• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

ANTARA

PT.PLN (PERSERO) AREA PAYAKUMBUH DENGAN CV.CARMEL

DALAM HAL PENYEIMBANGAN BEBAN TRAFO

(STUDI PADA PT.PLN (PERSERO) AREA PAYAKUMBUH)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat

untuk memperoleh gelar sarjana hukum

OLEH:

NIM: 100200322 FREZI WIDIANINGSIH

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA PT.PLN (PERSERO) AREA PAYAKUMBUH DENGAN CV.CARMEL DALAM HAL PENYEIMBANGAN BEBAN TRAFO

(STUDI PADA PT.PLN (PERSERO) AREA PAYAKUMBUH) SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat

untuk memperoleh gelar sarjana hukum

OLEH:

NIM: 100200322 FREZI WIDIANINGSIH

DISETUJUI OLEH

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

NIP: 196603031985081001 Dr. H. Hasim Purba,SH.,M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. H. Hasim Purba,SH.,M.Hum

NIP: 196603031985081001 NIP: 196101181988031001

Zulkifli Sembiring,SH.,MH

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

NAMA : FREZI WIDIANINGSIH

NIM : 100200322

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI :

“PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

ANTARA PT.PLN (PERSERO) AREA PAYAKUMBUH DENGAN

CV.CARMEL DALAM HAL PENYEIMBANGAN BEBAN TRAFO (STUDI

PADA PT.PLN (PERSERO) AREA PAYAKUMBUH)”

Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak

merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti ditemukan dikemudian hari skripsi tersebut adalah

ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab

saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau

tekanan dari pihak manapun.

Medan, April 2014

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadiat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat serta hidayat-Nya kepada kita semua khususnya kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat beriring salam tidak lupa penulis sampaikan kepada junjungan

Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan kepada

zaman yang penuh ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.

Skripsi penulis ini berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan

Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal

Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)”,

diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syarifuddin, S.H, M.H., D.F.M selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak M.Husni S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

(5)

Penulis yang telah memberikan pengarahan dan nasehat kepada penulis

selama masa perkuliah.

5. Bapak Dr.Hasim Purba, S.H, M.Hum selaku ketua Departemen Jurusan

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus

sebagai Dosen Pembimbing I Penulis yang telah banyak meluangkan

waktu dan membantu membimbing penulis.

6. Bapak Zulkifli Sembiring, SH, MH sebagai Dosen Pembimbing II Penulis

yang telah banyak meluangkan waktu dan membantu membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen serta staf pegawai Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan

administrasi selama penulis mengikuti masa perkuliahan.

8. Secara khusus rasa terimakasih penulis sampaikan kepada yang penulis

sayangi ayahanda Azwardi, Ibunda Nelti Sulastri, adinda Santy Khairani

dan si bungsu Taufik Neldi, Kakek Sy.St.Bagindo, dan seluruh anggota

keluarga yang penulis sayangi dan hormati berkat dukungan, perhatian,

dan doa yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaian skripsi ini.

9. PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dan CV.Carmel yang telah

membantu penulis melakukan riset.

10.Teman-teman yang penulis sayangi yang telah mendukung dan

memotivasi penulis selama menulis skripsi ini, Wildayanti, Elly Syafitri

Harahap, Robert, Herbert, Andrevin, Emma Sidjabat, Mutiara Parwita,

(6)

Hutabarat, Anastasya MS, Dwi Susilawati, Syahariska Dina, Arija Br

Ginting, Solatiya, dan teman-teman lain yang namanya tidak bisa penulis

sebutkan satu per satu.

11.Terimakasih juga kepada Gally Angga Ananta yang telah banyak

membantu dan memotivasi penulis selama penulisan skripsi.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam

skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar dapat menjadi acuan penulis dalam karya berikutnya. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2014

Hormat Penulis

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 10

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Metode Penelitian ... 11

F. Keaslian Penulisan ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN A. Pengertian Perjanjian Pemborongan Pekerjaan ... 17

B. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan ... 21

C. Cara Memborongkan Pekerjaan ... 29

D. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan ... 40

(8)

BAB III PEMBUATAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

ANTARA PT.PLN (PERSERO) DENGAN CV.CARMEL

A. Proses Penawaran Kerjasama Pemborongan Pekerjaan ... 48

B. Penyusunan Perjanjian Kerjasama Pemborongan Pekerjaan ... 55

C. Hak Dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama Pemborongan

Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel ... 59

D. Objek Perjanjian Kerjasama Pemborongan Pekerjaan antara PT.PLN

(Persero) dengan CV.Carmel ... 66

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

ANTARA PT.PLN (PERSERO) DENGAN CV.CARMEL DALAM HAL

PENYEIMBANGAN BEBAN TRAFO

A. Kepastian Hukum dalam Pelaksanaan Pemborongan Pekerjaan ... 69

B. Penerapan Asas Itikad Baik dalam Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan

Pekerjaan ... 77

C. Kendala dan Penyelesaian Permasalahan yang Timbul dalam Pelaksanaan

Perjanjian Pemborongan Pekerjaan... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA

(9)

ABSTRAK

Frezi Widianingsih*

Dr. H. Hasim Purba,SH.,M.Hum** Zulkifli Sembiring,SH.,MH ***

Perusahaan Listrik Negara (PT.PLN) yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di dalam pelaksanaan kegiatannya terkadang juga membutuhkan kerjasama dengan pihak lain sehingga dibutuhkan perjanjian-perjanjian. Perjanjian pemborongan ini dilaksanakan antara PT.PLN (Persero) selaku pemberi tugas dan pihak swasta selaku pemborong. Tujuan dibuatnya perjanjian pemborongan ini adalah untuk penyeimbangan beban trafo distribusi PT.PLN (Persero). Suatu perjanjian akan membawa kepastian hukum dan menjadi undang-undang bagi pihak yang membuatnya. Perjanjian pemborongan yang dibuat juga harus memperhatikan asas-asas hukum perjanjian yang ada. Dari perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat akan menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Skripsi ini berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi Pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)”. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah perjanjian pemborongan yang dibuat oleh PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel sudah menjamin kepastian hukum, bagaimana penerapan asas itikad baik di dalam kontrak, dan bagaimana penyelesaian permasalahan apabila terjadi sengketa di dalam perjanjian pemborongan pekerjaan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV.Carmel.

Penelitian ini dilakukan di PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh menggunakan metode normatif deskriptif, melalui kepustakaan dan penelitian lapangan. Metode kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan materi skripsi dan penelitian lapangan dilakukan dengan cara wawancara dengan pihak PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian pemborongan pekerjaan belum memenuhi kepastian hukum karena anatomi kontrak kurang lengkap yaitu tidak ditandatanganinya kontrak oleh pihak PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh. Itikad baik dalam pelaksanaan kontrak sudah terpenuhi karena tidak ditemukan kendala, namun dari segi hak dan kewajiban masih terdapat ketidakseimbangan dan penyelesaian sengketa diawali dengan musyawarah apabila tidak terjadi kesepakatan maka dilakukan dengan cara arbitrase, apabila masih belum tercapai kesepakatan maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui jalur pengadilan.

Kata Kunci: Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

*Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.

(10)

ABSTRAK

Frezi Widianingsih*

Dr. H. Hasim Purba,SH.,M.Hum** Zulkifli Sembiring,SH.,MH ***

Perusahaan Listrik Negara (PT.PLN) yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di dalam pelaksanaan kegiatannya terkadang juga membutuhkan kerjasama dengan pihak lain sehingga dibutuhkan perjanjian-perjanjian. Perjanjian pemborongan ini dilaksanakan antara PT.PLN (Persero) selaku pemberi tugas dan pihak swasta selaku pemborong. Tujuan dibuatnya perjanjian pemborongan ini adalah untuk penyeimbangan beban trafo distribusi PT.PLN (Persero). Suatu perjanjian akan membawa kepastian hukum dan menjadi undang-undang bagi pihak yang membuatnya. Perjanjian pemborongan yang dibuat juga harus memperhatikan asas-asas hukum perjanjian yang ada. Dari perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat akan menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Skripsi ini berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi Pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)”. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah perjanjian pemborongan yang dibuat oleh PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel sudah menjamin kepastian hukum, bagaimana penerapan asas itikad baik di dalam kontrak, dan bagaimana penyelesaian permasalahan apabila terjadi sengketa di dalam perjanjian pemborongan pekerjaan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV.Carmel.

