• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pihak Indonesia dalam menyikapi penggunaan Cryptocurrency

Dalam dokumen BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 26-30)

Di Indonesia, berdasarkan pernyataan oleh Bank Indonesia berjudul

“pernyataan Bank Indonesia Terkait Bitcoin dan Virtual Currency lainya” (siaran Pers Bank Indonesia No. 16/6/Dkom) menyatakan dengan jelas risiko terhadap penggunaan bitcoin dan vitual currency lainnya di wilayah Indonesia sehingga Pemerintah Indonesia tidak bertanggung jawab atas risiko yang akan terjadi dialami oleh warga negaranya. Pihak pemerintah Indonesia tidak dapat menjamin pertanggung jawaban atas penggunaan masyarakat dengan menggunakan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran atau alat tukar untuk kegiatan transaksi ataupun lainnya dikarenakan tidak adanya sangkut paut hubungan antara penyedia jasa layanan Cryptocurrency di Indonesia dengan otoritas jasa keuangan(OJK) sebagai otoritas yang menjamin peredaran atau kemana uang yang dimaksud disini yaitu Cryptocurrency tersebar, sehingga disitu tidak ada pernyataan bahwa Cryptocurrency tidak dapat digunakan melainkan dapat digunakan walaupun secara nyata ilegal dalam pandangan hukum. Jasa – jasa penyelenggara hanya melihat sisi para pengguna serta traffic dari penggunaan Cryptocurrency tersebut agar dapat mendapatkan keuntungan dari berjualan Cryptocurrency ini (Axel Yohandi, Nanik Trihastuti, Darminto Hartono : 2017).

Salah satu prinsip yang sesuai dengan permasalahan ini yaitu prinsip transparansi, Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia menjelaskan bahwa prinsip transparansi yang dimaksud yaitu memastikan bahwa penyelenggara memberikan informasi kepada pelanggan atau konsumen secara lisan maupun tertulis, meliputi informasi melalui sarana elektronik secara jelas dan mudah dimengerti. Penyelenggara wajib memberikan informasi mengenai manfaat, risiko dan konsekuensi bagi konsumen atas penggunaan sistem pembayaran terkait.

Informasi yang diberikan secara lisan atau tertulis sesuai dengan ketentuan Bank

Indonesia yang mengenai sistem pembayaran dengan menggunakan bahasa yang mudah untuk dimengerti dan menggunakan tulisan yang dipahami oleh semua pelanggan atau konsumen dalam bentuk informasi secara tertulis. Informasi yang diberikan wajib diberikan oleh pihak penyelenggara kepada konsumen secara akurat, terkini, jelas, tidak menyesatkan, jujur, dan etis.

Prinsip tersebut bertimbal balik dengan penggunaan Cryptocurrency yang pada dasarnya para pelaku transaksinya bersifat anonymous yang dimana pelaku transaksi tidak menunjukan identitasnya kepada publik, pengguna Cryptocurrency ini dapat melakukan kegiatan transaksi atau transaksi lain yang sejenis tanpa diketahui oleh pihak lain dengan kata lain hanya pihak yang bertransaksi yang mengetahui hal tersebut. Didukung juga dengan Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 mengenai penyelenggaraan Teknologi Finansial pada pasal 8 dijelaskan bahwa penyelenggara teknologi finansial dilarang menggunakan melakukan kegiatan sistem pembayaran dengan menggunakan virtual currency.

Secara nyata, Cryptocurrency sendiri tidak memenuhi syarat – syarat alat pembayaran di Indonesia yang disebutkan di pembahasan rumusan masalah pertama seperti tidak dapat distandarisasi atau disamakan dengan alat pembayaran yang sudah tersebar terlebih dahulu yaitu rupiah, dikarenakan sistem Cryptocurrency sendiri yang menggunakan jaringan peer-to-peer atau blockchain bersifat terbuka dan penggunaanya yang meluas terkait dengan tidak adanya otoritas yang menjamin atau mengatur jalannya penggunaan Cryptocurrency di Indonesia. Kemudian belum adanya pengakuan pemerintah mengenai regulasi Cryptocurrency di Indonesia, Bank Indonesia menyatakan bahwa Cryptocurrency belum sesuai dengan beberapa undang – undang yang berlaku didalam perbankan Indonesia seperti UU No. 7 Tahun 2011 tentang mata uang dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam undang – undang Mata Uang menjelaskan bahwa mata uang yaitu uang yang dikeluarkan oleh pihak Bank Indonesia sebagai pemilik otoritas dan sebagai Bank Sentral yang disebut rupiah dan dalam undang – undang Bank Indonesia dinyatakan bahwa mata uang yang sah beredar di Indonesia adalah uang rupiah.

