PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN
ANTARA
PT.PLN (PERSERO) AREA PAYAKUMBUH DENGAN CV.CARMEL
DALAM HAL PENYEIMBANGAN BEBAN TRAFO
(STUDI PADA PT.PLN (PERSERO) AREA PAYAKUMBUH)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat
untuk memperoleh gelar sarjana hukum
OLEH:
NIM: 100200322 FREZI WIDIANINGSIH
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA PT.PLN (PERSERO) AREA PAYAKUMBUH DENGAN CV.CARMEL DALAM HAL PENYEIMBANGAN BEBAN TRAFO
(STUDI PADA PT.PLN (PERSERO) AREA PAYAKUMBUH) SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat
untuk memperoleh gelar sarjana hukum
OLEH:
NIM: 100200322 FREZI WIDIANINGSIH
DISETUJUI OLEH
KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
NIP: 196603031985081001 Dr. H. Hasim Purba,SH.,M.Hum
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. H. Hasim Purba,SH.,M.Hum
NIP: 196603031985081001 NIP: 196101181988031001
Zulkifli Sembiring,SH.,MH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
NAMA : FREZI WIDIANINGSIH
NIM : 100200322
DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN
JUDUL SKRIPSI :
“PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN
ANTARA PT.PLN (PERSERO) AREA PAYAKUMBUH DENGAN
CV.CARMEL DALAM HAL PENYEIMBANGAN BEBAN TRAFO (STUDI
PADA PT.PLN (PERSERO) AREA PAYAKUMBUH)”
Dengan ini menyatakan:
1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak
merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti ditemukan dikemudian hari skripsi tersebut adalah
ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab
saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau
tekanan dari pihak manapun.
Medan, April 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadiat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayat-Nya kepada kita semua khususnya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat beriring salam tidak lupa penulis sampaikan kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan kepada
zaman yang penuh ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Skripsi penulis ini berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan
Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal
Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)”,
diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Hukum.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syarifuddin, S.H, M.H., D.F.M selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak M.Husni S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Penulis yang telah memberikan pengarahan dan nasehat kepada penulis
selama masa perkuliah.
5. Bapak Dr.Hasim Purba, S.H, M.Hum selaku ketua Departemen Jurusan
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus
sebagai Dosen Pembimbing I Penulis yang telah banyak meluangkan
waktu dan membantu membimbing penulis.
6. Bapak Zulkifli Sembiring, SH, MH sebagai Dosen Pembimbing II Penulis
yang telah banyak meluangkan waktu dan membantu membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen serta staf pegawai Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan
administrasi selama penulis mengikuti masa perkuliahan.
8. Secara khusus rasa terimakasih penulis sampaikan kepada yang penulis
sayangi ayahanda Azwardi, Ibunda Nelti Sulastri, adinda Santy Khairani
dan si bungsu Taufik Neldi, Kakek Sy.St.Bagindo, dan seluruh anggota
keluarga yang penulis sayangi dan hormati berkat dukungan, perhatian,
dan doa yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaian skripsi ini.
9. PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dan CV.Carmel yang telah
membantu penulis melakukan riset.
10.Teman-teman yang penulis sayangi yang telah mendukung dan
memotivasi penulis selama menulis skripsi ini, Wildayanti, Elly Syafitri
Harahap, Robert, Herbert, Andrevin, Emma Sidjabat, Mutiara Parwita,
Hutabarat, Anastasya MS, Dwi Susilawati, Syahariska Dina, Arija Br
Ginting, Solatiya, dan teman-teman lain yang namanya tidak bisa penulis
sebutkan satu per satu.
11.Terimakasih juga kepada Gally Angga Ananta yang telah banyak
membantu dan memotivasi penulis selama penulisan skripsi.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam
skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar dapat menjadi acuan penulis dalam karya berikutnya. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, April 2014
Hormat Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAK ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 9
C. Tujuan Penulisan ... 10
D. Manfaat Penulisan ... 10
E. Metode Penelitian ... 11
F. Keaslian Penulisan ... 13
G. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN A. Pengertian Perjanjian Pemborongan Pekerjaan ... 17
B. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan ... 21
C. Cara Memborongkan Pekerjaan ... 29
D. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan ... 40
BAB III PEMBUATAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN
ANTARA PT.PLN (PERSERO) DENGAN CV.CARMEL
A. Proses Penawaran Kerjasama Pemborongan Pekerjaan ... 48
B. Penyusunan Perjanjian Kerjasama Pemborongan Pekerjaan ... 55
C. Hak Dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama Pemborongan
Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel ... 59
D. Objek Perjanjian Kerjasama Pemborongan Pekerjaan antara PT.PLN
(Persero) dengan CV.Carmel ... 66
BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN
ANTARA PT.PLN (PERSERO) DENGAN CV.CARMEL DALAM HAL
PENYEIMBANGAN BEBAN TRAFO
A. Kepastian Hukum dalam Pelaksanaan Pemborongan Pekerjaan ... 69
B. Penerapan Asas Itikad Baik dalam Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan
Pekerjaan ... 77
C. Kendala dan Penyelesaian Permasalahan yang Timbul dalam Pelaksanaan
Perjanjian Pemborongan Pekerjaan... 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Frezi Widianingsih*
Dr. H. Hasim Purba,SH.,M.Hum** Zulkifli Sembiring,SH.,MH ***
Perusahaan Listrik Negara (PT.PLN) yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di dalam pelaksanaan kegiatannya terkadang juga membutuhkan kerjasama dengan pihak lain sehingga dibutuhkan perjanjian-perjanjian. Perjanjian pemborongan ini dilaksanakan antara PT.PLN (Persero) selaku pemberi tugas dan pihak swasta selaku pemborong. Tujuan dibuatnya perjanjian pemborongan ini adalah untuk penyeimbangan beban trafo distribusi PT.PLN (Persero). Suatu perjanjian akan membawa kepastian hukum dan menjadi undang-undang bagi pihak yang membuatnya. Perjanjian pemborongan yang dibuat juga harus memperhatikan asas-asas hukum perjanjian yang ada. Dari perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat akan menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Skripsi ini berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi Pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)”. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah perjanjian pemborongan yang dibuat oleh PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel sudah menjamin kepastian hukum, bagaimana penerapan asas itikad baik di dalam kontrak, dan bagaimana penyelesaian permasalahan apabila terjadi sengketa di dalam perjanjian pemborongan pekerjaan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV.Carmel.
Penelitian ini dilakukan di PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh menggunakan metode normatif deskriptif, melalui kepustakaan dan penelitian lapangan. Metode kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan materi skripsi dan penelitian lapangan dilakukan dengan cara wawancara dengan pihak PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian pemborongan pekerjaan belum memenuhi kepastian hukum karena anatomi kontrak kurang lengkap yaitu tidak ditandatanganinya kontrak oleh pihak PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh. Itikad baik dalam pelaksanaan kontrak sudah terpenuhi karena tidak ditemukan kendala, namun dari segi hak dan kewajiban masih terdapat ketidakseimbangan dan penyelesaian sengketa diawali dengan musyawarah apabila tidak terjadi kesepakatan maka dilakukan dengan cara arbitrase, apabila masih belum tercapai kesepakatan maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui jalur pengadilan.
Kata Kunci: Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
*Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.