Penelitian ini dilakukan di PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh menggunakan metode normatif deskriptif, melalui kepustakaan dan penelitian lapangan. Metode kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan materi skripsi dan penelitian lapangan dilakukan dengan cara wawancara dengan pihak PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian pemborongan pekerjaan belum memenuhi kepastian hukum karena anatomi kontrak kurang lengkap yaitu tidak ditandatanganinya kontrak oleh pihak PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh. Itikad baik dalam pelaksanaan kontrak sudah terpenuhi karena tidak ditemukan kendala, namun dari segi hak dan kewajiban masih terdapat ketidakseimbangan dan penyelesaian sengketa diawali dengan musyawarah apabila tidak terjadi kesepakatan maka dilakukan dengan cara arbitrase, apabila masih belum tercapai kesepakatan maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui jalur pengadilan.

Kata Kunci: Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

*Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan dari Negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah

memajukan kesejahteraan umum. Guna mencapai tujuan tersebut, pemerintah

terus melakukan berbagai bentuk pembangunan baik dari segi fisik maupun segi

non fisik. Pembangunan itu dilakukan semata-mata untuk mewujudkan

masyarakat yang adil dan makmur, oleh karena itu setiap pembangunan harus

dapat dinikmati hasilnya oleh seluruh Rakyat Indonesia. Kegiatan pembangunan

yang dilakukan pemerintah dapat berupa pengadaan barang dan jasa, non

pengadaan, sertapembangunan sarana dan prasana.

Pembangunan sarana oleh pemerintah diwujudkan dalam berbagai bentuk.

Salah satu bentuk dari pembangunan yang dilaksanakan tersebut berupa

pembangunan proyek-proyek sarana, prasarana, yang berwujud pembangunan dan

rehabilitasi jalan-jalan, jembatan, pelabuhan, irigasi, saluran-saluran air,

perumahan rakyat, maupun perkantoran-perkantoran dan sebagainya.1

Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah termasuk juga di bidang

kelistrikan. Pemerintah menyediakan listrik bagi masyarakat, dan kegiatan

1

(12)

pembangunan diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut, baik itu membangun

pembangkit listrik, ataupun membangun jaringan-jaringan listrik. Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) yang melakukan kegiatan usahanya untuk melayani

kepentingan masyarakat luas di bidang listrik adalah PT Perusahaan Listrik

Negara (PLN) Persero, selaku perusahaan dengan sifat usaha tertentu yang

melaksanakan tugas khusus guna mencapai fungsi kesejahteraan umum yang juga

menjadi tujuan Bangsa Indonesia. Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh PT.PLN

(Persero) diantaranya adalah penyediaan tenaga listrik, baik berupa pembangkit

tenaga listrik, penyaluran tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, perencanaan dan

pembangunan sarana penyedia listrik, serta jasa ketenagalistrikan lainnya.

Peraturan yang mengatur mengenai pengadaan barang dan jasa sudah

beberapa kali mengalami perubahan. Peraturan-peraturan mengenai pengadaan

barang/jasa oleh pemerintah yang berlaku saat ini adalah Peraturan Presiden

(Perpres) No. 54 Tahun 2010, Perpres No. 35 Tahun 2011 (Perubahan Pertama),

dan Perpres No. 70 Tahun 2012 (Perubahan Kedua), serta diatur pula dalam

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dengan peraturan

pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2000. Sedangkan

peraturan mengenai pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh BUMN, berlaku

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2008

tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha

Milik Negara serta perubahannya No. PER15/MBU/2012.Peraturan menteri

tersebut digunakan untuk kegiatan pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh

(13)

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD). Perjanjian pengadaan barang dan jasa termasuk dalam perjanjian

pemborongan yang terdapat di dalam KUH Perdata yaitu pasal 1601, 1601b, dan

1604 sampai 1616.

PT.PLN (Persero) dalam melaksanakan kegiatannya ada kalanya tidak

bekerja sendiri, PT.PLN (Persero) pada umumnya melibatkan pihak kedua, baik

itu selaku penyedia barang dan jasa, pemborong dan lain-lain. Hal utama yang

harus dilakukan sebelum pelaksanaan jasa konstruksi yang melibatkan pihak lain

tersebut adalah membuat perjanjian (kontrak). Perjanjian dibutuhkan untuk

menuangkan kehendak dari para pihak secara tertulis dan mencapai kesepakatan

mengenai kegiatan yang ingin dilaksanakan. Tahapan yang harus dilakukan

terlebih dahulu sebelum membuat perjanjian pemborongan pekerjaan adalah

pemilihan penyedia barang dan jasa. Perjanjian pemboronganpekerjaan yang

dibuat oleh PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV.Carmel dilakukan

melalui tahapan penunjukan langsung. PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh

mengundang calon penyedia barang dan jasa (CV.Carmel). Setelah dilakukan

proses penawaran dan negosiasi, PT.PLN (Persero) kemudian menetapkan

CV.Carmel sebagai pemborong dalam melaksanakan kegiatan penyeimbangan

beban trafo, setelah itubarulah pihak PT.PLN (Persero) membuat Surat

Penunjukan Jasa Langsung (perjanjian pemborongan) yang di dalamnya terdiri

atas pasal-pasal yang berkaitan dengan pekerjaan yang akan dilakukan.

Perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat harus memperhatikan

(14)

membuat suatu perjanjian. Asas dalam perjanjian berfungsi untuk membatasi para

pihak agar tidak menyimpang dari nilai-nilai yang seharusnya. Asas tersebut

diantaranya adalah asas kebebasan berkontrak, asas itikad baik, asas

konsensualisme, dan asas pacta sunt servanda.

Universitas Sumatera Utara Open Course Ware bagian Kenotariatan

menyebutkan bahwa, asas kebebasan berkontrak yang terdapat di dalam pasal

1338 ayat (1) KUHPerdata, berkaitan dengan bentuk dan isi perjanjian. Makna

kebebasan berkontrak adalah setiap orang bebas untuk menentukan dengan siapa

ia akan mengikatkan dirinya, isi dan bentuk perjanjian yang akan dibuat, serta

pilihan hukum yang akan digunakan. Asas kebebasan berkontrak bukan berarti

para pihak dapat dengan leluasa bebas menuangkan segala kemauannya di dalam

kontrak, kebebasan berkontrak tetap harus memenuhi beberapa ketentuan, yaitu

kontrak tersebut memenuhi syarat sebagai suatu kontrak, tidak dilarang oleh

Undang-Undang, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, dan sepanjang kontrak

tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.2

Asas itikad baik menurut pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, dinyatakan

bahwa suatu kontrak haruslah dilaksanakan dengan iktikad baik (goeder trouw,

bona fide). Rumusan dari pasal 1338 ayat (3) tersebut mengindikasikan bahwa

sebenarnya iktikad baik bukan merupakan syarat sahnya suatu kontrak

sebagaimana syarat yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata. Unsur itikad

baik dalam hal pembuatan suatu kontrak dapat dicakup oleh unsur sebab yang

2

(15)

halal dari pasal 1320 KUHPerdata. Dengan demikian, dapat saja suatu kontrak

dibuat dengan iktikad baik, tetapi justru dalam pelaksanaannya misalnya

dibelokkan kearah yang merugikan salah satu pihak atau merugikan pihak ketiga.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kontrak tersebut bertentangan dengan

iktikad baik.3

Asas konsensualisme maksudnya adalah bahwa suatu kontrak sudah sah

dan mengikat ketika tercapai kata sepakat. Jadi, dengan adanya kata sepakat,

kontrak tersebut pada prinsipnya sudah mengikat dan sudah mempunyai akibat

hukum, sehingga mulai saat itu juga sudah timbul hak dan kewajiban diantara

para pihak. Dengan demikian, pada prinsipnya syarat tertulis tidak diwajibkan

untuk suatu kontrak. Kontrak lisan pun sebenarnya sah-sah saja menurut hukum.

