• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disusun oleh : SHOKHIB BUL UMAM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Disusun oleh : SHOKHIB BUL UMAM:"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

DEFINISI,DASAR HUKUM,RUKUN&SYARAT DAN KETENTUAN WADI’AH

Makalah disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah : Fiqih Mu’amalah

Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.S.I

Disusun oleh :

SHOKHIB BUL UMAM: 1502100215

Kelas C

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO

2016

(2)

1

A. PENDAHULUAN

Makalah ini membahas tentang wadi’aha. Al- wadiah merupakan salah satu akad yang digunakan oleh bank syariah untuk produk penghimpun dana pihak ke 3. Al-wadiah merupakan prinsip simpanan murni dan pihak yang menyimpan atau menitipkan kepada pihak yang menerima titipan untuk dimanfaatkan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan, titipan harus dijaga dan dipelihara oleh pihak yang menerima titipan, dan titipan dapat diambil sewaktu waktu pada saat dibutuhkan oleh pihak yanag menitipkannnya, dalam akad syariah alwadiah dapat menawarkan produk perbankan yang telah dikenal oleh masyarakat luas yaitu giro dan tabungan. Kedua produk ini dapat ditawarkan menggunakan akad al-wadiah,yaitu giro wadiah dan tabungan wadiahyang akan dibahas lebih dalam dimakalah ini.

(3)

2

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI WADI’AH

Pengertian wadi’ah menurut al-syarwani sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa dari segi etimologi (bahasa) sebagai berikut:

“Wadi’ah secara bahasa adalah barang yang diletakkan atau diserahkan kepada orang lain untuk dijaga,wadi’ah berasal dari kata wadu’a, yada’u, yang berarti ketika berada di suatu tempat,karana barang yang berada di tempat orang yang dititipi, ada yang mengatakan wadi’ah berasal dari kata ‘al-da’ah’ yang berarti istirahat, barang tersebut berada di tempat penyimpanan atau tempat peristirahatan milik orang yang menerima titipan,”1

Al-wadiah dalam bahasa dapat diartikan sebagai meninggalkan, meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara dan dijaga dari aspek tekhnis wadiah dapat diartkan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lainnya, baik individu maupun badan hukum yg harus dijaga dan dikembalikan kapan saaja si penitip kehendaki.. Al- wadiah menurut bahasa berasal dari kata al-wadu yang berarti meninggalkan. Wadiah brarti meninggalkan.wadiah berarti barang 2

Sedangkan secara terminology, ada dua definisi al-wadi’ah yang dikemukakan pakar fiqih.3

Firman Allah Swt.:

اَهِلْهَأ ٰ ىَلِإ ِٰتاَناَمَ ْلْا اوُّدَؤُت ْٰنَأ ْٰمُك ُرُمْأَي َّٰللَا ّٰنِإ

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,”(An Nisa:58) 4

1 Imam mustofa, sebagaimana dikutip oleh al-Syarwani,Fiqih Mu’amalah

Kontemporer,(Jakarta:PT Raja Grafindo persada,2016),h.179

2 Heri sudarsono, bank dan lembaga keuangan syariah, descripsi dan ilustrasi Yogyakarta: ekonisia,2013) hlm 67

3 Nasrun Haroen,Fiqh Muamalah,(Tanggerang:Gaya Media Prantama,2007),h.244 4 Sulaiman Rasjid,Fiqih Islam,(Bandung: PT Sinar Baru Algensindo,1986),h.330

(4)

3

Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu ataupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.

1. Titipan wadi’ah yad Amanah

Secara umum wadi’ah adalah titipan murni dari pihak penitip yang mempunyai barang /asset kepada pihak penyimpan yang diberi amanah/kepercayaan, baik individu maupun badan hukum. Tempat barang yang dititipkanharus dijaga dari kerusakan, kerugian, keamanan, dan keutuhannya.dan dikrmbalikan kapan saja penyimpan menghendaki.5

2. Titipan wadi’ah yad Dhamanah

Dari prinsip yad al-amanah “tangan amanah” kemudian berkembang prinsip yadh-dhamanah “tangan penanggung” yang berarti bahwa pihak penyimpan bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang/aset titipan.

