PIHAK KETIGA DALAM ASURANSI
A. Pengertian dan Dasar Hukum Pihak Ketiga dalam Perjanjian Asuransi
Dalam asuransi terdapat istilah Tanggung Jawab Hukum terhadap pihak ketiga atau selanjutnya disebut TJH III. Istilah TJH III dapat dijumpai khususnya di salah satu jenis asuransi, yaitu Asuransi Tanggung Jawab Hukum yang merupakan salah satu jenis dari asuransi kerugian.
Asuransi Tanggung Jawab Hukum adalah suatu pertanggungan dimana penanggung akan membayar ganti rugi sejumlah nilai, karena tertanggung secara hukum wajib membayar kerugian keuangan yang diderita seseorang (pihak ketiga) akibat adanya kelalaian yg dilakukan oleh tertanggung.
Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam kontrak Asuransi Tanggung Jawab Hukum ini adalah :
1. Tuntutan ganti rugi hanya akan dibayarkan oleh penanggung berdasarkan keputusan pengadilan dan bukan berdasarkan keputusan persetujuan bersama antara tertanggung dengan pihak lain.
2. Tidak ada batasan kepada siapa saja pertanggungan ini berlaku, jadi apabila tertanggung melakukan kelalaian dan menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga, tidak peduli orang tersebut kaya atau miskin, pejabat atau buruh, orang pribumi atau asing maka pertanggungan tersebut tetap berlaku.
3. Bahwa tindakan tersebut haruslah merupakan suatu kecelakaan, walaupun dalam batas batas tertentu dapat dilakukan untuk tuntutan diluar kecelakaan.
4. Dasar pertanggungan dari asuransi tanggung jawab hukum tidak lagi
didasarkan pada “caused by accident” akan tetapi lebih kepada “for any occurance” yang menimbulkan tuntutan hukum.43
Pasal 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian menyatakan Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.44
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menyatakan Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
43 Anonim, “ asuransi tanggung gugat”, dalam
http://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/119/asuransi-tanggung-gugat, diakses pada 3 Januari 2015.
44
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan,
biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Badan yang menyalurkan risiko disebut Tertanggung, dan badan yang menerima risiko disebut Penanggung. Perjanjian antara kedua badan ini disebut Kebijakan. Kebijakan ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung untuk risiko yang ditanggung disebut Premi. Ini biasanya ditentukan oleh penanggung untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya administratif, dan keuntungan.
Asuransi pada umumnya menurut Pasal 264 KUHD menentukan, bahwa asuransi dapat diadakan tidak hanya untuk kepentingan sendiri, melainkan juga untuk kepentingan orang ketiga (voor rekening van een derde). Hal ini dapat terjadi berdasarkan atas suatu kuasa umum atau khusus, yang diberikan oleh orang ketiga itu, atau dapat terjadi diluar pengetahuan orang ketiga tersebut.
Jika seorang bertindak atas nama orang yang berkepentingan, maka kejadian ini adalah hal yang biasa saja dan orang itu bertindak sebagai kuasa, dan dalam hal ini ia tunduk pada aturan-aturan mengenai pemberian kuasa (lastgeving) sehingga bukanlah ia sendiri yang terikat kepada penanggung, akan tetapi adalah orang yang berkepentingan sendiri.
Berhubungan dengan ini, hukum asuransi atau pertanggungan mengenal suatu bentuk yang menunjukkan suatu keganjilan (keanehan) bahwa orang yang bertidak untuk kepentingan orang lain yang karena itu mengadakan perjanjian pertanggungan untuk kepentingan dari orang yang sesungguhnya mempunyai kepentingan, dalam pada itu ia tetap mengikat dirinya sendiri dan berfungsi sebagai pihak tertanggung terhadap penaggung.