Akan tetapi terhadap beberapa jenis kontrak disyaratkan harus dibuat dalam

bentuk tertulis, atau bahkan harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat tertentu,

sehingga disebut dengan Kontrak Formal. Ini adalah merupakan perkecualian dari

prinsip umum tentang asas konsensualitas.4

3

Ibid.

4

Ibid.

Asas pacta sunt servanda juga tercantum dalam pasal 1338 KUHPerdata,

menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Setiap pihak harus tunduk

(16)

Perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat oleh PT.PLN (Persero)

Area Payakumbuh dengan CV. Carmel, pada bagian penutupnyayaitu pasal 14

terdapat klausul yang menyatakan bahwa:

“Perjanjian ini ditandatangani oleh Para Pihak di Payakumbuh, dibuat rangkap 4 (empat) masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang berlaku yang mana 3 (tiga) rangkap untuk pihak pertama dan 1 (satu) rangkap untuk pihak kedua, dan setalah dibubuhi materai yang cukup dan ditandatangani kedua belah pihak”.

Pada kenyataannya, tidak kedua belah pihak menandatangani perjanjian

tersebut, perjanjian tersebut hanya ditandatangani oleh pihak pemborong saja,

yaitu direktur dari CV.Carmel.

Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan

kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala

timbul sengketa di kemudian hari.5 Perjanjian yang dibuat secara tertulis juga

menjadi bukti terhadap adanya hubungan hukum. Tanda tangan menjadi simbol

dari curahan hati dan pikiran yang telah dipikirkan matang oleh orang yang

membuat perjanjian tersebut, sehingga pada akhirnya ia sepakat untuk mengikuti

segala ketentuan yang telah dirundingkan sebelumnya dengan pihak lain, sebagai

syarat sahnya sehingga perjanjian tersebut sah sebagai salah satu bentuk

perikatan.6

Yahya Harahap di dalam bukunya Hukum Acara Perdata menyatakan

bahwa suatu surat yang memuat pernyataan atau kesepakatan yang jelas dan

5

Slide pilihan hukum dalam kontrak bisnis.pdfhttp://ocw.usu.ac.id/course/download/10500000010-hukum-perusahaan/ diakses pada

11 Oktober 2013 pukul 12.30 WIB

6

(17)

terang, tetapi tidak ditandatangani ditinjau dari segi hukum pembuktian, tidak

sempurna sebagai surat atau akta sehingga tidak sah dipergunakan sebagai alat

bukti tulisan. Apabila surat tersebut merupakan pernyataan sepihak, harus

ditandatangani orang yang membuat pernyataan, dan apabila merupakan

kesepakatan kedua belah pihak mesti ditandatangani dua belah pihak.7

7

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2004) hlm.560

Perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat oleh PT.PLN (Persero)

Area Payakumbuh dengan CV.Carmel meskipun tidak ditandatangani oleh pihak

PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh selaku pihak pemberi kerja, tetapi tetap

dilaksanakan oleh CV.Carmel. Pelaksanaan tersebut dapat menimbulkan

ketidakpastian hukum bagi pihak pemborong, apabila terjadi masalah di kemudian

hari, terutama di dalam pembuktian di pengadilan, dan bisa saja merugikan salah

satu pihak. Karena sudah dengan jelas tercantum di dalam pasal 14 pada

perjanjian pemborongan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan

CV.Carmel disebutkan bahwa “Perjanjian ini ditandatangani oleh para pihak di

Payakumbuh, dibuat rangkap empat masing-masing mempunyai kekuatan hukum

yang berlaku yang mana tiga rangkap untuk pihak pertama dan satu rangkap untuk

pihak kedua dan setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak dan dibubuhi

materai yang cukup”. Kekuatan hukum yang tercantum di dalam klausul pasal 14

diiringi dengan kata-kata “setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak”, tetapi

pada kenyataannya PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh tidak ikut

(18)

Isi kontrak juga memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak

dan kewajiban para pihak dicantumkan bertujuan agar masing-masing pihak

mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya dan dapat menilai apakah

pihak lainnya telah melaksanakan hak dan kewajibannya, atau malah tidak

melakukan kewajiban sebagaimana mestinya. Di dalam perjanjian pemborongan

pekerjaan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV.Carmel

ditemukan bahwa di dalam pasal 2 yang berjudul “Hak dan Tanggung Jawab Para

Pihak dalam Pelaksanaan Surat Penunjukan Jasa Langsung (SPJL)”, tidak

mencantumkan hak dari para pihak sama sekali meskipun judul pasalnya

dituliskan hal demikian, yang terdapat di dalam pasal tersebut adalah

larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh pihak kedua dalam melaksanakan

kontrak.Dan apabila dilihat dari keseluruhan isi pasal, pasal-pasal yang terdapat di

dalam kontrak lebih banyak menerangkan mengenai hal-hal yang harus dilakukan

oleh pihak kedua (CV.Carmel). Hal itu membuat pihak pemborong menanggung

beban tanggungjawab yang lebih banyak dibandingkan pihak yang

memborongkan.

Ketidakseimbangan tanggung jawab tersebut, dapat dikaitkan dengan asas

itikad baik dalam kontrak. Pada dasarnya, itikad baik bermakna bahwa satu pihak

harus memperhatikan kepentingan pihak lainnya di dalam kontrak. Itikad baik di

dalam kontrak tidak hanya berperan di dalam pelaksanaan kontrak saja, tetapi juga

pada saat penandatanganan dan tahap pra-kontrak. Itikad baik tersebut tidak hanya

dilihat dari para pihak dalam melaksanakan kontrak saja, tetapi juga dari nilai-niai

(19)

yang penting dalam hukum kontrak. Namun pada saat ini, pengertian mengenai

itikad baik masih berbeda-beda, perbedaan itu dapat dilihat dari waktu, orang,

maupun tempat.8

B. Rumusan Permasalahan

Itikad baik itu juga berperan dalam masa sebelum

ditandatanganinya kontrak, oleh karena itu perlu dikaji mengapa masih ada

ketidakseimbangan hak dan kewajiban di dalam kontrak, meskipun setelah

terjadiya perundingan sebelum membuat kontrak.

Menyadari adanya masalah dan pentingnya penyelesaian masalah tersebut,

maka penulis akan membahas lebih lanjut mengenai perjanjian pemborongan

tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Pelaksanaan Perjanjian

Pemborongan Pekerjaan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan

CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi Pada PT.PLN

(Persero) Area Payakumbuh)”.

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah perjanjian pemboronganpekerjaan antara PT. PLN (Persero) Area

Payakumbuh dengan CV. Carmel sudah menjamin kepastian hukum bagi

kedua belah pihak?

2. Bagaimanakah penerapan asas itikad baik dalam perjanjian pemborongan

pekerjaan tersebut?

3. Apa kendala dalam pelaksanaan perjanjian tersebut dan bagaimana cara

mengatasinya?

8

(20)

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah perjanjian pemborongan pekerjaan antara PT.

PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV. Carmel sudah menjamin

kepastian hukum bagi kedua belah pihak

2. Untuk mengetahui penerapan asas itikad baik dalam perjanjian

pemborongan pekerjaan tersebut

3. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian

tersebut dan bagaimana cara menyelesaikannya

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini dapat dilihat dari dua

sisi yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dunia pendidikan dan

akademisi khususnya. Untuk menambah literatur dalam bidang hukum

perdata pada umumnya dan perjanjian pemborongan pekerjaan sehingga

dapat lebih mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan

(21)

pemborongan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian

pemborongan pekerjaan.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali

itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum

tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

pemasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.9

1. Jenis Penelitian

Bahan-bahan atau data yang diperlukan dalam skripsi ini, penulis peroleh

dengan melakukan penelitian hukum dengan menggunakan cara-cara atau

metode-metode tertentu sebagai berikut:

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif

yang bersifat deskriptif. Normatif maksudnya penelitian dilakukan dengan

menggunakan dan mengelola data sekunder. Adapun sifat dari penulisan

skripsi ini adalah deskriptif yaitu menggambarkan secara sistimatis dan jelas

dimana penulis melakukan penelitian termasuk survey ke lapangan untuk

memperoleh data.

2. Sumber Data

9

(22)

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data

sekunder yaitu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yang

diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer

Yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan

oleh pihak-pihak yang berwenang yakni berupa Undang- Undang,

Peraturan Pemerintah, dan lain-lain.

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan dari buku hukum yang memberi penjelasan

mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian dan pendapat

dari pakar hukum. Termasuk juga semua dokumen yang merupakan

informasi atau merupakan kajian berbagai media seperti koran,

majalah, artikel-artikel yang dimuat di berbagai website di internet.

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk, maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a. Penelitian Kepustakaan (library Research) yaitu meneliti sumber

sumber bacaan yang berhubungan dengan permasalahan dalam

skripsi ini, seperti buku-buku hukum, majalah hukum, artikel-artikel,

peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, pendapat

(23)

b. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang

dilakukan pada dalam bentuk studi kasus. Penulis melakukan studi

kasus terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan

perjanjian pemborongan pekerjaan, untuk melengkapi bahan yang

diperoleh dalam penelitian kepustakaan di atas.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum ini

adalah:

a. Studi dokumen, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui data

tertulis yang berkaitan dengan penelitian hukum ini.

b. Wawancara, wawancara dilakukan dengan pihak PT.PLN (Persero)

Area Payakumbuh untuk memperoleh data yang dibutuhkan.

5. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis

kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan

selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang

akan dibahas dan hasilnya dituangkan ke dalam bentuk skripsi.

F. Keaslian penulisan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, diketahui bahwa skripsi

dengan judul “Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN

(Persero) Area Payakumbuh dengan CV. Carmel dalam hal Penyeimbangan

(24)

ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Kalaupun ada judul yang

serupa, namun permasalahan dan materi pembahasan yang diangkat juga berbeda

dan bila di kemudian hari ditemukan skripsi dengan judul yang sama yang telah

ada sebelumnya, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab penulis. Berikut

beberapa skripsi yang memiliki judul yang hampir serupa dengan skripsi ini:

1) Nama Penulis : PITYANI MEUTIA LUBIS

NIM : 020200036

Judul Skripsi : PERJANJIAN BORONGAN KERJA ANTARA PT.PLN

(PERSERO)DENGAN PT. STARINDO PERKASA

SEMESTA

Rumusan Masalah:

a) Bagaimana prosedur pelelangan yang dilakukan oleh PT.PLN

(Persero)bila dihubungkan dengan Keppres No. 24 Tahun 1995

dan perbandingannya dengan Keppres No. 32 tahun 2005?

b) Sejauh mana tanggung jawab PT. STARINDO PERKASA

SEMESTA terhadap perjanjian borongan kerja yang dilakukan?

2) Nama Penulis : SRI WINDA PASARIBU

NIM : 060200133

Judul Skripsi : TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN

PEKERJAAN ANTARA DINAS PEKERJAAN UMUM

KIMPRASWIL KABUPATEN TOBA SAMOSIR

DENGAN CV. BAGAS BELANTARA (STUDI KASUS

(25)

Rumusan Masalah:

a) Apakah proses pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan

Peningkatan Saluran Irigasi Bondar Sitoman Sosor Pandan

Sepanjang 75m telah sesuai dengan ketentuan hukum yang

berlaku?

b) Bagaimanakah tanggung jawab para pihak dalam melaksanakan

perjanjian pemborongan pekerjaan?

c) Bagaimanakah penyelesaian Perselisihan yang timbul dalam

pelaksanaan perjanjian pemborongan?

3) Nama Penulis : KRISTI MEI SARA SIMBOLON

NIM : 090200201

Judul Skripsi : TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN

PEKERJAAN PEMBANGUNAN SALURAN

DRAINASE ANTARA DINAS BINA MARGA KOTA

MEDAN DENGAN CV.TERATAI 26

Rumusan Masalah:

a) Apakah proses pelaksanaan Perjanjian Antara Dinas Bina Marga

Kota Medan dengan CV.Teratai 26 tidak mengandung cacat

hukum?

b) Apakah hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian dan

(26)

Demikianlah beberapa skripsi yang memiliki kesamaan pembahasan

mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan, namun rumusan masalah yang

dibahas berbeda dengan permasalah yang penulis paparkan di dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya

sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab dengan bab yang lain

yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini

adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan secara umum mengenai latar belakang, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan, yang

kemudian diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN

PEKERJAAN

Bab ini menjelaskan mengenai tinjauan umum mengenai perjanjian

pemborongan pekerjaan yang terdiri dari lima sub bab, yaitu Pengertian Perjanjian

pemborongan pekerjaan, pihak-pihak dalam perjanjian pemborongan pekerjaan,

cara memborongkan pekerjaan, tanggung jawab para pihak dalam perjanjian

pemborongan pekerjaan, dan berakhirnya perjanjian pemborongan pekerjaan.

BAB III PEMBUATAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

(27)

Bab ini menjelaskan mengenai segi pembuatan dari perjanjian

pemborongan pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel, terdiri atas

empat sub bab, yaitu: Proses penawaran kerjasama pemborongan pekerjaan,

penyusunan perjanjian kerjasama pemborongan pekerjaan, hak dan kewajiban

para pihak dalam perjanjian kerjasama pemborongan pekerjaan, dan objek

perjanjian kerjasama pemborongan pekerjaan.

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

ANTARA PT.PLN (PERSERO) DENGAN CV.CARMEL DALAM HAL

PENYEIMBANGAN BEBAN TRAFO

Bab ini membahas mengenai pelaksanaan dari perjanjian pemborongan

pekerjaan, terdiri atas tiga sub bab, yaitu: kepastian hukum dalam pelaksanaan

perjanjian pemborongan pekerjaan, penerapan asas itikad baik dalam pelaksanaan

perjanjian pemborongan pekerjaan, serta kendala dan penyelesaian permasalahan

yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran terhadap hasil analisis yang dilakukan.

Kesimpulan merupakan intisari dari pembahasan terhadap permasalahan yang

diajukan dalam skripsi ini, sedangkan saran yang ada diharapkan dapat menambah

pengetahuan bagi para pembaca dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terlibat

dalam Perjanjian Pemborongan.

DAFTAR PUSTAKA

(28)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN

PEKERJAAN

A. Pengertian Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Buku III KUH Perdata berjudul “Perihal Perikatan”. Perkataan “perikatan”

(verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari kata “perjanjian”, sebab dalam

Buku III itu, diatur juga perihal hubungan hukum dan perihal perikatan yang

timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan

persetujuan. Tetapi sebagian besar dari Buku III diajukan pada

perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan hukum

perjanjian.10

Perjanjian perburuhan menurut pasal 1601 a dinyatakan bahwa:

“Perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di Bentuk perjanjian melakukan pekerjaan termasuk dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Bab VII A pada Pasal 1601. Pasal tersebut

dinyatakan bahwa:

“Selain Perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa, yang diatur oleh ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada, oleh kebiasaan, maka adalah dua macam perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan menerima upah; pekerjaan perburuhan dan pemborongan pekerjaan”.

10

(29)

bawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu

melakukan pekerjaan dengan menerima upah.”

Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu adalah perjanjian dimana

pihak yang satu menghendaki agar pihak yang lain melakukan suatu pekerjaan

untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Untuk itu pihak yang menghendaki hasil

pekerjaan tersebut bersedia membayar biaya, sedangkan apa yang akan dilakukan

oleh pihak pemberi jasa, dalam melakukan pekerjaan tersebut sama sekali terserah

padanya. Biasanya mereka adalah seorang ahli dalam melakukan pekerjaan

tersebut dan selalu sudah memasang tarif untuk jasanya.11

Pemborongan kerja dalam Bahasa Belanda disebut dengan "aanneming

van werk". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, kata borong

mempunyai makna melakukan pembelian secara besar-besaran, tidak satu-satu

atau sedikit-sedikit (tertentu jual-beli, penanganan pekerjaan, dan sebagainya)

semuanya secara keseluruhan dalam jumlah besar.12

Djumialdji menyatakan defenisi perjanjian pemborongan pekerjaan yang

terdapat di dalam pasal 1601 b tersebut kurang tepat, karena perjanjian

pemborongan adalah perjanjian sepihak, sebab si pemborong hanya mempunyai Pasal 1601 b KUHPerdata memberikan rumusan mengenai Perjanjian

Pemborongan Pekerjaan yaitu:

“Persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengingkatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan”.

11

Mohd. Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial,

(Jakarta: Sarana Bhakti Persada, 2005) hlm.85

12

(30)

kewajiban saja sedangkan yang memborongkan hanya mempunyai hak saja.

Defenisi perjanjian pemborongan menurut Djumialdji yaitu bahwa Pemborongan

Pekerjaan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong,

mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang

lain, yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang

ditentukan.13

Ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan di dalam KUH Perdata

berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek swasta maupun

pada proyek-proyek pemerintah. Perjanjian pemborongan pada KUH Perdata itu

bersifat pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan dalam

KUH Perdata dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan

atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri

ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak

bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Apabila para pihak dalam

perjanjian pemborongan membuat sendiri ketentuan-ketentuan dalam perjanjian

pemborongan maka ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata dapat melengkapi

apabila ada kekurangannya.14

Peraturan lain yang juga mengatur mengenai perjanjian pemborongan

pekerjaan adalah A.V.1941 singkatan dari “Algemene Voorwarden voorde

unitvoering bij aanneming van openbare werken in Indonesia” (Syarat-syarat

umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia).AV 1941

berdasarkan surat keputusan pemerintah Hindia Belanda tanggal 28 Mei 1941 No.

13

Djumialdji 1, Op.Cit., hlm.4

14

(31)

9 dan merupakan peraturan standar atau baku bagi perjanjian pemborongan di

Indonesia, khususnya untuk proyek-proyek pemerintah.

Cara peraturan standar (AV 1941) masuk dalam perjanjian pemborongan

sebagai perjanjian standar adalah sebagai berikut:

1. Dengan penunjukan yaitu dalam SPK atau Surat Perintah Kerja atau dalam surat perjanjian pemborongan (kontrak) terdapat ketentuan-ketentuan yang merujuk pada pasal-pasal AV 1941.

2. Dengan penandatanganan yaitu dalam SPK atau dalam surat perjanjian pemborongan (kontrak) dimuat ketentuan-ketentuan dari AV 1941 secara lengkap.15

Peraturan yang terdapat di dalam A.V.1941 sudah banyak yang

ketinggalan zaman, sehingga dibentuklah peraturan yang sesuai dengan

perkembangan dan kebutuhan saat ini. Pengaturan mengenai pemborongan

pekerjaan diluar KUH Perdata yaitu Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun

2010, Perpres No. 35 Tahun 2011 (Perubahan Pertama), dan Perpres No. 70

Tahun 2012 (Perubahan Kedua), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang

Jasa Konstruksi dengan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah

Nomor 22 Tahun 2000. Dan untuk BUMN, pengadaan barang/jasa berdasarkan

pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Peraturan Menteri

BUMN No. PER15/MBU/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Negara Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaa

Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara.

B. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

15

(32)

Pihak yang terkait dengan perjanjian pemborongan dapat dibedakan

menjadi pihak yang terkait secara langsung dan pihak yang tidak terkait secara

langsung. Pihak yang tidak tekait secara langsung seperti buruh/tenaga kerja dan

lain sebagainya. Mengenai pihak-pihak yang langsung terkait dalam perjanjian

pemborongan itu disebut dengan peserta dalam perjanjian pemborongan menurut

Djumialdji terdiri dari unsur-unsur:

1. Yang memborongkan/prinsipil/bouwheer/aanbesteder/pemberi tugas dan lain

sebagainya.

2. Pemborong/kontraktor/rekanan/aannemer/pelaksana dan sebagainya.

3. Perencana/arsitek.

4. Direksi/pengawas16

Unsur-unsur dari para pihak yang tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai

berikut:

a. Yang memborongkan

Pihak yang memborongkan dapat berupa perorangan ataupun badan

swasta. Bagi proyek pemerintah, yang memborongkan adalah departemen atau

lembaga pemegang mata anggaran. Yang memborongkan yang mempunyai

rencana atau prakarsa memborongkan proyek sesuai dengan Surat Perjanjian

Pemborongan atau Kontrak dan apa yang tercantum dalam bestek dan

syarat-syarat.17

16

Ibid., hlm.23

17

(33)

Si pemberi tugas dalam pelaksanaan pemborongan tersebut dapat diwakili

oleh direksi yang bertugas mengawasi pelaksanaan pekerjaan, dalam hal ini dapat

ditunjuk seorang arsitek atau seorang utusan yang berwenang untuk melakukan.

Dalam pemborongan pekerjaan umum yang dilakukan oleh instansi pemerintah,

direksi lazim, ditunjuk dari instansi yang berwenang, biasanya dari instansi

pekerjaan Umum atas dasar penugasan ataupun perjanjian kerja.18

1) Apabila Yang Memborongkan adalah pemerintah dan pemborong juga pemerintah, maka hubungannya disebut hubungan kedinasan.

Hubungan antara Yang Memborongkan dengan Pemborong dapat berupa:

2) Apabila Yang Memborongkan dari pemerintah sedangkan pemborong dari pihak swasta, hubungannya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja, atau surat perjanjian kerja/kontrak.

3) Apabila Yang Memborongkan maupun Pemborong keduanya merupakan pihak swasta, maka hubungannya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja, atau surat perjanjian kerja/kontrak.

Hubungan antara pemberi tugas dengan perencana dapat berupa:

a) Pemberi tugas dari pemerintah dan perencana juga dari pemerintah, maka hubungannya berwujud kedinasan.

b) Pemberi tugas dari pemerintah atau swasta, perencana berasal dari pihak swasta yang bertindak sebagai penasihat pemberi tugas, hubungannya dituangkan ke dalam perjanjian melakukan jasa-jasa tunggal.

c) Apabila pemberi tugas dari pemerintah atau swasta, dengan perencana swasta yang bertindak sebagai wakil pemberi tugas maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792-1819 KUH Perdata).