Hal ini berarti bahwa pihak penyimpan atau custodian adalah trustee yang sekaligus guarantor ‘penjamin’ keamanan barang/aset yang dititipkan.6

Pengertian Wadi`ah menurut Syafii Antonio (1999) adalah titipan murni dari satu pihak kepihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip mengkehendaki. Menurut Bank Indonesia (1999) adalah akad penitipan barang/uang antara pihak yang mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan barang/uang.7

5 Ascarya,Akad Dan Produk Bank Syariah,(Depok: PT Raja Grafindo Persada,2007),h.42 6 Ibid.,h.43

7 Kurniawaty Fitri dan Rinda Yulianti, jurnal ekonomi,” TINJAUAN FAKTOR PENYEBAB DORMANT ACCOUNT (STUDI

(5)

4

B. DASAR HUKUM WADI’AH

Menitipkan dan menerima titipan hukumnya boleh (ja’iz) bahkan disunahkan bagi orang yang dapat dipercaya dan mengetahui bahwa dirinya mampu menjaga barang titipan. Dasarnya adalah Al-Qur’an, Hadist dan Ijma’

1. Dasar Al-Qur’an

Yaitu Qs, an Nisaa’/4.58 sebagai berikut: “sesungguhnya allah menyuruh kammu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya

2. Dasar hadist

Yaitu hadist riwayat abu daud dan tirmidzi sebagai berikut: “sampaikanlah amanat kepada orang yang member amanat kepadamu dan janganlah kamu menghiyanati orang yang menghiyanatimu

3. Dasar dari ijma

Yaitu ulama sepakat deperbolehkannya wadi’ah. Ia termasuk ibadah sunah. Dalam kitab mubdi disebutkan: “ijma” dalam setiap masa memperbolehkan wadi’ah dalam kitab ishfah disebut ulama sepakat bahwa wadiah termasuk ibadah sunah dan menjaga barang titipan itu mendapatkan pahala 8

Hukum menerima wadi’ah :

a. Sunat, bagi orang yang pecaya kepada dirinya bahwa dia sanggup menjaga titipan yang diserahkan kepadanya. Memang menerima titipan adalah sebagian dari tolong-menolong yang dianjurkan oleh agama islam. Hukum ini (sunat) apabila ada orang lain yang dapat dipatuhi; tetapi kalau tidak ada yang lain, hanya dia sendiri, ketika itu ia wajib menerima titipan yang dititipkan kepadanya.

b. Haram, apa bila dia tidak kuasa atau tidak sanggup menjaganya sebagaimana mestinya, karena seolah-olah ia membukakan pintu untuk kerusakan atau lenyapnya barang yang dititipkan itu.

c. Makruh, yaitu bagi orang yang dapat menjaganya,tetapi ia tidak percaya kepada dirinya; boleh jadi di kemudian hari hal itu akan

8 Heri sudarsono, bank dan lembaga keuangan syariah, descripsi dan ilustrasi Yogyakarta: ekonisia,2013) hlm 70

(6)

5

menyebabkan dia berkhianat terhadap barang yang dititipikan kepadanya.9

Salah satu prinsif yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi adalah dengan menggunakan prinsif titipan. Adapun akad yang sesuai dengan prinsif ini ialah al-wadi’ah. Al-wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.10

4. RUKUN WADI’AH

Kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa rukun wadi’ah ada dua, yaitu ijab dan Kabul. Ijab ini dapat berupa pernyataan untuk menitikan, seperti pernyataan “aku titipkan barang ini kepadamu” atau pernyataan yang lain yang menunjukan ada maksud untuk menitipkan barang kepada orang lain. Kemudian Kabul berupa pernyataan yang menunjukan penerimaan untuk menerima amanah titipan.

Mayoritas ulama berpendapat sebagaimana kalangan syafi’iyah, bahwa rukun wadi’ah ada empat, yaitu dua pihak yang berakad, barang yang dititipkan, ijab dan Kabul. Pihak yang menitipkan dan yang menerima titipan harus orang yang cakap hukum. Berkaitan dengan syarat sighah, penerimaan atau Kabul dapat berupa jawaban atau isyarat dengan diam.11

Menurut pasal 413 ayat (1) rukun wadi’ah terdiri atas: a. Muwaddi/penitip

b. Mustauda/penerima titipan. c. Wadi’ah bih/harta titipan. d. Akad.12

Menurut Syafi’iyah al-wadi’ah memiliki tiga rukun, yaitu:

a) Barang yang dititipkan, syarat barang yang dititipkan adalah barang atau benda itu merupakan sesuatu yang dapat dimiliki menurut syara’.

