• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

38 BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Cryptocurrency pengganti uang sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia

Alat pembayaran di Indonesia sekarang sudah memiliki berbagai macam bentuk dari bentuk yang paling umum digunakan seperti uang tunai yang kegunaannya dinyatakan paling menjangkau karena penyebarannya sendiri yang meluas, kemudian ada alat pembayaran menggunakan berbasis kerta seperti cek digunakan untuk nominal besar dengan cara sistem mencairkan ke bank yang terkait. Teori dasar uang dalam bidang ekonomi didefinisikan sebagai alat tukar yang diterima secara umum, alat tukar sendiri yang dapat berupa apapunn selama dapat diterima secara umum atau masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Agar uang dapat diberlakukan sebagai alat tukar bidang perekonomian memiliki beberapa syarat meliputi syarat psikologis dan syarat teknis, syarat psikologis sendiri yaitu uang harus dapat memuaskan atau memenuhi kebutuhan orang kemudian syarat teknis terkait mengenai kondisi fisik atau mengarah ke bentuk dari alat tukar tersebut.

Meliputi hal tersebut maka alat pembayaran harus mengikuti yang jelas untuk dapat diberlakukan sebagai alat tukar atau sistem pembayaran. Dinyatakan dalam Undang – undang no. 23 tahun 1999 tentang bank Indonesia bahwa dalam sistem pembayaran juga mencakup tentang alat pembayaran serta prosedur perbankan sehingga membuat alat pembayaran menjadi komponen penting pada sistem pembayaran, hal ini menjadkikan sistem pembayaran perlu alat pembayaran untuk menunjang sistem tersebut tetap perjalan sesuai dengan tata cara serta prosedur yang telah disediakan. Untuk menyatakan alat pembayaran dapat berlaku yaitu memiliki syarat bahwa dapat diterima secara umum atau bersifat acceptability, agar diakui sebagai alat tukar yang umum maka alat pembayaran tersebut harus memiliki nilai dan dijamin keberadaanya oleh pemerintah yang berkuasa.

(2)

Memiliki nilai yang stabil juga menjadi syarat penting alat pembayaran, hal ini menjadi sangat penting karena sebagai alat tukar harus memiliki nilai standar disitu peran pemerintah yang berkuasa mengenai nilai alat pembayaran disini yaitu Bank Indonesia. Tertulis didalam Undang – undang no. 23 tahun 1999 tentang bank Indonesia bahwa salah satu tugas Bank Indonesia dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Hal ini perlu dijaga keseimbanganya agar nilai uang sebagai alat tukar tidak bersifat fluktuatif, maka stabilnya nilai dalam jenis mata uang rupiah harus sesuai dengan mata uang global.

Syarat – syarat yang lain meliputi didalam unsur alat pembayaran adalah : 1. Diterima secara umum (acceptability), sehingga diakui sebagai alat

tukar umum suatu benda harus memiliki nilai tinggi atau setidaknya dijamin keberadaannya oleh pemerintah yang berkuasa;

2. Memiliki nilai yang cenderung stabil (stability of value), Nilainya stabil dalam artian nilai yang sekarang sama dengan nilai yang akan datang.

Dengan demikian masyarakat percaya bahwa menyimpan uang tidak akan merugikan dinyatakan juga tidak fluktuatif;

3. Ringan dan mudah dibawa (portability), jika melakukan transaksi dalam jumlah yang besar pemilik uang tidak mengalami kesulitan dalam pembayaran;

4. Bahan yang dijadikan uang harus tahan lama (durability);

5. Kualitasnya cenderung sama (uniformity);

6. Jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan masyrakat serta tidak mudah dipalsukan (scarcity);

7. Mudah dibagi tanpa mengurangi nilai (divisibility), pada saat transaksi sekecil apapun uang mempunyai pecahan dan nilainya tidak berkurang.

Hal yang tercantum diatas merupakan syarat dasar dalam penetapan alat pembayaran secara umum untuk dapat dinyatakan sebagai satuan alat pembayaran, sifat syarat yang terkait juga ikut saling meliputi syarat yang lain juga. Pada kegiatan sehari- hari penggunaan uang dalam transaksi atau sistem pembayaran sangatlah umum digunakan, ketika menggunakan uang dengan pecahan besar untuk

(3)

membeli barang atau jasa dengan harga nominal yang lebih kecil tetap nilai dari uang tersebut tidak mengalami penurunan sesuai dengan barang atau jasa yang dibeli.

1. Perbedaan antara Electronic Money dengan Cryptocurrency

Teknologi bidang fintech menghasilkan inovasi – inovasi baru dalam bidang sistem pembayaran, dari mulai yang kecil seperti mobile banking dimana mengakses akun bank lebih mudah dengan menggunakan smartphone untuk melakukan pembayaran, pengecekan saldo, serta transfer antar rekening. Hal ini menjadi nilai positif dalam sistem pembayaran ataupun alat pembayaran karena sifatnya yang lebih cepat dan dapat diakses darimana saja. Disitulah perkembangan dunia fintech pun dimulai, setelah pihak bank membuat aplikasi untuk melakukan transaksi secara mobile banking disusul dengan pendukung sistem transaksi dengan menggunakan electronic money.

Electronic Money atau biasa disebut E-Money disebut sebagai alternatif alat pembayaran non-tunai yang tidak hanya berbentuk kartu tetapi juga dalam bentuk seperti tersimpan dalam jenis aplikasi dalam smartphone. Penyedia jasa layananya tidak hanya dari pihak bank tetapi meliputi Lembaga selain Bank yaitu perusahaan keuangan, perusahan transportasi public serta perusahaan provider telekomunikasi juga ikut andil dalam jasa layanan sistem pembayaran ini. Lembaga dan perusahaan ini dapat membuat aplikasi dengan jenis electronic money karena pihak dari mereka sendiri yang dapat mengatur transaksi didalam aplikasi yang telah dibuat, memiliki andil alih dalam pengawasannya (Nurfia Oktaviani Syamsiah : 2017).

Ketentuan yang mengatur tentang uang elektronik atau E-Money ada pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic Money) yang menurut ketentuan peraturan ini uang elektronik pada hakikatnya sebagai pengganti uang tunai, penerbitannya atas dasar nilai uang yang disetor yang saldonya tersimpan pada suatu media server atau chip. Uang elektronik tersebut dapat digunakan sebagai alat pembayaran pada merchant-merchant retail tertentu yang mengadakan kerjasama dengan penerbit uang elektronik.

Penggunaanya dalam transaksi juga mudah sehingga untuk melakukan pembayaran

(4)

cukup dengan melakukan scan pada barcode yang ada pada merchant tersebut.

Dinyatakan bahwa uang elektronik merupakan instrument pembayaran tanpa uang fisik yang memiliki karakteristik sama dengan uang tunai dengan fungsi yang sama yaitu sebagai alat pembayaran atau alat tukar juga diawasi oleh Lembaga atau perusahaan yang bersangkutan.

Membedakan antara Electronic Money dengan Cryptocurrency juga sangat jelas perbedaanya, yang paling mudah untuk ditemu perbedaanya dari siapa yang menyediakan jasa layanan atau lembaga apa yang membuat serta bertanggung jawab dalam pelaksanaanyan. Electronic Money dibuat dan diawasi pelaksanaanya oleh penyedia jasa layanan terkait, contoh seperti mandiri dengan E-Money card- nya dengan bentuk seperti kartu yang didalamnya tertanam Chip RFID (Radio Frequency Identification) yang disitu tersimpan data saldo dengan keterangan sisa saldo sekarang dan juga menyimpan data riwayat penggunaanya (Purchase History). Dibandingkan dengan Cryptocurrency untuk mengaksesnya menggunakan aplikasi yang dibuat oleh pihak ketiga sebagai penyimpan data saldonya, jadi tidak ada pihak atau penyedia jasa yang memberikan pelayanan terintegrasi langsung.

Perbedaan Uang Elektronik dan Cryptocurrency

No. Ditinjau Dari Uang Elektronik Cryptocurrency 1. Penyelenggara Entitas berupa Bank

atau Lembaga Selain Bank (LSB) yang bentuknya Perseroan

Terbatas.

