• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh: FEBRIAN ROSADI NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh: FEBRIAN ROSADI NIM:"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PUTUSAN PENGADILAN PADA PERKARA PAILIT PT. ASURANSI JIWA BUMI ASIH JAYA

(Studi Putusan No.4/Pdt.Sus-

Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.JoNo.27/Pdt.Sus.PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

FEBRIAN ROSADI NIM:140200207

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

ABSTRAK

KAJIAN PUTUSAN PENGADILAN PADA PERKARA PAILIT PT. ASURANSI JIWA BUMI ASIH JAYA

(Studi Putusan No.4/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.Jo No.27/Pdt.Sus.PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst)

Febrian Rosadi*

Prof. Dr. Sunarmi,SH.,M.HUM**

Tri Murti Lubis,SH.,MH***

Kepailitan dalam masyarakat Indonesia bukan lagi hal yang tidak biasa, terutama bagi masyarakat yang memiliki usaha ataupun bagi perusahaan.

Kepailitan sering terjadi dalam suatu perusahaan karena ketidakmampuan pihak debitur memenuhi kebutuhan para kreditur.Permasalahan yang akan dibahas di dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana peranOtoritas Jasa Keuangan dalam kepailitan perusahaan asuransi. Bagaimana akibat hukum terhadap kepailitan perusahaan asuransi. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan pailit No.04/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst mengenai kepailitan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya.

Penelitian bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan dianalisis dengan metode kualitatif.

Peran OJK dalam kepailitan perusahaan asuransi, ruang lingkup

tugas OJK yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan di dalam sektor jasa keuangan, maka kewenangan pengajuan pailit terhadap perusahaan asuransi hanya dapat diajukan oleh OJK. Akibat hukum terhadap kepailitan perusahaan asuransi dapat berupa akibat yuridis yaitu secara khusus. Akibat yuridis berlaku kepada debitur dengan 2 (dua) metode pemberlakuan, yaitu (a) Berlaku demi hukum dimana beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum baik setelah pernyataan pailit maupun sesudah berakhirnya kepailitan maka pernyataan pailit masih tetap mempunyai kekuatan hukum. (b) Berlaku secara Rule of Reason dimana bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak- pihak tertentu, setelah mempunyai alasan-alasan yang wajar untuk diberlakukan.

Pertimbangan Hakim dalam Putusan terhadap Permohonan Pailit pada PT.

Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya No. 04/ PDT – SUS - PAILIT /2015/ PN .Niaga .JKT .PST bahwa pada dasarnya apabila dalam suatu pemeriksaan perkara telah selesai, sebelum menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut, maka Majelis Hakim berkewajiban untuk merumuskan terlebih dahulu mengenai pertimbangan- pertimbangan hukumnya yang di mana pertimbangan hukum itu akan dijadikan sebagai dasar utama dalam pengambilan atau penjatuhan putusan dari perkara tersebut. Saran dalam penelitian yaitu harus ada ketentuan lain setelah OJK memberikan sanksi administratif sebelum mengajukan permohonan pailit untuk melindungi kepentingan kreditur

Kata Kunci : Pailit, Perusahaan Asuransi1

1*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,Pembimbing I

***Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara II

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan Salam juga senantiasa disampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah

membimbing umat manusia menuju jalan keselamatan dan keberkahan. Skripsi dengan judul “KAJIAN PUTUSAN PENGADILAN PADA PERKARA PAILIT PT. ASURANSI JIWA BUMI ASIH JAYA (STUDI PUTUSAN NO.

4 / PDT . SUS - PAILIT/ 2015/ PN. NIAGA. JKT .PST .Jo No.27 /PD

T.SUS.PKPU/2015/PN.NIAGA.JKT.PST)” disusun untuk memenuhi tugas dan memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua, Ayah Suyadi dan Ibu Roswati yang telah membesarkan, membimbing, mendidik, serta memberikan cinta, kesabaran, perhatian, dukungan, bantuan dan pengorbanan yang tak ternilai sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan studi dan hidup dengan baik.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis juga mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai

penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. OK Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(5)

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H.,M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi.

7. Ibu Prof. Dr. Sunarmi,SH.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I.

Terimakasih banyak atas saran, arahan, dan masukan yang membangun dalam setiap bimbingan, serta waktu yang Ibu berikan sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibu Tri Murti Lubis,SH.,MH. selaku Dosen Pembimbing II dan juga Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi. Terima kasih banyak atas saran, arahan, dan masukan yang membangun dalam setiap bimbingan, serta waktu yang Ibu berikan, sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

9. Ibu Dr. Marlina, SH., M.Hum sebagai Dosen Pembimbing Akademik.

10. Seluruh Dosen di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang terbaik, serta membimbing selama menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

11. Seluruh staf pegawai dan tata usaha di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam urusan administrasi

12. Sahabat Seperjuangan dari Semester 1 hingga saat ini yang selalu memberikan dorongan dan perhatian pada saya yaitu: Rachwi Ritonga, Fajar Tanjung, Reno Lazuardi, Teuku Aris, Dt.Ananda Farkie, Sayid Haris, Reza Lubis, Indira Syafira, Desy Putri Dira, Avissa Novali Noor, Essy Dwi Rahma, Dll.

13. Kepada Fachri Husaini, yang telah menemani dari semester 1 hingga sekarang dan yang selalu mendukung agar terus semangat untuk mengerjakan skripsi ini.

14. Kepada adik Vivia Salsabila.

15. Yang terakhir penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada seseorang yang memberikan dan menjadi inspirasi bagi penulis, teman spesial yang sudah menemani sejak semester 2 hingga sekarang ini yaitu Putri Ayu Rezeki, penulis sangat berterimakasih atas dukungan dan semangat yang diberikan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Menyadari skripsi ini ibarat sebutir pasir di pantai ilmu nan luas, jauh dari kata sempurna karena hanya Sang Khalik yang memiliki kesempurnaan itu,

(6)

penulis berusaha memberi kontribusi pemikiran sederhana sebagai upaya latihan dan belajar guna menjadi ilmuwan yang lebih baik nantinya. Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Aamiin.

