• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN

B. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

15

Pihak yang terkait dengan perjanjian pemborongan dapat dibedakan menjadi pihak yang terkait secara langsung dan pihak yang tidak terkait secara langsung. Pihak yang tidak tekait secara langsung seperti buruh/tenaga kerja dan lain sebagainya. Mengenai pihak-pihak yang langsung terkait dalam perjanjian pemborongan itu disebut dengan peserta dalam perjanjian pemborongan menurut Djumialdji terdiri dari unsur-unsur:

1. Yang memborongkan/prinsipil/bouwheer/aanbesteder/pemberi tugas dan lain sebagainya.

2. Pemborong/kontraktor/rekanan/aannemer/pelaksana dan sebagainya. 3. Perencana/arsitek.

4. Direksi/pengawas16

Unsur-unsur dari para pihak yang tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Yang memborongkan

Pihak yang memborongkan dapat berupa perorangan ataupun badan swasta. Bagi proyek pemerintah, yang memborongkan adalah departemen atau lembaga pemegang mata anggaran. Yang memborongkan yang mempunyai rencana atau prakarsa memborongkan proyek sesuai dengan Surat Perjanjian Pemborongan atau Kontrak dan apa yang tercantum dalam bestek dan syarat-syarat.17 16 Ibid., hlm.23 17 Ibid., hlm.24

Si pemberi tugas dalam pelaksanaan pemborongan tersebut dapat diwakili oleh direksi yang bertugas mengawasi pelaksanaan pekerjaan, dalam hal ini dapat ditunjuk seorang arsitek atau seorang utusan yang berwenang untuk melakukan. Dalam pemborongan pekerjaan umum yang dilakukan oleh instansi pemerintah, direksi lazim, ditunjuk dari instansi yang berwenang, biasanya dari instansi pekerjaan Umum atas dasar penugasan ataupun perjanjian kerja.18

1) Apabila Yang Memborongkan adalah pemerintah dan pemborong juga pemerintah, maka hubungannya disebut hubungan kedinasan.

Hubungan antara Yang Memborongkan dengan Pemborong dapat berupa:

2) Apabila Yang Memborongkan dari pemerintah sedangkan pemborong dari pihak swasta, hubungannya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja, atau surat perjanjian kerja/kontrak.

3) Apabila Yang Memborongkan maupun Pemborong keduanya merupakan pihak swasta, maka hubungannya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja, atau surat perjanjian kerja/kontrak.

Hubungan antara pemberi tugas dengan perencana dapat berupa:

a) Pemberi tugas dari pemerintah dan perencana juga dari pemerintah, maka hubungannya berwujud kedinasan.

b) Pemberi tugas dari pemerintah atau swasta, perencana berasal dari pihak swasta yang bertindak sebagai penasihat pemberi tugas, hubungannya dituangkan ke dalam perjanjian melakukan jasa-jasa tunggal.

c) Apabila pemberi tugas dari pemerintah atau swasta, dengan perencana swasta yang bertindak sebagai wakil pemberi tugas maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792-1819 KUH Perdata).

Tugas dari pemberi tugas yaitu:

(1) Memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan pemborong (2) Menerima hasil pekerjaan

18

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1982) hlm.68

(3) Membayar harga bangunan.19 b. Pemborong

Pemborong bertindak melakukan pemborongan bangunan sesuai dengan

bestek dan syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam kontrak. Dalam melaksanakan pekerjaan pemborongan si pemborong dalam pekerjaan sehari-hari dapat menguasakan pekerjaan tersebut kepada pelaksana (uitvoerder).20

1) Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bestek

Pemborong bisa berupa perusahaan-perusahaan yang bersifat perorangan yang berbadan hukum atau yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pemborongan pekerjaan. Tugas pemborong adalah:

2) Menyerahan pekerjaan. 21

Pemborong yang melaksanakan kegiatan dibidang usaha jasa konstruksi diwajibkan untuk memperoleh izin Menteri Pekerjaan Umum atau Pejabat yang ditunjuk, Izin tersebut adalah Surat Izin Jasa Konstruksi (SIUJK).

c. Perencana

Perencana adalah pihak yang menyusun rencana bangunan, membuat

bestek sesuai kehendak dari si pemberi pekerjaan. Tugas perencanaan dalam pemborongan pekerjaan dilakukan oleh seorang ahli yaitu arsitek. Pada fase perencanaan pekerjaan sebelum terjadinya kontrak pemborongan pekerjaan, perencanaan pada umumnya diserahkan kepada seorang arsitek. Arsitek di sini berfungsi sebagai penasehat bagi pemberi tugas, dan bertugas menyusun rencana

19

Djumialdji 2, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1995), hlm.8

20

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit., hlm.69

21

bangunan, menyusun bestek anggaran sesuai yang dikehendaki oleh pemberi tugas untuk dilaksanakan oleh pemborong. Untuk pemborongan yang dilakukan melalui pelelangan, arsitek selaku wakil dari pemberi tugas mewakili pemberi tugas melakukan pengumuman, menyampaikan undangan, memberikan penjelasan-penjelasan tentang pekerjaan dan syarat-syarat pembangunan, serta mempersiapkan kontrak pemborongan bangunan.22

1) Menyusun rencana pekerjaan. Di sini arsitek bertindak sebagai penasehat dari pemberi tugas dan belum bertindak sebagai wakil dari pemberi tugas, sehingga belum ada unsur perwakilan di sini. Dalam praktek kemungkinan terjadi bahwa rencana pekerjaan ini diserahkan pada konsultan.