Tidak ada penyelenggara yang pasti, hanya antara

jaringan blockchain dengan pelaku disebut miner atau penambang 2. Produksi Diterbitkan oleh entitas

terkait yaitu Bank atau LSB ke dalam beberapa produk, dijamin oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Perhitungan algoritma melalui data enskripsi, untuk mendapatkannya bisa membeli di bursa virtual currency atau dapat

menambang (mining)

(5)

3. Sistem Berbasis Server dan berbasis Chip RFID.

Pencatatan Transaksinya terpusat

pada satu server.

Jaringan server peer to peer atau disebut Blockchain. Pencatatan

transaksinya terdesentralisasi oleh jaringan Blockchain.

4. Nilai Sama dengan uang

konvensional pada tiap masing-masing negara.

Bisa dimanipulasi nilainya

Nilainya tidak dapat dimanipulasi, ditentukan

oleh permintaan serta pernawaran.

5. Keamanan Terpusat pada satu server kemungkinan untuk pencurian data lebih tinggi jika diretas

langsung ke server pusat.

Karena jaringan servernya berbentuk Blockchain serta enskripsi datanya

yang sulit untuk dimanipulasi maka sangat

susah untuk pencurian data.

6. Jangakuan Transaksi

Terbatas, hanya melalui merchant atau

melalui mesin yang disediakan oleh jasa pelayanan. Nilai Transaksinya dimulai dari paling kecil serta penggunaannya bersifat

umum.

Lebih Luas, dapat digunakan di beberapa negara dengan fasilitas belanja online antar negara. Nilai Transaksinya

cenderung tinggi serta penggunaannya bersifat

lebih khusus.

7. Logo

(https://akurat.co/iptek/id-478413-

(6)

read-mandiri-emoney-akselerasi- gerakan-nontunai Logo) E-Money yang dimiliki

oleh Bank Mandiri

(https://www.gojek.com/gopay)

Logo Go-Pay yang dimiliki oleh Gojek

Indonesia

(https://en.wikipedia.org/wiki/Bitcoin)

Logo Bitcoin, salah satu jenis Cryptocurrency paling banyak diminati di

dunia

(https://en.wikipedia.org/wiki/Ethereum)

Logo Ethereum, Jenis Cryptocurrency setelah

Bitcoin Tabel 1

2. Perbedaan antara Mata Uang Konvensional dengan Cryptocurrency

Adanya persamaan keduanya juga memiliki aspek penting yaitu harus terkoneksi dengan jaringan internet, dalam sistem pembayarannya keduanya tidak bisa berdiri sendiri seperti uang konvensional karena masih membutuhkan koneksi internet. Bukan menjadi hal yang buruk melainkan kondisi sekarang dimana lebih banyak orang jarang membawa uang dengan nominal besar sehari-hari maka solusinya dengan alat pembayaran atau alat tukar yang lebih efisien dan mudah.

Secara bentuk sendiri keduanya berbeda, dasarnya sama dengan uang dimana kegunaanya sama serta menjadi solusi baru untuk alternatif pembayaran di Indonesia.

Kaitan antara Cryptocurrency dengan penggunaan uang disini sebagai alat pembayaran dikhususkan sebagai alat tukar. Jika uang sebagai alat pembayaran sudah berjalan lama hingga sekarang ini, bisakah Cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia dilihat dari sisi kegunaan dasarnya yang sama sebagai alat tukar, kedua jenis alat pembayaran ini tidak dapat disamakan karena memiliki kelebihan serta kekurangan. Uang dan Cryptocurrency memiliki nilai atau value, hal ini penting karena untuk menjadi alat pembayaran seperti yang dituliskan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 mengenai mata uang

(7)

menyebutkan bahwa untuk menjadi mata uang yang berlaku secara umum di masyarakat harus memiliki kestabilan nilai atau value dalam kegunaanya (Nur Oktaviani Syamsiah : 2017).

Uang dan Cryptocurrency ini sudah pasti memiliki perbedaan yang signfikan, dari karakteristik penggunaanya yang sifatnya berbeda dan cara pembuatan atau mendapatkan yang berbeda. Jika uang disebut sebagai mass produced atau diproduksi secara massal oleh satu pihak yang berhak membuat, berbeda dengan Cryptocurrency. Mata uang crypto terbuat dari jaringan peer to peer yang kata lainya merupakan sistem blockchain yang mengikat satu sama lain sehingga membuat sebuah kode-kode yang diakses oleh pihak minning sehingga kode tersebut menjadi angka yang bernilai. Hal ini membuat Cryptocurrency untuk mendapatkannya bisa darimana saja asal ada jaringan yang memiliki blockchain tersebut diakses oleh para minning sehingga sumbernya tidak berasal dari satu pihak, melainkan dari puluhan sampai ratusan pihak pemilik jaringan peer to peer tersebut. Ini yang menjadi signifikan perbedaan uang dengan Cryptocurrency dalam hal pembuatan serta cara untuk mendapatkanya (Flamur Bunjaku : 2017).

Perbedaan Uang Konvensional dan Cryptocurrency (mata uang kripto) No. Ditinjau dari Uang Konvensional Cryptocurrency 1. Produksi Bank Indonesia memiliki

otoritas untuk mencetak uang baru melalui Perusahaan Umum

Percetakan Uang Republik Indonesia

(PERURI).

Mata uang kripto diproduksi dengan cara enskripsi data dari sistem

jaringan peer to peer.

2. Pendistribusian Distribusikan oleh Bank Indonesia secara umum.

Oleh pelaku mining yang disebut sebagai miner.

3. Regulasi Diatur oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter

Tidak diatur oleh Lembaga atau pihak apapun.

(8)

perbankan dan sistem pembayaran.

4. Nilai Bersifat stabil sesuai dengan neraca moneter atau neraca bank dunia.

Ditentukan berdasarkan penawaran dan permintaan

bersifat fluktuatif.

5. Penggunaan Dapat digunakan untuk bertransaksi sebagai alat pembayaran yang umum,

bisa dipakai sehari-hari secara konvesional.

Membutuhkan adanya jaringan internet untuk dapat menggunakan, transaksi bisa dilakukan

selama ada jaringan internet.

6. Akses / Fungsi Sebagai alat tukar atau alat pembayaran, dapat disimpan / ditabung

sebagai alat timbun kekayaan, dan dapat

digunakan untuk pembayar hutang.

Sebagai alat untuk menyimpan kekayaan, membeli barang secara online, dan juga dapat menjadi alat pembayaran

hutang secara online.

7. Logo / Bentuk

(https://id.wikipedia.org/wiki/Rupiah)

Rupiah Sebagai salah satu bentuk mata uang

konvensional yang beredar di Indonesia

dengan satuan nilai disebut Rp.

(https://en.wikipedia.org/wiki/Bitcoin)

Logo Bitcoin, salah satu jenis Cryptocurrency paling

banyak diminati di dunia

(9)

(https://en.wikipedia.org/wiki/

United_States_dollar)

U.S. Dollar merupakan mata uang milik amerika

serikat dengan satuan nilainya yaitu $

(https://en.wikipedia.org/wiki/Ethereum)

Logo Ethereum, Jenis Cryptocurrency setelah

Bitcoin

Tabel 2.

3. Penggunaan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran di berbagai Negara Seiring berkembangnya dunia fintech, banyak negara sudah mengadopsi penggunaan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran atau alat tukar, antara penggunaan Cryptocurrency di tingkat paling kecil hingga tingkatan yang tinggi.

Tingkat kecil merupakan penggunaan Cryptocurrency yang dapat digunakan sebagai pengganti uang untuk transaksi sehari hari lalu tingkatan tertinggi yaitu digunakan untuk alat pembayaran antar negara maupun pembayaran upah terhadap jasa yang telah dilakukan. Kebijakan tiap negara pun berbeda – beda dikarenakan aturan yang berlaku ditiap negara yang membatasi atau memperbolehkan penggunaan Cryptocurrency sebagai pengganti mata uang konvensional, sehingga memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penggunaannya.