Respon pemerintah mengenai Cryptocurrency walaupun penggunaan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran atau alat tukar tidak dilarang, keterkaitan dalam kepemilikan serta penggunaan Cryptocurrency menjadi tanggung jawab sendiri karena tidak adanya undang-undang yang melindungi penggunaan Cryptocurrency sehingga orang bebas menggunakan Cryptocurrency sebagai mana mestinya digunakan tapi tidak dapat menuntut jika di suatu hari terjadi kehilangan terhadap Cryptocurrency miliknya. Penegasan ini juga menjeleaskan bahwa Cryptocurrency merupakan barang kena pajak, karena Cryptocurrency di Indonesia dikategorikan sebagai Aset yang merupakan barang tidak berwujud. Serta dengan nilai yang yang tidak stabil (Fluktuatif), membuat Cryptocurrency semakin susah untuk memenuhi persyaratan mata uang yang sah di Indonesia.

Mengenai kepastian hukum dalam penggunaan cryptoccurency sebagai alat pembayaran di Indonesia ditinjau dari beberapa jenis undang-undang yang ada sebagai berikut :

1. Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran menyatakan bahwa penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dilarang melakukan pemrosesan transaksi pembayaran dengan menggunakan virtual currency, virtual currency yang dimaksud merupakan uang digital diterbitkan oleh pihak selain otoritas moneter yang diperoleh dengan cara mining (Cryptocurrency) dengan beberapa jenisnya yaitu Bitcoin, Litecoin, Ripple, Etherium dan jenis yang terkait lainnya;

2. Pasal 2 ayat 1 Undang – undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang menyatakan bahwa Mata Uang Negara Kesatuan Repbulik Indonesia adalah Rupiah;

3. Pasal 21 ayat 1 Undang – undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang menyatakan rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyeleseaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau transaksi keuangan lainnya;

4. Undang – undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia menyatakan bahwa Bitcoin dan Virtual Currency lainnya bukan

merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia, dan segala resiko terkait kepemilikan atau penggunaan bitoin dan virtual currency sejenis ditanggung sendiri oleh pemilik atau pengguna bitcoin dan virtual currency lainnya. Secara tidak langsung penggunaan Cryptocurrency dijelaskan bukan tanggung jawab negara;

5. Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjelaskan bahwa setiap pihak wajib menggunakan Rupiah dalam transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Transaksi sebagaimana dimaksud meliputi transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan transaksi keuangan lainnya;

6. Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjelaskan kewajiban penggunaan Rupiah dalam sertiap transaksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berlaku untuk transaksi tunai dan nontunai. Transaksi tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup transaksi yang menggunakan uang kertas atau uang logam sebagai alat pembayaran. Transaksi nontunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup transaksi yang menggunakan alat dan mekanisme pembayaran secara nontunai;

7. Pasal 18 Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga menjelaskan bahwa jika dalam transaksi nontunai tidak menggunakan Rupiah maka akan mendapat sanksi pidana yaitu denda maupun kurungan.

8. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018 Tentang kebijakan umum penyelenggaraan perdagangan berjangka aset kripto (crypto asset) menyatakan bahwa aset kripto (crypto asset) ditetapkan sebagai komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka dan diperdagangkan di Bursa Berjangka. Dengan adanya

peraturan ini maka cryptocurrency di Indonesia merupakan aset properti yang dapat diperdagangkan dan dinyatakan bukan sebagai alat pembayaran

Beberapa alasan mengapa pihak Indonesia tidak melegalkan Cryptocurrency karena bentuknya yang digital akan lebih sulit untuk dilacak, hal ini tidak menutup kemungkinan menjadi alat pencucian uang (money laundryng) atau jenis – jenis kriminalitas yang melanggar hukum terkait dengan uang. Realita saat ini pengguna aktif untuk transaksi dengan Cryptocurrency di Indonesia masih kecil dibandingkan dengan negara lain, namun tidak dipungkiri bahwa penggunaan Cryptocurrency di masa mendatang akan memiliki potensi yang besar karena tingkat pertumbuhan pasar yang pesat dan perkembangan teknologi dunia fintech yang cepat. Perlunya Otoritas bidang perpajakan di Indonesia supaya Cryptocurrency memiliki kepastian hukum di negara ini, sampai hal itu belum berlaku maka Cryptocurrency tidak bisa menjadi alat pembayaran atau alat tukar dalam transaksi di Republik Indonesia ini.

Dalam dokumen BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 26-30)

Dokumen terkait