ABSTRAK
Frezi Widianingsih*
Dr. H. Hasim Purba,SH.,M.Hum** Zulkifli Sembiring,SH.,MH ***
Perusahaan Listrik Negara (PT.PLN) yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di dalam pelaksanaan kegiatannya terkadang juga membutuhkan kerjasama dengan pihak lain sehingga dibutuhkan perjanjian-perjanjian. Perjanjian pemborongan ini dilaksanakan antara PT.PLN (Persero) selaku pemberi tugas dan pihak swasta selaku pemborong. Tujuan dibuatnya perjanjian pemborongan ini adalah untuk penyeimbangan beban trafo distribusi PT.PLN (Persero). Suatu perjanjian akan membawa kepastian hukum dan menjadi undang-undang bagi pihak yang membuatnya. Perjanjian pemborongan yang dibuat juga harus memperhatikan asas-asas hukum perjanjian yang ada. Dari perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat akan menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Skripsi ini berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi Pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)”. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah perjanjian pemborongan yang dibuat oleh PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel sudah menjamin kepastian hukum, bagaimana penerapan asas itikad baik di dalam kontrak, dan bagaimana penyelesaian permasalahan apabila terjadi sengketa di dalam perjanjian pemborongan pekerjaan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV.Carmel.
Penelitian ini dilakukan di PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh menggunakan metode normatif deskriptif, melalui kepustakaan dan penelitian lapangan. Metode kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan materi skripsi dan penelitian lapangan dilakukan dengan cara wawancara dengan pihak PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian pemborongan pekerjaan belum memenuhi kepastian hukum karena anatomi kontrak kurang lengkap yaitu tidak ditandatanganinya kontrak oleh pihak PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh. Itikad baik dalam pelaksanaan kontrak sudah terpenuhi karena tidak ditemukan kendala, namun dari segi hak dan kewajiban masih terdapat ketidakseimbangan dan penyelesaian sengketa diawali dengan musyawarah apabila tidak terjadi kesepakatan maka dilakukan dengan cara arbitrase, apabila masih belum tercapai kesepakatan maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui jalur pengadilan.
Kata Kunci: Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
*Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan dari Negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah
memajukan kesejahteraan umum. Guna mencapai tujuan tersebut, pemerintah
terus melakukan berbagai bentuk pembangunan baik dari segi fisik maupun segi
non fisik. Pembangunan itu dilakukan semata-mata untuk mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur, oleh karena itu setiap pembangunan harus
dapat dinikmati hasilnya oleh seluruh Rakyat Indonesia. Kegiatan pembangunan
yang dilakukan pemerintah dapat berupa pengadaan barang dan jasa, non
pengadaan, sertapembangunan sarana dan prasana.
Pembangunan sarana oleh pemerintah diwujudkan dalam berbagai bentuk.
Salah satu bentuk dari pembangunan yang dilaksanakan tersebut berupa
pembangunan proyek-proyek sarana, prasarana, yang berwujud pembangunan dan
rehabilitasi jalan-jalan, jembatan, pelabuhan, irigasi, saluran-saluran air,
perumahan rakyat, maupun perkantoran-perkantoran dan sebagainya.1
Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah termasuk juga di bidang
kelistrikan. Pemerintah menyediakan listrik bagi masyarakat, dan kegiatan
1
pembangunan diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut, baik itu membangun
pembangkit listrik, ataupun membangun jaringan-jaringan listrik. Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang melakukan kegiatan usahanya untuk melayani
kepentingan masyarakat luas di bidang listrik adalah PT Perusahaan Listrik
Negara (PLN) Persero, selaku perusahaan dengan sifat usaha tertentu yang
melaksanakan tugas khusus guna mencapai fungsi kesejahteraan umum yang juga
menjadi tujuan Bangsa Indonesia. Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh PT.PLN
(Persero) diantaranya adalah penyediaan tenaga listrik, baik berupa pembangkit
tenaga listrik, penyaluran tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, perencanaan dan
pembangunan sarana penyedia listrik, serta jasa ketenagalistrikan lainnya.
Peraturan yang mengatur mengenai pengadaan barang dan jasa sudah
beberapa kali mengalami perubahan. Peraturan-peraturan mengenai pengadaan
barang/jasa oleh pemerintah yang berlaku saat ini adalah Peraturan Presiden
(Perpres) No. 54 Tahun 2010, Perpres No. 35 Tahun 2011 (Perubahan Pertama),
dan Perpres No. 70 Tahun 2012 (Perubahan Kedua), serta diatur pula dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dengan peraturan
pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2000. Sedangkan
peraturan mengenai pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh BUMN, berlaku
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2008
tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha
Milik Negara serta perubahannya No. PER‐15/MBU/2012.Peraturan menteri
tersebut digunakan untuk kegiatan pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). Perjanjian pengadaan barang dan jasa termasuk dalam perjanjian
pemborongan yang terdapat di dalam KUH Perdata yaitu pasal 1601, 1601b, dan
1604 sampai 1616.
PT.PLN (Persero) dalam melaksanakan kegiatannya ada kalanya tidak
bekerja sendiri, PT.PLN (Persero) pada umumnya melibatkan pihak kedua, baik
itu selaku penyedia barang dan jasa, pemborong dan lain-lain. Hal utama yang
harus dilakukan sebelum pelaksanaan jasa konstruksi yang melibatkan pihak lain
tersebut adalah membuat perjanjian (kontrak). Perjanjian dibutuhkan untuk
menuangkan kehendak dari para pihak secara tertulis dan mencapai kesepakatan
mengenai kegiatan yang ingin dilaksanakan. Tahapan yang harus dilakukan
terlebih dahulu sebelum membuat perjanjian pemborongan pekerjaan adalah
pemilihan penyedia barang dan jasa. Perjanjian pemboronganpekerjaan yang
dibuat oleh PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV.Carmel dilakukan
melalui tahapan penunjukan langsung. PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh
mengundang calon penyedia barang dan jasa (CV.Carmel). Setelah dilakukan
proses penawaran dan negosiasi, PT.PLN (Persero) kemudian menetapkan
CV.Carmel sebagai pemborong dalam melaksanakan kegiatan penyeimbangan
beban trafo, setelah itubarulah pihak PT.PLN (Persero) membuat Surat
Penunjukan Jasa Langsung (perjanjian pemborongan) yang di dalamnya terdiri
atas pasal-pasal yang berkaitan dengan pekerjaan yang akan dilakukan.
Perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat harus memperhatikan
membuat suatu perjanjian. Asas dalam perjanjian berfungsi untuk membatasi para
pihak agar tidak menyimpang dari nilai-nilai yang seharusnya. Asas tersebut
diantaranya adalah asas kebebasan berkontrak, asas itikad baik, asas
konsensualisme, dan asas pacta sunt servanda.
Universitas Sumatera Utara Open Course Ware bagian Kenotariatan
menyebutkan bahwa, asas kebebasan berkontrak yang terdapat di dalam pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata, berkaitan dengan bentuk dan isi perjanjian. Makna
kebebasan berkontrak adalah setiap orang bebas untuk menentukan dengan siapa
ia akan mengikatkan dirinya, isi dan bentuk perjanjian yang akan dibuat, serta
pilihan hukum yang akan digunakan. Asas kebebasan berkontrak bukan berarti
para pihak dapat dengan leluasa bebas menuangkan segala kemauannya di dalam
kontrak, kebebasan berkontrak tetap harus memenuhi beberapa ketentuan, yaitu
kontrak tersebut memenuhi syarat sebagai suatu kontrak, tidak dilarang oleh
Undang-Undang, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, dan sepanjang kontrak
tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.2
Asas itikad baik menurut pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, dinyatakan
bahwa suatu kontrak haruslah dilaksanakan dengan iktikad baik (goeder trouw,
bona fide). Rumusan dari pasal 1338 ayat (3) tersebut mengindikasikan bahwa
sebenarnya iktikad baik bukan merupakan syarat sahnya suatu kontrak
sebagaimana syarat yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata. Unsur itikad
baik dalam hal pembuatan suatu kontrak dapat dicakup oleh unsur sebab yang
2
halal dari pasal 1320 KUHPerdata. Dengan demikian, dapat saja suatu kontrak
dibuat dengan iktikad baik, tetapi justru dalam pelaksanaannya misalnya
dibelokkan kearah yang merugikan salah satu pihak atau merugikan pihak ketiga.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kontrak tersebut bertentangan dengan
iktikad baik.3
Asas konsensualisme maksudnya adalah bahwa suatu kontrak sudah sah
dan mengikat ketika tercapai kata sepakat. Jadi, dengan adanya kata sepakat,
kontrak tersebut pada prinsipnya sudah mengikat dan sudah mempunyai akibat
hukum, sehingga mulai saat itu juga sudah timbul hak dan kewajiban diantara
para pihak. Dengan demikian, pada prinsipnya syarat tertulis tidak diwajibkan
untuk suatu kontrak. Kontrak lisan pun sebenarnya sah-sah saja menurut hukum.