1. Amerika dalam menggunakan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran memiliki regulasi di provinsi masing – masing, secara luas Cryptocurrency dapat digunakan sebagai alat pembayaran atau alat tukar transaksi dinyatakan legal. Penyedia jasa layanan dompet Cryptocurrency di amerika harus mendaftarkan ke lembaga penegakan kriminalitas keuangan ( U.S. Financial Crime Enforcement Network ) sebagai bisnis jasa keuangan serta menyertakan pernyataan untuk menegakkan program anti pencucian uang dan menyimpan catatan dan data yang tepat yang kemudian laporan dari data tersebut dilaporkan kepada lembaga penegakan kriminalitas keuangan. Penggunaan

(10)

Cryptocurrency di amerika tidak secara resmi legal tapi tidak termasuk kedalam bentuk illegal (Krishna Kumar Thakur : 2018).

2. Jepang dalam pertukaran Cryptocurrency, penggunaan untuk alat pembayaran transaksi harus menggunakan jasa layanan dompet yang sudah diregulasi oleh Financial Services Agency (FSA). penggunaan mata uang kripto harus terdaftar, memiliki data yang valid dan ter- update, memiliki pengawasan keamanan, dan bertanggung jawab melindungi para penggunannya. Regulasi pemerintah jepang dalam menghadapi Cryptocurrency dinyatakan tidak ada aturan hukum untuk melarang penggunaan pribadi maupun penggunaan tingkat perusahan dalam mendapatkan atau memakai Cryptocurrency untuk transaksi pembayaran atau transaksi jasa. Pemerintah jepang kemudian memberikan pajak kepada pengguna Cryptocurrency ( Sayuri Umeda : 2018).

3. Inggris mengambil langkah lebih untuk menentukan penggunaan Cryptocurrency di negaranya legal, pada tahun 2017 pemerintah Inggris menyatakan bahwa Cryptocurrency tidak memilik regulasi dan diperlakukan layakanya mata uang asing untuk beberapa macam penggunaan diliputi dengan PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Mata uang kripto dinyatakan sebagai mata uang privasi, ketika Cryptocurrency ditukarkan dengan mata uang asing atau mata uang lokal, tidak akan dikenai PPN tetapi ketika Cryptocurrency tersebut diperjual belikan maka akan mendapat PPN jika terjadi pertukaran dari Cryptocurrency ke mata uang lokal atau mata uang asing. Sehingga keuntungan dan kerugian akan bergantung kepada nilai jual pasar atau nilai beli pasar (Simon Lovegrove, Albert Weatherill : 2018).

4. Untuk Australia, pihak RBA (Reserve Bank of Australia) sebagai bank central dalam menanggapi Cryptocurrency menyatakan bahwa tidak akan melarang penggunaan Cryptocurrency tidak memungkinkan menghentikan warga negaranya ketika memilih alat pembayaran untuk transaksi sesuai keinginan penggunaan mereka. Tidak ada hukum yang

(11)

menentang penggunaannya, sehingga penggunaanya legal. Australia secara resmi mengkonfirmasi Cryptocurrency sama dengan uang pada July 2017 dan tidak mendapatkan pajak pertambahan nilai, langkah selanjutnya di tahun 2018 pengguna dan penyedia jasa layanan dompet Cryptocurrency diharruskan mendaftarkan atau didaftarkan ke pihak Australian Transaction Reports and Analysis Centre (AUSTRAC) untuk mendapatkan dukungan mengenai keamanan dan pengawasan, efek lainnya para penyedia jasa layanan dompet Cryptocurrency harus memahami latar belakang pengguna beserta data dan informasi agar tidak terjadi adanya kegiatan pencucian uang di tingkat Cryptocurrency (Kelly Buchanan : 2018).

5. Singapura sebagai salah satu negara maju di Kawasan asia tenggara, menyikapi penggunaan Cryptocurrency di negaranya dinyatakan legal tapi harus mematuhi peraturan – peraturan yang melingkupi penggunaannya. Segala kegiatan yang tidak sesuai dengan peraturan – peraturan yang telah ditetapkan oleh Monetary Authority of Singapura (MAS) menjadi tanggung jawab masing – masing pengguna secara penuh. Serta penggunaan sebagai alat pembayaran atau penggunaan sebagai aset atau property akan diberikan pajak pertambahan nilai (PPN) (Axel Yohandi, Nanik Trihastuti, Darminto Hartono : 2017).

4. Kebijakan dan Regulasi penggunaan Cryptocurrency di Indonesia

Mengenai penggunaan Cryptocurrency, karena sifatnya yang baru maka muncul spekulasi – spekulasi mengenai penggunaanya sebagai alat pembayaran yang sah yang disini lebih tepatnya dapat menggantikan peran uang konvensional dalam kegunaanya sebagai alat tukar atau alat pembayaran. Seperti halnya paling banyak diragukan yaitu mengenai nilai dari Cryptocurrency tersebut. Beberapa contoh yang dapat digunakan seperti bitcoin mengalami peningkatan nilai jual lebih dari empat kali dari mulai kemunculannya, hal ini menjadikan tempat untuk investasi bagi para pihak atau investor dikarenakan loncatan nilai yang tinggi dari nilai awalnya sehingga banyak pihak atau orang mulai menginvestasikan dananya

(12)

ke bitcoin. Tetapi hal ini justru menjadi tolak ukur yang fatal karena akibat kelonjakan nilainya dinilai bahwa bitcoin tidak efektif dengan pertimbangan investasinya tidak stabil serta tidak memiliki nilai yang sifnifikan. Lonjakan yang terjadi malah membuat pertanyaan atau spekulasi mengenai nilai Cryptocurrency sendiri sehingga yang terjadi kini kebanyakan para pihak pembeli hanya menggunakan sebagai investasi yang kemudian dijual dengan harga tinggi tidak sebagai alat pembayaran yang dapat menggantikan uang konvesional.

Untuk dapat menentukan penggunaan Cryptocurrency dapat menggantikan fungsi uang konvensional di Indonesia, harus melihat penggunaan Cryptocurrency di negara berkembang dalam menghadapi cara penggunaan serta alternatif masing – masing negara dalam mengatasi penggunaan Cryptocurrency di tiap negaranya.

Malaysia sebagai negara berkembang yang sama dengan Indonesia memiliki cara tersendiri dalam menghadapi pengguna Cryptocurrency di negaranya. BNM (Bank Negara Malaysia) mengeluarkan pernyataan publik pada desember 2017 menegaskan posisi Cryptocurrency tidak diterima secara hukum dalam metode pembayaran atau alat pembayaran di Malaysia. Secara langsung juga menyatakan bahwa pihak Malaysia tidak melindungi para pengguna Cryptocurrency jika terjadi sesuatu di kemudian hari yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa di negara Malaysia, pengguna dan penyedia jasa layanan dompet Cryptocurrency memiliki tanggung jawab masing – masing atas penggunaan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran maupun aset atau properti. (Sheila Ainon Yussof : 2018). Berhubungan dengan pernyataan dari Bank Negara Malaysia mengenai Cryptocurrency, BNM juga mengeluarkan rancangan peraturan pada waktu yang bersamaan mengenai pelestarian keuangaan negara dengan cara melestarikan sistem keuangan yang stabil dengan rancangan peraturan menggagalkan kegiatan criminal yang berhubungan dengan Cryptocurrency.