9 Ibid.,h.330

10 Muhammad Syafi’I Antonia,Bank Syariah,(Jakarta:Gema Insane,2001),h.148

11 Ibid.,h.182

(7)

6

b) Orang yang menitipkan dan yang menerima titipan,disyaratkan bagi penitip dan penerima titipan sudah baligh, berakal, serta syarat-syarat lain yang sesuai dengan syarat-syarat berwakil.

c) Shigat ijab dan Kabul al-wadi’ah, disyaratkan pada ijab Kabul ini dimengerti oleh kedua belah pihak, baik dengan jelas maupun samar.13

Akan tetapi, jumhur ulama fiqh mengatakan bahwa rukun al-wadi’ah ada tiga, yaitu: (a) orang yang berakad; (b) barang titipan, dan (c) shighat ijab dan qabul, baik secara lafal atau melalui tindakan. Rukun pertama dan kedua yang dikemukakan jumhur ulma ini, menurut ulama hanafiyah termasuk syarat, bukan rukun.14 Akad

wadi’ah adalah akad percaya-mempercayai. Oleh karena itu, yang menerima wadi’ah tidak perlu mengantinya apabila barang yang diwadi’ahkan hilang atau rusak. Kecuali apabila rusak karena ia lalai atau kurang penjagaan, berarti tidak dijaga sebagaimana mestinya.

Peringatan:

Apabila seseorang yang menyimpan wadi’ah sudah begitu lama sehingga ia tidak tahu lagi di mana atau siapa pemiliknya dan dia sudah pula berusaha mencari dengan secukupnya, namun tidak juga didapatkan keterangan yang jelas, maka barang itu boleh dipergunakan untuk kepentingan untuk umat islam dengan mendahulukan yang lebih penting dari yang penting.15

5. SYARAT WADI’AH

kalangan syafi’iyah, bahwa rukun wadiah ada empat yaitu, dua pihak yang berakat, barang yang dititipkan, ijab dan Kabul. Pihak yang menitipkan dan pihak yang menerima titipan harus orang yang cakap hukum. Berkaitan dengan sighah, penerimaan atau Kabul dapat berupa jawaban atau isyarat dengan diam.

13 Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2013),h.183 14 Ibid.,h.246

(8)

7

Kompliasi hukum ekonoomi syariah pasal 370 menyebuutkan rukun wadiah adalah 1) muwaddi’/penitipan 2) mustauda/ penerimaan titipan 3) wadiah bih/ harta titipan 4) akad.

Masing-masing rukun diatas mempunyai syarat. Menurut kalagan halafiyah, para pihak yang berakat harus berakal, oleh karena itu, akad wadiah yang dilakukan oleh orang yang tidak beraakal tidak sah. Hanya dalam akad wadiah tidak di syaratkan baligh bagi yang berakat. Berkaitan dengan ijab dan Kabul, syarat yang harus dipenuhi adalh jika ada ijab dan Kabul harus dengan ucapan atau tindakan, baik eplisit maupun implisit.

Sementara menurut kalangan hambaliyah, syarat dalam akad syarat dalam akat wadiah sama dengan akad wakalaah, yaitu pihak yang melakukan akadb harus berakal, baligh dan cakap hukum. Sementara barang yang dititipkan adalah barang mayoritas ulama mengenai syarat wadiah senada dengan pendapat halambiyah ini.16

Veithzal rifai dan arviyah arifin dua orang teoritis, dan sekaligus praktis, dalam bidang lembaga keuangan syariah memaparkan syarat-syarat wadiah sebagai berikut:

1. Syarat punya barang dan orang yang menyimpan : 2. pemillikbarang dan orang yang menyimpan hendaklah : 3. sempurna akal pikiran

4. pintar yakni mempunyai sifat rasyid

5. tetapi tidak disyaratkan cukup umur atau baligh. Orang yang belum baligh hendaklah terlebih dahhulu mendapat izin dari penjaganya untuk mengendalikan alwadiah

6. pemilik baarang dan orang yang menyimpan tidak tunduk pada perorangan saja. Ia juga boleh dari sebuah badan korporasi seperti yayasan, perusahaan dan lain-lain

7. syarat barng yang

16 Imam mustofa, fiqih muamalah kontemporer(Jakarta: PT RAJA GRAVINDO PERSADA, 2016) Hal 182-183

(9)

8

8. barang yang disimpan hendaklah boleh dikendalikan oleh orang yang menyimpan

9. barang yang disimpan hendaklah tahan lama

10. jika barang yang disimpan itu tidak boleh tahan lama orang menyimpan boleh menjual setelah mendapat izin dari pengadilan dan uang hasil penjualan disimpan hingga sampai waktu penyerahan balik kepada yang punya .

KHES pasal 317 menyebutkan syarat bagi para pihak yang melaksanakan wadiah haarus cakap hukum. Sementara terkaid dengan barang yang dititipkan disebutkan pada pasal 372, yaitu barang dapat dikuasai dan dapat diserah terimakan.

Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin dua orang teoretisi dan sekaligus praktisi dalam bidang lembaga keuangan syariah melemparkan syarat-syarat wadi’ah sebagai berikut:

1) Syarat punya barang dan orang yang menyimpan: a. Pemilik barang dan orang yang menyimpan hendaklah:

a.) Sempurnakan akal pikiran.

b.) Pintar yakni mempunyai sifat rusyd.

c.) Tetepi tidak disyaratkan cukup umur atau balig. Orang yang belum baligh hendaklah terlebih dahulu mendapatkan izin dari penjaganya untuk mengendalikan al-wadi’ah.

b. Pemilik barang dan orang yang menyimpan tidak tunduk pada perorangan saja. Ia juga boleh dari sebuah badan korporasi seperti yayasan, perusahaan, bank, dan lain sebagainya.

2) Syarat barang

a. Barang yang disimpan hendaklah boleh dikendalikan oleh orang yang menyimpan.

b. Barang yang disimpan hendaklah tahan lama.

c. Jika barang yang disimpan itu tidak boleh tahan lama orang menyimpan boleh menjual setelah mendapat izin dari pengadilan dan uang hasil

(10)

9

penjualan disimpan hingga sampai waktu penyerahan balik kepada yang punya.

KHES pada pasal 371 menyebutkan syarat bagi para pihak yang melaksanakan wadi’ah harus cakap hukum. Sementara terkait dengan barang yang dititipkan disebutkan pada pasal berikutnya, pasal 372, yaitu barang harus dapat dikuasai dan diserahterimakan.17

6. KETENTUAN WADI’AH

a. Kewajiban menerima wadi’ah

Dijelaskan oleh Sulaiman Rasyid bahwa hukum menerima benda-benda titipan ada empat macam, yaitu sunat, haram, wajib, dan makruh, secara lengkap dijelaskan sebagai berikut:

a) Sunat, disunatkan menerima titipan bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia sanggup menjaga benda-benda yang dititipkan kepadanya. Al-wadi’ah adalah salah satu bentuk tolong-menolong yang diperintahkan oleh Allah dalam Alquran,tolong-menolong secara umum hukumnya sunnat. Hal ini dianggap sunnat menerima benda titipan ketika ada orang lain yang pantas pula untuk menerima titipan.

b) Wajib, diwajikan menerima benda-benda titipan bagi seseorang yang percaya bahwa dirinya sanggup menerima dan menjaga benda-benda tersebut, sementara orang lain tidak ada seorang pun yang dapat dipercaya untuk memelihara benda-benda tersebut.

c) Haram, apabila seseorang tidak kuasa dan tidak sanggup memelihara benda titipan. Bagi orang seperti ini diharamkan menerima benda-benda titipan sebab dengan menerima benda-benda-benda-benda titipan, berarti memberikan kesempatan (peluang) kepada kerusakan atau hilangnya benda-benda titipan sehingga akan menyulitkan pihak yang menitip. d) Makruh, bagi orang yang percaya kepada dirinya sendiri bahwa dia

mempu menjaga benda-benda titipan, tetapi dia kurang yakin (ragu) pada kemampuannya, maka bagi orang seperti ini dimakruhkan

(11)

10

menerima benda-benda titipan sebab dikhawatirkan dian akan berkhianat terhadap yang menitipkan dengan cara merusak benda-benda titipan atau menghilangkannya.18

b. Cara menjaga wadi’ah

Tanggung jawab menyimpan wadi’ah adalah amanah. Wadi’ah ialah barang yang disimpan itu hendaklah dijaga seperti berikut.

a) Diasingkan dari barang-barang milik orang lain, yaitu tida dicampur antara barang yang disimpan supaya dapat diketahui man di antaranya milik orang tertentu.

b) Tidak digunakan.

c) Tidak dikenakan upaya bagi penjaganya.

Apabila wadi’ah yang dijaga sebagaimana dijelaskan di atas hilang, rusak atau musnah bukan karena kelalaian orang yang menyimpan, maka ia tidak diwajibkan mengganti. Namun, apabila tidak dijaga sebagaimana mestinya maka hal keadaan tanggung jawab menyimpannya berubah dari amanah kepada dammah yang bermakna ia wajib diganti apabila hilang,rusak atau musnah.19

Adapaun karakteristik, jumlah dan jangka waktu penitipan dana diatur sebagai berikut :

1) Bank Indonesia dapat menerima penitipan dana dari Bank atau UUS dengan menggunakan prinsip Wadiah.