Akan tetapi terhadap beberapa jenis kontrak disyaratkan harus dibuat dalam
bentuk tertulis, atau bahkan harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat tertentu,
sehingga disebut dengan Kontrak Formal. Ini adalah merupakan perkecualian dari
prinsip umum tentang asas konsensualitas.4
3
Ibid.
4
Ibid.
Asas pacta sunt servanda juga tercantum dalam pasal 1338 KUHPerdata,
menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Setiap pihak harus tunduk
Perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat oleh PT.PLN (Persero)
Area Payakumbuh dengan CV. Carmel, pada bagian penutupnyayaitu pasal 14
terdapat klausul yang menyatakan bahwa:
“Perjanjian ini ditandatangani oleh Para Pihak di Payakumbuh, dibuat rangkap 4 (empat) masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang berlaku yang mana 3 (tiga) rangkap untuk pihak pertama dan 1 (satu) rangkap untuk pihak kedua, dan setalah dibubuhi materai yang cukup dan ditandatangani kedua belah pihak”.
Pada kenyataannya, tidak kedua belah pihak menandatangani perjanjian
tersebut, perjanjian tersebut hanya ditandatangani oleh pihak pemborong saja,
yaitu direktur dari CV.Carmel.
Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan
kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala
timbul sengketa di kemudian hari.5 Perjanjian yang dibuat secara tertulis juga
menjadi bukti terhadap adanya hubungan hukum. Tanda tangan menjadi simbol
dari curahan hati dan pikiran yang telah dipikirkan matang oleh orang yang
membuat perjanjian tersebut, sehingga pada akhirnya ia sepakat untuk mengikuti
segala ketentuan yang telah dirundingkan sebelumnya dengan pihak lain, sebagai
syarat sahnya sehingga perjanjian tersebut sah sebagai salah satu bentuk
perikatan.6
Yahya Harahap di dalam bukunya Hukum Acara Perdata menyatakan
bahwa suatu surat yang memuat pernyataan atau kesepakatan yang jelas dan
5
Slide pilihan hukum dalam kontrak bisnis.pdfhttp://ocw.usu.ac.id/course/download/10500000010-hukum-perusahaan/ diakses pada
11 Oktober 2013 pukul 12.30 WIB
6
terang, tetapi tidak ditandatangani ditinjau dari segi hukum pembuktian, tidak
sempurna sebagai surat atau akta sehingga tidak sah dipergunakan sebagai alat
bukti tulisan. Apabila surat tersebut merupakan pernyataan sepihak, harus
ditandatangani orang yang membuat pernyataan, dan apabila merupakan
kesepakatan kedua belah pihak mesti ditandatangani dua belah pihak.7
7
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2004) hlm.560
Perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat oleh PT.PLN (Persero)
Area Payakumbuh dengan CV.Carmel meskipun tidak ditandatangani oleh pihak
PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh selaku pihak pemberi kerja, tetapi tetap
dilaksanakan oleh CV.Carmel. Pelaksanaan tersebut dapat menimbulkan
ketidakpastian hukum bagi pihak pemborong, apabila terjadi masalah di kemudian
hari, terutama di dalam pembuktian di pengadilan, dan bisa saja merugikan salah
satu pihak. Karena sudah dengan jelas tercantum di dalam pasal 14 pada
perjanjian pemborongan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan
CV.Carmel disebutkan bahwa “Perjanjian ini ditandatangani oleh para pihak di
Payakumbuh, dibuat rangkap empat masing-masing mempunyai kekuatan hukum
yang berlaku yang mana tiga rangkap untuk pihak pertama dan satu rangkap untuk
pihak kedua dan setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak dan dibubuhi
materai yang cukup”. Kekuatan hukum yang tercantum di dalam klausul pasal 14
diiringi dengan kata-kata “setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak”, tetapi
pada kenyataannya PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh tidak ikut
Isi kontrak juga memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak
dan kewajiban para pihak dicantumkan bertujuan agar masing-masing pihak
mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya dan dapat menilai apakah
pihak lainnya telah melaksanakan hak dan kewajibannya, atau malah tidak
melakukan kewajiban sebagaimana mestinya. Di dalam perjanjian pemborongan
pekerjaan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV.Carmel
ditemukan bahwa di dalam pasal 2 yang berjudul “Hak dan Tanggung Jawab Para
Pihak dalam Pelaksanaan Surat Penunjukan Jasa Langsung (SPJL)”, tidak
mencantumkan hak dari para pihak sama sekali meskipun judul pasalnya
dituliskan hal demikian, yang terdapat di dalam pasal tersebut adalah
larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh pihak kedua dalam melaksanakan
kontrak.Dan apabila dilihat dari keseluruhan isi pasal, pasal-pasal yang terdapat di
dalam kontrak lebih banyak menerangkan mengenai hal-hal yang harus dilakukan
oleh pihak kedua (CV.Carmel). Hal itu membuat pihak pemborong menanggung
beban tanggungjawab yang lebih banyak dibandingkan pihak yang
memborongkan.
Ketidakseimbangan tanggung jawab tersebut, dapat dikaitkan dengan asas
itikad baik dalam kontrak. Pada dasarnya, itikad baik bermakna bahwa satu pihak
harus memperhatikan kepentingan pihak lainnya di dalam kontrak. Itikad baik di
dalam kontrak tidak hanya berperan di dalam pelaksanaan kontrak saja, tetapi juga
pada saat penandatanganan dan tahap pra-kontrak. Itikad baik tersebut tidak hanya
dilihat dari para pihak dalam melaksanakan kontrak saja, tetapi juga dari nilai-niai
yang penting dalam hukum kontrak. Namun pada saat ini, pengertian mengenai
itikad baik masih berbeda-beda, perbedaan itu dapat dilihat dari waktu, orang,
maupun tempat.8
B. Rumusan Permasalahan
Itikad baik itu juga berperan dalam masa sebelum
ditandatanganinya kontrak, oleh karena itu perlu dikaji mengapa masih ada
ketidakseimbangan hak dan kewajiban di dalam kontrak, meskipun setelah
terjadiya perundingan sebelum membuat kontrak.
Menyadari adanya masalah dan pentingnya penyelesaian masalah tersebut,
maka penulis akan membahas lebih lanjut mengenai perjanjian pemborongan
tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Pelaksanaan Perjanjian
Pemborongan Pekerjaan antara PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan
CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi Pada PT.PLN
(Persero) Area Payakumbuh)”.
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah perjanjian pemboronganpekerjaan antara PT. PLN (Persero) Area
Payakumbuh dengan CV. Carmel sudah menjamin kepastian hukum bagi
kedua belah pihak?
2. Bagaimanakah penerapan asas itikad baik dalam perjanjian pemborongan
pekerjaan tersebut?
