalah produktivitas primer (gC/m3) dan K adalah konsentrasi klorofil-a atau Chal-a (µg/l). Berdasarkan hal ini produktivitas primer dapat diduga dari kandungan Chl-a. Dalam penelitian ini ikan yang diamati adalah ikan kerapu macan yang merupakan ikan karang sehingga produktivitas primer dihitung per meter persegi sehingga persamaan tadi menjadi P=(0.0207+0.007K)/rata-rata kedalaman perairan Semak Daun (10 m).

Tabel 11 menunjukkan kandungan Chl-a dan produktivitas primer selama satu tahun, yakni dari bulan Agustus 2008 sampai dengan Juli 2009. Rata-rata produktivitas primer di perairan Semak Daun adalah 0.384 dengan simpangan baku 0.078 (gC/m2/hari) atau 140.299 dengan simpangan baku 28.43 (111.869 – 168.729 gC/m2/th). Besarnya produktivitas primer (PP) ini masih dalam kisaran produktivitas primer di perairan karang umumnya. Carter (1991) menyatakan bahwa rata-rata produktivitas primer di perairan dangkal dengan ekosistem terumbu karang adalah 30 – 150 gC/m2

Berdasarkan produktivitas primer dapat diketahui produktivitas pada

trophic level berikutnya. Produktivitas primer melalui fitoplankton di laut merupakan sumberdaya energi dan bahan organik yang dimanfaatkan oleh organisme pada tingkat rantai makanan yang lebih tinggi. Pengetahuan tentang rantai makanan atau tropic level dari ikan kerapu macan dan besarnya efisiensi ekologis di perairan tersebut dapat membantu menghitung produktivitas ikan tersebut.

/th.

Parsons et al. (1984) menyajikan hubungan antara produktivitas primer dengan produktivitas sekunder, tersier, dan seterusnya dalam bentuk persamaan:

Pn = P1En-1

Keterangan:

……….[55]

Pn : produktivitas pada jenjang makanan (trovic level) ke-n P1 : produktivitas primer

58

n : jenjang makanan (tropic level) E : efisiensi ekologis

Tabel 11 Klorofil-a (Chl-a) dan produktivitas primer di perairan Semak Daun selama bulan Agustus 2008 – Juli 2009

Bulan Chl-a (mg/l) Chl-a (µg/l) PP (gC/m2/hari) Agu 2008 1.1 1100 0.442 Sep 2008 0.8 800 0.322 Okt 2008 0.8 820 0.330 Nov 2008 1.1 1080 0.434 Des 2008 1.1 1100 0.442 Jan 2009 1.4 1350 0.542 Feb 2009 0.6 600 0.242 Mar 2009 1.0 1000 0.402 Apr 2009 0.9 900 0.362 Mei 2009 0.9 900 0.362 Jun 2009 1.0 1010 0.406 Jul 2009 0.8 800 0.322

Rata-rata ± simpangan baku (gC/m2/hari) 0.384 ± 0.078 Rata-rata ± simpangan baku (gC/m2/tahun) 140.299 ± 28.43

Istilah efisiensi ekologis disebut juga efisiensi transfer (transfer efficiency, TE). Gascuel et al. (2009) menyatakan bahwa TE merupakan ukuran umum bagi efisiensi ekosistem terkait transfer energy dari trophic level yang rendah ke

trophic level yang lebih tinggi. TE merupakan proporsi produksi dari trophic level yang lebih rendah ke trophic level yang lebih tinggi. Sementara, Pauly dan Christensen (1995) menyatakan bahwa nilai rata-rata efisiensi ekologis yang diperoleh secara umum dari ekosistem laut adalah 10 persen. Sebelumnya, Odum (1971) menyampaikan bahwa transfer energi tiap level adalah 10 persen. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hanya 10% dari energi asal yang akan secara sempurna dialihkan ke tingkat tropik (trophic level) berikutnya (Trophic

level energy transfer calculation

Ikan kerapu macan merupakan top predator (Anonim, 1996). Menurut Vasconcellos dan Gasalla (2001) Epinephelus spp. berada pada tropic level 3.7.

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) berada pada tropic level 3.7 (Tabel 12).

Tabel 12 Tropic level beberapa spesies

Dokumen terkait