Tugas dari arsitek dalam proses pemborongan bangunan dapat dibagi atas tingkatan-tingkatan sebagai berikut:

2) Membantu proses pelelangan pekerjaan dan proses terjadinya perjanjian, disini arsitek bertindak sebagai wakil dari pemberi tugas. Pada fase pelelangan, bertugas melakukan pengumuman, memberikan undangan, memberikan penjelasan-penjelasan dan menyusun rencana perjanjian. 3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan yang dilakukan pemborong.

Di sini arsitek bertugas sebagai direksi, mewakili pemberi tugas melakukan pengawasan terhadap pekerjaan pemborong.23

d. Direksi

Direksi di dalam perjanjian pemborongan pekerjaan mempunyai tugas untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan pemborong. Pengawas memberi petunjuk-petunjuk, memborongkan pekerjaan, memeriksa bahan-bahan, waktu pembangunan berlangsung dan akhirnya membuat penilaian terhadap pekerjaan.

Pengawasan pelaksanaan berarti mewakili yang memborongkan dalam segala hal yang menyangkut pelaksanaan yaitu memberi pimpinan dan

22

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit., hlm.75

23

mengadakan pengawasan dalam pelaksanaan pekerjaan. Hubungan hukum antara direksi dengan Yang Memborongkan diatur sebagai berikut:

1) Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut dengan hubungan kedinasan.

2) Apabila direksi pihak swasta sedangkan yang memborongkan pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa, dimana yang memberi kuasa pihak yang memborongkan (pemerintah) sedangkan yang diberi kuasa adalah pihak direksi atau swasta.

3) Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa.24

Pengawas lapangan adalah pengawas yang bertugas melakukan pengawasan di lapangan. Tugas pengawasan lapangan adalah sebagai berikut:

a) Melakukan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan proyek di lapangan agar sesuai dengan ketentuan dokumen kontrak dan syarat-syarat spesifikasi teknis.

b) Melaksanakan pengawasan dan memberikan petunjuk kepada pihak kontraktor/pelaksana dan menjaga hasil pelaksanaan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis dan jadwal waktu yang telah ditentukan sepanjang kegiatan yang diaksanakan dalam kontrak.

c) Membuat laporan teknis kemajuan dan hambatan di lapangan baik secara harian maupun mingguan kepada direksi teknis pekerjaan proyek.25

Selain pengawasan di lapangan, juga dikenal pengawas teknis. Pengawas teknis mempunyai tugas:

(1) Melaksanakan penelitian dan pengecekan lapangan atas kebenaran dan hasilnya dituangkan kedalam berita acara kemajuan fisik dan berita acara pembayaran.

(2) Memeriksa lapangan yang diserahkan oleh pemborong.

(3) Buku harian yang berisi catatan lengkap atas kejadian dan kenyataan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan dan telah ditandatangani oleh pengawas lapangan kontraktor harus disimpan oleh direksi teknis.

(4) Menghitung biaya-biaya pekerjaan permanen yang diserahkan oleh kontraktor.26 24 Djumialdji 1, Op.Cit., hlm.34 25 Ibid.

Pasal 1 Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 12 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa juga menyebutkan pihak yang terdapat di dalam pengadaan barang dan jasa, pihak tersebut adalah:

(a) Pengguna barang dan jasa, yaitu pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang dan /atau jasa milik Negara/Daerah di masing-masing Kementerian/Lembaga/Satuan Perangkat Daerah/Instansi lainnya.

(b) Pengguna Anggaran (PA), yaitu pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Perangkat Daerah atau pejabat yang disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD.

(c) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), yaitu pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh kepala daerah untuk menggunakan APBD.

(d) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yaitu pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

(e) Pejabat Pengadaan, yaitu personil yang ditunjuk untuk melaksanakan pengadaan langsung.

(f) Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institsi lain (APIP), yaitu apart yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.

26

(g) Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/pekerjaan konstruksi/jasa Konsultansi/Jasa lainnya.

Para pihak yang terdapat di dalam Pasal 1 Peraturan Menteri BUMN PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaa Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, tidak sebanyak yang diatur di dalam Perpres, para pihak yang diatur yaitu:

[1] Pengguna Barang dan Jasa, adalah BUMN pemilik pekerjaan.

[2] Penyedia Barang dan jasa, adalan badan usaha, termasuk BUMN, badan hukum, atau orang perseorangan/subjek hukum yang kegiatan usahanya menyediakan barang dan jasa.

[3] Anak Perusahaan adalah anak Perusahaan BUMN yang sahamnya minimum 90% dimiliki oleh BUMN.

Dokumen terkait