3. Apa kendala dalam pelaksanaan perjanjian tersebut dan bagaimana cara
mengatasinya?
8
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah perjanjian pemborongan pekerjaan antara PT.
PLN (Persero) Area Payakumbuh dengan CV. Carmel sudah menjamin
kepastian hukum bagi kedua belah pihak
2. Untuk mengetahui penerapan asas itikad baik dalam perjanjian
pemborongan pekerjaan tersebut
3. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian
tersebut dan bagaimana cara menyelesaikannya
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini dapat dilihat dari dua
sisi yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dunia pendidikan dan
akademisi khususnya. Untuk menambah literatur dalam bidang hukum
perdata pada umumnya dan perjanjian pemborongan pekerjaan sehingga
dapat lebih mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan
pemborongan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian
pemborongan pekerjaan.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali
itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum
tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
pemasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.9
1. Jenis Penelitian
Bahan-bahan atau data yang diperlukan dalam skripsi ini, penulis peroleh
dengan melakukan penelitian hukum dengan menggunakan cara-cara atau
metode-metode tertentu sebagai berikut:
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif
yang bersifat deskriptif. Normatif maksudnya penelitian dilakukan dengan
menggunakan dan mengelola data sekunder. Adapun sifat dari penulisan
skripsi ini adalah deskriptif yaitu menggambarkan secara sistimatis dan jelas
dimana penulis melakukan penelitian termasuk survey ke lapangan untuk
memperoleh data.
2. Sumber Data
9
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data
sekunder yaitu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yang
diperoleh dari:
a. Bahan hukum primer
Yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan
oleh pihak-pihak yang berwenang yakni berupa Undang- Undang,
Peraturan Pemerintah, dan lain-lain.
b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan dari buku hukum yang memberi penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian dan pendapat
dari pakar hukum. Termasuk juga semua dokumen yang merupakan
informasi atau merupakan kajian berbagai media seperti koran,
majalah, artikel-artikel yang dimuat di berbagai website di internet.
c. Bahan Hukum Tersier
Yaitu bahan yang memberikan petunjuk, maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Penelitian Kepustakaan (library Research) yaitu meneliti sumber
sumber bacaan yang berhubungan dengan permasalahan dalam
skripsi ini, seperti buku-buku hukum, majalah hukum, artikel-artikel,
peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, pendapat
b. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang
dilakukan pada dalam bentuk studi kasus. Penulis melakukan studi
kasus terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
perjanjian pemborongan pekerjaan, untuk melengkapi bahan yang
diperoleh dalam penelitian kepustakaan di atas.
4. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum ini
adalah:
a. Studi dokumen, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui data
tertulis yang berkaitan dengan penelitian hukum ini.
b. Wawancara, wawancara dilakukan dengan pihak PT.PLN (Persero)
Area Payakumbuh untuk memperoleh data yang dibutuhkan.
5. Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis
kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan
selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang
akan dibahas dan hasilnya dituangkan ke dalam bentuk skripsi.
F. Keaslian penulisan
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, diketahui bahwa skripsi
dengan judul “Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN
(Persero) Area Payakumbuh dengan CV. Carmel dalam hal Penyeimbangan
ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Kalaupun ada judul yang
serupa, namun permasalahan dan materi pembahasan yang diangkat juga berbeda
dan bila di kemudian hari ditemukan skripsi dengan judul yang sama yang telah
ada sebelumnya, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab penulis. Berikut
beberapa skripsi yang memiliki judul yang hampir serupa dengan skripsi ini:
1) Nama Penulis : PITYANI MEUTIA LUBIS
NIM : 020200036
Judul Skripsi : PERJANJIAN BORONGAN KERJA ANTARA PT.PLN
(PERSERO)DENGAN PT. STARINDO PERKASA
SEMESTA
Rumusan Masalah:
a) Bagaimana prosedur pelelangan yang dilakukan oleh PT.PLN
(Persero)bila dihubungkan dengan Keppres No. 24 Tahun 1995
dan perbandingannya dengan Keppres No. 32 tahun 2005?
b) Sejauh mana tanggung jawab PT. STARINDO PERKASA
SEMESTA terhadap perjanjian borongan kerja yang dilakukan?
2) Nama Penulis : SRI WINDA PASARIBU
NIM : 060200133
Judul Skripsi : TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN
PEKERJAAN ANTARA DINAS PEKERJAAN UMUM
KIMPRASWIL KABUPATEN TOBA SAMOSIR
DENGAN CV. BAGAS BELANTARA (STUDI KASUS
Rumusan Masalah:
a) Apakah proses pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan
Peningkatan Saluran Irigasi Bondar Sitoman Sosor Pandan
Sepanjang 75m telah sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku?
b) Bagaimanakah tanggung jawab para pihak dalam melaksanakan
perjanjian pemborongan pekerjaan?
c) Bagaimanakah penyelesaian Perselisihan yang timbul dalam
pelaksanaan perjanjian pemborongan?
3) Nama Penulis : KRISTI MEI SARA SIMBOLON
NIM : 090200201
Judul Skripsi : TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN
PEKERJAAN PEMBANGUNAN SALURAN
DRAINASE ANTARA DINAS BINA MARGA KOTA
MEDAN DENGAN CV.TERATAI 26
Rumusan Masalah:
a) Apakah proses pelaksanaan Perjanjian Antara Dinas Bina Marga
Kota Medan dengan CV.Teratai 26 tidak mengandung cacat
hukum?
b) Apakah hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian dan
Demikianlah beberapa skripsi yang memiliki kesamaan pembahasan
mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan, namun rumusan masalah yang
dibahas berbeda dengan permasalah yang penulis paparkan di dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya
sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab dengan bab yang lain
yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini
adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan secara umum mengenai latar belakang, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan, yang
kemudian diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN
PEKERJAAN
Bab ini menjelaskan mengenai tinjauan umum mengenai perjanjian
pemborongan pekerjaan yang terdiri dari lima sub bab, yaitu Pengertian Perjanjian
pemborongan pekerjaan, pihak-pihak dalam perjanjian pemborongan pekerjaan,
cara memborongkan pekerjaan, tanggung jawab para pihak dalam perjanjian
pemborongan pekerjaan, dan berakhirnya perjanjian pemborongan pekerjaan.
BAB III PEMBUATAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN
Bab ini menjelaskan mengenai segi pembuatan dari perjanjian
pemborongan pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel, terdiri atas
empat sub bab, yaitu: Proses penawaran kerjasama pemborongan pekerjaan,
penyusunan perjanjian kerjasama pemborongan pekerjaan, hak dan kewajiban
para pihak dalam perjanjian kerjasama pemborongan pekerjaan, dan objek
perjanjian kerjasama pemborongan pekerjaan.
BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN
ANTARA PT.PLN (PERSERO) DENGAN CV.CARMEL DALAM HAL
PENYEIMBANGAN BEBAN TRAFO
Bab ini membahas mengenai pelaksanaan dari perjanjian pemborongan
pekerjaan, terdiri atas tiga sub bab, yaitu: kepastian hukum dalam pelaksanaan
perjanjian pemborongan pekerjaan, penerapan asas itikad baik dalam pelaksanaan
perjanjian pemborongan pekerjaan, serta kendala dan penyelesaian permasalahan
yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran terhadap hasil analisis yang dilakukan.
