BAB II PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM
C. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Pernyataan
diajukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 2, bahkan panitera wajib tidak menerima permohonan pernyataan pailit apabila diajukan oleh pihak yang tidak berwenang. Berdasarkan Pasal 2 UUK dan PKPU, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit antara lain :
a) Debitur
Dalam setiap hal disyaratkan bahwa debitur mempunyai lebih dari satu orang kreditur, karena merasa tidak mampu atau sudah tidak dapat membayar utang-utangnya, dapat mengajukan permohonan pailit. Debitur harus membuktikan bahwa ia mempunyai dua atau lebih kreditur serta juga membuktikan bahwa ia tidak dapat membayar salah satu atau lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Apabila debitur telah menikah, maka harus ada persetujuan pasanganya, karena hal ini menyangkut harta bersama, kecuali tidak ada pencampuran harta.
b) Kreditur
Dua orang kreditur atau lebih, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit selama memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang. Kreditur yang mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi debitur harus memenuhi syarat bahwa hak tuntutannya terbukti secara sederhana atau pembuktian mengenai hak kreditur untuk menagih juga dilakukan secara sederhana.
c) Kejaksaan
Apabila permohonan pernyataan pailit mengandung unsur atau alasan untuk kepentingan umum maka, permohonan harus diajukan oleh Kejaksaan.
Kepntingan umum yang dimaksud dalam undang-undang adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:
(1) Debitur melarikan diri;
(2) Debitur menggelapkan harta kekayaan;
(3) Debitur mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;
(4) Debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;
(5) Debitur tidak beritikad baik atau tidak kooperatifdalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
(6) Dalam hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.34 d) Bank Indonesia
Bank Indonesia adalah satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit jika debiturnya adalah bank. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, penjelasan Pasal 2 ayat (3) UUK dan PKPU tersebut tidak mengemukakan apa yang menjadi alasan mengapa hanya
34Sutan Remy Syahdeini, Op.Cit., hlm 121
Bank Indonesia yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit dalam hal debitur adalah bank. Dengan ketentuan Pasal 2 ayat (3) UUK dan PKPU tersebut, maka UUK dan PKPU telah memberlakukan standar ganda. Ketentuan bahwa hanya Bank Indonesia yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit dalam hal debitur adalah suatu bank, telah merampas hak kreditur dari bank.
Kreditur dari bank selain para nasabah penyimpan dana juga terdiri atas banyak bank, yang memberikan fasilitas kepada bank-bank tersebut melalui interbank money market. Bank sebaga kreditur dalam menghadapi debitur non bank dapat mandiri menjalankan haknya untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit, tetapi apabila bank sebaga kreditur menghadapi debitur yang merupakan bank, haknya untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit tersebut hilang berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) UUK dan PKPU tersebut.35
Apabila debitur adalah perusahaan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian maka satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah Bapepam-LK, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah Bapepem-LK. Prakteknya, ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli hukum maupun praktisi. Hal ini berkaitan pada penafsiran terhadap fungsi dan tugas Bapepam-LK. Pendapat pertama menyebutkan bahwa terhadap perusahaan yang go public, keterlibatan Bapepam-LK mutlak e) Badan Pengawas Pasar Modal
35Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hlm. 117.
diperlukan. Hal ini mengingat bahwa Bapepam-LK merupakan pihak yang bertugas untuk mengawasi jalannya kelancaran pasar modal. Oleh karena itu, Bapepam-LK mutlak mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh para emiten yang dikhawatirkan akan mengganggu kinerja pasar modal. Namun pada sudut pandang yang lain, hendaknya keterlibatan Bapepam-LK hanya cukup dilaporkan saja.