Medan, November 2018

Febrian Rosadi NIM. 140200207

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI A. Pengertian Kepailitan ... 15

B. Persyaratan Permohonan Pernyataan Pailit ... 27

C. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit.. ... 23

D. Pihak-Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit ... 34

E. Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam Kepailitan Perusahaan Asuransi ... 37

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI

(8)

A. Akibat Hukum Kepailitan ... 42 B. Akibat Hukum Terhadap Kepailitan Perusahaan Asuransi ... 53 C. Perlindungan Hukum Pemegang Polis dalam Kepailitan

Perusahaan Asuransi ... 58 BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PAILIT

(NOMOR4 / PDT.SUS-

PAILIT/2015/PN.NIAGA.JKT.PST.Jo No . 27 / PDT . SUS . PKPU / 2015 / PN.NIAGA. JKT . PST )

A. Posisi Kasus Dalam Perkara Pailit Antara Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) Dengan PT.Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya ... 66 B. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pailit (Nomor

4/PDT.SUS PAILIT/2015/PN.NIAGA.JKT.PST.Jo No.27 / PDT.SUS . PKPU / 2015 / PN. NIAGA.JKT.PST) Mengenai

Kepailitan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya ... 70 C. Analisis Putusan Pailit Nomor 4/PDT.SUS PAILIT / 2015/

PN . NIAGA . JKT . PST.Jo No.27 / PDT . SUS.PKPU /

2015/ PN. NIAGA.JKT.PST ... 79 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 89 B. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia banyak yang menginvestasikan harta kekayaannya untuk mencegah berbagai risiko yang mungkin terjadi. Salah satu pilihan yang dilakukan dengan menggunakan jasa asuransi. Asuransi menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransi (selanjutnya disebut Undang-Undang Perasuransian) merupakan perjanian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerima premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan , atau tangggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan. Selain itu juga memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang di dasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Perusahaan asuransi merupakan lembaga keuangan nonbank yang mempunyai peranan yang tidak jauh berbeda dari bank yaitu bergerak dalam bidang layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat dimasa yang akan datang.2

Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utangutang dari para krediturnya.

Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan, karena kesulitan kondisi

2Syilvina dan Titiek Rachmawati, Analisis Kebangkrutan dengan menggunakan Model Altaman Z-Score pada Perusahaan Asuransi yang Go publik di Bursa Efek Indonesia (periode Tahun 2010-2013), Jurnal Ekonomi Bisnis, Volume 1, Nomor 1 , Maret 2016, hlm 61-62

(10)

keuangan (financial distress) dari usaha debitur yang telah mengalami kemunduran, sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang aka nada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitur pailit tersebut secara proporsional dan sesuai dengan struktur kreditur.3

Terpuruknya perekonomian Indonesia, semakin banyak usaha yang tidak dapat meneruskan usahanya termasuk memenuhi kewajibannya pada kreditur.

Ketidakmampuan dalam pelaksanaan kewajiban oleh debitur dapat diajukannya permohonan pailit. Begitu juga dengan perusahan yang bergerak di dunia asuransi tidak menutup kemungkinan mengalami kepailitan.4 Berdasarkan Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK dan PKPU).5 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut PKPU Pasal 1 angka 1 Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesanya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim pengawas sebagaiman diatur dalam undang-undang ini.6

3M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, & Praktik di Peradilan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 1.

4Edwind Manik, Cara Mudang Memahami Proses Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Dilengkapi Dengan Studi Kasus Kepailitan), (Bandung: Mandar Maju, 2012) hlm. 16-17.

5Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang. LNRI No. 3632.

6Ibid.

(11)

UUK dan PKPU, membuka peluang untuk mempailitkan perusahaan asuransi. Permohonan pernyataan pailit terhadap perusahan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) yang bergerak di bidang pentingan publik hanya dapat diajukan oleh menteri keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi sebagai lembaga pengelola risiko dan sekaligus sebagai lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian.

Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK)7 menyatakan sejak tanggal 31 Desember 2012 fungsi, tugas, wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (selanjutnya disebut Bapepam-LK) ke Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK). OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaiman dimaksud dalam UU OJK8

PT Bumi Asih Jaya merupakan perusahanan yang bergerak dalam usaha asuransi jiwa. Asuransi jiwa dapat diartikan sebagai suatu perjanjian asuransi yang mewajibkan penaggung untuk membayar sejumlah uang kepada tertanggung didasarkan meninggal atau hidupnya seseorang. Objek asuransi jiwa merupakan

7Undang-Undnag Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. LNRI No. 5253

8Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Pasal 1 angka 36

(12)

kepentingan yang menjadi syarat mutlak untuk ditutupnya perjanjian asuransi.

Kepentingan dalam asuransi jiwa tersebut tidak dapat dinilai dengan uang yaitu berupa jiwa, hubungan kekeluargaan, perasaan suka dan dan duka dan sebagainnya. Mengingat kepentingan dalam asuransi jiwa tidak dapat dinilai dengan uang, pengaturan tentang uang asuransi penentuan tentang syarat- syaratanya asuransi diserahkan kepada kedua belah pihak.polis merupakan tanda bukti perjanjian asuransi jiwa antar penanggung dan tertanggung. Polis dapat digunakan untuk menagih klaim terhadap tertanggung setelah jatuh tempo atau meninggalnya seseorang yang jiwanya diasuransikan.9

PT Bumi Asih Jaya adalah perusahan asuransi jiwa lokal yang telah berdiri sejak tahun 1967 dan memiliki ribuan nasabah pemegang polis diseluruh Indonesia, namun semenjak tahun 2009 silam perusahan ini mengalami kegagalan dalam mengelola kesehatan keuangan, sehingga Dewan komisioner OJK mengeluarkan keputusan Nomor: KEP -112/d.05/2013 pada tanggal 18 Oktober 2013 tentang pencabutan izin usaha dibidang usaha asuransi jiwa atas nama PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Beradasarkan pencabutan izin usaha tersebut, PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya seharusnya melaksanakan kewajiban kepada seluruh pemegang polis, akan tetapi Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya mengajukan permohonan pembatalan keputusan Nomor: KEP -112/d.05/2013 oleh OJK di Pengadilan Tata Usaha Negara dengan putusan ditolak. PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya belum melaksanakan putusan tersebut sehingga OJK mengajukan gugatan pailit kepada PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya untuk melindungi kepentingan kreditur (pemegang polis) melalui pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

9Man S.Sastrawidjaja, Bunga Rampai Hukum Dagang, (Bandung: Alumni, 2005), hlm.

51-52.

(13)

Putusan Pengadilan Niaga Jakarta dengan No 04/PdtñSUS-Pailit/2015 PN. Niaga.

Jkt. Pst. jo No. 27/ PDT. SUS. PKPU/2015/PN. Niaga. Jkt. Pst. Majelis hakim memutuskan menolak semua permohonan pailit PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya yang di ajukan oleh OJK.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis mencoba menguraikan tentang Analisis Yuridis Terhadap Permohonan Pailit Pada PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya oleh OJK (Studi Putusan No.4/Pdt.Sus- Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst), karena sejauh pengetahuan penulis belum ada penulis yang membahas permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi, dengan harapan hasilnya dapat menambah wawasan, khususnya bagi penulis dan masyarakat pada umumnya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan pokok yang dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan dalam kepailitan perusahaan asuransi?