Kesimpulan merupakan intisari dari pembahasan terhadap permasalahan yang
diajukan dalam skripsi ini, sedangkan saran yang ada diharapkan dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terlibat
dalam Perjanjian Pemborongan.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN
PEKERJAAN
A. Pengertian Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
Buku III KUH Perdata berjudul “Perihal Perikatan”. Perkataan “perikatan”
(verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari kata “perjanjian”, sebab dalam
Buku III itu, diatur juga perihal hubungan hukum dan perihal perikatan yang
timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan
persetujuan. Tetapi sebagian besar dari Buku III diajukan pada
perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan hukum
perjanjian.10
Perjanjian perburuhan menurut pasal 1601 a dinyatakan bahwa:
“Perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di Bentuk perjanjian melakukan pekerjaan termasuk dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Bab VII A pada Pasal 1601. Pasal tersebut
dinyatakan bahwa:
“Selain Perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa, yang diatur oleh ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada, oleh kebiasaan, maka adalah dua macam perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan menerima upah; pekerjaan perburuhan dan pemborongan pekerjaan”.
10
bawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu
melakukan pekerjaan dengan menerima upah.”
Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu adalah perjanjian dimana
pihak yang satu menghendaki agar pihak yang lain melakukan suatu pekerjaan
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Untuk itu pihak yang menghendaki hasil
pekerjaan tersebut bersedia membayar biaya, sedangkan apa yang akan dilakukan
oleh pihak pemberi jasa, dalam melakukan pekerjaan tersebut sama sekali terserah
padanya. Biasanya mereka adalah seorang ahli dalam melakukan pekerjaan
tersebut dan selalu sudah memasang tarif untuk jasanya.11
Pemborongan kerja dalam Bahasa Belanda disebut dengan "aanneming
van werk". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, kata borong
mempunyai makna melakukan pembelian secara besar-besaran, tidak satu-satu
atau sedikit-sedikit (tertentu jual-beli, penanganan pekerjaan, dan sebagainya)
semuanya secara keseluruhan dalam jumlah besar.12
Djumialdji menyatakan defenisi perjanjian pemborongan pekerjaan yang
terdapat di dalam pasal 1601 b tersebut kurang tepat, karena perjanjian
pemborongan adalah perjanjian sepihak, sebab si pemborong hanya mempunyai Pasal 1601 b KUHPerdata memberikan rumusan mengenai Perjanjian
Pemborongan Pekerjaan yaitu:
“Persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengingkatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan”.
11
Mohd. Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial,
(Jakarta: Sarana Bhakti Persada, 2005) hlm.85
12
kewajiban saja sedangkan yang memborongkan hanya mempunyai hak saja.
Defenisi perjanjian pemborongan menurut Djumialdji yaitu bahwa Pemborongan
Pekerjaan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong,
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang
lain, yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang
ditentukan.13
Ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan di dalam KUH Perdata
berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek swasta maupun
pada proyek-proyek pemerintah. Perjanjian pemborongan pada KUH Perdata itu
bersifat pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan dalam
KUH Perdata dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan
atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri
ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Apabila para pihak dalam
perjanjian pemborongan membuat sendiri ketentuan-ketentuan dalam perjanjian
pemborongan maka ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata dapat melengkapi
apabila ada kekurangannya.14
Peraturan lain yang juga mengatur mengenai perjanjian pemborongan
pekerjaan adalah A.V.1941 singkatan dari “Algemene Voorwarden voorde
unitvoering bij aanneming van openbare werken in Indonesia” (Syarat-syarat
umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia).AV 1941
berdasarkan surat keputusan pemerintah Hindia Belanda tanggal 28 Mei 1941 No.
13
Djumialdji 1, Op.Cit., hlm.4
14
9 dan merupakan peraturan standar atau baku bagi perjanjian pemborongan di
Indonesia, khususnya untuk proyek-proyek pemerintah.
Cara peraturan standar (AV 1941) masuk dalam perjanjian pemborongan
sebagai perjanjian standar adalah sebagai berikut:
1. Dengan penunjukan yaitu dalam SPK atau Surat Perintah Kerja atau dalam surat perjanjian pemborongan (kontrak) terdapat ketentuan-ketentuan yang merujuk pada pasal-pasal AV 1941.
2. Dengan penandatanganan yaitu dalam SPK atau dalam surat perjanjian pemborongan (kontrak) dimuat ketentuan-ketentuan dari AV 1941 secara lengkap.15
Peraturan yang terdapat di dalam A.V.1941 sudah banyak yang
ketinggalan zaman, sehingga dibentuklah peraturan yang sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan saat ini. Pengaturan mengenai pemborongan
pekerjaan diluar KUH Perdata yaitu Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun
2010, Perpres No. 35 Tahun 2011 (Perubahan Pertama), dan Perpres No. 70
Tahun 2012 (Perubahan Kedua), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi dengan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2000. Dan untuk BUMN, pengadaan barang/jasa berdasarkan
pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Peraturan Menteri
BUMN No. PER‐15/MBU/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Negara Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaa
Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara.
B. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
15
Pihak yang terkait dengan perjanjian pemborongan dapat dibedakan
menjadi pihak yang terkait secara langsung dan pihak yang tidak terkait secara
langsung. Pihak yang tidak tekait secara langsung seperti buruh/tenaga kerja dan
lain sebagainya. Mengenai pihak-pihak yang langsung terkait dalam perjanjian
pemborongan itu disebut dengan peserta dalam perjanjian pemborongan menurut
Djumialdji terdiri dari unsur-unsur:
1. Yang memborongkan/prinsipil/bouwheer/aanbesteder/pemberi tugas dan lain
sebagainya.
2. Pemborong/kontraktor/rekanan/aannemer/pelaksana dan sebagainya.
3. Perencana/arsitek.
4. Direksi/pengawas16
Unsur-unsur dari para pihak yang tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Yang memborongkan
Pihak yang memborongkan dapat berupa perorangan ataupun badan
swasta. Bagi proyek pemerintah, yang memborongkan adalah departemen atau
lembaga pemegang mata anggaran. Yang memborongkan yang mempunyai
rencana atau prakarsa memborongkan proyek sesuai dengan Surat Perjanjian
Pemborongan atau Kontrak dan apa yang tercantum dalam bestek dan
syarat-syarat.17
16
Ibid., hlm.23
17
Si pemberi tugas dalam pelaksanaan pemborongan tersebut dapat diwakili
oleh direksi yang bertugas mengawasi pelaksanaan pekerjaan, dalam hal ini dapat
ditunjuk seorang arsitek atau seorang utusan yang berwenang untuk melakukan.
Dalam pemborongan pekerjaan umum yang dilakukan oleh instansi pemerintah,
direksi lazim, ditunjuk dari instansi yang berwenang, biasanya dari instansi
pekerjaan Umum atas dasar penugasan ataupun perjanjian kerja.18
1) Apabila Yang Memborongkan adalah pemerintah dan pemborong juga pemerintah, maka hubungannya disebut hubungan kedinasan.
Hubungan antara Yang Memborongkan dengan Pemborong dapat berupa:
2) Apabila Yang Memborongkan dari pemerintah sedangkan pemborong dari pihak swasta, hubungannya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja, atau surat perjanjian kerja/kontrak.
3) Apabila Yang Memborongkan maupun Pemborong keduanya merupakan pihak swasta, maka hubungannya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja, atau surat perjanjian kerja/kontrak.
Hubungan antara pemberi tugas dengan perencana dapat berupa:
a) Pemberi tugas dari pemerintah dan perencana juga dari pemerintah, maka hubungannya berwujud kedinasan.
b) Pemberi tugas dari pemerintah atau swasta, perencana berasal dari pihak swasta yang bertindak sebagai penasihat pemberi tugas, hubungannya dituangkan ke dalam perjanjian melakukan jasa-jasa tunggal.
c) Apabila pemberi tugas dari pemerintah atau swasta, dengan perencana swasta yang bertindak sebagai wakil pemberi tugas maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792-1819 KUH Perdata).
Tugas dari pemberi tugas yaitu:
(1) Memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan pemborong
(2) Menerima hasil pekerjaan
18
(3) Membayar harga bangunan.19
b. Pemborong
Pemborong bertindak melakukan pemborongan bangunan sesuai dengan
bestek dan syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam kontrak. Dalam
melaksanakan pekerjaan pemborongan si pemborong dalam pekerjaan sehari-hari
dapat menguasakan pekerjaan tersebut kepada pelaksana (uitvoerder).20
1) Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bestek
Pemborong bisa berupa perusahaan-perusahaan yang bersifat perorangan
yang berbadan hukum atau yang bergerak dalam bidang pelaksanaan
pemborongan pekerjaan. Tugas pemborong adalah:
2) Menyerahan pekerjaan. 21
Pemborong yang melaksanakan kegiatan dibidang usaha jasa konstruksi
diwajibkan untuk memperoleh izin Menteri Pekerjaan Umum atau Pejabat yang
ditunjuk, Izin tersebut adalah Surat Izin Jasa Konstruksi (SIUJK).
c. Perencana
Perencana adalah pihak yang menyusun rencana bangunan, membuat
bestek sesuai kehendak dari si pemberi pekerjaan. Tugas perencanaan dalam
pemborongan pekerjaan dilakukan oleh seorang ahli yaitu arsitek. Pada fase
perencanaan pekerjaan sebelum terjadinya kontrak pemborongan pekerjaan,
perencanaan pada umumnya diserahkan kepada seorang arsitek. Arsitek di sini
berfungsi sebagai penasehat bagi pemberi tugas, dan bertugas menyusun rencana
19
Djumialdji 2, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1995), hlm.8
20
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit., hlm.69
21
bangunan, menyusun bestek anggaran sesuai yang dikehendaki oleh pemberi
tugas untuk dilaksanakan oleh pemborong. Untuk pemborongan yang dilakukan
melalui pelelangan, arsitek selaku wakil dari pemberi tugas mewakili pemberi
tugas melakukan pengumuman, menyampaikan undangan, memberikan
penjelasan-penjelasan tentang pekerjaan dan syarat-syarat pembangunan, serta
mempersiapkan kontrak pemborongan bangunan.22
1) Menyusun rencana pekerjaan. Di sini arsitek bertindak sebagai penasehat dari pemberi tugas dan belum bertindak sebagai wakil dari pemberi tugas, sehingga belum ada unsur perwakilan di sini. Dalam praktek kemungkinan terjadi bahwa rencana pekerjaan ini diserahkan pada konsultan.
Tugas dari arsitek dalam proses pemborongan bangunan dapat dibagi atas
tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
2) Membantu proses pelelangan pekerjaan dan proses terjadinya perjanjian, disini arsitek bertindak sebagai wakil dari pemberi tugas. Pada fase pelelangan, bertugas melakukan pengumuman, memberikan undangan, memberikan penjelasan-penjelasan dan menyusun rencana perjanjian. 3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan yang dilakukan pemborong.
Di sini arsitek bertugas sebagai direksi, mewakili pemberi tugas melakukan pengawasan terhadap pekerjaan pemborong.23
d. Direksi
Direksi di dalam perjanjian pemborongan pekerjaan mempunyai tugas
untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan pemborong. Pengawas memberi
petunjuk-petunjuk, memborongkan pekerjaan, memeriksa bahan-bahan, waktu
pembangunan berlangsung dan akhirnya membuat penilaian terhadap pekerjaan.
Pengawasan pelaksanaan berarti mewakili yang memborongkan dalam
segala hal yang menyangkut pelaksanaan yaitu memberi pimpinan dan
22
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit., hlm.75
23
mengadakan pengawasan dalam pelaksanaan pekerjaan. Hubungan hukum antara
direksi dengan Yang Memborongkan diatur sebagai berikut:
1) Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut dengan hubungan kedinasan.
2) Apabila direksi pihak swasta sedangkan yang memborongkan pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa, dimana yang memberi kuasa pihak yang memborongkan (pemerintah) sedangkan yang diberi kuasa adalah pihak direksi atau swasta.
3) Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa.24
Pengawas lapangan adalah pengawas yang bertugas melakukan
pengawasan di lapangan. Tugas pengawasan lapangan adalah sebagai berikut:
a) Melakukan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan proyek di lapangan agar sesuai dengan ketentuan dokumen kontrak dan syarat-syarat spesifikasi teknis.
b) Melaksanakan pengawasan dan memberikan petunjuk kepada pihak kontraktor/pelaksana dan menjaga hasil pelaksanaan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis dan jadwal waktu yang telah ditentukan sepanjang kegiatan yang diaksanakan dalam kontrak.
c) Membuat laporan teknis kemajuan dan hambatan di lapangan baik secara harian maupun mingguan kepada direksi teknis pekerjaan proyek.25
Selain pengawasan di lapangan, juga dikenal pengawas teknis. Pengawas
teknis mempunyai tugas:
(1) Melaksanakan penelitian dan pengecekan lapangan atas kebenaran dan hasilnya dituangkan kedalam berita acara kemajuan fisik dan berita acara pembayaran.
(2) Memeriksa lapangan yang diserahkan oleh pemborong.
(3) Buku harian yang berisi catatan lengkap atas kejadian dan kenyataan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan dan telah ditandatangani oleh pengawas lapangan kontraktor harus disimpan oleh direksi teknis.
(4) Menghitung biaya-biaya pekerjaan permanen yang diserahkan oleh kontraktor.26
24
Djumialdji 1, Op.Cit., hlm.34
25
Pasal 1 Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas
Perpres No. 12 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa juga
menyebutkan pihak yang terdapat di dalam pengadaan barang dan jasa, pihak
tersebut adalah:
(a) Pengguna barang dan jasa, yaitu pejabat pemegang kewenangan penggunaan
barang dan /atau jasa milik Negara/Daerah di masing-masing
Kementerian/Lembaga/Satuan Perangkat Daerah/Instansi lainnya.
(b) Pengguna Anggaran (PA), yaitu pejabat pemegang kewenangan penggunaan
anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Perangkat Daerah atau pejabat yang
disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD.
(c) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), yaitu pejabat yang ditetapkan oleh PA
untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh kepala daerah untuk
menggunakan APBD.
(d) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yaitu pejabat yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
(e) Pejabat Pengadaan, yaitu personil yang ditunjuk untuk melaksanakan
pengadaan langsung.
(f) Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institsi lain
(APIP), yaitu apart yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu,
evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.
26
(g) Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang
menyediakan Barang/pekerjaan konstruksi/jasa Konsultansi/Jasa lainnya.
Para pihak yang terdapat di dalam Pasal 1 Peraturan Menteri BUMN
PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaa Pengadaan Barang dan
Jasa Badan Usaha Milik Negara, tidak sebanyak yang diatur di dalam Perpres,
para pihak yang diatur yaitu:
[1] Pengguna Barang dan Jasa, adalah BUMN pemilik pekerjaan.
[2] Penyedia Barang dan jasa, adalan badan usaha, termasuk BUMN, badan
hukum, atau orang perseorangan/subjek hukum yang kegiatan usahanya
menyediakan barang dan jasa.
[3] Anak Perusahaan adalah anak Perusahaan BUMN yang sahamnya minimum
90% dimiliki oleh BUMN.
C. Cara Memborongkan Pekerjaan
Tahapan awal yang dilakukan sebelum melakukan pemborongan
pekerjaan adalah melakukan penyaringan pemborong. Penyaringan pemborong
menurut Djumialdji, terdiri atas tiga, yaitu:
1. Kualifikasi, yaitu penyaringan pemborong menurut kemampuannya dalam jangka waktu panjang, misalnya lima tahun.
2. Prakualifikasi, yaitu penyaringan pemborong menurut kemampunannya dalam jangka waktu pendek, yaitu kurang dari lima tahun.