Kebijakan rancangan peraturan yang diusulkan tersebut, berhubungan dengan perturakaran mata uang digital akan tunduk pada Anti-Money-Laundering, Anti-Terrorism Financing and Proceeds of Unlawful Activities Act of 2001 yang memberikan penegasan terhadap para pemilik jasa atau bursa Cryptocurrency (Sheila Ainon Yussof : 2018). Penyedia jasa layanan atau bursa diminta untuk

(13)

memverifikasi identitas pelanggan mereka, memantau perdangangan dan melaporkan aktivitas mencurigakan ke pihak regulator. Kebijakan tersebut datang sebagai penggunaan sistem keuangan Malaysia dikarenakan pendanaan terorisme yang terus meningkat, tercatat lebih dari 300 kasus terkait dengan pendanaan terorisme pada kuartal pertama dan kedua 2017 yang diterima oleh Financial Intelligence Unit (Unit Intelijen Keuangan yang ada didalam Bank Negara Malaysia). Selain penigkatan persyaratan pelaporan, pertukaran Cryptocurrency di Malaysia diminta agar mempublikasikan harga dan metodelogi yang digunakan dalam menentukan harga mereka untuk meningkatkan upaya transparansi. Selain BNM, Komisi Sekuritas Malaysia, regulator, berencana menerbitkan kerangka pertukaran Cryptocurrency dan telah meningkatkan pengawasan sektor ini.

Hal lain yang mendukung penggunaan Cryptocurrency di Indonesia semakin sulit untuk menjadi alat pembayaran yang sah yaitu Lembaga yang mengatur. Di Indonesia, Bank Indonesia menjadi satu-satunya otoritas moneter dalam sistem pembayaran dengan menggunakan uang sehingga pihak Bank Indonesia dapat menentukan alat pembayaran jenis apa saja yang berlaku di Indonesia. Dalam Undang – Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang pasal 11 menjelaskan bahwa Bank Indonesia merupakan satu-satunya Lembaga yang berwenang melakukan pengeluaran, pengedaran dan/atau pencabutan dan penarikan rupiah. Dinyatakan jelas di pasal tersebut hanya Bank Indonesialah yang berhak melakukan pengelolaan rupiah atau mata uang yang belaku di Indonesia.

Tidak berhenti disitu saja, dalam pasal 12 Undang – Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang juga menjelaskan bahwa Bank Indonesia juga ikut dalam pengaturan pengamanan, hal ini meliputi perencanaan serta penentuan jumlah rupiah atau uang yang dicetak dilakukan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan pemerintah dan juga Bank Indonesia berlaku sebagai penyedia jumlah Rupiah yang beredar. Pentingnya hal ini dikarenakan setiap produksi mata uang Rupiah harus memiliki Nomor Seri pada tiap uang kertasnya, maksud dari hal ini agar uang tersebut dapat dilacak kebenaranya atau keaslianya juga dapat diketahui dari pihak bank swasta mana yang sedang menyimpan uang dengan nomor seri tersebut. Itu menjadikan Bank Indonesia pengawas atas peredaran uang yang telah

(14)

mereka buat dan diedarkan sehingga tanggung jawab Bank Indonesia tidak berhenti ketika uang tersebut sudah diedarkan. Itu salah satu penyebab kenapa Cryptocurrency tidak dapat menjadi alat pembayaran yang sah karena tidak dapat dilacak keberadaanya karena sifatnya yang harus selalu menggunakan jaringan internet menjadi susah untuk dilacak. Cryptocurrency terus muncul sehingga tidak dapat dilacak satu – persatu keberadaanya dan kecepatan dalam mendapatkan enskripsi data sehingga sangat sulit untuk dilacak.

Cryptocurrency bisa dinyatakan sebagai solusi sebagai sistem pembayaran di tingkat lain, tingginya angka permintaan dari jenis mata uang kripto ini tidak sebanding dengan suplai yang ada. Hal yang akan terjadi kemudian Cryptocurrency tidak menjadi alat pembayaran sehari-hari namun menjadi alat pembayaran atau alat tukar yang akan lebih spesifik pada tingkatan tertentu. Untuk sekarang Cryptocurrency di Indonesia hanya bisa menjadi alat investasi yang putarannya hanya dibeli lalu dijual, sulit bila Cryptocurrency disandingkan langsung dengan uang untuk kegunaan alat pembayaran sehari hari.

Tidak bisa dipungkiri juga bahwa Cryptocurrency merupakan alat pembayaran yang sesuai, aspek lain dari Cryptocurrency yaitu kejelasan dalam transparasi pembayaran. Tidak seperti alat pembayaran jenis uang ataupun electronic money, mata uang kripto lebih mudah diawasi jalur peredaranya ketika menjadi alat pembayaran karena tidak dapat dimanipulasi maupun dibobol seperti layaknya kartu kredit atau kartu debit yang dimana karena penggunaan nomor dari kartu tersebut data dari pemilik kartu dapat dicuri serta dapat dibobol. Hal ini tidak akan terjadi dengan penggunaan Cryptocurrency karena transaksinya menggunakan blockchain maka setiap ada pembayaran atau transaksi yang masuk kedua pihak bisa saling memverifikasi.

Keberadaan Cryptocurrency di Indonesia saat ini menjadi pertanyaan yang rumit akan penjelasannya dan memicu kerancuan dalam jawabannya seperti :

a. Cryptocurrency masuk kedalam kategori aset atau property dalam industri fintech, penjelasan pada Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial dengan memberi kriteria dalam pertukaran atau jual beli bahwa

(15)

Cryptocurrency juga dapat masuk didalam kriteria tersebut maka jika dilihat dari peraturan tersebut tidak bisa untuk tidak mengikutsertakan Cryptocurrency kedalam area penyelenggaraan teknologi finansial.

Cryptocurrency jika diidentifikasi dari Kitab Undang – undang Hukum Perdata Buku II akan masuk ke dalam aset tidak berwujud dengan kecenderungan penggunaan yang bertambah seiring waktu, untuk itu maka perlu adanya sikap dari pemerintah dengan upaya sistem pembayaran akan tunduk terhadap peratran yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dalam memberikan perlindungan kepada penggunannya.

b. Mengenai keamanan Cryptocurrency tiap negara memiliki pengaturan yang berbeda mengenai keamanan Cryptocurrency, Amerika dan Inggris menyatakan walaupun penyedia jasa layanan jual beli mengklaim atas keamanan data para penggunanya tetapi pemerintah negara tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau pencurian data – data terkait kepada pengguna jasa layanan tersebut. Di jepang yang melegalkan penggunaan Cryptocurrency diharap untuk para pengguna pribadi dan pengguna dalam bentuk perusahaan untuk menjaga keaman data masing – masing dengan pihak penyedia dompet atau jasa layanan di negaranya. Indonesia para penggunanya tidak memiliki pertanggung jawaban oleh negara dikarenakan tidak adanya otoritas yang ikut mengawasi penggunaan crypytocurrency di Indonesia.

c. Cryptocurrency sebagai mata uang dan alat pembayaran belum dapat diimplementasikan di negara Indonesia, Cryptocurrency didefinisikan sebagai uang digital tidak dinyatakan legal sebagai alat pembayaran di Indonesia dinyatakan didalam Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Tidak juga dinyatakan sebagai mata uang legal walaupun mengandung kata mata uang atau currency karena mata uang yang berlaku di Indonesia merupakan rupiah.

(16)

d. Mengenai Cryptocurrency sebagai aset, sejauh ini pemerintah Indonesia menyatakan Cryptocurrency tidak patut disebut sebagai aset yang berbentuk digital, harus merupakan properti finansial baru yang dapat digunakan atau ditransaksikan secara komersial yang memiliki regulasi dan aturan hukum yang sesuai.

IMF (International Monetary Fund) menimbang dalam penggunaan aset Cryptocurrency bahwa mata uang kripto ini jika digunakan dengan benar akan menjadi sebuah terobosan baru yang dapat menjadi solusi untuk menggantikan uang yang beredar sekarang. Tetapi, jika penggunaanya salah secara subjek dan objek maka Cryptocurrency dapat menggiring keuangan dunia menjadi krisis hingga kerugian global jika disalahgunakan ataupun pemakain yang tidak semestinya digunakanan. Nyatanya, Cryptocurrency sudah banyak disalahgunakan dalam pemakaiannya sebagai sarana penipuan, transaksi illegal dan kriminalitas.

IMF menyatakan untuk kegunaan Cryptocurrency ini dapat digunakan dalam berbagai sektor yang positif memerlukan waktu lama dan biaya yang besar, adanya kepercayaan dalam penggunaanya serta dukungan dari para pengguna karena Cryptocurrency tidak memiliki Batasan sehingga kerjasama internasional sangat penting. Tetap harus disadari bahwa risiko Cryptocurrency dapat menimbulkan stabilitas keuangan merupakan sebuah ancamanya tergantung bagaimana kita menggunakannya.

Realistisnya, Cryptocurrency bisa digunakan tetapi karena nilai dari Cryptocurrency yang relatif tidak stabil (Fluktuatif) daripada mata uang yang sudah beredar di Indonesia ini yaitu rupiah sudah menjadi sisi negatif dari Cryptocurrency. Serta tidak adanya kerjasama antara pihak otoritas keuangan dengan penyedia jasa layanan Cryptocurrency menjadi kelemahan untuk menggunakan Cryptocurrency karena tidak terjamin keamanan serta pengawasan yang kurang. Pola alat pembayaran yang sudah ada dari jaman barter atau tukar menukar barang yaitu alat pembayaran yang sah dapat digunakan untuk barang yang nilainya kecil sampai ke nilai yang besar. Itulah Cryptocurrency akan sulit berkembang di Indonesia karena tidak efektifnya kegunaan dalam sehari-hari ( William J. Luther : 2014). Lebih dari itu penggunaan cryptocurrency di Indonesia

(17)

akan melanggar beberapa aturan yang jelas seperti Pasal 21 ayat 1 Undang – undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang menyatakan rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyeleseaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau transaksi keuangan lainnya

B. Akibat hukum dalam penggunaan Cryptocurrency di Indonesia

Akibat hukum terlebih dahulu diawali dengan perbuatan hukum, perbuatan hukum sendiri secara umum adalah sebuah tindakan oleh hukum diberi akibat hukum berdasarkan anggapan yaitu subjek hukum yang melakukan perbuatan memang mengehendaki adanya akibat hukum atau timbulnya akibat hukum terkait.

Perbuatan hukum bisa sesuai atau menurut peraturan hukum dan perbuatan yang melanggar hukum. Macam akibat hukum seperti perbuatan yang dilakukan oleh satu subyek hukum terhadap obyek hukum dimana terdapat akibat tertentu dari perbuatan yang telah diatur oleh hukum atau yang lain seperti perbuatan dilakukan yang bersinggungan dengan hak dan kewajiban yang sudah diatur dalam hukum yaitu undang – undang.

Cryptocurrency di Indonesia belum jelas peraturannya, Bank Indonesia menetapkan bahwa jenis mata uang kripto ini tidak bisa digunakan di Indonesia karena nilainya yang tidak stabil serta secara fisik tidak memiliki bentuk yang pasti dikarenakan Cryptocurrency sendiri berasal dari jaringan blockchain yang disitu berisi angka – angka menjadi bernilai (Axel Yohandi,Nanik Trihastuti, Darminto Hartono : 2017). Hal lainnya, Cryptocurrency memiliki kekurangan tidak ada Lembaga yang mengatur perputaran atau peredarannya, untuk dapat menjadi mata uang yang berlaku di Indonesia harus memiliki Lembaga atau yang terjadi pada uang elektronik yaitu server untuk memantau kemana saja perputaran transaksi atau penggunaanya sebagai alat pembayaran maupun sebagai alat simpan. Dalam mata uang konvensional, terdapat nomor seri pada tiap uang yang dicetak sehingga hal ini dapat memudahkan dalam tracking kemana uang tersebut beredar, menjadikan Cryptocurrency sebagai mata uang yang akan sulit dilacak jika sudah beredar.

(18)

Dinyatakan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran tidak ada batas standar dalam penenentuan alat pembayaran serta dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik menjelaskan jenis – jenis yang termasuk kedalam kriteria uang elektronik tidak menjelaskan Batasan penentuan kriteria uang elektronik. Hal yang dapat dicermati bahwa Bank Indonesia hanya menjelaskan kenapa Cryptocurrency tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran secara sah untuk sebuah transaksi tapi tidak ada kejelasan mengenai mengatur keberadaan atau peredaran Cryptocurrency tersebut.

Bisa dinyatakan bahwa tidak adanya aturan yang spesifik dalam mengatur keberadan serta peredaran Cryptocurrency menjadikan kerancuan bagi para pengguna Cryptocurrency antara pihak yang menggunakan sebagai alat pembayaran atau kegiatan transaksi dan pihak yang menggunakan sebagai alat simpan. Ini menjadikan para pengguna tidak memiliki payung hukum bersamaan dengan tidak adanya peraturan terhadap keberadaan serta peredaran terkait Cryptocurrency. Dikarenakan tidak adanya payung hukum yang spesifik, maka lebih susah untuk melakukan control terhadap Cryptocurrency sebagai alat pembayaran atau alat tukar transaksi yang sah secara hukum. Menjadi hal yang sulit ketika tidak ada Lembaga pemerintah ikut mengatur peredaran mata uang kripto ini dengan pihak yang saat ini di Indonesia lebih dikenal sebagai penyedia jasa layanan jual – beli mata uang kripto agar dapat memantau peredarannya, kembali lagi mata uang kripto merupakan mata uang yang peredaraannya tidak terlihat walaupun para pihak penyedia jasa layanan jual – beli mata uang kripto memiliki data edar tapi tidak sepenuhnya memiliki data edar di seluruh dunia atau hanya bersifat yang pernah masuk dan keluar melalui jasa layanannya.

Implikasi nyata dari tidak adanya payung hukum atau aturan mengenai penggunaan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran atau alat tukar dalam sistem transaksi di Indonesia adalah pengakuan atas kedudukan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran. Pentingnya pengakuan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran dikarenakan pengakuan adalah unsur yang sangat dasar yang terkait langsung dengan acceptability ( diterima secara umum ) jika Cryptocurrency sendiri tidak

(19)

diakui sebagai alat pembayaran, dampaknya langsung kepada tingkat diterima cryptocurreny di khalayak umum sebagai alat pembayaran dalam sistem transaksi.

Namun nyatanya pada salah satu pihak penyedia jasa layanan jual – beli Cryptocurrency di Indonesia bernama Indodax sekarang ini sudah memiliki sejumlah member atau kustomer aktif sejumlah 1.707.633 (https://indodax.com/

diakses 27 Juni 2019) menjadi tolak ukur bahwa masyarakat ind tidak hanya mengenal tetapi menggunakan Cryptocurrency sebagai aset digital yang dapat diperjual belikan.

1. Negara - Negara yang mengakui penggunaan Cryptocurrency

Langkah yang bisa diambil sebelum menentukan bahwa Cryptocurrency ini tidak berlaku secara sah di Indonesia yaitu harus melihat efek penggunaan Cryptocurrency di negara lain. Beberapa negara maju seperti Amerika, Inggris sebagai negara barat mengakui bahwa Cryptocurrency merupakan satuan alat pembayaran yang sah dinegaranya

1. Beberapa negara telah menyebutkan bahwa Cryptocurrency legal atau sah secara hukum, ada beberapa yang masih harus diperhatikan dalam penggunaannya sebagai alat tukar atau alat pembayaran dalam transaksi yang terlibat. Amerika menyatakan penggunaannya legal di beberapa tempat saja atau di provinsi tertentu di amerika dikarenakan amerika membebaskan tiap provinsinya untuk memberlakukan dalam penggunaan Cryptocurrency, jadi di tiap provinsi tertentu ada yang memperbolehkan penggunaannya dan juga ada yang melarang penggunaanya tergantung kebijakan yang dimiliki oleh tiap provinsi serta beberapa provinsi hanya memberlakukan Cryptocurrency sebagai saham yang dapat diperjual belikan. Beberapa bagian negara Amerika, Amerika Serikat menyatakan bahwa regulasi penggunaan Cryptocurrency legal secara hukum, didukung dengan pernyataan yang dibuat pada mei 2018 oleh Commodities Future Trading Commision (CFTC) bahwa Cryptocurrency merupakan alat pembayaran yang dikutip tidak membahayakan serta menyatakan bahwa mata uang kripto

(20)

yang telah beredar seperti bitcoin, etherium, Litecoin merupakan komoditas yang dapat diperdagangkan secara publik dengan banyaknya kemunculuan penyedia jasa layanan Cryptocurrency (Josias Dewey : 2019).