2. Bagaimana akibat hukum terhadap kepailitan perusahaan asuransi?

3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan pailit No.04/Pdt.Sus- Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst mengenai kepailitan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya?

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:

(14)

1. Untuk mengetahui peran Otoritas Jasa Keuangan dalam kepailitan perusahaan asuransi.

2. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap kepailitan perusahaan asuransi.

3. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan pailit No.04/PDT.SUS-PAILIT/2015/PN.NIAGA.JKT.PST mengenai Kepailitan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya.

Selain tujuan penulisan skripsi di atas, terdapat pula manfaat dari penulisan skripsi ini, yaitu:

a. Secara teoritis

Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum khususnya berkaitan dengan kepailitan asuransi.

b. Secara Praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta pemahaman bagi pembaca khususnya bagi para akademisi, praktisi, dan mahasiswa fakultas hukum tentang kepailitan perusahaan asuransi dalam hal bentuk perlindungan hukum terhadap perusahaan asuransi dalam kepailitan.

Dalam UUK dan PKPU, secara tegas perusahaan asuransi diberikan perlindungan hukum yakni perusahaan asuransi hanya dapat dimohonkan pailit oleh Otoritas Jasa Keuangan. Oleh karena itu, diharapkan kepada para praktisi untuk berperan aktif dalam penerapan dan penegakan ketentuan undang-undang tersebut, sehingga para pelaku usaha di bidang pasar modal, baik perusahaan suransi maupun nasabah atau investor tidak dirugikan akibat kepailitan perusahaan asuransi.

(15)

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di Perpustakaan Hukum Universitas Sumatera Utara baik secara fisik maupun online skripsi berjudul

“Kajian Putusan Pengadilan Pada Perkara Pailit PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (Studi Putusan No.4/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst”), belum pernah dilakukan namun, ada beberapa judul terkait dengan kepailitan asuransi, antara lain:

1. M. Alpi Syahrin. Fakutas Syari’ah Dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau (2011), dengan judul penelitian Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Pengajuan Permohonan Pailit Terhadap Perusahaan Asuransi (Study Yuridis Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)). Adapun permasalahan dalam penelitian ini :

a. Aturan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 dan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan PKPU

b. Prosedur Dalam Hal Pengajuan Pailit Perusahaan Asuransi Oleh Menteri Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU.

c. Perlindungan hukum terhadap nasabah asuransi apabila perusahaan asuransi telah dinyatakan pailit oleh peradilan niaga.

2. Tri Minati. Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (2017), dengan judul penelitian Analisis Yuridis Terhadap Permohonan Pailit Pada PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Oleh OJK (Studi Kasus Putusan No 04/PDT-Sus-Pailit/ 2015

(16)

PN.Niaga.JKT.PST.Jo No.27/Pdt.Sus.PKPU/2015/PN.Niaga.JKT.PST.dan Putusan No 408K/PDT.SUS.PAILIT/2015). Adapun permasalahan dalam penelitian ini:

a. Pertimbangan hukum OJK dalam melindungi kepentingan kreditur

(pemegang polis) saat memutuskan mengajukan permohonan pailit terhadap PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya.

b. Pertimbangan hakim dalam No.04/PdtñSus-Pailit /2015 PN Niaga. Jkt.

Pst. Jo No. 27/ PDT. SUS. PKPU/2015/PN. Niaga. Jkt. Pst dan putusan No 408k/Pdt.SUS-Pailit/2015 mengenai kepailitan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya.

Dengan demikian, keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Skripsi ini disusun berdasarkan referensi peraturan perundang-undangan, yakni undang-undang kepailitan dan pasar modal, putusan mahkamah agung, buku-buku, artikel-artikel, informasi dari media cetak maupun elektronik, serta melalui bantuan dari berbagai pihak.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subjek hukum ke dalam bentuk perangkat, baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun tertulis. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari

(17)

fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian.10

2. Pengertian Kepailitan

Secara etimologi, kepailitan berasal dari kata “pailit”, yang diambil dari bahasa Belanda “faillet”. Istilah “faillet” sendiri berasal dari bahasa Prancis

“faillite” yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Inggris istilah yang digunakan adalah bankrupt (pailit) dan bankruptcy (kepailitan). Kata “bankruptcy” ini dibentuk dari kata Latin “bancus” yang berarti meja dari pedagang dan “ruptus” yang berarti rusak (broken), yang menunjukkan tempat melakukan bisnis rusak atau hilang.11

Kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan debitur (orang yang berutang) untuk kepentingan semua krediturnya (orang yang berpiutang) bersama-sama, yang pada waktu debitur dinyatakan pailit mempunyai piutang dan untuk jumlah piutang yang masing-masing kreditur miliki pada saat itu. Maksudnya adalah untuk mencegah sitaan dan eksekusi oleh seorang kreditur atau lebih secara perseorangan, atau untuk menghentikan sitaan atau eksekusi termaksud. Tujuannya ialah supaya dengan jalan demikian, yaitu dengan sitaan atau eksekusi bersama-sama, hasil penjualan semua kekayaan tersebut yang lazim disebut boedel, dapat dibagi-bagikan secara adil antara semua kreditur dengan mengingat akan hak-hak para pemegang hak istimewa, gadai dan hipotik.12

10http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para- ahli/, diakses pada tanggal 7 Juli 2018, Pukul 17.10 WIB

11Nurdin Adriani, Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum.

Cetakan Kesatu. (Bandung: Alumni, 2012) hlm. 127

12Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran (Failissement en surseance van betaling), (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), hlm. 5.

(18)

Berdasarkan pengertian kepailitan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa kepailitan merupakan suatu penyitaan umum semua aset debitur yang dimasukkan ke dalam permohonan pailit. Debitur pailit tidak serta-merta kehilangan kemampuannya untuk melakukan tindakan hukum, akan tetapi kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan kedalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan kepailitan itu diucapkan. 13

Ada dua hal penting yang harus ditekankan dalam definisi kepailitan tersebut, yaitu: 14

a. Kepailitan dimaksudkan untuk mencegah penyitaan dan eksekusi yang dituntut oleh kreditur secara perorangan.

b. Kepailitan hanya mengenai harta benda debitur, bukan pribadinya.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu sistem atau proses yang mutlak harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap suatu pemecahan atas

13Aco Nur, Hukum Kepailitan: Perbuatan Melawan Hukum oleh Debitor, (Jakarta: PT.

Pilar Yuris Ultima, 2015), hlm. 68.