Tugas dari pemberi tugas yaitu:

(1) Memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan pemborong

(2) Menerima hasil pekerjaan

18

(34)

(3) Membayar harga bangunan.19

b. Pemborong

Pemborong bertindak melakukan pemborongan bangunan sesuai dengan

bestek dan syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam kontrak. Dalam

melaksanakan pekerjaan pemborongan si pemborong dalam pekerjaan sehari-hari

dapat menguasakan pekerjaan tersebut kepada pelaksana (uitvoerder).20

1) Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bestek

Pemborong bisa berupa perusahaan-perusahaan yang bersifat perorangan

yang berbadan hukum atau yang bergerak dalam bidang pelaksanaan

pemborongan pekerjaan. Tugas pemborong adalah:

2) Menyerahan pekerjaan. 21

Pemborong yang melaksanakan kegiatan dibidang usaha jasa konstruksi

diwajibkan untuk memperoleh izin Menteri Pekerjaan Umum atau Pejabat yang

ditunjuk, Izin tersebut adalah Surat Izin Jasa Konstruksi (SIUJK).

c. Perencana

Perencana adalah pihak yang menyusun rencana bangunan, membuat

bestek sesuai kehendak dari si pemberi pekerjaan. Tugas perencanaan dalam

pemborongan pekerjaan dilakukan oleh seorang ahli yaitu arsitek. Pada fase

perencanaan pekerjaan sebelum terjadinya kontrak pemborongan pekerjaan,

perencanaan pada umumnya diserahkan kepada seorang arsitek. Arsitek di sini

berfungsi sebagai penasehat bagi pemberi tugas, dan bertugas menyusun rencana

19

Djumialdji 2, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1995), hlm.8

20

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit., hlm.69

21

(35)

bangunan, menyusun bestek anggaran sesuai yang dikehendaki oleh pemberi

tugas untuk dilaksanakan oleh pemborong. Untuk pemborongan yang dilakukan

melalui pelelangan, arsitek selaku wakil dari pemberi tugas mewakili pemberi

tugas melakukan pengumuman, menyampaikan undangan, memberikan

penjelasan-penjelasan tentang pekerjaan dan syarat-syarat pembangunan, serta

mempersiapkan kontrak pemborongan bangunan.22

1) Menyusun rencana pekerjaan. Di sini arsitek bertindak sebagai penasehat dari pemberi tugas dan belum bertindak sebagai wakil dari pemberi tugas, sehingga belum ada unsur perwakilan di sini. Dalam praktek kemungkinan terjadi bahwa rencana pekerjaan ini diserahkan pada konsultan.

Tugas dari arsitek dalam proses pemborongan bangunan dapat dibagi atas

tingkatan-tingkatan sebagai berikut:

2) Membantu proses pelelangan pekerjaan dan proses terjadinya perjanjian, disini arsitek bertindak sebagai wakil dari pemberi tugas. Pada fase pelelangan, bertugas melakukan pengumuman, memberikan undangan, memberikan penjelasan-penjelasan dan menyusun rencana perjanjian. 3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan yang dilakukan pemborong.

Di sini arsitek bertugas sebagai direksi, mewakili pemberi tugas melakukan pengawasan terhadap pekerjaan pemborong.23

d. Direksi

Direksi di dalam perjanjian pemborongan pekerjaan mempunyai tugas

untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan pemborong. Pengawas memberi

petunjuk-petunjuk, memborongkan pekerjaan, memeriksa bahan-bahan, waktu

pembangunan berlangsung dan akhirnya membuat penilaian terhadap pekerjaan.

Pengawasan pelaksanaan berarti mewakili yang memborongkan dalam

segala hal yang menyangkut pelaksanaan yaitu memberi pimpinan dan

22

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit., hlm.75

23

(36)

mengadakan pengawasan dalam pelaksanaan pekerjaan. Hubungan hukum antara

direksi dengan Yang Memborongkan diatur sebagai berikut:

1) Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut dengan hubungan kedinasan.

2) Apabila direksi pihak swasta sedangkan yang memborongkan pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa, dimana yang memberi kuasa pihak yang memborongkan (pemerintah) sedangkan yang diberi kuasa adalah pihak direksi atau swasta.

3) Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa.24

Pengawas lapangan adalah pengawas yang bertugas melakukan

pengawasan di lapangan. Tugas pengawasan lapangan adalah sebagai berikut:

a) Melakukan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan proyek di lapangan agar sesuai dengan ketentuan dokumen kontrak dan syarat-syarat spesifikasi teknis.

b) Melaksanakan pengawasan dan memberikan petunjuk kepada pihak kontraktor/pelaksana dan menjaga hasil pelaksanaan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis dan jadwal waktu yang telah ditentukan sepanjang kegiatan yang diaksanakan dalam kontrak.

c) Membuat laporan teknis kemajuan dan hambatan di lapangan baik secara harian maupun mingguan kepada direksi teknis pekerjaan proyek.25

Selain pengawasan di lapangan, juga dikenal pengawas teknis. Pengawas

teknis mempunyai tugas:

(1) Melaksanakan penelitian dan pengecekan lapangan atas kebenaran dan hasilnya dituangkan kedalam berita acara kemajuan fisik dan berita acara pembayaran.

(2) Memeriksa lapangan yang diserahkan oleh pemborong.

(3) Buku harian yang berisi catatan lengkap atas kejadian dan kenyataan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan dan telah ditandatangani oleh pengawas lapangan kontraktor harus disimpan oleh direksi teknis.

(4) Menghitung biaya-biaya pekerjaan permanen yang diserahkan oleh kontraktor.26

24

Djumialdji 1, Op.Cit., hlm.34

25

(37)

Pasal 1 Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas

Perpres No. 12 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa juga

menyebutkan pihak yang terdapat di dalam pengadaan barang dan jasa, pihak

tersebut adalah:

(a) Pengguna barang dan jasa, yaitu pejabat pemegang kewenangan penggunaan

barang dan /atau jasa milik Negara/Daerah di masing-masing

Kementerian/Lembaga/Satuan Perangkat Daerah/Instansi lainnya.

(b) Pengguna Anggaran (PA), yaitu pejabat pemegang kewenangan penggunaan

anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Perangkat Daerah atau pejabat yang

disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD.

(c) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), yaitu pejabat yang ditetapkan oleh PA

untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh kepala daerah untuk

menggunakan APBD.

(d) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yaitu pejabat yang bertanggung jawab atas

pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

(e) Pejabat Pengadaan, yaitu personil yang ditunjuk untuk melaksanakan

pengadaan langsung.

(f) Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institsi lain

(APIP), yaitu apart yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu,

evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap

penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.

26

(38)

(g) Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang

menyediakan Barang/pekerjaan konstruksi/jasa Konsultansi/Jasa lainnya.

Para pihak yang terdapat di dalam Pasal 1 Peraturan Menteri BUMN

PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaa Pengadaan Barang dan

Jasa Badan Usaha Milik Negara, tidak sebanyak yang diatur di dalam Perpres,

para pihak yang diatur yaitu:

[1] Pengguna Barang dan Jasa, adalah BUMN pemilik pekerjaan.

[2] Penyedia Barang dan jasa, adalan badan usaha, termasuk BUMN, badan

hukum, atau orang perseorangan/subjek hukum yang kegiatan usahanya

menyediakan barang dan jasa.

[3] Anak Perusahaan adalah anak Perusahaan BUMN yang sahamnya minimum

90% dimiliki oleh BUMN.

C. Cara Memborongkan Pekerjaan

Tahapan awal yang dilakukan sebelum melakukan pemborongan

pekerjaan adalah melakukan penyaringan pemborong. Penyaringan pemborong

menurut Djumialdji, terdiri atas tiga, yaitu:

1. Kualifikasi, yaitu penyaringan pemborong menurut kemampuannya dalam jangka waktu panjang, misalnya lima tahun.

2. Prakualifikasi, yaitu penyaringan pemborong menurut kemampunannya dalam jangka waktu pendek, yaitu kurang dari lima tahun.

3. Klasifikasi, yaitu penyaringan pemborongan menurut spesialisasinya, seperti pemborong spesialis bidang kelistrikan.27

27

(39)

Di Indonesia, penyaringan pemborong termasuk prakualifikasi karena

jangka waktunya kurang dari lima tahun. Prakualifikasi meliputi kegiatan:

a. Registrasi, yaitu pencatatan dan pendaftaran data calon pemborong

b. Klasifikasi, yaitu pengelolaan perusahaan bidangn sub bidang, dan lingkup pekerjaan.

c. Kualifikasi, yaitu penilaian serta penggolongan perusahaan menurut tingkat kemampuan dasarnya pada masing-masing bidang, sub bidang dan lingkup pekerjaannya.28

Pasal 56 Perpres No. 70 Tahun 2012 disebutkan bahwa kualifikasi adalah

proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan

tertentu lainnya dari Penyedia Barang/Jasa.Kualifikasi dapat dilakukan dengan

dua cara yaitu prakualifikasi atau pascakualifikasi. Prakualifikasi adalah proses

penilaian kualifikasi yang dilakukan sebelum pemasukan penawaran. Sedangkan

pasca kualifikasi adalah penilaian kualifikasi yang dilakukan setelah pemasukan

penawaran.