Bentuk yang demikian itu oleh undang-undang dikenal dengan nama
“pertanggungan untuk tanggungan orang ketiga (verzekering voor rekening van een derde)”. Istilah “tanggungan” ini terdapat pada Pasal-Pasal 250, 256 sub 2, 264, dan 267 KUHD, yang boleh dikatakan kurang tepat, oleh karena soalnya bukanlah atas tanggungan siapa perjanjian diadakan, akan tetapi justru tentang untuk kepentingan siapakah perjanjian itu diadakan. Sehingga istilah yang lebih tepat dipakai untuk bentuk ini ialah seperti apa yang disebut didalam Pasal 265 KUHD : Pertanggungan untuk Kepentingan Pihak Ketiga.
Bentuk pertanggungan ini sudah dikenal sejak zaman dahulu, demikian menurut Mr. T.J. Dorhout Mees, terutama mengenai pertanggungan untuk dan/atau jiwa orang lain. Cara mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga ditetapkan oleh undang-undang yaitu dalam Pasal 265 KUHD :
1. Berdasarkan pemberian kuasa (lastgeving)
2. Diluar pengetahuan dari orang yang berkepentingan.
Perbedaan yang utama di antara kedua cara itu ialah mengenai sahnya perjanjian apabila orang yang berkepentingan itu sendiri telah lebih dulu mempertanggungkan kepentingannya itu di tempat lain.
Tetapi apabila sebaliknya, pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga dibuat tanpa pemberian kuasa atau diluar pengetahuan orang berkepentingan, maka pertanggungan batal dengan tidak mengingat waktu dalam mana perjanjian pertanggungan itu diadakan apabila dan sejauh mana kepentingan yang sama oleh orang yang berkepentingan atau oleh seorang pihak ketiga atas kuasanya telah dipertanggungkan pada saat sebelum dia menerima pemberitaan tentang pertanggungan yang dibuat diluar pengetahuannya.
Pada pertanggungan untuk pihak ketiga tidak perlu untuk menyebutkan nama orang yang berkepentingan itu sama sekali. Akan tetapi, yang menjadi syarat penting adalah bahwa polis haruslah menyebutkan secara tegas apakah pertanggungan diadakan berdasarkan pemberian kuasa atau diluar pengetahuan oleh orang yang berkepentingan. Syarat ini harus tegas disebutkan walaupun tidak diberikan sanksi secara tegas.
Sehingga dari keterangan-keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak ketiga adalah pihak yang disebutkan secara tegas di dalam polis dan jika tidak disebutkan didalam polis secara tegas, maka tertanggung dianggap telah mengadakan pertanggungan untuk dirinya sendiri.
B. Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga dalam Asuransi dan Kedudukan
Hukum Pihak Ketiga dalam Asuransi
Secara umum, dikenal beberapa jenis asuransi salah satunya asuransi kerugian. Dalam asuransi kerugian dikenal pula beberapa jenis asuransi kerugian yaitu Asuransi Tanggung Jawab.
Asuransi Tanggung Jawab adalah jenis asuransi yang menutup risiko tanggung gugat dari member (pihak tertanggung) asuransi itu.45 Risiko yang ditutup menanggung kewajiban untuk membayar ganti kerugian (indemnity) terhadap pihak lain, dimana dia terikat dalam suatu perjanjian yang diakibatkan terjadinya cedera janji atau tidak ditepatnya isi perjanjian.
Cedera janji ini menimbulkan kerugian pihak lain dimana dia terikat suatu perjanjian dengan mereka (contractual liability) atau timbulnya tuntutan membayar ganti rugi oleh pihak lain yang tidak ada hubungan hukum sebelumnya diantara mereka. jenis asuransi memberikan jaminan perlindungan kepada tertanggung terhadap risiko yang timbul karena adanya tuntutan dari pihak lain (pihak ketiga) sehubungan dengan aktifitas personal/perusahaan milik tertanggung.
Produk asuransi tanggung jawab tidak terlepas dari Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga. Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga adalah kewajiban menurut polis yang harus dipenuhi tertanggung terhadap pihak ketiga, apabila risiko-risiko yang dijamin oleh polis menyebabkan pihak ketiga tersebut mengalami kerugian.
45
Sugiyanto, Hukum Asuransi Maritim- Proctection & Indemnity, Jakarta, Salemba Humanika, 2009, hal. 22.