14Ibid

(19)

segala permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan :15

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif ini, penulis dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan khususnya UUK dan PKPU dan Putusan Pengadilan Nomor 04/Pdt.Sus- Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. Metode penelitian hukum normatif ini dipilih untuk mengetahui penerapan peraturan perundang-undangan terkait dengan kepailitan perusahaan asuransi yang dilaksanakan di Indonesia.

2. Data penelitian

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari aturan- aturan hukum mulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang- Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 28 /POJK.05/2015 Tentang Pembubaran, Likuidasi, Dan Kepailitan Perusahaan Asuransi,

15Eva Krisnawati, Skripsi: Tanggung Jawab dan Wewenang Penjamin dalam Kepailitan Perseroan Terbatas (PT), (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010), hlm. 15.

(20)

Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, Dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, dan kasus hukum yang terkait dengan pembahasan tentang kepailitan perusahaan asuransi.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus bahasa dan kamus hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini meliputi data sekunder. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan (library research) dilakukan untuk mengumpulkan data melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur, tulisan-tulisan para ahli hukum, putusan-putusan hakim yang berkaitan dengan judul penelitian ini.

4. Analisis Data

Metode analisis data adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituankan dalam bentuk skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi yang berjudul “Kajian Putusan Pengadilan Pada Perkara Pailit PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (Studi Putusan No.4/Pdt.Sus-

(21)

Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.PST) dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dari penulisan skripsi ini. Keseluruhan sistematika itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain yang dapat dilihat sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama merupakan bab pendahuluan, yang memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM

KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI

Bab kedua akan membahas mengenai pengertian kepailitan, persyaratan permohonan pernyataan pailit, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit.

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI

Bab ketiga akan membahas mengenai akibat hukum kepailitan, akibat hukum terhadap kepailitan perusahaan asuransi, perlindungan hukum pemegang polis dalam kepailitan perusahaan asuransi.

BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PAILIT

NO.04/PDT.SUS-PAILIT/2015/PN.NIAGA.JKT.PST

MENGENAI KEPAILITAN PT. ASURANSI JIWA BUMI ASIH JAYA

(22)

Bab keempat akan membahas Posisi Kasus Dalam Perkara Pailit Antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dengan PT.Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pailit (Nomor 4/Pdt.SUS Pailit/2015/PN.Niaga.JKT.Pst.Jo No.27 /Pdt.SUS. PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst) Mengenai Kepailitan PT.

Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya.Analisis Putusan Pailit Nomor 4/Pdt.Sus Pailit/2015/ PN.Niaga.JKT.Pst.Jo No.27 /Pdt.

SUS.PKPU / 2015/ PN.Niaga.Jkt.Pst.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab kelima atau bab terakhir dalam skripsi ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan penulisan skripsi dan saran penulis yang berfungsi untuk memberikan masukan bagi perkembangan hukum kepailitan di masa yang akan datang.

(23)

BAB II

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI

A. Pengertian Kepailitan

Secara etimologi, kepailitan berasal dari kata “pailit”, yang diambil dari bahasa Belanda “faillet”. Istilah “faillet” sendiri berasal dari bahasa Prancis

“faillite” yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Inggris istilah yang digunakan adalah bankrupt (pailit) dan bankruptcy (kepailitan). Kata “bankruptcy” ini dibentuk dari kata Latin “bancus” yang berarti meja dari pedagang dan “ruptus” yang berarti rusak (broken), yang menunjukkan tempat melakukan bisnis rusak atau hilang.16

Istilah “pailit” dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris. Bahasa Perancis, istilah faillite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya disebut dengan Le failli. Di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillite yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat, sedangkan dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah to fail, dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah failure. Dinegara-negara yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah bankrupt dan bankruptcy terhadap perusahaan-perusahaan debitur yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan insolvency.17

16Adriani, Nurdin Op. Cit., hlm. 127.

17Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi kedua, Cetakan pertama, (Jakarta:Sofmedia, 2010), hlm. 23.

(24)

Istilah kepailitan yang digunakan di Indonesia sekarang ini merupakan terjemahan dari failissement (Belanda). Di dalam sistem hukum Inggris atau Amerika Serikat dan beberapa negara yang mengikuti tradisi Common Law dikenal dengan istilah bankruptcy. Kepailitan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa pailit. Pailit sendiri adalah berhenti membayar (utang-utangnya).18

Kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan debitur (orang yang berutang) untuk kepentingan semua krediturnya (orang yang berpiutang) bersama-sama, yang pada waktu debitur dinyatakan pailit mempunyai piutang dan untuk jumlah piutang yang masing-masing kreditur miliki pada saat itu. Maksudnya adalah untuk mencegah sitaan dan eksekusi oleh seorang kreditur atau lebih secara perseorangan, atau untuk menghentikan sitaan atau eksekusi termaksud. Tujuannya ialah supaya dengan jalan demikian, yaitu dengan sitaan atau eksekusi bersama-sama, hasil penjualan semua kekayaan tersebut yang lazim disebut boedel, dapat dibagi-bagikan secara adil antara semua kreditur dengan mengingat akan hak-hak para pemegang hak istimewa, gadai dan hipotik.19

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undangundang ini.20

Kepailitan juga dapat diartikan dari sudut pandang bisnis seperti yang dikemukakan oleh Andriani Nurdin yakni kepailitan atau kebangkrutan adalah

18Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, Cetakan ke enam, (Yogyakarta: FH UII Press, 2006), hlm 263.

19Kartono,Op. Cit , hlm. 5.

20Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Op.Cit., Pasal 1 angka 1

(25)

suatu keadaan keuangan yang memburuk untuk suatu perusahaan yang membawa akibat pada rendahnya kinerja untuk jangka waktu tertentu yang berkelanjutan, yang pada akhirnya menjadikan perusahaan tersebut kehilangan sumber daya dan dana yang dimiliki. Dalam teori keuangan, kesulitan keuangan ini dibedakan dalam beberapa kategori:

1. Kegagalan ekonomi (economic failure), dimana pendanaan perusahaan tidak dapat menutup biaya termasuk biaya modal. Badan usaha yang mengalami kegagalan ekonomi hanya dapat meneruskan kegiatannya sepanjang kreditor berkeinginan untuk menyediakan tambahan modal dan pemilik dapat menerima tingkat pengembalian di bawah tingkat bunga pasar.

2. Kegagalan bisnis (business failure), dimana perusahaan menghentikan kegiatannya dengan akibat kerugian bagi kreditor.

3. Technical insolvency atau secara teknis sudah tidak solven, dimana perusahaan.21

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepailitan merupakan suatu sitaan umum, atas seluruh harta kekayaan dari orang yang berutang, untuk dijual di muka umum, guna pembayaran hutang-hutangnya kepada semua kreditur, dan dibayar menurut perbandingan jumlah piutang masing-masing.