2. Di Inggris regulasi penggunaan Cryptocurrency diatur oleh lembaga bernama cryptoUK sebagai pemberi regulasi terhadap industry Cryptocurrency dengan memberikan standart dan kebijakan, salah satu kebijakan yang diberikan adalah ketentuan mencakup keamanan sampai ketentuan mengenai pencucian uang dan memberikan pengembalian dana jika terjadi kehilangan terhadap Cryptocurrency milik pengguna atau konsumer (Simon Lovegrove, Alber Weatherill : 2019).

Lalu bagaimana dengan negara – negara yang satu wilayah dengan Indonesia atau berdekatan dengan Indonesia? Perbedaanya dari sisi legal untuk penggunaan beda dari wilayah amerika dan wilayah eropa, beberapa contoh negara yang masih satu wilayah atau region seperti jepang yang merupakan negara maju, singapura negara maju yang dekat dengan Indonesia, juga Australia sebagai negara non regional asia yang masih berdekatan dengan Indonesia dan Malaysia sebagai negara tetangga Indonesia dengan status negara berkembang yang sama dengan Indonesia. Negara ini memiliki peran – peran penting karena banyak sekali penggunaan sarana transaksi antar negara yang jaraknya terhitung dekat dari Indonesia ini, bisa menjadi perhitungan dalam sikap mengambil aturan – aturan dari negara tersebut.

3. Jepang menyatakan penggunaan Cryptocurrency memiliki regulasi yang terus meningkat, pada April 2017 Cryptocurrency dinyatakan legal dibawah regulasi Payment Services Act (PSA) yaitu untuk melindungi pengguna serta memberikan registrasi untuk pertukaran dengan uang konvesional jepang yaitu yen dengan pemilik jasa tukar dari crypto ke uang konvensional. Disamping itu mata uang kripto dianggap sebagai properti, pihak National Tax Agency (NTA) mengkategorikan Cryptocurrency sebagai pendapatan lain – lain, salah satu contohnya perusahan GMO bergerak di bidang advertising memberi gaji kepada

(21)

pegawainya dalam bentuk Cryptocurrency maka sudah dianggap legal sebagai mata uang dan dapat digunakan sebagai alat transaksi. Mata uang kripto di jepang memiliki pertambahan nilai pajak untuk para investor yang menggunakan Cryptocurrency sebagai alat investasi atau alat simpan dengan rentang 15% - 55% untuk menjaga nilai pertukaran dengan uang konvensional tetap stabil (Sheila Ainon Yussof : 2018).

Peraturan yang dibuat untuk menjaga agar Cryptocurrency dengan mata uang konvensional tetap pada batas wajar, Japan Financial Services Agency (FSA) memberi upaya untuk memberi peraturan mengenai perdagangan dan pertukaran dalam bentuk perundang – undangan yang dimana setiap penggunaan Cryptocurrency dalam transaksi pembayaran atau alat simpan investasi harus didaftarkan ke pihak Japan Financial Services Agency (FSA) agar dapat digunakan memerlukan konfirmasi dari pihak FSA kurang lebih enam bulan agar dapat beroperasi untuk alat pembayaran maupun alat simpan investasi. Hal seperti ini dilakukan agar menjaga keaman pada pihak pengguna dan pihak pemberi jasa layanan yaitu FSA ( Sayuri Umeda : 2018).

4. Untuk Australia sendiri, penggunaan Cryptocurrency dianggap legal serta sudah diterapkan peraturan pada penggunaan Cryptocurrency.

Pemerintah Australia ditahun 2017 menyatakan bahwa Cryptocurrency penggunaanya legal dan menyatakan penggunaannya sama dengan properti sehingga crypto juga harus mengikuti pajak penghasilan modal atau Capital Gains Tax (CGT) seperti aset properti lainnya.

Regulasi penggunaan Cryptocurrency terkait dengan mengikuti Capital Gains Tax (CGT) Cryptocurrency di Australia mengikuti dua kali lipat penyertaan pajak dibawah Australia Goods and Services tax (GST) kemudian regulasi pajaknya berubah mengikuti perkembangan crypto di Australia sehingga tidak ada benturan antara pemerintah Australia dengan penggunaan Cryptocurrency. Lembaga Australian Transaction Reports and Analysis Centre (AUSTRAC) melakukan penerapan peraturan pertukaran mata uang kripto dengan keamanan yang kuat.

(22)

Yang terjadi adalah peraturan ini membuat jasa layanan pertukaran Cryptocurrency berlokasi di Australia untuk mendaftar ke pihak AUSTRAC untuk dapat mengidentifikasi, serta memverifikasi pengguna, catatan penggunaan, dan mematuhi kewajiban laporan. Jika ada pertukaran kripto tidak terdaftar makan akan dikenakan denda dan pasal yang sudah terkait (Kelly Buchanan :2018).

5. Berbeda dengan Australia, Singapura dalam pertukaran Cryptocurrency dan perdagangan dinyatakan legal menjadikan Singapura menjadi negara yang menerima Cryptocurrency secara legal di regional atau di wilayah asia tenggara dari negara – negara tetangganya. Tetapi Cryptocurrency tidak dianggap sebagai mata uang melainkan pihak otoritas pajak Singapura ( Singapore tax authority ) menyatakan Cryptocurrency sebagai barang maka pihak otoritas pajak Singapura menerapkan pajak barang dan jasa. Pihak Singapura memperlakukan Cryptocurrency dengan peraturan yang dibuat oleh Monetary Authority of Singapura (MAS) untuk mengatur pertukaran mata uang kripto dengan kerangka hukum yang ada, terkait dengan hal tersebut MAS mengeluarkan informasi kepada masyarakat tentang resiko penggunaan Cryptocurrency yang menjelaskan bahwa walaupun sudah ada peraturan dari pihak MAS masyarakat juga diharap berhati – hati jika dalam penggunaan Cryptocurrency disekitar memiliki indikasi untuk pencucian uang, atau kejahatan yang terkait dengan uang. Menjadikan Cryptocurrency subjek yang sama dengan mata uang konvensional sehingga secara unsur hukum tidak ada perbedaan dengan mata uang konvensional tetapi cara pandangan penggunaan digunakan sebagai nilai barang bukan nilai mata uang dan tidak perlu mendaftarkan ke jasa layanan Cryptocurrency sehingga peredarannya tidak bisa dilacak oleh pihak jasa layanan yang terkait dengan negara singapura (Axel Yohandi,Nanik Trihastuti, Darminto Hartono : 2017).

6. Malaysia, pihak negara Malaysia dengan BNM (Bank Negara Malaysia) sebagai bank central memberikan aturan tegas tentang pertukaran

(23)

Cryptocurrency sebagai aset yang diperjual belikan dengan syarat laporan setiap pengadaan pertukaran dimana penjual dan pembeli harus memberikan data informasi latar belakang serta mata uang lokal jenis apakah yang ditukarkan dengan Cryptocurrency jenis apakah harus jelas tertulis dalam laporan tersebut, hal ini menghindari adanya kecurangan dalam transparasi pertukaran, agar tidak terjadi pencucian uang atau transaksi bodong. Penggunaan kripto tanpa laporan atau diluar laporan yang diberikan akan menjadi tanggung jawab pribadi, jika pengguna meminta tanggung jawab atas penggunaan diluar laporan yang diberikan, maka pengguna akan menerima denda atau saksi sesuai aturan yang sudah diberikan. Lalu mengenai penggunaan sebagai alat pembayaran, walaupun tidak diakui secara sah mengenai penggunaan kripto sebagai alat pembayaran tetapi pihak BNM tidak bertanggung jawab sepenuhnya terhadap penggunaan diluar dari penyedia jasa layanan dompet kripto. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi maraknya pemalsuan jumlah Cryptocurrency yang keluar atau masuk (Sheila Ainon Yussof : 2018).

2. Negara Menentang Penggunaan Cryptocurrency

Selain negara yang langsung atau secara tidak langsung menerima penggunaan Cryptocurrency dan siap menghadapi penggunaan Cryptocurrency dengan berbagai macam cara dan pendekatannya, ada negara – negara yang secara tegas menolak untuk para warganya menggunakan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran maupun sebagai investasi, beberapa negara tersebut juga memberikan penjelasan mengenai efek penggunaan serta dampak yang akan diberikan dari penggunaan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran di negaranya hingga akibat hukum yang akan diberikan oleh negara kepada pengguna yang masih nekat menggunakan.

1. Pertama, Rusia sebagai negara berkembang menyatakan kekawahtirannya terhadap Cryptocurrency digunakan sebagai alat pembayaran di negaranya.. Bank Rusia memiliki kekhawatiran bahwa

(24)

mata uang dapat memfasilitasi upaya pencucian uang, serta menjadi cara mudah untuk mengangkut dana bagi organisasi teroris. Selain itu, Bank Central Rusia berpendapat bahwa mata uang virtual melanggar hukum mata uang dan hukum perbankan. Kemudian Departemen Keuangan mengumumkan niat untuk membatasi penggunaan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran. Pada bulan Februari 2015, Pemerintah Rusia mengklaim bahwa segala macam jenis Cryptocurrency tidak dapat digunakan oleh perorangan atau badan hukum. Memang, tindakan keras Rusia pada mata uang ini sudah terbukti, dengan setidaknya enam situs Cryptocurrency diblokir pada awal 2015 (Krishna Kumar Takur : 2018).

Semenjak 2015, cryptocurrency dalam penggunaannya di rusia masih belum jelas untuk regulasi dan penaganannya, Departemen Keuangan Rusia pada tahun 2017 menyatakan penggunaan cryptocurrency memiliki kemungkinan legal untuk menerima pembayaran via cryptocurrency ini, tetapi mengenai regulasi pelarangan penggunaan cryptocurrency di rusia masih belum menemukan titik temu mengenai Departemen Keuangan Rusia dengan Pemerintah Rusia, pihak Departemen Keuangan Rusia memberikan pernyataaan bahwa jika adanya regulasi yang dalam prakteknya tidak berjalan sesuai efisiensinya maka pihak pemerintah akan bertanggung jawab mengenai dampak yang terjadi dalam perjalanannya, di pihak Pemerintah Rusia menegaskan mengenai pertanggung jawabannya menjadi tanggung jawab masing – masing penggunanya dan pemerintah hanya bisa menyatakan dalam praktek penggunaanya bisa digunakan untuk hal ini namun belum tentu dapat digunakan dalam hal tertentu dikarenakan belum adanya kerjasama antara pihak Pemerintah Rusia dan Departemen Keuangan Rusia dalam mengawasi peredaran mata uang kripto ini (Artikel 141 Perubahan Amandemen Kode Sipil Federasi Rusia bagian ke 1, ke 2 dan ke 4).

2. Negara Cina juga merupakan negara yang menolak dalam penggunaan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran di negaranya. Menanggapi

(25)

pengunaan mata uang kripto di china mengalami efek yang sangat tinggi dan radikal, pada Juli 2016 pemerintah Cina mengembangkan aturan hukum yang memberikan status kepada Cryptocurrency sebagai objek yang berkaitan dengan barang pribadi, properti, deposito bank serta sebagai alat simpan investasi maka akan para pemiliknya akan diberikan perlindungan hukum dalam kasus pencurian (Krishna Kumar Thakur:

2018). Pada waktu ini penggunaan Cryptocurrency tidak dilarang dalam penggunaan secara pribadi, pertukaran Cryptocurrency dalam tingkat pribadi dinyatakan legal, sejak desember 2013 Bank Rakyat Cina menyatakan bahwa regulasi dalam penggunaan Cryptocurrency diatur oleh Bank Rakyat Cina, tidak diperbolehkan instansi keuangan negara untuk mengatur mengenai penggunaan cryptocurrency di Cina. Sejak saat itu penggunaan untuk jual atau beli Cryptocurrency diperbolehkan hingga pengunaan sebagai alat pembayaran antar negara jika pihak penjual juga menerima pembayaran via Cryptocurrency. Perubahan yang besar terjadi pada juni 2017 ketika Bank Rakyat Cina menyatakan telah mengembangkan Cryptocurrency milik mereka sendiri yang secara langsung akan dipatenkan hanya di cina, maka pada September 2017 Bank Rakyat Cina memutus tali pertukaran Cryptocurrency bitcoin dimana akan digantikan dengan Cryptocurrency yang dikembangkan oleh pihak Bank Rakyat Cina sebagai mata uang kripto yang tunduk pada mata uang konvensional cina (yuan) dan aturan – aturan dibuat oleh Bank Rakyat Cina mengenai Cryptocurrency yang mereka buat. Secara tidak langsung para pengguna Cryptocurrency yang telah menggunakan berbagai macam jenis Cryptocurrency beredar di dunia harus segera mengkonversikan ke Cryptocurrency milik Bank Rakyat Cina agar dapat digunakan kembali (Sheila Ainon Yussof : 2018).

Regulasi muncul saat Bank Rakyat Cina memutus tali pertukaran Cryptocurrency pada September 2017, kerjasama antara Bank Rakyat Cina dengan Kementrian Perindustrian dan Teknologi Cina beserta

(26)

komisi Asuransi Cina mengenai tindakan pencegahan terhadap bitcoin atau Cryptocurrency dirilis pada tanggal 4 September 2017 (Peoples Bank of China on Precautions Against risk the risk of Bitcoin 04/9/2017/15.00).

3. Pihak Indonesia dalam menyikapi penggunaan Cryptocurrency

Di Indonesia, berdasarkan pernyataan oleh Bank Indonesia berjudul

“pernyataan Bank Indonesia Terkait Bitcoin dan Virtual Currency lainya” (siaran Pers Bank Indonesia No. 16/6/Dkom) menyatakan dengan jelas risiko terhadap penggunaan bitcoin dan vitual currency lainnya di wilayah Indonesia sehingga Pemerintah Indonesia tidak bertanggung jawab atas risiko yang akan terjadi dialami oleh warga negaranya. Pihak pemerintah Indonesia tidak dapat menjamin pertanggung jawaban atas penggunaan masyarakat dengan menggunakan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran atau alat tukar untuk kegiatan transaksi ataupun lainnya dikarenakan tidak adanya sangkut paut hubungan antara penyedia jasa layanan Cryptocurrency di Indonesia dengan otoritas jasa keuangan(OJK) sebagai otoritas yang menjamin peredaran atau kemana uang yang dimaksud disini yaitu Cryptocurrency tersebar, sehingga disitu tidak ada pernyataan bahwa Cryptocurrency tidak dapat digunakan melainkan dapat digunakan walaupun secara nyata ilegal dalam pandangan hukum. Jasa – jasa penyelenggara hanya melihat sisi para pengguna serta traffic dari penggunaan Cryptocurrency tersebut agar dapat mendapatkan keuntungan dari berjualan Cryptocurrency ini (Axel Yohandi, Nanik Trihastuti, Darminto Hartono : 2017).

Salah satu prinsip yang sesuai dengan permasalahan ini yaitu prinsip transparansi, Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia menjelaskan bahwa prinsip transparansi yang dimaksud yaitu memastikan bahwa penyelenggara memberikan informasi kepada pelanggan atau konsumen secara lisan maupun tertulis, meliputi informasi melalui sarana elektronik secara jelas dan mudah dimengerti. Penyelenggara wajib memberikan informasi mengenai manfaat, risiko dan konsekuensi bagi konsumen atas penggunaan sistem pembayaran terkait.

Informasi yang diberikan secara lisan atau tertulis sesuai dengan ketentuan Bank

(27)

Indonesia yang mengenai sistem pembayaran dengan menggunakan bahasa yang mudah untuk dimengerti dan menggunakan tulisan yang dipahami oleh semua pelanggan atau konsumen dalam bentuk informasi secara tertulis. Informasi yang diberikan wajib diberikan oleh pihak penyelenggara kepada konsumen secara akurat, terkini, jelas, tidak menyesatkan, jujur, dan etis.

