• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

TOHA WARDANA NIM : 160200110

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

Upaya perlindungan Hak Cipta dilakukan dalam rangka pencegahan pelanggaran terhadap hak cipta itu sendiri. Pemegang hak cipta dapat dibedakan antara orang secara individu dan juga badan hukum. Sengketa yang terjadi dalam hal ini adalah mengenai pelanggaran terhadap hak cipta yang dimiliki oleh perusahaan PT. Inter Sport Marketing.

Perusahaan ini adalah perusahaan pemegang hak cipta berupa lisensi hak siar piala dunia berdasarkan perjanjian dengan pihak FIFA tertanggal 5 Mei 2011. Perlindungan dilakukan dengan memberikan sanksi yang berat terhadap pelaku pelanggaran hak cipta di Indonesia.

Atas dasar itulah, dirasa perlu untuk menggali lebih dalam tentang terjadinya pelanggaran hak cipta. Adapun penelitian ini dituangkan dalam bentuk tulisan skripsi dengan judul

“Penyelesaian Sengketa Atas Perjanjian Lisensi Sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (Studi Putusan Nomor 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/Niaga.Sby)”. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah pengaturan perjanjian lisensi dalam undang-undang hak cipta di Indonesia, bagaimanakah terjadinya pelanggaran terhadap pemegang hak lisensi sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan bagaimanakah analisis yuridis Putusan Nomor 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/Niaga.Sby.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau doktriner yaitu ditekankan pada penggunaan data sekunder. Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa Studi Kepustakaan atau Studi Dokumen (Documentary Study) yang berkaitan dengan Putusan Nomor 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/Niaga.Sby.

Pengertian lisensi menurut Pasal 1 angka (20) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu. Jadi pada dasarnya lisensi hak cipta merupakan suatu bentuk pemberian izin pemanfaatan atau penggunaan hak cipta, yang bukan merupakan pengalihan hak, yang dimiliki oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi dalam jangka waktu tertentu, yang pada umumnya disertai dengan imbalan berupa royalti. Adanya izin dalam lisensi hak cipta tersebut bersifat mutlak dan izin yang diberikan harus dituangkan dalam bentuk perjanjian. Penanyangan tersebut dilakukan di area publik yang seharusnya lebih dulu mendapatkan izin PT. Inter Sport Marketing selaku pemegang lisensi izin penanyangan pertandingan piala dunia di seluruh wilayah Republik Indonesia. Penggunaan lisensi tersebut tentu saja melanggar ketentuan dalam undang- undang hak cipta sehingga terhadap pelaku dapat diberikan sanksi. Saksi yang diberikan dalam putusan ini adalah denda berupa kewajiban pembayaran ganti rugi sebesar Rp 100.000.000,00 atau seratus juta rupiah kepada penggugat. Berdasarkan hal- hal yang menjadi pertimbangan dalam persidangan, maka Putusan Mahkamah Agung tersebut telah memenuhi asas- asas yang terdapat dalam Undang-undang. Putusan ini tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Hak Cipta dan juga Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Kata kunci: HAKI, Sengketa, Lisensi

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(4)

Efforts to protect copyrights are carried out in order to prevent violations against copyright itself. Copyright holders can be distinguished between individuals as well as legal entities. Disputes that occur in this case are regarding violations of copyright owned by the company PT. Inter Sport Marketing. The company is a copyright holder in the form of a license for broadcasting rights to the world cup based on an agreement with FIFA dated May 5, 2011. Protection is carried out by giving severe sanctions against the perpetrators of copyright infringement in Indonesia. For this reason, it is felt necessary to dig deeper into the occurrence of copyright infringement. The research is written in the form of a thesis with the title "Dispute Settlement of License Agreements as Part of Intellectual Property Rights (Decision Study Number 10 / IPR / COPYRIGHT / 2016 / PN / Niaga.Sby)". The problems in this research are: how is the licensing agreement in the copyright law in Indonesia, how is the violation of the licensee as part of Intellectual Property Rights (IPR) and how is the juridical analysis of Decision Number 10 / IPR. COPYRIGHT / 2016 /PN/Niaga.Sby.

Research conducted is normative or doctrinal legal research, which is emphasized on the use of secondary data. Researchers used a data collection tool in the form of a Literature Study or Documentary Study relating to Decision Number 10 / HKI. COPYRIGHT / 2016 / PN / Niaga.Sby.

The definition of a license according to Article 1 number (20) of Law Number 28 Year 2014 concerning Copyright is a written permission granted by the Copyright Holder or Owner of Related Rights to other parties to exercise economic rights over his Work or Related Right products with certain conditions. So basically a copyright license is a form of granting permission to use or use of copyright, which is not a transfer of rights, which is owned by the licensor to the licensee within a certain period of time, which is generally accompanied by compensation in the form of royalties. The permission in the copyright license is absolute and the permission given must be stated in the form of an agreement. The announcement was carried out in a public area that should have obtained PT. Inter Sport Marketing as the licensing holder of the world cup competition in all regions of the Republic of Indonesia. The use of the license of course violates the provisions in the copyright law so that the perpetrators can be sanctioned. The witness given in this decision was a fine in the form of an obligation to pay compensation amounting to Rp 100,000,000.00 or one hundred million rupiah to the plaintiff. Based on matters considered in the trial, the Supreme Court Decision has fulfilled the principles contained in the Act. This decision does not contradict Law Number 28 of 2004 concerning Copyright and also Law Number 48 of 2009 concerning Judicial Power.

Keywords: Intellectual Property Rights, Disputes, Licenses

* University of North Sumatra Faculty of Law students

** 1st Thesis Adviser of Law University of North Sumatera

*** 2nd Thesis Adviser of Law University of North Sumatera

(5)

dengan judul “PENYELESAIAN SENGKETA ATAS PERJANJIAN LISENSI SEBAGAI BAGIAN DARI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (STUDI PUTUSAN NOMOR 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/NIAGA.SBY)” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum (S-1) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.HumSelaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I penulis.

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Terima kasih juga saya ucapkan kepada ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU dan sekaligus Dosen Pembimbing saya.

(6)

6. Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Syamsul Rizal, SH, M.Hum selaku sekretaris Departemen Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU.

7. Terima kasih saya ucapkan kepada ibu Dr. Maria Kaban,SH.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II saya, yang telah banyak membantu dan memberi bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

8. Terima kasih kepada kedua orang tua saya yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada saya baik secara moral maupun secara materi.

9. Terima kasih kepada rekan- rekan saya di Fakutas Hukum USU yang telah membantu saya selama pengerjaan skripsi ini.

Mudah- mudahan skripsi saya ini dapat bermanfaat khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan berguna bagi masyarakat.

Medan, Januari 2020

Penulis

(7)

Daftar Isi...iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Keaslian Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Metode Penelitian ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II PENGATURAN PERJANJIAN LISENSI DALAM UNDANG- UNDANG HAK CIPTA DI INDONESIA A. Pengertian Perjanjian ... 26

B. Pengertian Lisensi dan Regulasinya ... 38

C. Jenis-jenis Lisensi ... 41

D. Lisensi Sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual ... 43

BAB III TERJADINYA PELANGGARAN TERHADAP PEMEGANG HAK LISENSI SEBAGAI BAGIAN DARI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI) A. Tata Cara Penggunaan Hak Cipta ... 57

B. Hak Pemegang Hak Cipta ... 60

C. Pelanggaran Hak Pemegang Lisensi ... 65

BAB IV ANALISIS YURIDIS Putusan NOMOR 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/NIAGA.SBY A. Kasus Posisi ... 72

B. Pertimbangan dalam Memutuskan Sengketa Hak Cipta ... 73

C. Analisis Terhadap Putusan No. 10/ HKI. HAK CIPTA/ 2016/ PN/ NIAGA. SBY ... 84

(8)

D. Akibat Hukum Atas Putusan Nomor 10/ HKI .HAK CIPTA/

2016/ PN/ NIAGA. SBY ... 86 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...89 B. Saran... 90 Daftar Pustaka... 92 Lampiran

(9)

A. Latar Belakang

Hak cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup pula program komputer. Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberi izin untuk itu dalam bidang pengetehuan, kesenian, dan kesusastraan, dengan pembatasan- pembatasan tertentu.1 Dalam dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta diatur bahwa hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Tujuan dari adanya penggolongan Hak Kekayaan Intelektual adalah untuk mempertahankan kreativitas dan identitas yang sudah dibangun oleh sebuah perusahaan agar lebih dikenal oleh masyarakat luas. Pada dasarnya pemilik merek ingin meraih loyalitas konsumen yaitu perilaku puncak konsumen terhadap merek, dimana konsumen bersedia melakukan apa saja demi mempertahankan merek pilihannya.2

1 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011), hal. 208

2 Maulana, Insan Budi, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal Asing Di Indonesia Dari Masa Ke Masa. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999 hal 91

(10)

Adapun ciptaan-ciptaan yang dilindungi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra salah satunya adalah karya sinematografi. Dari karya sinematografi, terciptalah film. Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertujukkan. Film juga dikenal sebagai media penyimpan dari karya sinematografi tersebut. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda dengan kamera, dan/atau oleh animasi.

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam undang-undang hak cipta yang berlaku saat ini, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dalam undang-undang tersebut, pengertian Hak Cipta adalah “Hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1).3

Dengan bertambahnya hak cipta, manusia menyadari akan adanya hak baru di luar hak kebendaan atau barang. Pengakuaan atas segala temuan, ciptaan dan kreasi baru yang ditemukan dan diciptakan baik oleh individu maupun kelompok telah melahirkan apa yang disebut dengan Hak Milik Intelektual (HMI) atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Pada abad kuno, hak cipta belum dikenal oleh masyarakat, sekalipun banyak karya cipta yang dihasilkan masyarakat pada saat itu. Karya cipta dianggap sebagai hal biasa yang eksistensinya tidak perlu dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Mereka menganggap bahwa hak

3 Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis: Membangun Wacana Integrasi Perundangan Nasional dengan Syariáh, (Malang: UIN-Malang Press, Cet I, 2009), hal. 235

(11)

cipta tidak memiliki arti yang strategis dalam kehidupan manusia, seperti halnya rumah, tanah atau benda lainnya.4

Pengakuan dan perlindungan terhadap kekayaan intelektual telah dilakukan sejak dahulu. Sebagai negara bekas jajahan Belanda, maka sejarah hukum tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah hukum serupa di Belanda pada masa itu, karena hampir seluruh peraturan yang berlaku di Belanda waktu itu juga diperlakukan di Indonesia (Hindia Belanda). Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) yang pertama kali berlaku di Indonesia adalah UUHC pada tanggal 23 September 1912 yang berasal dari Belanda yang diamandemenkan oleh Undang-Undang No 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang mendapat penyempurnaan pada tahun 1987.

Departemen Kehakiman pada tahun 1989 mengeluarkan UUHP, pada tahun 1992 mengeluarkan UUHM, dan yang terakhir Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dengan demikian, Hak Cipta diakui dan mempunyai perlindungan hukum yang sah, dan pelanggarnya dapat dituntut dengan hukuman penjara maksimal 7 tahun dan atau denda maksimal Rp. 5.000.000.000.00,-.

Sebagai suatu kekayaan intelektual yang berasal dari daya pikir manusia, suatu kekayaan intelektual perlu dilindungi, dengan alasan:5

1. Suatu kekayaan intelektual sebagai hasil kreasi manusia di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra serta bidang teknologi baru yang mengandung langkah inovatif serta dapat diterapkan dalam industri

4 Syafrinaldi, Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual dalam Menghadapi Era Global, (Riau: UIR Press, Cet I, 2001), hal.1

5 Andriana Krinawati, TRIPs-WTO & Hukum HKI Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005 hal. 12

(12)

harus diberikan suatu penghargaan dan pengakuan serta perlindungan hukum atas keberhasilan melahirkan kekayaan intelektual ciptaan baru itu. Secara umum perlindungan hak kekayaan intelektual adalah untuk melindungi hak moral dan ekonomi.

2. Hasil kreasi tersebut dalam masyarakat beradab diakui bahwa yang menciptakan boleh menguasai untuk tujuan yang menguntungkan.

Kreasi sebagai milik berdasarkan postulat hak milik dalam arti yang seluas- luasnya termasuk milik yang tidak berwujud dapat menguasai dan menggunakannya untuk kepentingan pemilik.

3. Hak kekayaan intelektual sebagai hasil ciptaan atau penemuan yang bersifat rintisan dapat membuka kemungkinan para pihak lain dapat mengembangkan lebih lanjut penemuan yang dihasilkan oleh penemu karya tersebut.

4. Bidang hak kekayaan intelektual lain selain rahasia dagang, seperti paten pada dasarnya bersifat terbuka, artinya penemuannya harus menguraikan atau membeberkan penemuannya dengan jelas dan terperinci sebagai salah satu syarat pendaftaran paten. Keadaan ini potensial menimbulkan risiko, karena orang lain dapat belajar atau melaksanakan penemuan tersebut secara tanpa hak. Oleh karena itu, sebagai imbalannya kepada penemu diberikan hak khusus untuk dalam jangka waktu tertentu melakukan eksploitasi atas penemuannya, sehingga setiap pelanggaran atas hak itu dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.

(13)

5. Mendorong bakat setempat dalam mencurahkan energinya untuk melahirkan suatu karya seni serta merangsang kreativitas nasional.

Oleh karena itu, negara harus memberikan jaminan perlindungan hak cipta secara efektif. Upaya- upaya kreatif dari seniman suatu negara mencerminkan jiwa dari bangsa itu sendiri serta menunjukkan adanya sifat moral, kebiasaan dna budaya untuk terus berkembang.

Selain memberikan kepastian hukum, perlindungan hak kekayaan intelektual yang efektif juga memberikan manfaat yang dapat dirasakan dari segi politis, ekonomi, sosial, maupun budaya. Bahkan, segi pertahanan kemanan juga dapat meraih manfaat dari adanya perlindungan hak kekayaan intelektual ini.

Secara garis besar kita dapat melihat beberapa keuntungan dan manfaat yang diharapkan dengan adanya perlindungan hak kekayaan intelektual, baik secara ekonomi mikro maupun ekonomi makro yaitu di antaranya: 6

1. Perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan landasan teknologi (technological base) nasional guna meningkatkan pengembangan teknologi yang lebih cepat lagi.

2. Pada dasarnya, pemberian perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual dimaksudkan agar upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik lagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta atau menemukan sesuatu di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

6 Mahadi, Hak Milik Immateriil, Jakarta: Bina Cipta, 1985 hal. 4

(14)

3. Pemberian perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual bukan saja merupakan pengakuan negara terhadap hasil karya, karsa manusia, tetapi secara ekonomi makro merupakan penciptaan suasana sehat untuk menarik penanaman modal asing, serta memperlancar perdagangan internasional.

Ditingkat internasional hak cipta juga diberikan perlindungan, yaitu diantaranya dalam perjanjian internasional seperti Bern Convention, The Universal Copyrights Convention dan The TRIPs Agreement. The TRIPs Agreement tercantum dalam perjanjian multilateral GATT/ WTO yang diikuti oleh Indonesia, yang mana tujuan dari perjanjian The TRIPs Agreement untuk melindungi dan menegakkan hukum hak milik intelektual guna mendorong timbulnya inovasi, pengalihan serta penyebaran teknologi dengan cara menciptakan kesejahteraan sosial ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. 7Perjanjian tersebut memungkinkan negara-negara anggotanya untuk menyediakan perlindungan yang lebih luas terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) berlaku juga bagi Indonesia, dalam hal ini dapat diartikan bahwa negara-negara yang menjadi anggota perjanjian tersebut dapat mengatur dan membuat sendiri ketentuan-ketentuan dan pembatasan-pembatasan hak cipta sesuai dengan kebijakan pemerintah di negaranya. Di Indonesia sendiri hak cipta diatur di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Sebelumnya Undang-Undang ini telah dilakukan beberapa kali pembaharuan.

Dimulai dari lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 yang kemudian

7 Budi Agus Riswandi, Hak Cipta Di Internet Aspek Hukum Dan Permasalahannya Di Indonesia, (Yogyakarta: FH UII Press, 2009, hal. 23

(15)

harus dilakukan pembaharuan sebagai bentuk konsekuensi yuridis keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian multilateral GATT/ WTO, sehingga melahirkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta. Pembaharuan masih berlanjut hingga melahirkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, sampai dilakukan pembaharuan yang terakhir yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang masih berlaku sampai sekarang ini.

Dapat dilihat bahwa segala upaya perlindungan Hak Cipta dilakukan dalam rangka pencegahan pelanggaran terhadap hak cipta itu sendiri. Pemegang hak cipta dapat dibedakan antara orang secara individu dan juga badan hukum.

Sengketa yang terjadi dalam hal ini adalah mengenai pelanggaran terhadap hak cipta yang dimiliki oleh perusahaan PT. Inter Sport Marketing. Perusahaan ini adalah perusahaan pemegang hak cipta berupa lisensi hak siar piala dunia berdasarkan perjanjian dengan pihak FIFA tertanggal 5 Mei 2011. Perlindungan dilakukan dengan memberikan sanksi yang berat terhadap pelaku pelanggaran hak cipta di Indonesia. Atas dasar itulah, dirasa perlu untuk menggali lebih dalam tentang terjadinya pelanggaran hak cipta. Adapun penelitian ini dituangkan dalam bentuk tulisan skripsi dengan judul “Penyelesaian Sengketa Atas Perjanjian Lisensi Sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (Studi Putusan Nomor 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/Niaga.Sby)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka beberapa permasalahan yang perlu dikaji, yakni:

(16)

1. Bagaimanakah pengaturan perjanjian lisensi dalam undang-undang hak cipta di Indonesia?

2. Bagaimanakah terjadinya pelanggaran terhadap pemegang hak lisensi

sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) ?

3. Bagaimanakah analisis yuridis Putusan Nomor 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/Niaga.Sby?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan di atas maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan perjanjian lisensi dalam undang-undang hak cipta di Indonesia.

2. Untuk mengetahui tentang terjadinya pelanggaran terhadap pemegang hak lisensi sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).

3. Untuk mengetahui tentang analisis yuridis Putusan Nomor 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/Niaga.Sby.

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah untuk mencapai hal- hal sebagai berikut ini:

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum keperdataan, yang terkhusus berkaitan dengan pemberian sanksi terhadap pelanggaran hak cipta sebagai upaya perlindungan pemegang hak cipta.

(17)

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menjadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, maupun pihak lainnya dalam penulisan- penulisan ilmiah lainnya yang berhubungan.

b. Agar menambah pengetahuan kepada masyarakat berkaitan dengan Perlindungan Hukum pemegang hak cipta dengan memberikan sanksi kepada pelanggar ketentuan hak cipta.

c. Dapat dijadikan sebagai rujukan bagi pelaksanaan Pemberian Sanksi Terhadap Pelanggar Hak Cipta Sebagai Perlindungan Kepada Pemegang Hak Cipta.

D. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.

Sepanjang yang telah diketahui dan ditelusuri di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Penyelesaian Sengketa Atas Perjanjian Lisensi Sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (Studi Putusan Nomor 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/Niaga.Sby), belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

(18)

E. Tinjauan Kepustakaan

Adapun judul yang dikemukakan oleh penulis adalah “Penyelesaian Sengketa Atas Perjanjian Lisensi Sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (Studi Putusan Nomor 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/Niaga.Sby)” Dalam tinjauan dicoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna bagi penulis untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada di dalam topik yang diangkat dari permasalahan yang telah diangkat di atas. Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada judul skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Penyelesaian Sengketa

Sengketa tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu ada konflik. Begitu banyak konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik kecil ringan bahkan konflik yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua kalangan, karena hidup ini tidak lepas dari permasalahan. Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Kenapa harus mempelajari tentang sengketa. Karena untuk mengetahui lebih dalam bagaimana suatu sengketa itu dan bagaimana penyelesaiannya.8

Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu obyek permasalahan. Menurut Winardi, pertentangan atau konflik yang terjadi antara

8 Sarjita, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Yogyakarta, Tugujogja Pustaka, 2005, hal. 8

(19)

individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu obyek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.9

Macam-macam penyelesaian sengketa pada awalnya, bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dipergunakan selalu berorientasi pada bagaimana supaya memperoleh kemenangan (seperti peperangan, perkelahian bahkan lembaga pengadilan). Oleh karena kemenangan yang menjadi tujuan utama, para pihak cenderung berupaya mempergunakan berbagai cara untuk mendapatkannya, sekalipun melalui cara-cara melawan hukum. Akibatnya, apabila salah satu pihak memperoleh kemenangan tidak jarang hubungan diantara pihak-pihak yang bersengketa menjadi buruk, bahkan berubah menjadi permusuhan. Dalam perkembangannya, bentuk-bentuk penyelesaian yang berorientasi pada kemenangan tidak lagi menjadi pilihan utama, bahkan sedapat mungkin dihindari.

Pihak-pihak lebih mendahulukan kompromi dalam setiap penyelesaian sengketa yang muncul di antara mereka, dengan harapan melalui kompromi tidak ada pihak yang merasa dikalahkan/dirugikan.

Upaya manusia untuk menemukan cara-cara penyelesaian yang lebih mendahulukan kompromi, dimulai pada saat melihat bentuk-bentuk penyelesaian yang dipergunakan pada saat itu (terutama lembaga peradilan) menunjukkan berbagai kelemahan/kekurangan, seperti: biaya tinggi, lamanya proses pemeriksaan, dan sebagainya. Akibat semakin meningkatnya efek negatif dari lembaga pengadilan, maka pada permulaan tahun 1970-an mulailah muncul suatu

9 Ali. Achmad Chomzah, Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, Jakarta, Prestasi Pustaka, 2003, hal. 14

(20)

pergerakan dikalangan pengamat hukum dan akademisi Amerika Serikat untuk mulai memperhatikan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa.

Laura Nader dan Herry F. Todd membedakan konflik dan sengketa melalui proses bersengketa (disputing process), sebagai berikut:10

1. Tahap pra-konflik atau tahap keluhan, yang mengacu kepada keadaan atau kondisi yang oleh seseorang atau suatu kelompok dipersepsikan sebagai hal yang tidak adil dan alasan-alasan atau dasar-dasar dari adanya perasaan itu. Pelanggaran terhadap rasa keadilan itu dapat bersifat nyata atau imajinasi saja. Yang terpenting pihak itu merasakan haknya dilanggar atau diperlakukan dengan salah;

2. Tahap Konflik (conflict), ditandai dengan keadaan dimana pihak yang merasa haknya dilanggar memilih jalan konfrontasi, melemparkan tuduhan kepada pihak pelanggar haknya atau memberitahukan kepada pihak lawannya tentang keluhan itu. Pada tahap ini kedua belah pihak sadar mengenai adanya perselisihan pandangan antar mereka;

3. Tahap Sengketa (dispute), dapat terjadi karena konflik mengalami eskalasi berhubung karena adanya konflik itu dikemukakan secara umum. Suatu sengketa hanya terjadi bila pihak yang mempunyai keluhan telah meningkatkan perselisihan pendapat dari pendekatan menjadi hal yang memasuki bidang publik. Hal ini dilakukan secara sengaja dan aktif dengan maksud supaya ada sesuatu tindakan mengenai tuntutan yang diinginkan.

10 http://sofian-memandang.blogspot.co.id/2015/03/perbedaan-konflik-dan-sengketa.html diakses pada 21 Oktober 2019

(21)

2. Hak Cipta

Hak cipta ialah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dari pengertian ini, hasil ciptaan seseorang merupakan hasil karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian konsep dalam lapangan pendidikan, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Sementara itu, pencipta ialah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

Adapun ciri-ciri hak cipta yang diantaranya yaitu:

a. Jangka waktu perlindungan ialah seumur hidup dan tambahan waktu 50 tahun setelah pemegang hak meninggal dunia.

b. Hak cipta didapatkan secara otomatis, tidak ada kewajiban mendaftarkan. Namun demi kepentingan pencipta atau pemegang hak cipta surat pendaftaran ciptaan tetap penting, terutama jika da permasalahan hukum pada kemudian hari. Surat pendaftaran dapat dijadikan sebagai alat bukti awal untuk menentukan siapa pencipta atau pemegang hak cipta yang lebih berhak atas suatu ciptaan.

c. Bentuk-bentuk pelanggaran, misalnya terdapat bagian-bagiannya telah disalin secara sinstantif, memiliki kesamaan, diperbanyak atau diumumkan tanpa izin.

(22)

d. Sanksi pidana yang dikenakan jika terbukti bersalah melakukan pelanggaran hak cipta, hukuman yang dikenakan maksimum tujuh tahun dan atau denda lima milyar rupiah.

e. Dilindungi, misalnya ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, musik, buku ceramah, seni tari, program komputer dan lainnya.

f. Kriteria benda atau hal-hal yang mendapatkan perlindungan hak cipta hanya ciptaan yang asli.

Fungsi adari hak cipta adalah sebagai berikut:

a. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak- hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus

(23)

diberikan oleh aparat penegak hukum hak yang diberikan oleh hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.11

Menurut Muchsin, yang dikuti dari buku Nashriana perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.12

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek- subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:13

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundangundangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua macam, yaitu :

11 Ishaq, Dasar- dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009 hal. 43

12 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana, Jakarta: Rajawali, 2016 hal. 17

13 Ibid, hal. 20

(24)

a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

b. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini.

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasanpembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.

Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.

(25)

Pengertian perlindungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 6 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menentukan bahwa perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

4. Undang-Undang Hak Cipta

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).

Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24- 26 Undang-undang Hak Cipta.

Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah

(26)

doktrin fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.

Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.

Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.

5. Sanksi

Menurut Utrecht sebagaimana yang dikutip oleh Soeroso dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Hukum, mengatakan bahwa ilmu hukum merupakan himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah) dan larangan-larangan

(27)

yang mengatur tata tertib dalam sesuatu masyarakat dan seharusnyalah ditaati oleh anggota masyarakat itu. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah terhadap masyarakat itu.14

Menurut P. Borst hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam masyarakat yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan agar menimbulkan tata kedamaian atau keadilan. Pelaksanaan peraturan hukum itu dapat dipaksakan artinya bahwa hukum mempunyai sanksi, berupa ancaman dengan hukuman terhadap si pelanggar atau merupakan gantirugi bagi yang menderita.15

Dari kedua definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hukum berkaitan dengan sanksi. Hal ini dapat dipahami karena pada dasarnya hukum itu memiliki sifat mengatur dan memaksa. Didalam sifat hukum yang mengatur, terdapat larangan-larangan. Apabila suatu larangan tersebut dilanggar, maka dapat menimbulkan sanksi. Sanksi hukum ini bersifat memaksa, hal ini berarti bahwa tertib itu akan bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa tertentu karena dianggap merugikan masyarakat sebagai akibat dari adanya pelanggaran tersebut. Dengan cara memaksa, maka suatu penderitaan dikenakan terhadap seseorang dengan paksa walaupun yang bersangkutan tidak menghendakinya.

Sedangkan pengertian sanksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan tanggungan (tindakan atau hukuman) untuk memaksa orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan undang-undang (anggaran dasar, perkumpulan,

14 Soerjono Soekanto, Teori Yang Murni Tentang Hukum, (Bandung: PT. Alumni, 1985) hal. 40

15 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, cet. ke-8, (Jakarta, Sinar Grafika, 2006) hal. 40

(28)

dan sebagainya); tindakan (mengenai perekonomian) sebagai hukuman kepada suatu negara hukum, a imbalan negatif, berupa pembebanan atau penderitaan yg ditentukan dalam hukum; b imbalan positif, yg berupa hadiah atau anugerah yg ditentukan dalam hukum.16

Berbagai tipe ideal dapat dirumuskan atas dasar cara-cara perilaku manusia dilaksanakan berdasarkan perintah atau larangan. Suatu tertib sosial mungkin memerintahkan agar manusia melakukan perbuatan tertentu, tanpa memberikan akibat tertentu apabila perintah itu ditaati atau dilanggar. Suatu tertib sosial dapat pula memerintahkan agar suatu perbuatan dilakukan sekaligus dengan imbalan atau hukumannya. Imbalan dan hukuman merupakan sanksi-sanksi, namun lazimnya hanya hukuman yang disebut sebagai sanksi.

Menurut Hans Kelsen, sanksi didefinisikan sebagai reaksi koersif masyarakat atas tingkah laku manusia (fakta sosial) yang mengganggu masyarakat. Setiap sistem norma dalam pandangan Hans Kelsen selalu bersandar pada sanksi. Esensi dari hukum adalah organisasi dari kekuatan, dan hukum bersandar pada sistem paksaan yang dirancang untuk menjaga tingkah laku sosial tertentu. Dalam kondisi-kondisi tertentu digunakan kekuatan untuk menjaga hukum dan ada sebuah organ dari komunitas yang melaksanakan hal tersebut.

Setiap norma dapat dikatakan “legal” apabila dilekati sanksi, walaupun norma itu harus dilihat berhubungan dengan norma yang lainnya.17

16 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Fustaka, 1995) hal. 1265

17 Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar Ke Filsafat Hukum, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2007) hal. 84

(29)

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.

Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.

Penulisan skripsi ini, menggunakan metodologi penulisan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Fenomena yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai Penyelesaian Sengketa Atas Perjanjian Lisensi Sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (Studi Putusan Nomor 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/Niaga.Sby). Penelitian ini juga didasarkan pada upaya untuk membangun pandangan subjek penelitian yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit agar dapat membantu memperjelas hasil penelitian18.

2. Metode penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis

18 Moeleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2007) hal. 6

(30)

dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis (Analitical Approach).

Pendekatan Analitis (Analitical Approach) tujuannya adalah mengetahui makna yang dikandung dalam peraturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik.19 Penggunaan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan Analitis disesuaikan dengan judul penelitian ini yaitu Penyelesaian Sengketa Atas Perjanjian Lisensi Sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (Studi Putusan Nomor 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/Niaga.Sby). Metode ini digunakan untuk menyesuaikan peraturan yang ada dengan realita di lingkungan sekitar.

3. Data dan sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat.

b. Bentuk maupun isinya data sekunder telah dibentuk dan diisi olehpeneliti- peneliti terdahulu.

c. Data sekunder tanpa terikat/dibatasi oleh waktu dan tempat.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi : a. Bahan-bahan hukum primer, yang mencakup Putusan Nomor

10/HKI. Hak Cipta/2016/PN/Niaga.Sby. Undang-Undang Nomor

19 Ibrahim Johny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi), (Malang: Bayu Media Publishing, 2007) hal. 303

(31)

28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Insentif Kekayaan Intelektual.

b. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer seperti Jurnal mengenai hak cipta dan sengketa hak cipta Nasional maupun Internasional, hasil-hasil penelitian.

c. Bahan-bahan hukum tersier,meliputi kamus hukum, kamus bahasa Indonesia.

G. Sistematika Penulisan

Keseluruhan sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan tidak terpisahkan.

Sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar di dalamnya terurai mengenai latar belakang, perumusan masalah, kemudian dilanjutkan, dengan tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

(32)

BAB II : PENGATURAN PERJANJIAN LISENSI DALAM UNDANG-UNDANG HAK CIPTA DI INDONESIA

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Pengertian Perjanjian, Pengertian Lisensi dan Regulasinya, Jenis- jenis Lisensi dan Lisensi Sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual.

BAB III : TERJADINYA PELANGGARAN TERHADAP PEMEGANG HAK LISENSI SEBAGAI

BAGIAN DARI HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL (HAKI)

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Tata Cara Penanganan Lisensi, Hak Pemegang Lisensi dan Pelanggaran Terhadap Hak Pemegang Lisensi.

BAB IV : ANALISIS YURIDIS Putusan NOMOR 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/NIAGA.SBY

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Posisi Kasus, Pertimbangan dalam Memutuskan Sengketa Hak Cipta, Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Nomor Negeri Surabaya Nomor 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/Niaga.Sby dan Akibat Hukum Atas Putusan Pengadilan Negeri

(33)

Surabaya Nomor 10/HKI.HAK CIPTA/2016/PN/Niaga.Sby.

BAB V : PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna.

(34)

A. Pengertian Perjanjian

Didalam kehidupan sehari-hari, istilah dari perjanjian sangat sering didengar dan juga sangat sering dilakukan oleh masyarakat misalnya: perjanjian jual beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian simpan-pinjam, perjanjian tukar- menukar, dan jenis perjanjian lainnya.39 Pelaksanaan sebuah perjanjian, bentuk perjanjian-perjanjian yang dibuat ini pada dasarnya berbentuk bebas. Dapat diadakan secara lisan, dan dapat pula di terapkan dalam bentuk tulisan. Namun perjanjian yang diterapkan dalam bentuk tulisan biasanya digunakan hanya sebagai alat bukti semata.40

Pembuktian dengan adanya perjanjian tertulis tentu akan membantu dari aspek legalitas. Sebab dalam perkara perdata, bukti surat menjadi sebuah pertimbangan hakim dalam memutus sebuah perkara perdata di lembaga peradilan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian dalam bentuk tertulis sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan- kemungkinan terjadinya sengketa di kemudian hari.

Apabila melihat ketentuan dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berisi mengenai peraturan perikatan. Pada pasal 1233 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang-Undang BW (KUHPerdata) sebagai Undang-

39. Novia Andrina, Op.Cit., hal.21

40 Wan Sadjaruddin, Beberapa Sendi Hukum Perikatan, Medan: USU Press, 1992, hal. 24

(35)

Undang mulai berlaku atau diumumkan secara resmi pada tanggal 30 April 1847 (St. No. 23/1847). Dari tahun pengundanganya jelas dapat kita ketahui, BW yang dalam Buku III mengatur hukum perjanjian adalah Undang-Undang produk kolinial Belanda.41

Perjanjian dapat dimaknai sebagai pelaksanaan dari sebuah kesepakatan antara dua pihak atau lebih. Untuk mengetahui arti sebenarnya dari suatu perjanjian tidaklah mudah karena banyak pendapat para ahli hukum di dalam memberikan rumusan perjanjian tersebut. Dengan adanya berbagai pendapat tentang rumusan dari perjanjian tersebut. Penulis merasa perlu memberikan beberapa pengertian perjanjian menurut para sarjana.

Buku III KUHPeradata berbicara tentang perikatan (van verbibtenissen) yang memiliki sifat terbuka artinya isinya dapat ditentukan oleh para pihak dengan beberapa syarat yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan Undang-Undang.42Dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Peradata menyebutkan bahwa “Perjanjian adalah suatu perbuatan yang satu atau orang lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Pengertian perjanjian menurut Wrijono Prodjodikoro Perjanjian adalah:

“Sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau di anggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut janji itu.”43

41 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986, hal 3

42 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009, hal. 39

43 Wirjono Prodjodikoro, Azas-asas Hukum Perjanjian, Bandung: Mandar Maju, 2000, hal.7

(36)

Pendapat yang hampir sama juga disebutkan oleh Mariam Darus Badrulzaman: perjanjian ialah suatu hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih, yag terletak dalam bidang harta kekayaan, dengan mana pihak yang satu berhak atau prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.44

Sedangkan menurut para Sarjana, antara lain Abdul Kadir Muhammad, bahwa rumusan perjanjian dalam KUHPerdata itu kurang memuaskan, karena mengandung beberapa kelemahannya yaitu:

a. Hanya menyangkut sepihak saja

Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.” Kata kerja “mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “Saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak-pihak.

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsesus

Dalam pengertian “Perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (Zaakwaarneming), tindakkan melawan hukum atau (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung konsesus. Seharusnya dipakai kata

“Persetujuan”.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas

Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut di atas terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang

44 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994, hal. 3

(37)

dikehendaki oleh Buku Ketiga KUH Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal.

d. Tanpa menyebut tujuan

Dalam perumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri tidak jelas untuk apa.45

Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa perjanjian adalah “Hubungan antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan hukum”.46

Subekti mengatakan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji utnuk melaksankan suatu hal”.47

Menurut Tan Kamello, “Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang didasarkan pada kata sepakat mengenai sesuatu hal dengan tujuan untuk menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum yang dimaksud disini adalah suatu perbuatan hukum yang bersegi dua.”

Secara harafiah kata “verbintenis” yang merupakan pengambil alihan dari kata “obligation” dalam code civil prancis dengan demikian berarti perikatan adalah kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum perikatan tersebut.

Dari bebarapa pengertian perjanjian yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa wujud pengertian perjanjian itu sendiri yaitu, hubungan

45 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1982, hal. 78

46 Sudiksno Mertokusumo, Mengenai Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1998, hal. 97

47 Johannnes Ibrahim, Kartu Kredit-Dilematis Antara Kontrak Dan Kejahatan, Bandung:

Refika Aditama, 2004, hal. 30

(38)

hukum antara dua orang atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban dipihak laim untuk memenuhi suatu hal (prestasi) yang telah disepakati. Perjanjian harus menjadi perbuatan kedua belah pihak yang berjanji untuk memenuhi prestasi kepada pihak lainnya, begitu pula pihak lainnya harus memperoleh pemenuhan prestasi yang telah dijanjikan oleh pihak lainnya itu.48

Bentuk-bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak).

Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, sebagimana dikemukakan berikut ini:49 a. Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang

bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga.

Dengan kata lain, jika perjanjian tersebut disangkal pihak ketiga maka para pihak atau salah satu pihak dari perjanjian itu berkewajiban mengajukan bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan keberatan pihak ketiga dimaksud tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan.

b. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.

Fungsi kesaksian notaris atau suatu dokumen semata-mata hanya untuk melagilisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian. Salah

48 Aquila Siregar, Aspek Perjanjian Kerjasama Pengangkutan Limbah B3 Pada Perusahaan pengangkutan, Medan: USU, hal. 15

49 Salim, Hukum Perjanjian, Teori dan Praktik Penyusunan Perjanjian, Jakarta : Sinar Gafika, 2008, hal. 42

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis capaian IKK, pada tahun 2020 BP PAUD dan Dikmas Provinsi Sulawesi Barat menetapkan target kinerja pemetaan mutu dengan indikator persentase

 besar &olekul yang lebih ke'il dari ukuran pori dapat masuk ke dalam partikel &olekul yang lebih ke'il dari ukuran pori dapat masuk ke dalam partikel dan karenanya

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris pengaruh variabel ukuran perusahaan, ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), tingkat profitabilitas perusahaan, opini auditor,

Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Rasio) ditujukan untuk mengetahui tingkat pengembalian petani yang merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan

Industri batu alam buatan: Dikarenakan batu alam adalah bahan alam yang tidak dapat diperbaharui, dan sekarang sulit untuk didapatkan dengan harga yang semakin

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan intrakurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa program kependidikan Universitas Negeri Semarang, sebagai pelatihan

23 Tahun 2014 menentukan bahwa pemekaran daerah berupa pemecahan daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota untuk menjadi 2 (dua) daerah atau lebih daerah baru atau