B. Persyaratan Permohonan Pernyataan Pailit

Praktiknya dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitur kepada pengadilan niaga, terdapat persyaratan yang harus

21Andriani Nurdin. Op. Cit., hlm 127-128

(26)

dipenuhi.Ketentuan hukum mengenai persyaratan tersebut telah diatur dalam UUK dan PKPU.Ketentuan hukum tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (1). Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU menyatakan bahwa: “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya”.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap debitur hanya dapat diajukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Debitur harus mempunyai dua atau lebih kreditur

Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah debitur harus mempunyai dua atau lebih kreditur. Dengan demikian, undang-undang hanya memungkinkan seorang debitur dinyatakan pailit apabila debitur tersebut memiliki paling sedikit dua kreditur. Syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditur dikenal sebagai concursus creditorum.22

22Sutan Remy Syahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), hlm. 53.

Dengan kata lain, bahwa permohonan pernyataan pailit tidak dapat dilakukan apabila debitur hanya memiliki satu orang kreditur. Dalam hal seorang debitur hanya memiliki satu orang kreditur, maka eksistensi undang-undang kepailitan kehilangan raison d’etre-nya. Apabila terhadap debitur yang hanya memiliki seorang kreditur dibolehkan dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit, maka harta kekayaan debitur, yang menurut Pasal 1131 Kitab Undang-

(27)

Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata)23 merupakan jaminan utangnya, tidak perlu diatur cara membagi hasil penjualannya, karena sudah pasti seluruhnya menjadi sumber pelunasan bagi kreditur tunggal itu.24

Persyaratan pertama yang mensyaratkan debitur harus mempunyai lebih dari seorang kreditur ini selaras dengan ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata25 yang menentukan pembagian secara teratur semua harta pailit kepada para krediturnya, yang dilakukan berdasarkan prinsip pari passu pro rata parte. Dalam hal ini, yang dipersyaratkan bukan berapa besar piutang yang mesti ditagih oleh seorang kreditur dari debitur yang bersangkutan, melainkan berapa banyak orang yang menjadi kreditur dari debitur yang bersangkutan. Disyaratkan bahwa debitur mempunyai utang kepada minimal dua orang kreditur. 26

2. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Syarat lain yang harus dipenuhi untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah syarat debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dalam Pasal 1 angka 6 UUK dan PKPU menyatakan bahwa:

“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur”.

23Abdul kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandunh: Citra Aditya Bakti, 2010), hlm 122

24Aco Nur, Op.Cit., hlm. 93.

25Abdulkadir Muhammad., Op.Cit.,hlm 126

26Aco Nur, Op.Cit., hlm.93

(28)

Utang yang dimaksud dalam syarat ini adalah utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Suatu utang dikatakan jatuh waktu dan dapat ditagih jika utang tersebut sudah waktunya untuk dibayar. Dalam suatu perjanjian biasanya diatur kapan suatu utang harus dibayar. Jika suatu perjanjian tidak mengatur ketentuan mengenai jatuh waktu utang, utang tersebut sudah waktunya untuk dibayar setelah pemberitahuan adanya kelalaian diberikan kepada debitur. Dalam pemberitahuan tersebut, suatu jangka waktu yang wajar harus diberikan kepada debitur untuk melunasi utangnya. 27

Istilah “jatuh waktu dan dapat ditagih”, Sutan Remy Sjahdeni berpendapat bahwa kedua istilah itu berbeda pengertian dan kejadiannya. Suatu utang dapat saja telah dapat ditagih tetapi belum jatuh waktu. Utang yang telah jatuh waktu dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih, namun utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh waktu. Utang hanyalah jatuh waktu apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang piutang telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitur sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian tersebut. 28

“Kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimanadiperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh Menurut penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, yang dimaksud

“utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih” adalah:

27Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 26.

28Sutan Remy Syahdeini, Op.Cit,. hlm.27

(29)

instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau mejelis arbitrase”.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka pengertian utang diberikan batasan secara tegas, demikian pula pengertian jatuh waktu dan dapat ditagih, hal ini semata-mata untuk menghindari adanya berbagai penafsiran. 29

3. Atas Permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya

Permohonan pernyataan pailit dapat dimohonkan oleh debitur itu sendiri maupun oleh satu atau lebih krediturnya. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, yang dimaksud dengan “kreditur” adalah:

“Baik kreditur konkuren, kreditur separatis maupun kreditur preferen.

Khusus mengenai kreditur separatis dan kreditur preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitur dan haknyauntuk didahulukan. Bilamana terdapat sindikasi kreditur maka masing-masing kreditur adalah kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1angka 2”.

Pasal 1 angka 2 UUK dan PKPU menyatakan bahwa:

“Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3), (4), dan (5) UUK dan PKPU, apabila debitur adalah bank, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Dan dalam hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh

29Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia:

Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga & Lembaga Arbitrase, (Jakarta:

Kencana, 2009), hlm. 77.

(30)

Bapepam-LK serta apabila debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

4. Debitur harus berada dalam keadaan insolvent

Debitur tidak membayar lebih dari 50 persen utang-utangnya. Debitur harus telah berada dalam keadaan berhenti membayar, bukan sekedar tidak membayar kepada satu atau dua kreditur.30Dalam syarat ini, debitur harus dalam keadaan insolvent, yaitu debitur telah berada dalam keadaan berhenti membayar kepada para krediturnya, bukan hanya tidak membayar kepada satu atau dua orang kreditur saja, sedangkan kepada kreditur lainnya debitur masih melaksanakan kewajiban pembayaran terhadap utang-utangnya dengan baik. Dalam hal debitur hanya tidak membayar kepada satu atau dua orang kreditur, sedangkan kepada kreditur lainnya debitur masih membayar utang-utangnya, maka terhadap debitur tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit kepada pengadilan niaga tetapi diajukan gugatan secara perdata kepada pengadilan negeri.31

UUK dan PKPU, pengaturan tentang syarat kepailitan diatur dengan lebih tegas, hal ini semata-mata untuk menghindari adanya:32

a. Perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditur yang menagih piutangnya dari debitur.

30Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hlm.32.

31Agnes W. Samosir, Skripsi: Analisis Yuridis Putusan Pailit tehadap PT.

Telkomsel Tbk., (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2013), hlm. 34.

32Rahayu Hartanti, Op.Cit., hlm.78

(31)

b. Kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan kepentingan debitur atau para kreditur lainnya.

c. Kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditur atau debitur sendiri. Misalnya, debitur berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditur tertentu sehingga kreditur lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditur.