Prinsip tersebut bertimbal balik dengan penggunaan Cryptocurrency yang pada dasarnya para pelaku transaksinya bersifat anonymous yang dimana pelaku transaksi tidak menunjukan identitasnya kepada publik, pengguna Cryptocurrency ini dapat melakukan kegiatan transaksi atau transaksi lain yang sejenis tanpa diketahui oleh pihak lain dengan kata lain hanya pihak yang bertransaksi yang mengetahui hal tersebut. Didukung juga dengan Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 mengenai penyelenggaraan Teknologi Finansial pada pasal 8 dijelaskan bahwa penyelenggara teknologi finansial dilarang menggunakan melakukan kegiatan sistem pembayaran dengan menggunakan virtual currency.

Secara nyata, Cryptocurrency sendiri tidak memenuhi syarat – syarat alat pembayaran di Indonesia yang disebutkan di pembahasan rumusan masalah pertama seperti tidak dapat distandarisasi atau disamakan dengan alat pembayaran yang sudah tersebar terlebih dahulu yaitu rupiah, dikarenakan sistem Cryptocurrency sendiri yang menggunakan jaringan peer-to-peer atau blockchain bersifat terbuka dan penggunaanya yang meluas terkait dengan tidak adanya otoritas yang menjamin atau mengatur jalannya penggunaan Cryptocurrency di Indonesia. Kemudian belum adanya pengakuan pemerintah mengenai regulasi Cryptocurrency di Indonesia, Bank Indonesia menyatakan bahwa Cryptocurrency belum sesuai dengan beberapa undang – undang yang berlaku didalam perbankan Indonesia seperti UU No. 7 Tahun 2011 tentang mata uang dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam undang – undang Mata Uang menjelaskan bahwa mata uang yaitu uang yang dikeluarkan oleh pihak Bank Indonesia sebagai pemilik otoritas dan sebagai Bank Sentral yang disebut rupiah dan dalam undang – undang Bank Indonesia dinyatakan bahwa mata uang yang sah beredar di Indonesia adalah uang rupiah.

(28)

Respon pemerintah mengenai Cryptocurrency walaupun penggunaan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran atau alat tukar tidak dilarang, keterkaitan dalam kepemilikan serta penggunaan Cryptocurrency menjadi tanggung jawab sendiri karena tidak adanya undang-undang yang melindungi penggunaan Cryptocurrency sehingga orang bebas menggunakan Cryptocurrency sebagai mana mestinya digunakan tapi tidak dapat menuntut jika di suatu hari terjadi kehilangan terhadap Cryptocurrency miliknya. Penegasan ini juga menjeleaskan bahwa Cryptocurrency merupakan barang kena pajak, karena Cryptocurrency di Indonesia dikategorikan sebagai Aset yang merupakan barang tidak berwujud. Serta dengan nilai yang yang tidak stabil (Fluktuatif), membuat Cryptocurrency semakin susah untuk memenuhi persyaratan mata uang yang sah di Indonesia.

Mengenai kepastian hukum dalam penggunaan cryptoccurency sebagai alat pembayaran di Indonesia ditinjau dari beberapa jenis undang-undang yang ada sebagai berikut :

1. Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran menyatakan bahwa penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dilarang melakukan pemrosesan transaksi pembayaran dengan menggunakan virtual currency, virtual currency yang dimaksud merupakan uang digital diterbitkan oleh pihak selain otoritas moneter yang diperoleh dengan cara mining (Cryptocurrency) dengan beberapa jenisnya yaitu Bitcoin, Litecoin, Ripple, Etherium dan jenis yang terkait lainnya;

2. Pasal 2 ayat 1 Undang – undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang menyatakan bahwa Mata Uang Negara Kesatuan Repbulik Indonesia adalah Rupiah;

3. Pasal 21 ayat 1 Undang – undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang menyatakan rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyeleseaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau transaksi keuangan lainnya;

4. Undang – undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia menyatakan bahwa Bitcoin dan Virtual Currency lainnya bukan

(29)

merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia, dan segala resiko terkait kepemilikan atau penggunaan bitoin dan virtual currency sejenis ditanggung sendiri oleh pemilik atau pengguna bitcoin dan virtual currency lainnya. Secara tidak langsung penggunaan Cryptocurrency dijelaskan bukan tanggung jawab negara;

5. Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjelaskan bahwa setiap pihak wajib menggunakan Rupiah dalam transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Transaksi sebagaimana dimaksud meliputi transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan transaksi keuangan lainnya;

6. Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjelaskan kewajiban penggunaan Rupiah dalam sertiap transaksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berlaku untuk transaksi tunai dan nontunai. Transaksi tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup transaksi yang menggunakan uang kertas atau uang logam sebagai alat pembayaran. Transaksi nontunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup transaksi yang menggunakan alat dan mekanisme pembayaran secara nontunai;

7. Pasal 18 Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga menjelaskan bahwa jika dalam transaksi nontunai tidak menggunakan Rupiah maka akan mendapat sanksi pidana yaitu denda maupun kurungan.

8. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018 Tentang kebijakan umum penyelenggaraan perdagangan berjangka aset kripto (crypto asset) menyatakan bahwa aset kripto (crypto asset) ditetapkan sebagai komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka dan diperdagangkan di Bursa Berjangka. Dengan adanya

(30)

peraturan ini maka cryptocurrency di Indonesia merupakan aset properti yang dapat diperdagangkan dan dinyatakan bukan sebagai alat pembayaran

Beberapa alasan mengapa pihak Indonesia tidak melegalkan Cryptocurrency karena bentuknya yang digital akan lebih sulit untuk dilacak, hal ini tidak menutup kemungkinan menjadi alat pencucian uang (money laundryng) atau jenis – jenis kriminalitas yang melanggar hukum terkait dengan uang. Realita saat ini pengguna aktif untuk transaksi dengan Cryptocurrency di Indonesia masih kecil dibandingkan dengan negara lain, namun tidak dipungkiri bahwa penggunaan Cryptocurrency di masa mendatang akan memiliki potensi yang besar karena tingkat pertumbuhan pasar yang pesat dan perkembangan teknologi dunia fintech yang cepat. Perlunya Otoritas bidang perpajakan di Indonesia supaya Cryptocurrency memiliki kepastian hukum di negara ini, sampai hal itu belum berlaku maka Cryptocurrency tidak bisa menjadi alat pembayaran atau alat tukar dalam transaksi di Republik Indonesia ini.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan informasi di atas diketahui bahwa sampai saat ini penelitian yang menjadi landasan bagi aplikasi pemanfaatan daun bangun-bangun ( Coleus amboinicus Lour) dan

3.7 Pengujian Mesin Stirling Pada Pemanas Matahari Tipe Box Pengujian mesin stirling ini dilakukan dengan diletakkannya mesin Stirling pada pemanas matahari tipe box di halaman

kalangan syafi’iyah, bahwa rukun wadiah ada empat yaitu, dua pihak yang berakat, barang yang dititipkan, ijab dan Kabul. Pihak yang menitipkan dan pihak yang

Contohnya word of mouth (komunikasi lisan), yang dilakukan oleh orang-orang yang memang pernah berkunjung atau juga orang-orang yang pernah mengakses website

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian serbuk kunyit tidak mempengaruhi bobot hati, terjadi peningkatan diameter hepatosit baik pada bagian pangkal, tengan maupun pada

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat ditarik simpulan meliputi: 1) Rerata hasil belajar pengetahuan IPA tema Tempat Tinggalku pada siswa

Dari hasil penelitian diperoleh hasil t hitung = -0,2973, sedangkan t table = 2,0017 atau t hit < t tab, maka dapat diketahui bahwa hasil pengukuran tinggi dengan menggunakan

Manfaat dari penelitian ini adalah apabila faktor pengalaman kerja, gender, usia dan komunikasi tersebut berpengaruh terhadap efektifitas audit, diharapkan auditor