Hal yang dijamin oleh Asuransi Tanggung Jawab adalah kewajiban tertanggung membayar ganti rugi atau kompensasi atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Ganti rugi atau kompensasi diberikan kepada pihak ketiga sehubungan dengan kerusakan harta benda, cedera badan, kerugian financial, atau kehilangan keuntungan yang dideritanya.
Dalam setiap asuransi selalu ada evenemen dan akibat yang ditimbulkannya adalah kerugian. Evenemen tersebut bergantung pada jenis asuransi yang diadakan. Dalam asuransi tanggung jawab, evenemen adalah perbuatan melawan hukum. Akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut adalah kerugian bagi orang lain.
Menurut ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, “tiap perbuatan melawan
hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.46 Pasal ini merupakan pasal yang paling populer berkaitan dengan perbuatan melawan hukum untuk mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan akibat perbuatan melanggar hukum tersebut.
Tanggug jawab untuk melakukan pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang mengalami kerugian tersebut baru dapat dilakukan apabila orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut adalah orang yang mampu bertanggung jawab secra hukum (tidak ada alasan pemaaf).
Secara teoritis, dikatakan bahwa tuntutan ganti kerugian berdasarkan
46
alasan perbuatan melanggar hukum baru dapat dilakukan apabila memenuhi 4 unsur, yaitu:
1. Ada perbuatan melanggar hukum 2. Ada kerugian
3. Ada hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melanggar hukum
4. Ada kesalahan.47
Sesuai dengan sifat evenemen, maka perbuatan melawan hukum itu harus tidak dapat diduga dan tidak diharapkan terjadi.
Jika perbuatan nelawan hukum karena disengaja untuk menimbulkan kerugian bagi orang lain (pihak ketiga), penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian. Hal ini diatur dalam Pasal 276 KUHD. Menurut ketentuan pasal tersebut, tidak ada kerugian yang disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri menjadi beban penanggung. Bahkan, penanggung tetap berhak atas premi yang sudah diterimanya atau menuntut pelunasannya jika dia sudah mulai menjalani risiko.
Kepentingan merupakan syarat mutlak untuk dapat mengadakan kontrak asuransi. Ketiadaan Kepentingan menyebabkan kontrak asuransi ilegal, atau batal demi hukum. Kepentingan merupakan hak hukum bagi seseorang untuk mengasuransikan subject-matter of insurance (objek pertanggungan) karena
47
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 97.
adanya hubungan atau kepentingan keuangan yang diakui hukum antara tertanggung dengan objek pertanggungan.48
seseorang dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila ia menderita kerugian keuangan akibat kehilangan atau kerusakan atas obyek yang diasuransikan tersebut. Hal itu disebabkan, apabila seseorang yang tidak mempunyai kepentingan terhadap suatu obyek asuransi dapat mengasuransikan obyek tersebut, maka akibatnya tanpa mengalami kerugian pun, orang tersebut tetap akan mendapat ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang tidak dikehendaki menimpa obyek yang dimaksud. Itulah mengapa kepentingan merupakan syarat mutlak untuk mengadakan perjanjian asuransi.
Pihak ketiga sendiri merupakan pihak yang disebutkan secara tegas di dalam polis dan jika tidak disebutkan didalam polis secara tegas, maka tertanggung dianggap telah mengadakan pertanggungan untuk dirinya sendiri.
Kedudukan hukum pihak ketiga tergantung pada peristiwa yang dihadapi, misalnya pada peristiwa kecelakaan kendaraan bermotor, kedudukan hukum pihak ketiga adalah sebagai korban dari kecelakaan tersebut, sedangkan dalam sewa menyewa rumah kedudukan hukum pihak ketiga adalah pemilik rumah sewa yang mengalami kerugian.
Contoh: Badu menyewa sebuah rumah mewah milik Adi. Karena takut akan peristiwa yang tidak diinginkan yang menyebabkan rumah tersebut rusak atau berkurang nilainya, maka Badu mengasuransikan rumah tersebut untuk pihak ketiga yaitu Adi.
48
Merujuk dari contoh diatas, kedudukan hukum pihak ketiga (Adi) yaitu sebagai pemilik dari rumah tersebut. Jadi, ketika peristiwa yang tidak dinginkan akibat kelalaian Badu menyebabkan kerusakan atau berkurangnya nilai dari rumah tersebut, maka Adi yang kedudukan hukumnya selaku pemilik rumah tersebut menuntut ganti rugi atas kerugian yang dialaminya.
C. Hak Pihak Ketiga dalam Memperoleh Ganti Kerugian
Menurut hukum (hukum adat maupun KUHPrdt), seseorang berkewajiban memberi ganti rugi bila melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) yang dengan demikian mengakibatkan orang lain menderita kerugian.
Kewajiban seseorang untuk mengganti kerugian tidak hanya berdasarkan atas suatu perbuatan melanggar hukum, tetapi juga dapat berdasarkan atas tidak melaksanakan suatu perjanjian atau kontrak.
Pasal 1365 KUHPrdt menyatakan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Merujuk pada isi Pasal 1365 KUHPrdt, pihak ketiga berhak memperoleh ganti kerugian sesuai dengan kerugian yang dideritanya.
Penerbitan Ganti kerugian yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga terhadap obyek yang diasuransikan terlebih dahulu harus diketahui penyebabnya, dan penyebabnya tersebut haruslah dijamin oleh polis.
Jika terjadi suatu musibah/malapetaka yang menimbulkan kerusakan/kerugian atas obyek pertanggungan, tetapi kemudian ketika
mengajukan klaim kepada penanggung ternyata kerugian tersebut tidak mendapat ganti rugi dari penanggung, hal ini mencerminkan bahwa jaminan asuransi yang dibeli tertanggung tidak sesuai dengan yang dibutuhkannya atau terjadi hal-hal yang menyebabkan klaim tidak dibayar.
Terdapat beberapa kemungkinan penyebab suatu klaim yang diajukan tertanggung ditolak oleh penanggung, antara lain:
1. Kesalahan Pengisian Surat Permohonan Penutupan Asuransi (SPPA)
Sebagaimana disebutkan terdahulu bahwa calon tertanggung harus mengisi SPPA, dimana dalam SPPA disebutkan bahwa pernyataan calon tertanggung adalah benar dan akurat.SPPA merupakan salah satu pertimbangan penanggung dalam menerima permintaan penutupan asuransi oleh tertanggung. Kesalahan pengisian SPPA, baik disengaja maupun tidak, yang sifatnya sedemikian rupa sehingga mempengaruhi penerimaan risiko maupun penentuan kondisi/persyaratan polis dan suku premi, memberikan hak penanggung untuk menolak tanggung jawab dalam hal terjadi klaim.49
Oleh sebab itu calon tertanggung harus sangat berhati-hati dalam pengisian SPPA. Dalam hal ini bantuan pialang asuransi diperlukan karena pialang asuransi adalah professional pada bidangnya yang bertindak untuk dan atas nama tertanggung.
2. Keterlambatan Membayar Premi
49 Anonim, “surat permohonan penutupan asuransi”, dalam
Pada polis lazimnya disebutkan bahwa dengan syarat premi telah dibayar sesuai schedule yang ditetapkan, penanggung bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi sesuai ketentuan polis. Dengan kata lain, walaupun kerugian yang terjadi risikonya dijamin polis tetapi jika premi tidak dibayar sesuai waktu yang ditetapkan, penanggung berhak menolak klaim. Oleh sebab itu, kewajiban utama bagi tertanggung adalah membayar premi tepat waktu.
Pada beberapa polis bahkan disebutkan dengan tegas ketentuan mengenai pembayaran premi ini, yaitu:
a. Pembayaran premi dapat dilakukan dengan cara tunai, cek, bilyet giro, transfer atau dengan cara lain yang disepakati.
b. Penanggung dianggap telah menerima pembayaran premi, pada saat:
1) Diterimanya pembayaran tunai, atau
2) Premi bersangkutan tercatat pada rekening Bank penanggung, atau 3) Penanggung secara tertulis menyetujui adanya pelunasan premi.50
Jika premi tidak dibayar sesuai dengan ketentuan yang diatur, penanggung dibebaskan dari semua tanggung jawab atas kerugian dan atau kerusakan yang terjadi atau biaya yang timbul dari padanya atau bahkan dinyatakan bahwa polis menjadi batal. Selain itu juga terdapat polis yang menyatakan bahwa tanggung jawab penanggung baru berlaku jika premi telah dibayar oleh tertanggung.
50 Anonim, “surat permohonan penutupan asuransi”, dalam
3. Kondisi Awal
Jika atas suatu klaim yang diajukan ternyata dapat dibuktikan merupakan kerusakan/kerugian akibat suatu kondisi yang telah ada (Pre Existing Conditions) saat pengajuan permohonan asuransi, penanggung dapat menolak klaim yang diajukan.
Ini sejalan dengan fungsi asuransi yaitu menerima pengalihan risiko. Jika suatu kejadian adalah akibat hal-hal yang sebelumnya telah diketahui pasti terjadi, maka itu bukan suatu risiko karena risiko diartikan sebagai suatu kejadian yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang dan jika memang terjadi dapat menimbulkan kerusakan/kerugian.
Misalnya dalam asuransi jiwa yang tidak dilakukan pemeriksaan dokter sebelumnya, biasanya dalam polis dicantumkan suatu waktu tertentu misalnya 6 bulan atau 12 bulan, penanggung tidak bertanggung jawab atas sakit/kehilangan jiwa tertanggung karena penyakit tertentu yaitu jenis penyakit yang tidak datang dengan tibatiba (melalui proses lama) misalnya penyakit jantung, penyakit paru -paru, HIVdan lain-lain. Jadi seorang tertanggung yang sakit/meninggal karena penyakit jantung dalam waktu 3 bulan setelah membeli polis, penanggung menolak klaim karena penyakit jantung merupakan pre existing condition.
4. Penyebab kerugian tidak dijamin/dikecualikan polis
Penanggung dapat menolak klaim jika kerusakan/keugian yang terjadi: a. Tidak disebabkan oleh atau akibat dari risiko yang dijamin, misalny
(PSAKI) yang menjamin risiko kebakaran, peledakan, sambaran petir, kejatuhan pesawat terbang, dan kerusakan/kerugian karena asap. Sedangkan klaim yang diajukan adalah kerusakan/kerugian karena banjir.
b. Penyebab kerusakan/kerugian adalah risiko yang dikecualikan polis misalnya:
1) Polis asuransi kendaraan bermotor mengecualikan kerusakan/kerugian yang disebabkan kendaraan digunakan untuk menarik atau mendorong kendaraan atau benda lain, memberi pelajaran mengemudi, turut serta dalam perlombaan, latihan, penyaluran hobi kecakapan atau kecepatan, karnaval, pawai, kampanye, unjuk rasa, melakukan tindak kejahatan, kelebihan muatan dari kapasitas kendaraan dan sebagainya.
2) Polis asuransi kebakaran mengecualikan pencurian dan atau kehilangan pada saat dan setelah terjadinya peristiwa, kerusakan/kerugian akibat tindakan sengaja tertanggung, wakil tertanggung atau pihak lain atas perintah tertanggung atau kesengajaan pihak lain dengan sepengetahuan tertanggung, kecuali dapat dibuktikan bahwa hal tersebut terjadi di luar kendali tertanggung.51
5. Keterlambatan Laporan Klaim
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa dalam polis diatur waktu pelaporan klaim misalnya:
51 Anonim, “surat permohonan penutupan asuransi”, dalam
a. Polis standar asuransi kebakaran indonesia (PSAKI) menyatakan bahwa jika terjadi kerusakan/kerugian harus segera memberitahukan penanggung dan kemudian dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender setelah itu memberikan keterangan tertulis.
b. Polis Standar Kendaraan Bermotor Indonesia (PSKBI) menyebutkan bahwa laporan harus dilakukan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kalender sejak terjadinya kerugian dan atau kerusakan;
Jika klaim diajukan melewati waktu yang diatur pada polis, penanggung dapat menolak klaim bersangkutan karena adanya pelanggaran ketentuan polis, dalam hal ini tentang laporan klaim.
6. Kadaluwarsa Pengurusan Klaim
Jika klaim telah dilaporkan/diajukan tetapi tidak dilanjutkan pengurusannya dalam waktu yang ditentukan polis, maka penanggung berhak menolak ganti rugi. Pada polis asuransi kebakaran disebutkan bahwa:
a. Tertanggung kehilangan hak ganti rugi jika tidak mengajukan keberatan secara tertulis maupun melakukan penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau tindakan hukum lainnya dalam waktu 6 bulan sejak penanggung menolak klaim, atau
b. Tertanggung kehilangan hak untuk mendapatkan ganti rugi lebih besar jika tidak mengajukan keberatan secara tertulis maupun melakukan penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau tindakan hukum lainnya dalam waktu 3 bulan sejak penanggung menetapkan jumlah ganti rugi.
Peristiwa yang mengakibatkan kerugian terjadi di luar periode asuransi.Hal ini sering terjadi karena tertanggung tidak menyadari bahwa polis sudah berakhir dan lupa atau terlambat memperpanjang polis bersangkutan.Terdapat polis yang dimulai dan diakhirinya pada tengah hari pada tanggal tertentu misalnya 30 Agustus 2012 – 30 Agustus 2013. Jika suatu kebakaran terjadi pada tanggal 30 Agustus pada pukul 13.00 penanggung menolak klaim karena jangka waktu polis telah berakhir pada pukul 12.00.
Untuk memperoleh ganti rugi, selain harus membuktikan adanya suatu kejadian yang menyebabkan kerugian, tertanggung juga harus dapat memberikan dokumen pendukung atas klaim bersangkutan. Jenis dokumen ini tentu tergantung dari jenis asuransinya maupun jenis risikonya misalnya pada asuransi kebakaran selain diperlukan kwitansi-kwitansi pembelian dari barang yang terbakar karena tersambar petir juga diperlukan surat keterangan dari otoritas Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Pada asuransi kesehatan diperlukan kwitansi dokter dan/atau pembelian obat-obatdan sebagainya. Jika klaim tidak didukung dengan dokumen yang lengkap dan benar, akan mempengaruhi jumlah ganti rugi yang dibayar atau bahkan klaim ditolak sama sekali.
Kerusakan/kerugian akibat pelanggaran peraturan perundang-undangan oleh tertanggung, tidak dijamin polis, misalnya:
1. Pada asuransi harta benda: sebuah bangunan dibangun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku (salah rancangan/faulty design, pekerjaan yang kurang baik/bad workmanship dan lain-lain)
2. Pada asuransi kendaraan bermotor: dikendarai melalui jalan terlarang atau pengendara tidak memiliki Surat Izin Pengemudi (SIM) dan lain-lain.
Agar tertanggung mempunyai hak menerima ganti rugi dalam hal terjadi musibah, tertanggung harus telah melaksanakan kewajiban yang disebutkan dalam polis, tidak saja yang tercantum pada kondisi/persyaratan polis. Misalnya, memberitahu penanggung jika terjadi perubahan yang meningkatkan risiko, dan memperhatikan warranty yang berlaku, mislanya menjamin bahwa barang-barnag yang mudah terbakar tidak disimpan dekat dengan proses produksi, tetapi juga dalam hal terjadi musibah yang menimbulkan kerusakan/kerugian, tertanggung harus menjaga barang yang tersisa sedemikian rupa seolah-olah barang tersebut tidak diasuransikan. Jika tertanggung tidak memenuhi kewajiban tersebut, penanggung dapat menolak klaim yang diajukan, baik sebagian maupun seluruhnya.
Disamping hal-hal yang disebutkan diatas, masih terdapat kemungkinan lain dimana penanggung menolak klaim yang diajukan tertanggung, baik seluruhnya atau sebagian. Oleh sebab itu, disamping tertanggung harus