UUK pengaturan tentang syarat kepailitan diatur lebih tegas, hal ini semata-mata untuk menghindari adanya :

a. Perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditur yang menagih piutangnya dari debitur.

b. Kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan kepentingan debitur atau para kreditur lainnya.

c. Kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditur atau debitur sendiri. Misalnya, debitur berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditur tertentu sehingga kreditur lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditur.33

33Ibid

(32)

C. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit UUK dan PKPU mensyaratkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 2, bahkan panitera wajib tidak menerima permohonan pernyataan pailit apabila diajukan oleh pihak yang tidak berwenang. Berdasarkan Pasal 2 UUK dan PKPU, pihak- pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit antara lain :

a) Debitur

Dalam setiap hal disyaratkan bahwa debitur mempunyai lebih dari satu orang kreditur, karena merasa tidak mampu atau sudah tidak dapat membayar utang-utangnya, dapat mengajukan permohonan pailit. Debitur harus membuktikan bahwa ia mempunyai dua atau lebih kreditur serta juga membuktikan bahwa ia tidak dapat membayar salah satu atau lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Apabila debitur telah menikah, maka harus ada persetujuan pasanganya, karena hal ini menyangkut harta bersama, kecuali tidak ada pencampuran harta.

b) Kreditur

Dua orang kreditur atau lebih, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit selama memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang. Kreditur yang mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi debitur harus memenuhi syarat bahwa hak tuntutannya terbukti secara sederhana atau pembuktian mengenai hak kreditur untuk menagih juga dilakukan secara sederhana.

c) Kejaksaan

(33)

Apabila permohonan pernyataan pailit mengandung unsur atau alasan untuk kepentingan umum maka, permohonan harus diajukan oleh Kejaksaan.

Kepntingan umum yang dimaksud dalam undang-undang adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:

(1) Debitur melarikan diri;

(2) Debitur menggelapkan harta kekayaan;

(3) Debitur mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;

(4) Debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;

(5) Debitur tidak beritikad baik atau tidak kooperatifdalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau

(6) Dalam hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.34 d) Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit jika debiturnya adalah bank. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, penjelasan Pasal 2 ayat (3) UUK dan PKPU tersebut tidak mengemukakan apa yang menjadi alasan mengapa hanya

34Sutan Remy Syahdeini, Op.Cit., hlm 121

(34)

Bank Indonesia yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit dalam hal debitur adalah bank. Dengan ketentuan Pasal 2 ayat (3) UUK dan PKPU tersebut, maka UUK dan PKPU telah memberlakukan standar ganda. Ketentuan bahwa hanya Bank Indonesia yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit dalam hal debitur adalah suatu bank, telah merampas hak kreditur dari bank.

Kreditur dari bank selain para nasabah penyimpan dana juga terdiri atas banyak bank, yang memberikan fasilitas kepada bank-bank tersebut melalui interbank money market. Bank sebaga kreditur dalam menghadapi debitur non bank dapat mandiri menjalankan haknya untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit, tetapi apabila bank sebaga kreditur menghadapi debitur yang merupakan bank, haknya untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit tersebut hilang berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) UUK dan PKPU tersebut.35

Apabila debitur adalah perusahaan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian maka satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah Bapepam-LK, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah Bapepem-LK. Prakteknya, ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli hukum maupun praktisi. Hal ini berkaitan pada penafsiran terhadap fungsi dan tugas Bapepam-LK. Pendapat pertama menyebutkan bahwa terhadap perusahaan yang go public, keterlibatan Bapepam-LK mutlak e) Badan Pengawas Pasar Modal

35Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hlm. 117.

(35)

diperlukan. Hal ini mengingat bahwa Bapepam-LK merupakan pihak yang bertugas untuk mengawasi jalannya kelancaran pasar modal. Oleh karena itu, Bapepam-LK mutlak mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh para emiten yang dikhawatirkan akan mengganggu kinerja pasar modal. Namun pada sudut pandang yang lain, hendaknya keterlibatan Bapepam-LK hanya cukup dilaporkan saja.

Berdasarkan semangat dan asas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bapepam-LK tidak diinginkan untuk turut campur, apalagi mengambil alih hak-hak investor dan emiten.36

Penetapan Menteri Keuangan sebagai pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi didasarkan pertimbangan bahwa Menteri Keuangan sebagai Pembina dan Pengawas Usaha Asuransi di Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Pemberian kewenangan kepada Menteri Keuangan sebagai Pembina dan Pengawas Usaha Asuransi bukan dimaksudkan melindungi kepentingan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi semata melainkan keseimbangan antara kepentingan tertanggung (pemegang polis) secara keseluruhan dan industri asuransi.

f) Menteri Keuangan

37

Adanya kewenangan yang dimiliki OJK sebagai lembaga yang berwenang dalam melakukan pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi perusahaan

36Sunarmi. Op.Cit., hlm 57

37Mosgan Situmorang, Laporan Akhir Pengkajian Hukum Tentang Aspek Hukum Pemailitan Perusahaan Asuransi Di Indonesia, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2005), hlm 58

(36)

asuransi secara tersentral sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 2 ayat (5) UUK dan PKPU serta Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian merupakan pengalihan wewenang yang sebelumnya dimiliki oleh Menteri Keuangan sebagai akibat dari adanya UU OJK.38

Sesuai dengan amanat Pasal 55 ayat (1) UU OJK yang menyatakan bahwa:

Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Bapepam-LK, maka dengan berdasarkan asas lex posteriori derogat legi priori dimana ketentuan peraturan perundang-undangan

baru akan mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lama, maka semua kewenangan Menteri Keuangan termasuk yang berkaitan dengan perasuransian beralih dari Menteri Keuangan ke OJK, termasuk untuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepailitan.39

Adanya kewenangan dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi perusahaan asuransi yang tersentral pada satu lembaga yaitu OJK adalah karena mudahnya persyaratan dalam kepailitan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) UUK bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri

38Istikhomah Dika Romadhona,dkk, Kajian Yuridis Terhadap Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit Bagi Perusahaan Asuransi Berkaitan Dengan Perlindungan Hukum Nasabah, Artikel FH.Universitas Brawijaya, 2014, hlm 5

39Ibid.

(37)

maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya. Longgarnya persyaratan dalam memohonkan pailit perusahaan asuransi yang dibuat sederhana sebagaimana yang termuat dalam UUK membuat seorang kreditur dengan mudah dapat mengajukan permohonan pailit hanya didasarkan pada utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.40

Praktiknya dalam Voluntary Petition ini dikhawatirkan membuka memungkinkan bagi debitur yang nakal untuk melakukan rekayasa demi kepentingannya. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh seseorang pemohon yang dengan sengaja telah membuat utang dengan maksud untuk tidak membayar dan setelah itu mengajukan pemohonan untuk dinyatakan pailit. 41

a. Permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitur yang dilakukan dengan sengaja setelah membuat utang kanan kiri dengan maksud untuk tidak membayar, maka permohonan tersebut akan ditolak oleh pengadilan niaga.