Berdasarkan semangat dan asas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bapepam-LK tidak diinginkan untuk turut campur, apalagi mengambil alih hak-hak investor dan emiten.36
Penetapan Menteri Keuangan sebagai pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi didasarkan pertimbangan bahwa Menteri Keuangan sebagai Pembina dan Pengawas Usaha Asuransi di Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Pemberian kewenangan kepada Menteri Keuangan sebagai Pembina dan Pengawas Usaha Asuransi bukan dimaksudkan melindungi kepentingan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi semata melainkan keseimbangan antara kepentingan tertanggung (pemegang polis) secara keseluruhan dan industri asuransi.
f) Menteri Keuangan
37
Adanya kewenangan yang dimiliki OJK sebagai lembaga yang berwenang dalam melakukan pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi perusahaan
36Sunarmi. Op.Cit., hlm 57
37Mosgan Situmorang, Laporan Akhir Pengkajian Hukum Tentang Aspek Hukum Pemailitan Perusahaan Asuransi Di Indonesia, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2005), hlm 58
asuransi secara tersentral sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 2 ayat (5) UUK dan PKPU serta Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian merupakan pengalihan wewenang yang sebelumnya dimiliki oleh Menteri Keuangan sebagai akibat dari adanya UU OJK.38
Sesuai dengan amanat Pasal 55 ayat (1) UU OJK yang menyatakan bahwa:
Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Bapepam-LK, maka dengan berdasarkan asas lex posteriori derogat legi priori dimana ketentuan peraturan perundang-undangan
baru akan mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lama, maka semua kewenangan Menteri Keuangan termasuk yang berkaitan dengan perasuransian beralih dari Menteri Keuangan ke OJK, termasuk untuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepailitan.39
Adanya kewenangan dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi perusahaan asuransi yang tersentral pada satu lembaga yaitu OJK adalah karena mudahnya persyaratan dalam kepailitan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) UUK bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri
38Istikhomah Dika Romadhona,dkk, Kajian Yuridis Terhadap Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit Bagi Perusahaan Asuransi Berkaitan Dengan Perlindungan Hukum Nasabah, Artikel FH.Universitas Brawijaya, 2014, hlm 5
39Ibid.
maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya. Longgarnya persyaratan dalam memohonkan pailit perusahaan asuransi yang dibuat sederhana sebagaimana yang termuat dalam UUK membuat seorang kreditur dengan mudah dapat mengajukan permohonan pailit hanya didasarkan pada utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.40
Praktiknya dalam Voluntary Petition ini dikhawatirkan membuka memungkinkan bagi debitur yang nakal untuk melakukan rekayasa demi kepentingannya. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh seseorang pemohon yang dengan sengaja telah membuat utang dengan maksud untuk tidak membayar dan setelah itu mengajukan pemohonan untuk dinyatakan pailit. 41
a. Permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitur yang dilakukan dengan sengaja setelah membuat utang kanan kiri dengan maksud untuk tidak membayar, maka permohonan tersebut akan ditolak oleh pengadilan niaga.
Perbuatan tersebut dalam bahasa Belanda “knevelarij” dan diancam dengan Pasal 79a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan hukum penjara empat tahun.
Berkaitan dengan Voluntary Pelitition tersebut, Retno Wulan Sutantio sebagaiamana dikutip Sunarmi mengemukakan kemungkinan terjadinya masalah-masalah sebagai berikut:
b. Permohonan pernyatan pailit diajukan oleh teman baik atau keluarga debitur dengan alasan yang tidak kuat, sehingga permohonan itu akan tidak diterima atau ditolak oleh pengadilan niaga. Tindakan ini dilakukan dengan maksud
40Ibid
41Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, Op.Cit., hlm. 39
untuk menghambat agar kreditur lain tidak mengajukan permohonan pernyatan pailit terhadap debitur tersebut atau setidak-tidaknya akan menghambat kreditur lain mengajukan permohonan pernyataan pailit.42
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka pihak yang dapat mengajukan kepailitan, yaitu debitur yang pailit sesuai permohonan kepailitan yang diajukan oleh pihak debitur yang pailit :
a. Kepailitan orang yang masih belum dewasa dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan (berdasarkan yurisprudensi)
b. Kepailitan ornag wanita yang bersuami c. Kepailitan badan hukum
d. Kepailitan Firma dan CV.43
Permohonan kepailitan oleh seorang atau lebih kreditur adalah debitur mempunyai dua atau lebih kreditur dan sedikitnya tidak membayar satu utang yang telah jatuh tempo dan telah dapat ditagih. Seharusnya, UUK mengambil sikap bahwa hakim hanya boleh mengabulkan permohonan pailit apabil permohonan disetujui oleh para kreditur mayoritas. 44
42Sunarmi, Op. Cit, hal. 40-41.
43Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Marger, Likuidasi, dan Kepailitan (Jakarta : Sinar Grafik Offset, 2010), hlm. 197
44Ibid, hlm. 39-40
Pasal 2 ayat (2) UUK dan PKPU menentukan bahwa pernyataan pailit dapat diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum. UUK sama sekali tidak menentukan atau menjelaskan mengenai apa yang dikategorikan sebagai “kepentingan umum”, atau peristiwa-peristiwa, yaitu kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi dengan tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pailit. 45
Menurut Pasal 2 ayat (2) UUK dan PKPU, Permohonanan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia apabila debiturnya adalah bank dengan berdasarkan pada penilaian kondisi keuangan dan perbankan secara keseluruhan.46
Menurut Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU, dalam hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga miring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bapepam-LK sebagai badan pengawas atas lembaga-lembaga tersebut.47
Menurut Pasal 2 ayat (5) UUK dan PKPU, Menteri Keuangan dapat mengajukan pernyataan pailit dalam hal debiturnya adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pension atau badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. 48
45Ibid., hlm. 40
46J. Andy Hartanto, Hukum Jaminan dan Kepailitan (Hak Kreditur Separatis dalam Pembagian Hasil Penjualan Benda Jaminan Debitur Pailit), (Surabaya : LaksBang Justitia, 2015), hlm. 66
47Ibid, hlm. 67
48Ibid, hlm. 67
Permohonan kepailitan tersebut, wajib diajukan melalui advokat kecuali jika permohonannya adalah kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuangan. Ketentuan ini merupakan satu kemajuan dalam Hukum Acara Perdata, karena dalam Hukum Acara Perdata (biasa) tidak ada ketentuan mengenai kewajiban bahwa gugatan harus dikuasakan pada advokat.
Filosofi dari ketentuan ini adalah bahwa proses beracara pada Peradilan Kepailitan menekankan pada efisiensi dan efektivitas beracara.
Sesuai dengan penjelasan di atas mengenai pihak yang dapat mengajukan permohonan. Sebenarnya dalam UUK memang tidak mewajibkan bagi hakim untuk memanggil atau meminta persetujuan atau sekurang-kurangnya mendengar pendapat yang lain (dalam hal permohonan kepailitan diajukan oleh seorang atau beberapa kreditur). Namun, UUK tidak melanggar apabila hakim memanggil para kreditur yang lain untuk dimintai pendapat atau persetujuan mereka sehubungan dengan permohonan kepailitan. Demi memperoleh keputusan kepailitan yang fair.
Seyogianya sebelum memutuskan permohonan pernyataan pailit seorang debitur, hakim terlebih dahulu memanggil dan meminta pendapat para kreditur, terutama yang menguasai sebagian besar jumlah utang debitur. Sikap hakim yang demikian sejalan dengan Pasal 244 UUK mengenai hak debitur untuk memohon kepada pengadilan niaga agar PKPU dicabut dan memberikan keputusannya. Hakim yang bersangkutan harus mendengar para kreditur dan memanggil mereka secara layak.49
49Adrian Sutedi, Op.Cit, hlm. 41
Kewenangan Menteri Keuangan dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit untuk instansi yang berada di bawah pengawasannya sebagaimana yang telah disebutkan di atas adalah sama seperti kewenangan Bank Indonesia dan OJK sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (3) dan (4) UUK dan PKPU.
Berdasarkan penjelasan ketentuan Pasal 2 ayat (5) UUK dan PKPU tersebut di atas, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik kepada pengadilan niaga adalah Menteri Keuangan, akan tetapi setelah dibentuknya OJK berdasarkan UU OJK, maka sejak tanggal 31 Desember 2012 fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian dan dana pensiun telah beralih dari Menteri Keuangan ke OJK sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 55 ayat (1) UU OJK. Dengan demikian, beralih pula kewenangan Menteri Keuangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi dan dana pensiun ke OJK.
Dengan kata lain, bahwa setelah dibentuknya OJK, Menteri Keuangan hanya berwenang untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Berkaitan dengan kepailitan, OJK telah mengeluarkan peraturan terkait dengan kepailitan instansi yang berada di bawah pengawasannya. Untuk kepailitan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, OJK telah mengeluarkan POJK No. 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Akan tetapi, sampai saat ini untuk kepailitan perusahaan efek, OJK belum mengeluarkan peraturan terkait dengan kepailitan perusahaan efek.