2) Sebagai bukti penitipan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). 3) Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas penitipan dana

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang diperhitungkan pada saat jatuh waktu.20

18 Ibid.,h.184 19 Ibid.,h.185

20Bambang Murdadi,dalam jurnal,” MENGUJI KESYARIAHAN AKADWADIAH PADA PRODUK BANK SYARIAH”,Vol.5,No.1,September2015-Febuari 2016.

(12)

11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah diketahui devinsi wadiah, maka dapat dipahmi bahwa yang dimaksud adalah penitipan, yaitu akad seseorang kepada orang lain dengan menitipkan benda untuk dijaga secara layaak, apabila ada kerusakan pada benda titipan tidak wajib menggantinya. Tetapi bila disebabkan oleh kelalaian maka diwajibkan menggantinya.

Orang merasa mampu dan sanggup menerima barang titipan adalah sangat baik dan mengandung nilai ibadah yang mendapat pahala disamping mempunyai nilai social yang tinggi. Hukkum wadiah atau barang titipan itu ada 4 yaitu: sunah, wajib dan makruh. Penerima titipan harus menjaga ditempat terjaga yang standar atau sesuai barang tersebut secara uruf sebagai hartanya harus djaga, dengan berlakunya wadiaah dalam masayrakat bisa diwujudkan keadaan berikut:

A. Mewjudkan masyarakat yang amanah Karena wadiah mengajarkan agar dapat menjalankan amanah

B. Terciptanya tali silaturahmi karena yang memberi amanah merasa terbantu dan yang diberi amanah akan mendapat pahala dan perbuatannya tersebut yang bernilai ibadah tolong menolong dalam hal ini sangat disenangi Allah swt.

(13)

12

DAFTAR PUSTAKA

Ascarya. 2013. Akad dan produk Bank syariah,Jakarta: Rajawali Pers.

Bambang Murdadi,dalam jurnal,MENGUJI KESYARIAHAN AKADWADIAH PADA PRODUK BANK SYARIAH, Vol.5 No.1 September 2015-Februari 2016.

Heri sudarsono, bank dan lembaga keuangan syariah, descripsi dan ilustrasi Yogyakarta: ekonisia,2013)

Hendi Suhendi. 2013.Fiqh Muamalah,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Imam Mustofa.2016.Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kurniawaty Fitri dan Rinda Yulianti, Jurnal Ekonomi,TINJAUAN FAKTOR PENYEBAB DORMANT ACCOUNT (STUDI KASUS BANK SYARIAH MANDIRI CABANG PEKANBARU), Volume 20, Nomor 4 Desember 2012.

Muhammad Syafi’I Antonio.2001.Bank Syariah, Jakarta: Gema Insane.

Mardani.2012.Fiqih Ekonomi Syariah, Jakarta: Prenada Media Group.

Nurul Huda, Mohamad Heykal .2010. Lembaga Keuangan Islam, Jakarta: Prenada Media Group.

Nasrun Haroen.2007.Fiqih Muamalah,Jakarta: Gaya Media Pratama.

Referensi

Dokumen terkait

Instalasi CSSD melayani semua unit di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, mulai dari proses perencanaan, penerimaan barang, pencucian, pengemasan &

ABSTRAK: Pada zaman yang telah modern ini masyarakatnya mulai melupakan budaya setempat dan lebih condong kepada budaya luar dengan alasan budaya setempat sudah ketinggalan zaman

Tabela 7: Število samozaposlitev po občinah v obdobju 2001 – 2004 Oddelek za prestrukturiranje RTH, 2006 Tabela 8: Število prezaposlitev in samozaposlitev skupaj po občinah v

Putusan hakim berupa rehabilitasi diberikan kepada pecandu yang melakukan tindak pidana pada Pasal 127 ayat (1) tidak menjadi acuan SEMA 4 Tahun 2010 disebutkan surat

Selain itu, dilakukan uji PGPB dari lima isolat bakteri terpilih yang memiliki kemampuan sebagai antagonis Phytophthora sp., pelarut fosfat, dan pereduksi kitin.. Hasil

Prinsip kerja dari multistage graph adalah menemukan jalur terpendek dari source ke sink dari beberapa kemungkinan jalur atau menemukan jalur untuk sampai ke sink dengan

yang melatarbelakangi remaja perempuan di kota Pangkalpinang melakukan aborsi dilihat dari.. perspektif tindakan sosial

Pada penelitian ini variabel bebasnya terdiri dari dana pihak ketiga, financing to deposit ratio dan tingkat bagi hasil, sedangkan variabel terikatnya adalah pembiayaan