Perbuatan tersebut dalam bahasa Belanda “knevelarij” dan diancam dengan Pasal 79a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan hukum penjara empat tahun.

Berkaitan dengan Voluntary Pelitition tersebut, Retno Wulan Sutantio sebagaiamana dikutip Sunarmi mengemukakan kemungkinan terjadinya masalah- masalah sebagai berikut:

b. Permohonan pernyatan pailit diajukan oleh teman baik atau keluarga debitur dengan alasan yang tidak kuat, sehingga permohonan itu akan tidak diterima atau ditolak oleh pengadilan niaga. Tindakan ini dilakukan dengan maksud

40Ibid

41Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, Op.Cit., hlm. 39

(38)

untuk menghambat agar kreditur lain tidak mengajukan permohonan pernyatan pailit terhadap debitur tersebut atau setidak-tidaknya akan menghambat kreditur lain mengajukan permohonan pernyataan pailit.42

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka pihak yang dapat mengajukan kepailitan, yaitu debitur yang pailit sesuai permohonan kepailitan yang diajukan oleh pihak debitur yang pailit :

a. Kepailitan orang yang masih belum dewasa dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan (berdasarkan yurisprudensi)

b. Kepailitan ornag wanita yang bersuami c. Kepailitan badan hukum

d. Kepailitan Firma dan CV.43

Permohonan kepailitan oleh seorang atau lebih kreditur adalah debitur mempunyai dua atau lebih kreditur dan sedikitnya tidak membayar satu utang yang telah jatuh tempo dan telah dapat ditagih. Seharusnya, UUK mengambil sikap bahwa hakim hanya boleh mengabulkan permohonan pailit apabil permohonan disetujui oleh para kreditur mayoritas. 44

42Sunarmi, Op. Cit, hal. 40-41.

43Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Marger, Likuidasi, dan Kepailitan (Jakarta : Sinar Grafik Offset, 2010), hlm. 197

44Ibid, hlm. 39-40

Pasal 2 ayat (2) UUK dan PKPU menentukan bahwa pernyataan pailit dapat diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum. UUK sama sekali tidak menentukan atau menjelaskan mengenai apa yang dikategorikan sebagai “kepentingan umum”, atau peristiwa- peristiwa, yaitu kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam

(39)

Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi dengan tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pailit. 45

Menurut Pasal 2 ayat (2) UUK dan PKPU, Permohonanan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia apabila debiturnya adalah bank dengan berdasarkan pada penilaian kondisi keuangan dan perbankan secara keseluruhan.46

Menurut Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU, dalam hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga miring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bapepam-LK sebagai badan pengawas atas lembaga-lembaga tersebut.47

Menurut Pasal 2 ayat (5) UUK dan PKPU, Menteri Keuangan dapat mengajukan pernyataan pailit dalam hal debiturnya adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pension atau badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. 48

45Ibid., hlm. 40

46J. Andy Hartanto, Hukum Jaminan dan Kepailitan (Hak Kreditur Separatis dalam Pembagian Hasil Penjualan Benda Jaminan Debitur Pailit), (Surabaya : LaksBang Justitia, 2015), hlm. 66

47Ibid, hlm. 67

48Ibid, hlm. 67

Permohonan kepailitan tersebut, wajib diajukan melalui advokat kecuali jika permohonannya adalah kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuangan. Ketentuan ini merupakan satu kemajuan dalam Hukum Acara Perdata, karena dalam Hukum Acara Perdata (biasa) tidak ada ketentuan mengenai kewajiban bahwa gugatan harus dikuasakan pada advokat.

(40)

Filosofi dari ketentuan ini adalah bahwa proses beracara pada Peradilan Kepailitan menekankan pada efisiensi dan efektivitas beracara.

Sesuai dengan penjelasan di atas mengenai pihak yang dapat mengajukan permohonan. Sebenarnya dalam UUK memang tidak mewajibkan bagi hakim untuk memanggil atau meminta persetujuan atau sekurang-kurangnya mendengar pendapat yang lain (dalam hal permohonan kepailitan diajukan oleh seorang atau beberapa kreditur). Namun, UUK tidak melanggar apabila hakim memanggil para kreditur yang lain untuk dimintai pendapat atau persetujuan mereka sehubungan dengan permohonan kepailitan. Demi memperoleh keputusan kepailitan yang fair.

Seyogianya sebelum memutuskan permohonan pernyataan pailit seorang debitur, hakim terlebih dahulu memanggil dan meminta pendapat para kreditur, terutama yang menguasai sebagian besar jumlah utang debitur. Sikap hakim yang demikian sejalan dengan Pasal 244 UUK mengenai hak debitur untuk memohon kepada pengadilan niaga agar PKPU dicabut dan memberikan keputusannya. Hakim yang bersangkutan harus mendengar para kreditur dan memanggil mereka secara layak.49

49Adrian Sutedi, Op.Cit, hlm. 41

Kewenangan Menteri Keuangan dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit untuk instansi yang berada di bawah pengawasannya sebagaimana yang telah disebutkan di atas adalah sama seperti kewenangan Bank Indonesia dan OJK sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (3) dan (4) UUK dan PKPU.

(41)

Berdasarkan penjelasan ketentuan Pasal 2 ayat (5) UUK dan PKPU tersebut di atas, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik kepada pengadilan niaga adalah Menteri Keuangan, akan tetapi setelah dibentuknya OJK berdasarkan UU OJK, maka sejak tanggal 31 Desember 2012 fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian dan dana pensiun telah beralih dari Menteri Keuangan ke OJK sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 55 ayat (1) UU OJK. Dengan demikian, beralih pula kewenangan Menteri Keuangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi dan dana pensiun ke OJK.

Dengan kata lain, bahwa setelah dibentuknya OJK, Menteri Keuangan hanya berwenang untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.

Berkaitan dengan kepailitan, OJK telah mengeluarkan peraturan terkait dengan kepailitan instansi yang berada di bawah pengawasannya. Untuk kepailitan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, OJK telah mengeluarkan POJK No. 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Akan tetapi, sampai saat ini untuk kepailitan perusahaan efek, OJK belum mengeluarkan peraturan terkait dengan kepailitan perusahaan efek.

(42)

D. Pihak-Pihak Yang Dapat Dinyatakan Pailit

Setiap orang dapat dinyatakan pailit sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 UUK dan PKPU. Debitur secara sumir terbukti memenuhi syarat di atas dapat dinyatakan pailit, baik debitur perorangan maupun badan hukum. Menurut Imran Nating, pihak yang dapat dinyatakan pailit antara lain :

1. Orang perorangan

Baik laki-laki maupun, menjalankan perusahaan atau tidak, ayng telah menikah maupun yang belum menikah. Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitur perorangan yang telah menikah, permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya, kecuali antara suami istri tersebut tidak ada pencampuran harta.