Cara memborongkan pekerjaan menurut Perpres No. 70 Tahun 2012

(perubahan kedua atas Perpres No. 54 tahun 2010) pada Pasal 35 ayat (3), ada

lima cara memborongkan pekerjaan atau dengan kata lain ada lima macam cara

pengadaan barang dan jasa dalam pekerjaan konstruksi, yaitu:

1) Pelelangan umum

2) Pelelangan terbatas

3) Pemilihan langsung

4) Penunjukan langsung

5) Pengadaan langsung

28

(40)

Penjelasan mengenai cara memborongkan pekerjaan diatas dapat diuraikan

sebagai berikut:

a) Pelelangan umum

Pasal 1 angka 23 Perpres No. 70 Tahun 2012 dinyatakan bahwa

pelelangan umum adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan

Konstruksi/Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua

Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat.

Keikutsertaan dalam pelelangan umum dilakukan dengan penawaran

tertulis. Penawaran berdasarkan syarat mengenai pekerjaan yang akan

dilaksanakan atau barang yang akan dibeli dan ketentuan lainnya. Syarat tersebut

dapat diketahui oleh para peminat melalui:

(1) Pengumuman

Kepala Kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek

menyampaikan pengumuman secara luas melalui media masa, media cetak dan

papan pengumuman resmi untuk penerangan sehingga masyarakat luas dunia

usaha dapat mengetahuinya.

(2) Penjelasan

Kepala Kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek memberikan

penjelasan kepada rekanan yang berminat dan memenuhi kualifikasi.29

b) Pelelangan terbatas

29

(41)

Pasal 1 angka 24 Perpres No. 70 Tahun 2012 memberikan pengertian

pelelangan terbatas adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan

Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas

dan untuk pekerjaan yang kompleks. Pelelangan terbatas jumlah pesertanya relatif

lebih sedikit karena peserta yang ikut adalah peserta yang diundang saja.

Penetapan pemenang lelang akan lebih mudah karena setiap peserta diketahui

kemampuannya.

c) Pemilihan langsung

Pasal 1 angka 26 Perpres No. 70 Tahun 2012 dinyatakan bahwa pengertian

Pemilihan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi

untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar

rupiah).Pemilihan Langsung dilakukan melalui proses pascakualifikasi. Pemilihan

Langsung diumumkan sekurang-kurangnya di website

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi, papan pengumuman resmi

untuk masyarakat, dan Portal Pengadaan Nasional melalui Layanan Pengadaan

Secara Elektronik (LPSE), sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang

berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Dalam Pemilihan

Langsung ini tidak ada negosiasi teknis dan harga.

d) Penunjukan Langsung

Penunjukan langsung menurut pasal 1 angka 31 Perpres No. 70 Tahun

(42)

langsung satu Penyedia Barang/Jasa. Pengaturan lebih lanjut mengenai

penunjukan langsung, terdapat dalam pasal 38 Perpres No. 70 Tahun 2012 yaitu

sebegai berikut:

Penunjukan Langsung terhadap satu Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa

Lainnya dapat dilakukan dalam hal:

(1) Keadaan tertentu

Kriteria keadaan tertentu yang dimaksud adalah:

(a) Penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian pekerjaannya harus segera/tidak dapat ditunda untuk: [1] Pertahanan negara;

[2] Keamanan dan ketertiban masyarakat;

[3] Keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera, termasuk:

[a] Akibat bencana alam dan/atau bencana non alam dan/atau bencana sosial;

[b] Dalam rangka pencegahan bencana;dan/atau

[c] Akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat menghentikan kegiatan pelayanan publik.

(b) Pekerjaan penyelenggaraan penyiapan konferensi yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional dan dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden;

(c) Kegiatan menyangkut pertahanan negara yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan serta kegiatan yang menyangkut keamanan dan ketertiban masyarakat yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;

(d) Kegiatan bersifat rahasia untuk kepentingan intelijen dan/atau perlindungan saksi sesuai dengan tugas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; atau

(e) Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa Lainnya karena 1 (satu) pabrikan, 1 (satu) pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang pelelangan untuk mendapatkan izin dari pemerintah.

(2) Pengadaan Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/ Jasa Lainnya yang bersifat khusus.

Kriteria yang dimaksud dengan sifat khusus ini adalah:

(a) Barang/Jasa Lainnya berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah;

(43)

bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya (unforeseen condition);

(c) Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bersifat kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan hanya ada 1 (satu) Penyedia yang mampu;

(d) Pekerjaan Pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan habis pakai dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan;

(e) Pengadaan kendaraan bermotor dengan harga khusus untuk pemerintah yang telah dipublikasikan secara luas kepada masyarakat;

(f) Sewa penginapan/hotel/ruang rapat yang tarifnya terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat;

(g) Lanjutan sewa gedung/kantor dan lanjutan sewa ruang terbuka atau tertutup lainnya dengan ketentuan dan tata cara pembayaran serta penyesuaian harga yang dapat dipertanggungjawabkan; atau

(h) Pekerjaan pengadaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum di lingkungan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang dilaksanakan oleh pengembang/developer yang bersangkutan.30

Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang satu Penyedia

Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang dinilai mampu melaksanakan

pekerjaan dan/atau memenuhi persyaratan. Penunjukan tersebut didasarkan pada

penilaian terhadap rekanan yang sudah pernah bekerja sama dengan pihak

pengguna barang dan jasa sebelumnya, dan rekanan yang memenuhi

persyaratanlah yang ditunjuk sebagai penyedia barang dan jasadalam pekerjaan

tersebut. Penunjukan Langsung dilakukan dengan negosiasi baik teknis maupun

harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan

secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

e) Pengadaan langsung

30

(44)

Pasal 1 angka 32 Perpres No. 70 Tahun 2012 disebutkan bahwa pengadaan

langsung adalah Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa,

tanpa melalui Pelelangan/Seleksi/Penunjukan Langsung.Pemilihan Penyedia

Barang/Pekerjaan Konstruksi dengan metode Pengadaan Langsung dilakukan

sebagai berikut:

(1) Pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan

Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian dan kuitansi, serta

Pengadaan Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan kuitansi;

(2) Permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis

dan harga kepada Penyedia untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan

SPK.

Cara pengadaan barang dan jasa Menurut Peraturan Menteri BUMN No.

PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan

Jasa Badan Usaha Milik Negara, ada empat jenis, yaitu:

(a) Pelelangan terbuka atau seleksi terbuka untuk jasa konsultan

(b) Pemilihan langsung atau seleksi langsung

(c) Penunjukan langsung

(d) Pembelian langsung

Penjelasan mengenai cara memborongkan pekerjaan diatas dapat diuraikan

sebagai berikut:

[1] Pelelangan terbuka atau seleksi terbuka untuk jasa konsultan

Pasal 5 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri BUMN No.

(45)

untuk jasa konsultanyaitu diumumkan secara luas melalui media massa guna

memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa yang memenuhi kualifikasi

untuk mengikuti pelelangan.

[2] Pemilihan langsung

Pasal 5 ayat (2) huruf b Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2008

menyebutkan bahwa pemilihan langsung atau seleksi langsung untuk

pengadaan jasa konsultan, adalah pengadaan barang dan jasa yang ditawarkan

kepada beberapa pihak terbatas sekurang-kurangnya 2 (dua) penawaran.

[3] Penunjukan Langsung

Menurut pasal 5 ayat (2) huruf c Peraturan Menteri BUMN No.

PER-05/MBU/2008, Penunjukan Langsung yaitu pengadaan barang atau jasa yang

dilakukan secara langsung dengan menunjuk satu penyedia barang dan jasa

atau melalui beauty contest.

Berdasarkan Pasal 9 Permen BUMN No. PER-05/MBU/2008 mengenai

penunjukan langsung, dijelaskan bahwa penunjukan langsung dilakukan sebagai

berikut:

[a] Pengadaan barang dan jasa melalui penunjukan langsung dilakukan dengan menunjuk langsung satu atau lebih penyedia barang dan jasa.

[b] Penunjukan langsung hanya dapat dilakukan sepanjang Direksi terlebih dahulu merumuskan ketentuan internal dan kriteria yang memenuhi ketentuan sebagaimana yang tercantum di dalam prisip umum dan tujuan pengaturan peraturan menteri tersebut.

[c] Penunjukan langsung dapat dilakukan apabila memenuhi minimal salah satu persyaratan sebagai berikut:

a} Barang dan jasa yang dibutuhkan bagi kinerja utama perusahaan dan tidak dapat ditunda keberadaannya (business critical asset).

(46)

c} Barang dan jasa yang bersifat knowledge intensive dimana untuk mengunakan dan memelihara produk tersebut membutuhkan kelangsungan pengetahuan dari penyedia barang dan jasa.

d} Bila pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan cara pelelagan terbuka dan pemilihan langsung telah dua kali dilakukan namun peserta pelelangan atau pemilihan langsung tidak memenuhi kriteria atau tidak ada pihak yang mengikuti pelelangan atau pemilihan langsung, sekalipun ketentuan dan syarat-syarat telah memenuhi kewajaran.

e} Barang dan jasa yang dimiliki oleh pemegang hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau barang yang memiliki jaminan (warranty) dari

Original Equipment Manufacturer.

f} Penanganan darurat untuk keamanan, keselamatan masyrakat, dan asset strategis perusahaan.

g} Barang dan jasa yang merupakan pembelian berulang (repeat order) sepanjang harga yang ditawarkan menguntungkan dengan tidak mengorbankan kualitas barang dan jasa.

h} Penanganan darurat akibat bencana alam, baik yang bersifat lokal maupun nasional.

i} Barang dan jasa lanjutan yang secara teknis merupakan satu kesatuan yang sifatnya tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya.

j} Penyedia barang dan jasa adalah BUMN atau Anak Perusahaan sepanjang barang dan/atau jasa yang dibutuhkan merupakan produk atau layanan dari BUMN atau Anak Perusahaan dimaksud dengan ketentuan apabila BUMN dan/atau Anak Perusahaan yang memproduksi atau memberi pelayanan yang dibutuhkan lebih dari satu, maka harus dilakukan pemilihan langsung terhadap BUMN dan/atau Anak Perusahaan tersebut.31

[4] Pembelian Langsung

Pasal 5 ayat (2) huruf d Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2008

menyebutkan bahwa Pembelian Langsung adalah pembelian terhadap barang

yang terdapat di pasar, dengan demikian nilainya berdasarkan harga pasar.

Pelelangan umum di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah

pada intinya sama dengan pelelangan terbuka yang terdapat di dalam keputusan

31

(47)

menteri BUMN, yaitu sama-sama membuka kesempatan sebesar-besarnya untuk

para penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat untuk mengikuti lelang.

Pemilihan langsung di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah,

membuka kesempatan kepada pihak yang memenuhi kualifikasi untuk ikut di

dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, dengan cara

mengumumkannya. Tetapi di dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan

keputusan menteri BUMN, dalam pemilihan langsung hanya ditawarkan kepada

beberapa pihak terbatas sekurang-kurangnya dua penawaran.

Penunjukan langsung di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah

dan di dalam peratura menteri BUMN sama-sama menunjuk satu penyedia barang

dan jasa, dan didasarkan pada penilaian terhadap rekanan yang sudah pernah

bekerja sama dengan pihak pengguna barang dan jasa sebelumnya, dan rekanan

yang memenuhi persyaratanlah yang ditunjuk sebagai penyedia barang dan

jasadalam pekerjaan.

D. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Para pihak dalam perjanjian pemborongan pekerjaan, baik yang

memborongkan maupun pihak pemborong mempunyai tanggung jawab dalam

pelaksanaan pekerjaannya.

1. Tanggung Jawab Pihak Yang Memborongkan

Pasal 1606 dan 1607 KUH Perdata menyebutkan dalam hal kontraktor

melakukan pekerjaan saja, maka jika pekerjaan itu musnah sebelum pekerjaan itu

(48)

diperjanjikan, kecuali apabila musnahnya barang itu karena cacat yang terdapat di

dalam bahan yang disediakan oleh pemberi tugas, maka yang bertanggung jawab

adalah pemberi tugas.

Pihak yang memborongkan juga memiliki tanggung jawab terhadap

perbuatan yang melawan hukum dari pihak pemborong yang ditugaskan

menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga atau orang lain serta perbuatan wajar

yang dilakukan pemborong yang dapat menimbulkan perbuatan melawan hukum.

2. Tanggung Jawab Pemborong

Menurut pasal 1609 KUH Perdata, jika suatu gedung yang telah

diborongkan dengan harga tertentu seluruhnya atau sebagian musnah disebabkan

karena cacat di dalam penyusunannya atau karena tidak sanggup tanahnya untuk

mendukung bangunan itu maka para ahli bangunannya (boumeester) serta

kontraktornya bertanggung jawab untuk itu selama 10 tahun. Pemborong juga

mempunyai tanggung jawab dalam perbuatan melawan hukum dari pekerjaan

yang ditugaskan oleh yang memborongkan dan perbuatan melawan hukum dari

tenaga kerja yang dipakai.

Mengenai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang menjadi

tanggung jawab pihak yang memborongkan maupun pihak pemborong dapat

dijumpai dalam Pasal 1365 dan Pasal 1367 KUH Perdata yang dinyatakan sebagai

berikut:

a. Pasal 1365 KUH Perdata: “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa

kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya

(49)

b. Pasal 1367 KUH Perdata:

“Seorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya”.

E. Berakhirnya Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Berakhirnya perjanjian diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata mengenai

hapusnya perikatan, dikatakan bahwa:

“Perikatan-perikatan hapus; karena pembayaran; karena penawaran pembayara tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena pembaharuan utang; karena perjumpaan utang atau kompensasi; karena percampuran utang; karena pembebasan utangnya; karena musnahnya barang yang terutang; karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya suatu syarat batal yang diatur dalam bab ke satu buku ini; karena liwatnya waktu, hal mana akan diatur dalam bab tersendiri.”

Subekti menjelaskan pengertian masing-masing poin di dalam pasal

tersebut sebagai berik

Referensi

Dokumen terkait

In the present study, we used immunohistochemistry to study GRP78, GRP94, and calreticulin expression in rat brain after chronic treatment with VPA and report here brain-

Model Balck Box Tyler dibagun atas dua dasar, yaitu evaluasi yang ditujukan pada tingkah laku peserta didik dan evaluasi yang harus dilakukan pada.. tingkah laku awal

yang dibutuhkan untuk pelaksanaan ujian Tugas Akhir disediakan oleh bagian..

Simpulannya adalah guru di MI Al-Anwar dan MTs Mathali’ul Huda telah mendapatkan keahlian untuk mengenal ancaman bencana yang ada di daerahnya dan bisa memiliki kemampuan

Berdasarkan penelitian, pedagang Pasar Ngaliyan yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa barokah menurut pedagang pasar Ngaliyan dibagi kedalam tiga

Selain untuk sarana transaksi jual-beli persenjataan airsoft, website ini juga memberikan informasi-informasi yang berguna bagi para penggemar olahraga airsoft seperti sejarah

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa polimer termoplastik LLDPE dapat digunakan sebagai binder dalam pembuatan komposit magnet berbahan dasar

Penggunaan lahan untuk segmen pertama ini di dominasi oleh lahan pertanian dan semak namun terdapat juga pemukiman, perkebunan, serta tegalan.Tata guna lahan pada segmen