3. Klasifikasi, yaitu penyaringan pemborongan menurut spesialisasinya, seperti pemborong spesialis bidang kelistrikan.27
27
Di Indonesia, penyaringan pemborong termasuk prakualifikasi karena
jangka waktunya kurang dari lima tahun. Prakualifikasi meliputi kegiatan:
a. Registrasi, yaitu pencatatan dan pendaftaran data calon pemborong
b. Klasifikasi, yaitu pengelolaan perusahaan bidangn sub bidang, dan lingkup pekerjaan.
c. Kualifikasi, yaitu penilaian serta penggolongan perusahaan menurut tingkat kemampuan dasarnya pada masing-masing bidang, sub bidang dan lingkup pekerjaannya.28
Pasal 56 Perpres No. 70 Tahun 2012 disebutkan bahwa kualifikasi adalah
proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan
tertentu lainnya dari Penyedia Barang/Jasa.Kualifikasi dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu prakualifikasi atau pascakualifikasi. Prakualifikasi adalah proses
penilaian kualifikasi yang dilakukan sebelum pemasukan penawaran. Sedangkan
pasca kualifikasi adalah penilaian kualifikasi yang dilakukan setelah pemasukan
penawaran.
Cara memborongkan pekerjaan menurut Perpres No. 70 Tahun 2012
(perubahan kedua atas Perpres No. 54 tahun 2010) pada Pasal 35 ayat (3), ada
lima cara memborongkan pekerjaan atau dengan kata lain ada lima macam cara
pengadaan barang dan jasa dalam pekerjaan konstruksi, yaitu:
1) Pelelangan umum
2) Pelelangan terbatas
3) Pemilihan langsung
4) Penunjukan langsung
5) Pengadaan langsung
28
Penjelasan mengenai cara memborongkan pekerjaan diatas dapat diuraikan
sebagai berikut:
a) Pelelangan umum
Pasal 1 angka 23 Perpres No. 70 Tahun 2012 dinyatakan bahwa
pelelangan umum adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua
Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat.
Keikutsertaan dalam pelelangan umum dilakukan dengan penawaran
tertulis. Penawaran berdasarkan syarat mengenai pekerjaan yang akan
dilaksanakan atau barang yang akan dibeli dan ketentuan lainnya. Syarat tersebut
dapat diketahui oleh para peminat melalui:
(1) Pengumuman
Kepala Kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek
menyampaikan pengumuman secara luas melalui media masa, media cetak dan
papan pengumuman resmi untuk penerangan sehingga masyarakat luas dunia
usaha dapat mengetahuinya.
(2) Penjelasan
Kepala Kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek memberikan
penjelasan kepada rekanan yang berminat dan memenuhi kualifikasi.29
b) Pelelangan terbatas
29
Pasal 1 angka 24 Perpres No. 70 Tahun 2012 memberikan pengertian
pelelangan terbatas adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan
Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas
dan untuk pekerjaan yang kompleks. Pelelangan terbatas jumlah pesertanya relatif
lebih sedikit karena peserta yang ikut adalah peserta yang diundang saja.
Penetapan pemenang lelang akan lebih mudah karena setiap peserta diketahui
kemampuannya.
c) Pemilihan langsung
Pasal 1 angka 26 Perpres No. 70 Tahun 2012 dinyatakan bahwa pengertian
Pemilihan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi
untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).Pemilihan Langsung dilakukan melalui proses pascakualifikasi. Pemilihan
Langsung diumumkan sekurang-kurangnya di website
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi, papan pengumuman resmi
untuk masyarakat, dan Portal Pengadaan Nasional melalui Layanan Pengadaan
Secara Elektronik (LPSE), sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang
berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Dalam Pemilihan
Langsung ini tidak ada negosiasi teknis dan harga.
d) Penunjukan Langsung
Penunjukan langsung menurut pasal 1 angka 31 Perpres No. 70 Tahun
langsung satu Penyedia Barang/Jasa. Pengaturan lebih lanjut mengenai
penunjukan langsung, terdapat dalam pasal 38 Perpres No. 70 Tahun 2012 yaitu
sebegai berikut:
Penunjukan Langsung terhadap satu Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya dapat dilakukan dalam hal:
(1) Keadaan tertentu
Kriteria keadaan tertentu yang dimaksud adalah:
(a) Penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian pekerjaannya harus segera/tidak dapat ditunda untuk: [1] Pertahanan negara;
[2] Keamanan dan ketertiban masyarakat;
[3] Keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera, termasuk:
[a] Akibat bencana alam dan/atau bencana non alam dan/atau bencana sosial;
[b] Dalam rangka pencegahan bencana;dan/atau
[c] Akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat menghentikan kegiatan pelayanan publik.
(b) Pekerjaan penyelenggaraan penyiapan konferensi yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional dan dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden;
(c) Kegiatan menyangkut pertahanan negara yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan serta kegiatan yang menyangkut keamanan dan ketertiban masyarakat yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(d) Kegiatan bersifat rahasia untuk kepentingan intelijen dan/atau perlindungan saksi sesuai dengan tugas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; atau
(e) Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa Lainnya karena 1 (satu) pabrikan, 1 (satu) pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang pelelangan untuk mendapatkan izin dari pemerintah.
(2) Pengadaan Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/ Jasa Lainnya yang bersifat khusus.
Kriteria yang dimaksud dengan sifat khusus ini adalah:
(a) Barang/Jasa Lainnya berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah;
bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya (unforeseen condition);
(c) Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bersifat kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan hanya ada 1 (satu) Penyedia yang mampu;
(d) Pekerjaan Pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan habis pakai dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan;
(e) Pengadaan kendaraan bermotor dengan harga khusus untuk pemerintah yang telah dipublikasikan secara luas kepada masyarakat;
(f) Sewa penginapan/hotel/ruang rapat yang tarifnya terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat;
(g) Lanjutan sewa gedung/kantor dan lanjutan sewa ruang terbuka atau tertutup lainnya dengan ketentuan dan tata cara pembayaran serta penyesuaian harga yang dapat dipertanggungjawabkan; atau
(h) Pekerjaan pengadaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum di lingkungan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang dilaksanakan oleh pengembang/developer yang bersangkutan.30
Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang satu Penyedia
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang dinilai mampu melaksanakan
pekerjaan dan/atau memenuhi persyaratan. Penunjukan tersebut didasarkan pada
penilaian terhadap rekanan yang sudah pernah bekerja sama dengan pihak
pengguna barang dan jasa sebelumnya, dan rekanan yang memenuhi
persyaratanlah yang ditunjuk sebagai penyedia barang dan jasadalam pekerjaan
tersebut. Penunjukan Langsung dilakukan dengan negosiasi baik teknis maupun
harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan
secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
e) Pengadaan langsung
30
Pasal 1 angka 32 Perpres No. 70 Tahun 2012 disebutkan bahwa pengadaan
langsung adalah Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa,
tanpa melalui Pelelangan/Seleksi/Penunjukan Langsung.Pemilihan Penyedia
Barang/Pekerjaan Konstruksi dengan metode Pengadaan Langsung dilakukan
sebagai berikut:
(1) Pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan
Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian dan kuitansi, serta
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan kuitansi;
(2) Permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis
dan harga kepada Penyedia untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan
SPK.
Cara pengadaan barang dan jasa Menurut Peraturan Menteri BUMN No.
PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan
Jasa Badan Usaha Milik Negara, ada empat jenis, yaitu:
(a) Pelelangan terbuka atau seleksi terbuka untuk jasa konsultan
(b) Pemilihan langsung atau seleksi langsung
(c) Penunjukan langsung
(d) Pembelian langsung
Penjelasan mengenai cara memborongkan pekerjaan diatas dapat diuraikan
sebagai berikut:
[1] Pelelangan terbuka atau seleksi terbuka untuk jasa konsultan
Pasal 5 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri BUMN No.
untuk jasa konsultanyaitu diumumkan secara luas melalui media massa guna
memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa yang memenuhi kualifikasi
untuk mengikuti pelelangan.
[2] Pemilihan langsung
Pasal 5 ayat (2) huruf b Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2008
menyebutkan bahwa pemilihan langsung atau seleksi langsung untuk
pengadaan jasa konsultan, adalah pengadaan barang dan jasa yang ditawarkan
kepada beberapa pihak terbatas sekurang-kurangnya 2 (dua) penawaran.
[3] Penunjukan Langsung
Menurut pasal 5 ayat (2) huruf c Peraturan Menteri BUMN No.
PER-05/MBU/2008, Penunjukan Langsung yaitu pengadaan barang atau jasa yang
dilakukan secara langsung dengan menunjuk satu penyedia barang dan jasa
atau melalui beauty contest.
Berdasarkan Pasal 9 Permen BUMN No. PER-05/MBU/2008 mengenai
penunjukan langsung, dijelaskan bahwa penunjukan langsung dilakukan sebagai
berikut:
[a] Pengadaan barang dan jasa melalui penunjukan langsung dilakukan dengan menunjuk langsung satu atau lebih penyedia barang dan jasa.
[b] Penunjukan langsung hanya dapat dilakukan sepanjang Direksi terlebih dahulu merumuskan ketentuan internal dan kriteria yang memenuhi ketentuan sebagaimana yang tercantum di dalam prisip umum dan tujuan pengaturan peraturan menteri tersebut.
[c] Penunjukan langsung dapat dilakukan apabila memenuhi minimal salah satu persyaratan sebagai berikut:
a} Barang dan jasa yang dibutuhkan bagi kinerja utama perusahaan dan tidak dapat ditunda keberadaannya (business critical asset).
c} Barang dan jasa yang bersifat knowledge intensive dimana untuk mengunakan dan memelihara produk tersebut membutuhkan kelangsungan pengetahuan dari penyedia barang dan jasa.
d} Bila pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan cara pelelagan terbuka dan pemilihan langsung telah dua kali dilakukan namun peserta pelelangan atau pemilihan langsung tidak memenuhi kriteria atau tidak ada pihak yang mengikuti pelelangan atau pemilihan langsung, sekalipun ketentuan dan syarat-syarat telah memenuhi kewajaran.
e} Barang dan jasa yang dimiliki oleh pemegang hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau barang yang memiliki jaminan (warranty) dari
Original Equipment Manufacturer.
f} Penanganan darurat untuk keamanan, keselamatan masyrakat, dan asset strategis perusahaan.
g} Barang dan jasa yang merupakan pembelian berulang (repeat order) sepanjang harga yang ditawarkan menguntungkan dengan tidak mengorbankan kualitas barang dan jasa.
h} Penanganan darurat akibat bencana alam, baik yang bersifat lokal maupun nasional.
i} Barang dan jasa lanjutan yang secara teknis merupakan satu kesatuan yang sifatnya tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
j} Penyedia barang dan jasa adalah BUMN atau Anak Perusahaan sepanjang barang dan/atau jasa yang dibutuhkan merupakan produk atau layanan dari BUMN atau Anak Perusahaan dimaksud dengan ketentuan apabila BUMN dan/atau Anak Perusahaan yang memproduksi atau memberi pelayanan yang dibutuhkan lebih dari satu, maka harus dilakukan pemilihan langsung terhadap BUMN dan/atau Anak Perusahaan tersebut.31
[4] Pembelian Langsung
Pasal 5 ayat (2) huruf d Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2008
menyebutkan bahwa Pembelian Langsung adalah pembelian terhadap barang
yang terdapat di pasar, dengan demikian nilainya berdasarkan harga pasar.
Pelelangan umum di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah
pada intinya sama dengan pelelangan terbuka yang terdapat di dalam keputusan
31
menteri BUMN, yaitu sama-sama membuka kesempatan sebesar-besarnya untuk
para penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat untuk mengikuti lelang.
Pemilihan langsung di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah,
membuka kesempatan kepada pihak yang memenuhi kualifikasi untuk ikut di
dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, dengan cara
mengumumkannya. Tetapi di dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan
keputusan menteri BUMN, dalam pemilihan langsung hanya ditawarkan kepada
beberapa pihak terbatas sekurang-kurangnya dua penawaran.
Penunjukan langsung di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah
dan di dalam peratura menteri BUMN sama-sama menunjuk satu penyedia barang
dan jasa, dan didasarkan pada penilaian terhadap rekanan yang sudah pernah
bekerja sama dengan pihak pengguna barang dan jasa sebelumnya, dan rekanan
yang memenuhi persyaratanlah yang ditunjuk sebagai penyedia barang dan
jasadalam pekerjaan.
D. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
Para pihak dalam perjanjian pemborongan pekerjaan, baik yang
memborongkan maupun pihak pemborong mempunyai tanggung jawab dalam
pelaksanaan pekerjaannya.
1. Tanggung Jawab Pihak Yang Memborongkan
Pasal 1606 dan 1607 KUH Perdata menyebutkan dalam hal kontraktor
melakukan pekerjaan saja, maka jika pekerjaan itu musnah sebelum pekerjaan itu
diperjanjikan, kecuali apabila musnahnya barang itu karena cacat yang terdapat di
dalam bahan yang disediakan oleh pemberi tugas, maka yang bertanggung jawab
adalah pemberi tugas.
Pihak yang memborongkan juga memiliki tanggung jawab terhadap
perbuatan yang melawan hukum dari pihak pemborong yang ditugaskan
menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga atau orang lain serta perbuatan wajar
yang dilakukan pemborong yang dapat menimbulkan perbuatan melawan hukum.
2. Tanggung Jawab Pemborong
Menurut pasal 1609 KUH Perdata, jika suatu gedung yang telah
diborongkan dengan harga tertentu seluruhnya atau sebagian musnah disebabkan
karena cacat di dalam penyusunannya atau karena tidak sanggup tanahnya untuk
mendukung bangunan itu maka para ahli bangunannya (boumeester) serta
kontraktornya bertanggung jawab untuk itu selama 10 tahun. Pemborong juga
mempunyai tanggung jawab dalam perbuatan melawan hukum dari pekerjaan
yang ditugaskan oleh yang memborongkan dan perbuatan melawan hukum dari
tenaga kerja yang dipakai.
Mengenai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang menjadi
tanggung jawab pihak yang memborongkan maupun pihak pemborong dapat
dijumpai dalam Pasal 1365 dan Pasal 1367 KUH Perdata yang dinyatakan sebagai
berikut:
a. Pasal 1365 KUH Perdata: “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa
kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya
b. Pasal 1367 KUH Perdata:
“Seorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya”.
E. Berakhirnya Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
Berakhirnya perjanjian diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata mengenai
hapusnya perikatan, dikatakan bahwa:
“Perikatan-perikatan hapus; karena pembayaran; karena penawaran pembayara tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena pembaharuan utang; karena perjumpaan utang atau kompensasi; karena percampuran utang; karena pembebasan utangnya; karena musnahnya barang yang terutang; karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya suatu syarat batal yang diatur dalam bab ke satu buku ini; karena liwatnya waktu, hal mana akan diatur dalam bab tersendiri.”
Subekti menjelaskan pengertian masing-masing poin di dalam pasal
tersebut sebagai berik