2. Harta peninggalan (Warisan)

Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya. Dengan demikian, debitur yang telah meninggal dunia masih saja dinyatakan pailit atas harta kekayaannya apabila ada kreditur yang mengajukan permohonan tersebut. Akan tetapi permohonan tidak ditujukan bagi para ahli waris. Pernyataan pailit harta peninggalan berakibat demi hukum dipisahkan harta kekayaan pihak yang meninggal dari harta kekayaan para ahli waris dengan cara yang dijelaskan dalam Pasal 1107 KUH Perdata. Permohonan pailit terhadap harta peninggalan, harus memperhatikan ketentuan Pasal 210 UUK, yang mengatur bahwa permohonan

(43)

pernyataan pailit harus diajukan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah debitur meninggal.

3. Perkumpulan Perseroan (holding company)

UUK tidak mensyaratkan bahwa permohonan kepailitan terhadap holding company dan anak-anak perusahaannya harus diajukan dalam satu dokumen yang

sama. Permohonan-permohonan selain dapat diajukan dalam satu permohonan, juga dapat diajukan terpisah sebagai dua permohonan.

4. Penjamin (guarantor)

Penanggungan utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditur mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitur apabila debitur yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya 5. Badan Hukum

Literatur hukum Belanda, istilah badan hukum dikenal dengan sebutan rechtsperson, dan dalam kepustakaan Common Law seringkali disebut dengan istilah legal entity, juristic person, atauartificial person. Badan hukum bukanlah makhluk hidup sebagaimana halnya manusia. Badan hukum kehilangan daya pikir, kehendaknya, dan tidak mempunyai central bewustzijn. Oleh karena itu, ia tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Ia harus bertindak dengan perantara orang (natuurlijke personen), tetapi orang yang bertindak itu tidak bertindak untuk dirinya sendiri melainkan untuk dan atas nama pertanggungan gugatan badan hukum. Pada badan hukum selalu diwakili oleh organ dan perbuatan organ adalah perbuatan badan hukum itu sendiri. Organ

(44)

hanya dapat mengikatkan badan hukum, jika tindakanya masih dalam batas dan wewenang yang telah ditentukan dalam anggaran dasar.

6. Perkumpulan Bukan Badan Hukum

Perkumpulan yang bukan berbadan hukum ini menjalankan suatu usaha berdasarkan perjanjian antar anggotanya, tetapi perkumpulan ini bukan merupakan badan hukum, artinya tidak ada pemisahan harta perusahaan dan harta kekayaan pribadi, yang termasuk dalam perkumpulan ini antara lain :

(a) Maatscappen (persekutuan perdata);

(b) Persekutuan firma;

(c) Persekutuan komanditer.

Oleh karena bukan badan hukum, maka hanya para anggotanya saja yang dapat dinyatakan pailit. Permohonan pailit terhadap Firma dan Persekutuan Komanditer harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing pesero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang Firma.

7. Bank

UUK dan PKPU membedakan antara debitur bank dan bukan bank.

Pembedaan tersebut dilakukan dalam hal siapa yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Apabila debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia, karena bank sarat dengan uang masyarakat yang harus dilindungi.

8. Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian

(45)

Sebagaimana bank, UUK dan PKPU juga membedakan perusahaan efek dengan debitur lainnya. Jika menyangkut debitur yang merupakan Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Badan ini dikecualikan oleh undang-undang karena lembaga ini mengelola dana masyarakat umum.50

E. Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam Kepailitan Perusahaan Asuransi Awal mulanya Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Bank Indonesia bebas dari campur tangan Pemerintah dan/ atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang.51 Bank Indonesia dalam perjalanannya, menjalankan tugas pengawasan terhadap bank sering mengalami kesalahan.

Banyaknya kasus yang terjadi mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank, misalnya kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Skandal Bank Bali, Skandal Bank Century.52

50https://clickgtg.wordpress.com/2008/07/02/hukum-kepailitan-di- indonesia/ (diakses pada tanggal 7 Juli 16.00 WIB)

51Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, Op.Cit, hlm.63.

52Ibid., hlm.42.

Oleh karenanya Pasal 34 ayat (1) UU Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia mengamanatkan untuk membentuk suatu lembaga yang independen dalam menguasai sektor jasa keuangan Indonesia. Berdasarkan Rancangan UU OJK, secara normatif tujuan pendirian OJK adalah untuk meningkatkan kepercayaan publik di bidang jasa keuangan, menegakkan peraturan perundang-

(46)

undangan di bidang jasa keuangan, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan.

Disamping itu diharapkan agar Bank Indonesia fokus kepada pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank, karena bank merupakan sektor dalam perekonomian.53

a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;

Di dalam Pasal 4 UU OJK disebutkan bahwa: “OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:”

b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan

c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Fungsi OJK itu sendiri telah dijabarkan di dalam Pasal 5 UU OJK yang Menyebutkan bahwa: “OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.”Selanjutnya di dalam Pasal 6 UU OJK disebutkan mengenai tugas pengaturan dan pengawasan OJK terhadap:

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Dari ketentuan pasal di atas dapat diketahui bahwa tugas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan,

53Ibid., hlm.42-43

Referensi

Dokumen terkait

Karena pihak kreditur selaku pemegang hak tanggungan merasa dengan diberikannya surat kuasa membebankan hak tanggungan oleh debitur pemohon peningkatan hak guna bangunan menjadi

Pada unsur ini, keadaan jiwa pelaku harus dapat dibuktikan dalam keadan yang benar-benar sehat secara kejiwaan. Sebenarnya untuk keadaan jiwa seperti yang

Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun tertarik untuk mengetahui pelanggaran-pelanggaran Hak Cipta apa saja yang terjadi di dalam aplikasi wattpad serta

Berbicara tentang hak cipta tidak dapat dipisahkan dari masalah moral karena di dalam hak cipta itu sendiri melekat hak moral sepanjang jangka waktu perlindungan hak

Actio Pauliana merupakan sarana yang terdapat di dalam Undang-Undang Kepailitan yang bertujuan untuk melindungi kepentingan para kreditur dari tindakan-tindakan debitur

Maka, atas pertimbangan tersebutlah Majelis Hakim menyatkan bahwa terdakwa harus dilepaskan dari tuntutan hukum (ontslag van rechtvervolging). Dari pemaparan

Skripsi dengan judul “PENDAFTARAN MEREK KOLEKTIF SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK

“ Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak