• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH UNTUK PENEMPATAN BASE TRANSCEIVER STATION SISTEM

TELEKOMUNIKASI SELULER ANTARA PT.

TELEKOMUNIKASI SELULAR DENGAN HOTLAS PASARIBU

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

NIM : 130200379

MAGDALENA MARLINA REZA SITOMPUL

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH UNTUK PENEMPATAN BASE TRANSCEIVER STATION SISTEM

TELEKOMUNIKASI SELULER ANTARA PT.

TELEKOMUNIKASI SELULAR DENGAN HOTLAS PASARIBU

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh :

NIM : 130200379

MAGDALENA MARLINA REZA SITOMPUL DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Dr. Hasim Purba,SH.,M.Hum NIP. 196603031985091001

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. OK. Saidin,SH.,M.Hum Dr. Rosnidar Sembiring,SH.,M.Hum

NIP. 196202131990031002 NIP. 196602021991032002

(3)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

NAMA : MAGDALENA MARLINA REZA

SITOMPUL

NIM : 130200379

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM

KEKHUSUSAN PERDATA BW JUDUL SKRIPSI : PERJANJIAN SEWA MENYEWA

TANAH UNTUK PENEMPATAN BASE TRANSCEIVER STATION SISTEM

TELEKOMUNIKASI SELULER ANTARA PT. TELEKOMUNIKASI

SELULAR DENGAN HOTLAS

PASARIBU Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya tanpa ada pasaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Januari 2017

Magdalena Marlina Reza Sitompul

NIM. 130200379

(4)

ABSTRAK

PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH UNTUK PENEMPATAN BASE TRANSCEIVER STATION SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER

ANTARA PT. TELEKOMUNIKASI SELULAR DENGAN HOTLAS PASARIBU

Magdalena Sitompul * OK. Saidin **

Rosnidar Sembiring ***

Pengembangan jaringan telekomunikasi, khususnya yang menggunakan menara telekomunikasi, di Indonesia. PT.Telkomsel selaku salah satu perusahaan operator terbesar di Indonesia melakukan perjanjian dengan pihak terkait dalam keperluan sewa menyewa tanah dan lokasi untuk pembangunan Base Transceiver Station di Desa Purbatua. Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi adalah bagaimana pembahasan umum tentang perjanjian sewa menyewa tanah untuk penempatan base transceiver station sistem telekomunikasi seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu, bagaimana kekuatan hukum perjanjian sewa menyewa tanah untuk penempatan Base Transceiver Station sistem telekomunikasi seluler antara PT.

Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu dengan menggunakan akta di bawah tangan, apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para pihak, dan bagaimana penyelesaian jika terjadi hambatan dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa tanah, dengan mengangkat judul “Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler Antara PT. Telekomunikasi Selular Dengan Hotlas Pasaribu”

Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis sekunder dan yuridis primer dengan sifat penelitian deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder dan data primer. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi lapangan dan studi kepustakaan. alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara. Analisa data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif.

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan perjanjian antara PT. Telkomsel dengan Hotlas adalah perjanjian dibawah tangan, dimana perjanjian hanya ditandatangani oleh kedua pihak yang membuatnya. Bahwa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak dapat berupa penyediaan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh penyewa, dan kewajiban penyewa adalah membayar uang sewa dan keperluan penyewa dalam pengoperasian BTS.

Bahwa akibat hukum yang timbul antara kedua belah pihak apabila BTS menimbulkan hambatan berupa ganguan akibat radiasi sinyal yang dikeluarkan oleh BTS yang merusak alat elektronik milik warga adalah pembayaran ganti rugi kepada masyarakat ataupin pihak yang dirugikan ataupun pembatalan perjanjian yag diawali dengan pemberitahuan oleh pihak yang merasa dirugikan haknya agar dipenuhi kewajiban pihak yang melanggar kewajibannya.

Kata kunci : Perjanjian, Sewa Menyewa Tanah, Base Transceiver Station.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan rahmat yang tak terhingga telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada kedua orangtua penulis.

Ayahanda Rikardo Sitompul dan Ibunda Elly Siahaan. Terimakasih atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang tiada batas yang telah diberikan sepanjang hidup penulis. Semua ini penulis persembahkan untuk kalian, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yan berjudul “Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler Antara Pt. Telekomunikasi Selular Dengan Hotlas Pasaribu”.

Setelah sekian lama akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan Pendidikan Program S-1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menyadari sebagai manusia biasa tidak akan pernah luput dari kesalahan, kekurangan, dan kekhilafan, baik dalam pikiran maupun perbuatan.

Dengan ini izinkanlah penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Prof. Runtung Sitepu,S.H.,M.Hum, sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum., sebagai Dekan Fakultas Hukum

USU.

(6)

3. Dr. OK Saidin, S.H.,M.Hum., sebagai Wakil Dekan I Fakultas Hukum USU dan juga sebagai Dosen Pembimbing I. Terimakasih atas waktu, arahan, dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama proses penulisan dan penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H.,M.Hum., sebagai Wakil Dekan II Fakultas Hukum USU.

5. Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum., sebagai Wakil Dekan III Fakultas Hukum USU.

6. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H.,M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.

7. Dr. Rosnidar Sembiring., S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II Terimakasih atas kesabaran, waktu dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

8. Seluruh Dosen, Pegawai beserta staf di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan.

Semoga ilmu yang diberikan kepada Penulis dapat Penulis manfaatkan sebaik-baiknya.

9. Kepada adik-adik Penulis, Johansen Sitompul, Jenny Bella Asita Sitompul, dan William Sitompul yang senantiasa menyemangati dan mendoakan Penulis dalam menyusun skripsi ini hingga selesai.

10. Kepada Bapak Hotlas Pasaribu selaku pemilik tanah yang saya teliti,

Terimakasih atas waktu, kesediaan, dan informasi yang diberikan sehingga

penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

(7)

11. Kepada Bapak Hendrik Pasaribu, S.E sebagai staff pegawai PT.

Telekomunikasi Selular yang telah membrikan waktu dan informasi kepada Penulis, sehingga Penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar faktanya.

12. Kepada teman-teman perkuliahan Penulis, Florenshia, Briando Roy, Beneditha Athalia, Sony Tambunan, Rissa Putri Bert, Carin Felina, Silvya Sitinjak, Putri Nadhira, Tamiarisa Rambe, Adlya Nova, Tengku Novia, Cynthia Azani, Ola Maura yang selalu menjadi teman untuk saling mendukung satu sama lain.

13. Kepada teman-teman SMA Penulis, Maya Novian Dini, Chindy Sihombing, dan Naomi Theresia yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis dalam menyusun skripsi ini.

14. Kepada sahabat hidup Penulis, Hotman Anthonius Pasaribu yang telah mendoakan, mendukung, menyemangati serta sabar untuk menemani Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

15. Kepada teman-teman DPC Permahi Medan.

16. Kepada teman-teman Grup D stambuk 2013.

Medan, Januari 2016 Penulis

Magdalena Sitompul

NIM. 130200379

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

KATA PENGANTAR……….. ii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang……… 1

B. Rumusan Masalah………... 10

C. Tujuan Penulisan……… 11

D. Manfaat Penulisan……….. 12

E. Metode Penelitian……….. 12

F. Keaslian Penulisan………. 16

G. Sistematika Penulisan……… 17

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG PERJANJIAN SEWA- MENYEWA……… 19

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian…….…………. 19

1. Pengertian Perjanjian………...…… 19

2. Asas-asas Hukum Perjanjian……… 22

3. Syarat-syarat sahnya Perjanjian………... 25

4. Jenis-jenis Perjanjian……… 32

5. Hapusnya Perjanjian……… . 36

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Sewa Menyewa 40 1. Perngertian Perjanjian Sewa Menyewa………... . 40

2. Isi Perjanjian Sewa Menyewa……….. . 42

(9)

3. Hak dan Kewajiban Para Pihak……… 44 4. Risiko dalam Perjanjian Sewa Menyewa………. 47 5. Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa……….. 48 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENEMPATAN BASE

TRANSCEIVER STATION SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER……….. 52

A. Tanah sebagai Objek Sewa Menyewa……… 52 B. Pengertian Base Transceiver Station……….. 57 C. Tujuan dan Fungsi Penempatan Base Transceiver Station 60 D. Dasar Hukum Base Transceiver Station………. 62

BAB IV PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH UNTUK PENEMPATAN BASE TRANSCEIVER STATION SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER ANTARA PT.

TELEKOMUNIKASI SELULAR DENGAN HOTLAS PASARIBU………...…….. 68

A. Gambaran tentang PT. Telekomunikasi Selular secara

umum……….. 68

B. Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT.

Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu…… 79 C. Penyelesaian jika terjadi Hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian

Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu……….. 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 100

A. Kesimpulan……….……… 100

(10)

B. Saran……….. 100 DAFTAR PUSTAKA………. 104

LAMPIRAN

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan yang sedang dijalankan, tidak dapat terlepas dari kebutuhan sarana dan prasarana pendukung dalam segala bidang. Salah satu sektor yang paling utama dan berpengaruh terhadap terciptanya masyarakat adil dam makmur, adalah ketersediaan sarana dan prasarana komunikasi, sebagai salah satu aspek penunjang keberhasilan pembangunan.

Tanah, merupakan bagian yang penting dan tidak terpisahkan dengan kebutuhan manusia. Hak atas tanah, merupakan hak penting dan pokok dalam berbagai kegiatan penunjang pembangunan, di mana masyarakat mempunyai sistem pemilikan hak atas tanahnya.

Dalam kegiatan sewa menyewa tanah, sering terjadi sengketa apabila proyek tersebut membutuhkan sebagian atau seluruh tanah milik rakyat sehingga akan memperbesar risiko kemungkinan terjadi konflik antara pemegang hak atas tanah dengan penyewa tanah. Persoalan sewa menyewa tanah, merupakan permasalahan menarik, karena kebutuhan tanah semakin meningkat, sedangkan jumlah tanah tetap, dilain pihak masyarakat yang membutuhkan tanah bertambah banyak.

Masalah kepemilikan tanah merupakan hal penting, maka dalam sewa

menyewa tanah harus bersikap hati-hati, luwes dan bijaksana dalam

penyelesaiannya. Hal ini disebabkan adanya dua kepentingan yang bertentangan,

yaitu kepentingan pemilikan tanah dan kepentingan yang membutuhkan tanah,

(12)

sehingga perlu adanya pendekatan kepada pemilik tanah maupun masyarakat pengguna tanah.

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang dimaksud telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

Pembangunan telekomunikasi di Indonesia mengemban misi yang luas.

Telekomunikasi merupakan alat pemersatu bangsa dan pendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan. Oleh karena itu perluasan dan pemerataan sarana telekomunikasi merupakan keharusan jika dilihat dari kepentingan yang lebih luas sebagaimana yang tercantum pada Pasal 3 Undang- Undang Telekomunikasi, yang berbunyi sebagai berikut :

Penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa.

Penggunaan jaringan dan jasa telekomunikasi baik untuk kegiatan bisnis maupun untuk kegiatan sehari-hari sudah merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Penggunaan jaringan dan jasa telekomunikasi ini tidak lepas dari adanya penyelenggara telekomunikasi, yaitu penyedia jaringan dan jasa telekomunikasi. Layanan jaringan dan jasa telekomunikasi ini kian beragam dan semakin kompleks serta melibatkan banyak pihak di dalam penyediaan jaringan telekomunikasi sebelum jasa dan jaringan itu dipergunakan oleh pengguna.

Kerusakan atau gangguan dalam jaringan yang disebabkan oleh beberapa hal,

(13)

dapat menimbulkan kerugian atau gangguan terhadap kegiatan bisnis dan bagi pelanggan rumah tangga. Teleponlah alat komunikasi yang paling menonjol dan terbanyak menguasai kehidupan masyarakat, khususnya yang berada di kota-kota besar karena penyaluran informasi melalui telepon mampu melebihi kecepatan model komunikasi apapun selain terwujudnya komunikasi dua arah yang hemat, tepat, mudah dan murah.

1

Transaksi tanah adalah suatu tindakan hukum tentang perolehan (perbuatan pemilikan) dan peralihan hak atas tanah. Transaksi tanah termasuk dalam hukum keadaan bergerak, yakni beralihnya hak dari seseorang atas tanah kepada orang lain. Transaksi tanah dibagi atas: a) perbuatan hukum sepihak Transaksi Tanah (grondtransaktie) atau perjanjian tentang tanah berbeda menurut hukum adat dan hukum barat (KUHPdt). Perbedaannya dapat disebabkan oleh latar belakang pikiran kebudayaan yang berbeda, terletak pada dasar kejiwaannya. Hukum perjanjian barat bertitik tolak pada dasar kejiwaan kepentingan individu (hak perorangan) yang bersifat kebendaan (pandangan individualistis). Sedangkan hukum perjanjian ada dan bertitik tolak pada dasar kejiwaan kekeluargaan dan kerukunan serta bersifat tolong menolong. Menurut paham hukum barat, perjanjian menerbitkan perikatan, sedangkan menurut hukum adat mengikatnya suatu perjanjian itu harus ada tanda pengikat (panjer). Juga, menurut hukum adat bahwa perjanjian tidak selamanya menyangkut hubungan harta benda, termasuk juga perjanjian yang tidak berwujud, misalnya perbuatan karya budi.

1

Gauzali Saydam, Teknologi Telekomunikasi Perkembangan dan Aplikasi, Bandung :

CV. Alfabeta, 2005, hal. 3

(14)

(eenzijdige rechtshandelng) dan b) perbuatan dua pihak (tweeijdge rechtshandeling).

2

“Sewa menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama satu waktu tertentu dan pembayaran sesuatu harga, yang pihak tertentu belakangan itu disanggupi pembayarannya.”

Pemilikan tanah merupakan perbuatan sepihak, perbuatan mana menyebabkan timbulnya hak memiliki tanah, sedangkan peralihan hak milik merupakan perjanjian dua pihak (timbal balik), misalnya: jual lepas, jual gadai, jual tahunan, pemberian tanah, dsb, yang menimbulkan hak milik atas tanah atau penguasaan tanah. Transaksi sepihak adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja, atau suatu perbuatan yang tidak memerlukan pihak lain (pihak lain diam). Transaksi ini pada dasarnya meliputi memperoleh hak atas tanah yang dilakukan secara kelompok atau perorangan, misalnya: pendirian suatu kampung/desa, pembukaan tanah (yang dilakukan oleh seorang warga desa/persekutuan).

Untuk itulah sewa-menyewa masih dirasa sangat penting termasuk di dalamnya adalah sewa menyewa tanah. Hal ini dapat dilihat dalam kitab Undang- Undang Hukum Perdata pasal 1548 yang Berbunyi sebagai berikut:

3

Bagaimana ketentuan pasal 1548 di atas, maka di desa ada suatu usaha untuk menyewakan tanah las desa yang bertujuan untuk membangun tersebut.

Desa sebagai badan hukum public yang diberi kewenangan hak atas tanah ke desa, berkewajiban untuk mempergunakan tanah kas desa tersebut guna dijadikan

2

Soekanto (1958), Op.Cit., hal 84

3

Subekti, R, dan Tjitrosubidio, R, KUH Perdata dengan Tambahan UUPA dan UUP,

Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1992, hal. 318.

(15)

sarana di dalam menunjang oembangunan di pedesaan. Dalam undang-undang no.

5 tahun 1960 tentang UUPA pasal2 ayat (4) Berbunyi:

“Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah swastantra dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah.”

4

Dalam rangka pembangunan di desa salah satu sumber pendpatan desa berasal dari tanah-tanah kas desa. Hal ini dapat diketahu dalam Undang-Undang no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 212 ayat (3) huruf a yakni pendapatan asli desa salah satunya berasal dari khasil tanah-tanah kas desa.

5

Dalam usaha memaksimalkan perluasan jaringan sinyal, maka pihak perusahaan penyedia jasa layanan operator telekomunikasi seluler mendirikan perangkat penting jaringan komunikasi yaitu Base Transceiver Station (BTS) di

Dengan penataan dan penerbitan hukum pertanahan yang kuat dan baik, akan terwujud cita-cita bangsa yang ingin mensejahtrahkan rakyat dan terwujud masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Kebutuhan masyarakat akan jaringan telekomunikasi yang semakin tinggi membuat PT. Telkomsel lebih memperhatikan para konsumennya dengan cara mendirikan Base Transceiver Station atau Menara Sinyal di berbagai wilayah di negeri ini. Untuk membantu masyarakat dalam hal penggunaan jaringan telepon yang akan digunakan untuk berkomunikasi antar sesama pengguna alat komunikasi.

4

Ibid, hal 432

5

Undang-Undang Pemerintahan dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah (UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004)., hal 112.

(16)

berbagai tempat di Indonesia dengan perkiraan perusahaan tersebut yang memiliki banyak Base Transceiver Station pasti dapat memberikan layanan komunikasi yang lebih baik kepada pelanggannya dibanding perusahaan komunikasi yang sejenis tetapi jumlah Base Transceiver Station nya lebih sedikit.

Pembagunan Base Transceiver Station bagi perusahaan operator yang berbasis teknologi GSM adalah suatu keharusan karena GSM hanya dapat berfungsi apabila dioperasikan dalam wilayah pelayanan Base Transceiver Station, dengan alasan tersebut banyak perusahaan operator bersaing untuk membangun Base Transceiver Station sebanyak mungkin dengan tujuan memperluas wilayah pelayanannya. Pembagunan Base Transceiver Station membutuhkan investasi dana yang mahal karena biaya untuk mendirikan satu Base Transceiver Station diperlukan biaya milyaran rupiah yang salahsatunya meliputi biaya pengadaan lahan atau tempat untuk mendirikan Base Transceiver Station, biaya pengadaan dan pemasangan jaringan perangkat dan fisik bangunan Base Transceiver Station, biaya survei, izin lingkungan dan kompensasi untuk memperoleh persetujuan dari masyarakat sekitar, asuransi, sumber daya manusia, pemasangan instalasi listrik dan sebagainya, belum lagi dana untuk pemeliharaan Base Transceiver Station dan pergantian jaringan perangkat Base Transceiver Station yang rusak atau usang.

6

Di lapangan banyak ditemui permasalahan seputar pendirian Base Transceiver Station oleh perusahaan jasa operator telekomunikasi khususnya dalam hal pengadaan tanah dan lokasi untuk mendirikan Base Transceiver

6

Dian Dewi, Perencanaan BTS Menggunakan Standar GSM,

http://www.pustakaskripsi.com/tag/perencanaan-bts-menggunakan-standar-gsm, di akses tanggal 8

september 2016, ditulis oleh Dian Dewi tanggal, 20 Maret 2010

(17)

Station.

Telah terjadi perjanjian sewa menyewa tanah antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu yang dimana perjanjian tersebut dilakukan diatas sebidang tanah yang seluas 300m

2

yang terletak di Jalan Gereja Dusun Godung, Desa Purbatua, Kecamatan Purbatua, Kabupaten Tapanuli Utara, yang digunakan untuk penempatan Base Transceiver Station.

Base Transceiver Station atau disingkat BTS adalah sebuah infrastruktur telekomunikasi yang memfasilitasi komunikasi nirkabel antara piranti komunikasi dan jaringan operator.

7

Perjanjian Pemanfaatan tanah milik Hotlas Pasaribu tersebut, maka Hotlas Pasaribu sebagai pihak yang menyewakan mempunyai kewajiban untuk menyerahkan tanah untuk dimanfaatkan oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang menyewa yaitu masyarakat adalah membayar harga sewa.

Jadi, tanah milik Hotlas Pasaribu diserahkan kepada penyewa tidak untuk dilikini Salah satu tanah kosong milik Hotlas Pasaribu yang terletak di desa Purbatua, Kecamatan Purbatua, Kabupaten Tapanuli Utara yang biasanya digunakan sebagai lahan untuk bertani ditetapkan oleh PT. Telkomsel sebagai tanah yang dijadikan lahan untuk mendirikan Base Transceiver Station milik PT.

Telkomsel, sehingga tanah tersebut disewakan kepada PT. Telkomsel. Perjanjian sewa menyewa pemakaian tanah milik Hotlas Pasaribu tersebut, maka PT.

Telkomsel harus mematuhi segala persyaratan yang telah ditentukan dan penggunaan atau pemanfaatan tanah tersebut tidak boleh bertentangan dengan pihak Hotlas Pasaribu beserta keluarga.

7

Gideon Gartner ,"Base Transceiver Station: Definition" , www.Gartner.com, Diakses

pada tanggal 8 september 2016, ditulis oleh Gideon Gartner pada tahun 1979

(18)

seperti halnya dalam perjanjian jual beli, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati kegunaannya. Dengan demikian maka penyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas tanah yang disewa itu.

Perjanjian sewa menyewa antara PT. Telkomsel dengan Hotlas Pasaribu juga disebutkan bahwa pihak penyewa harus membayar uang pemakaian tanah tersebut dengan tarif yang berlaku. Jika dalam perjanjian pemanfaatan tanah milik Hotlas Pasaribu pihak penyewa dikatakan telah melakukan suatu perbuatan wanprestasi sehingga dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi kepada pihak Hotlas Pasaribu atau PT. Telkomsel dapat memutus perjanjian sewa menyewa tersebut secara sepihak tanpa ada ganti rugi kepada PT. Telkomsel.

Permasalahan timbul dalam perjanjian sewa menyewa tanah milik Hotlas Pasaribu disebabkan karena wanprestasi. Wanprestasi yang dilakukan PT.

Telkomsel yang menyewa tanah tersebut karena PT. Telkomsel tidak memenuhi standarisasi sinyal berupa radiasi yang dikeluarkan oleh Base Transceiver Station milik PT. Telkomsel yang membuat masyarakat Purbatua dikarenakan radiasi yang dikeluarkan oleh Base Transceiver Station milik PT. Telkomsel yang melebihi standart merusak alat elektronik milik masyarakat Desa Purbatua.

Dengan tidak sesuainya radiasi yang dikeluarkan Base Transceiver Station milik PT. Telkomsel, maka timbul permasalahan hukum yaitu pihak Hotlas Pasaribu mewakili masyarakat akan mengajukan permintaan agar Base Transceiver Station milik PT. Telkomsel dipindahkan ke wilayah lain.

Permasalahan diatas dapat menjadi gambaran bagi pengembangan jaringan

telekomunikasi, khususnya yang menggunakan menara telekomunikasi, di

Indonesia, bila ada permasalahan hingga upaya dapat mencarikan solusinya dan

(19)

pencegahan sebelum masalah-masalah tersebut agar tidak terulang lagi di kemudian hari, maka di butuhkan pemahaman dan pengetahuan tentang aturan hukumnya untuk dapat memperoleh tanah yang akan digunakan untuk pembagunaan Base Transceiver Station baik dalam bentuk perjanjian jual beli tanah, sewa menyewa tanah, dan pemberian ganti rugi. PT. Telekomunikasi Seluler selaku salah satu perusahaan operator terbesar di Indonesia melakukan perjanjian dengan pihak terkait dalam keperluan sewa menyewa tanah dan lokasi untuk pembangunan Base Transceiver Station.

Dengan latar belakang di atas, maka dipilih judul skripsi tentang:

“Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu”. Dengan alasan sebagai berikut :

1. Bahwa masalah pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu ini sangat penting karena dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat desa Purbatua.

2. Penulis menaruh perhatian untuk memilih judul tentang permasalahan yang sering terjadi dalam Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler, karena dapat mengetahui keistimewaan dalam permasalahan perjanjian sewa menyewa tanah tersebut.

3. Penulis tertarik memilih Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk

Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler

(20)

karena penulis menyadari arti pentingnya tanah dalam kehidupan sehari- hari, baik sebagai tempat tinggal maupun tanah sebagai pertanian.

4. Penulis memilih lokasi desa Purbatua, Kec. Purbatua, Kab. Tapanuli utara karena Penulis mengetahui jelas bagaimana situasi desa Purbatua dan memiliki sanak saudara, sehingga mempermudah dan memperlancar memperoleh dan mengumpulkan data serta dapat menekan biaya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti membuat judul “Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu” dengan permasalahan antara lain :

1. Bagaimana keabsahan Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu menurut Hukum Perdata?

2. Bagaimana kekuatan hukum Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu dengan menggunakan Akta di Bawah Tangan?

3. Bagaimana Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu?

4. Bagaimana Penyelesaian jika terjadi Hambatan dalam Pelaksanaan

Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver

(21)

Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka tujuan penulisan yang dilakukan penulis adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu.

2. Untuk mengetahui kekuatan hukum Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu dengan menggunakan Akta di Bawah Tangan.

3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu.

4. Untuk mengetahui upaya penyelesaian jika terjadi Hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT.

Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

(22)

Hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang hukum perdata dan hukum adat. Dengan adanya penelitian ini, maka dapat membantu kita untuk lebih memperhatikan dan berusaha untuk memberikan sumbangan pemikiran sesuai dengan kebenaran dan fakta yang terjadi di lapangan.

2. Secara Praktis

Bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah, instansi swasta, masyaratak adat, dan masyarakat luas agar semua pihak mengerti pentingnya dibuat suatu perjanjian secara otentik maupun dibawah tangan dalam hal sewa menyewa tanah.

E. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Pengelompokan jenis-jenis penelitian tergantung pada pedoman dari sudut pandang mana pengelompokan itu ditinjau. Ditinjau dari jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan sebuah kondisi/fenomena hukum dengan legalitas secara lebih mendalam/lengkap mengenai status sosial dan hubungan antar fenomena. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran yang akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan sebuah proses atau hubungan, menggunakan informasi dasar dari suatu hubungan teknik dengan defenisi tentang penelitian ini dan berusaha menggambarkan secara lengkap perjanjian sewa menyewa antara PT. Telekomunikasi Seluler dengan Hotlas Pasaribu.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan

(23)

yuridis normatif dan yuridis empiris. Dalam perspektif yuridis dimaksudkan untuk menjelaskan dan memahami makna dan legalitas peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian sewa-menyewa.

Penelitian yuridis empiris adalah dengan melakukan wawancara secara langsung kepada Kepala kantor Cabang PT. Telekomunikasi Selular di Medan, Hotlas Pasaribu, dan Masyarakat Desa Purbatua, Kec. Purbatua, Kab. Tapanuli Utara.

2. Sumber Data

Data yang kemudian diharapkan dapat diperoleh di tempat penelitian maupun di luar penelitian adalah :

a. Data Primer

Data primer, adalah data yang diperoleh dari tangan pertama, dari sumber asalnya yang belum diolah dan diuraikan orang lain. Untuk memperoleh data primer peneliti melakukan studi lapangan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara (interview). Wawancara, adalah bertanya langsung secara bebas kepada responden dengan mempersiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan secara terbuka sebagai pedoman.

b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh peneliti yang sebelumnya telah diolah orang lain. Untuk emperoleh data sekunder peneliti melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah penelitian terhadap bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan ini, sebagai bahan referensi untuk menujang keberhasilan penelitian.

Studi kepustakaan/data sekunder terdiri dari :

(24)

1) Bahan hukum primer, terdiri dari bahan hukum dan ketentuan- ketentuan hukum positif termasuk peraturan perundang-undangan dan website.

2) Bahan hukum sekunder atau sering dinamakan Secondary data yang antara lain mencakup di dalamnya :

a) Kepustakaan/buku literatur yang berhubungan dengan jual beli.

b) Data tertulis yang berupa karya ilmiah para sarjana.

c) Referensi-referensi yang relevan dengan perjanjian sewa menyewa.

3) Bahan hukum tertier yaitu bahan yang member petunjuk dari penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensklopedia, kamus umum, dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penulis mengumpulkan data-data yang ada pada skripsi ini dengan cara :

a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu melakukan penelitian dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku referensi, buku catatan, situs internet yang bersifat teoritis ilmiah, yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini dan dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa data yang terkumpul.

b. Penelitian Lapangan (field research) yaitu suatu metode pengumpulan

data yang dilakukan dengan cara langsung ke lapangan (pemerintah

dan masyarakat) dan mencari data yang sesuai dengan yang

(25)

dibutuhkan. Misalnya dengan cara wawancara, questioner. Adapun wawancara yang dilakukan penulis adalah dengan Kepala kantor Cabang PT. Telekomunikasi Selular di Medan, Hotlas Pasaribu, dan Masyarakat Desa Purbatua, Kec. Purbatua, Kab. Tapanuli Utara.

4. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu suatu teknik analisa data yang tepat. Analisis Data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan pola pikir/logika induktif, yaitu pola piker untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Pada dasarnya pengolahan dan analisis data bergantung pada jenis datanya. Pada penelitian hukum berjenis normatif, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier tidak dapat lepas dari berbagai penafsiran hukum yang dikenal dalam ilmu hukum.

F. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT.

Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu”. Di dalam penulisan skripsi ini

dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perjanjian

sewa menyewa tanah Hotlas Pasaribu dengan PT. Telekomulikasi Seluler, baik

(26)

melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan disamping itu juga diadakan penelitian. Dan sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul yang ada di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara adalah “Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Milik PT. Kereta Api Indonesia dengan Masyarakat. (Studi Kasus Desa Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang)” yang ditulis oleh Wan Fitri Marissa NIM 110200394, dengan rumusan masalah :

1. Bagaimana bentuk perjanjian sewa menyewa antara PT. Kereta Api (Persero) dengan masyarakat di desa Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang?

2. Bagaimana akibat hukum dalam perjanjian tersebut para pihak melakukan perbuatan wanprestasi?

3. Bagaimana penyelesaian jika dalam perjanjian sewa meyewa antara masyarakat di desa Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang terjadi perselisihan?

Apabila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini penulis buat, maka hal itu menjadi tanggung jawab penulis sendiri.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, penulisan skripsi ini

diuraikan secara sistematis. Penulis membaginya dalam beberapa bab, masing-

(27)

masing bab diuraikan masalah tersendiri yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini antara lain :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini terdapat latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : ASPEK HUKUM TENTANG PERJANJIAN SEWA- MENYEWA

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Sewa yang bersubstansi antara lain : Pengertian Perjanjian, Asas-asas Hukum Perjanjian, Syarat-syarat sahnya Perjanjian, Jenis-jenis Perjanjian, dan Hapusnya Perjanjian. Dalam bab ini juga diuraikan tentang Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Sewa Menyewa yang bersubstansi antara lain : Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa, Isi Perjanjian Sewa Menyewa, Hak dan Kewajiban Para Pihak, Risiko dalam Perjanjian Sewa Menyewa, dan Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa.

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG PENEMPATAN BASE TRANSCEIVER STATION SISTEM TELEKOMUNIKASI

SELULER

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang Tanah Sebagai Objek

Sewa Menyewa, Pengertian Base Transceiver Station, Tujuan dan

(28)

Fungsi Penempatan Base Transceiver Station, dan Dasar Hukum Base Transceiver Station.

BAB IV : PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH UNTUK

PENEMPATAN BASE TRANSCEIVER STATION SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER ANTARA PT.

TELEKOMUNIKASI SELULAR DENGAN HOTLAS PASARIBU

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang Gambaran Umum tentang PT. Telekomunikasi Selular , Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu, dan Penyelesaian jika terjadi Hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Untuk Penempatan Base Transceiver Station Sistem Telekomunikasi Seluler antara PT. Telekomunikasi Selular dengan Hotlas Pasaribu.

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan bagian terakhir dari tulisan ini, memuat

kesimpulan yang merangkum keseluruhan dari pembahasan-

pembahasan yang terdahulu, serta saran sesuai dengan kesimpulan

dari pembahasan tersebut.

(29)

BAB II

ASPEK HUKUM DALAM PERJANJIAN SEWA-MENYEWA A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbitenis.

Dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata digunakan istilah perikatan untuk verbitenis dan perjanjian untuk overeenkomst. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 ayat (1) KUHPerdata disebutkan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari pasal 1313 ayat (1) KUHPerdata, dapat diketahui bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa tersebut timbul suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang dinamakan perikatan.

Dengan demikian perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Selain dari perjanjian, perikatan dapat juga dilahirkan dari undang-undang (Pasal 1233 KUH Perdata) atau dengan perkataan lain adaperikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang- undang . Pada kenyataannya yang paling banyak adalah perikatan yang dilahirkan dari perjanjian. Dan tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata).

Secara garis besar perjanjian dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

(30)

a. Perjanjian dalam arti luas, adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak, misalnya perjanjian tidak bernama atau perjanjian jenis baru.

b. Perjanjian dalam arti sempit, adalah hubungan-hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan seperti yang dimaksud dalam Buku III KUHPerdata.

Perjanjian dengan perikatan adalah dua hal yang berbeda, meskipun keduanya memiliki ciri yang hampir sama. Perbedaan itu dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel Nomor 1.1 Perbedaan Perjanjian dengan Perikatan

8

Perjanjian Perikatan

Perjanjian menimbulkan atau melahirkan perikatan

Perikatan adalah isi dari perjanjian

Perjanjian lebih konkret daripada perikatan, artinya perjanjian itu dapat dilihat dan didengar

Perikatan merupakan pengertian yang abstrak (anya dalam alam pikiran)

Pada umumnya perjanjian merupakan hubungan hukum bersegi dua, artinya: Akibat hukum dikehendaki kedua belah pihak. Hal ini bermakna bahwa hak dan kewajiban dapat dipaksakan. Pihak- pihak berjumlah lebih dari atau

Bersegi satu, hal ini berarti :

Belum tentu menimbulkan akibat hukum, sebagi contoh, perikatan alami tidak dapat dituntut di muka pengadilan (hutang karena judi)

9

pemenuhannya tidak dapat dipaksakan. Pihaknya hanya

8

Sumber: J. Satrio. Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya. (Bandung: Alumni.

1999). Hal. 79

9

Ibid.

(31)

sama dengan dua sehingga bukan pernyataan sepihak, dan merupakan perbuatan hukum

berjumlah satu maka merupakan pernyataan sepihak dan merupakan perbuatan biasa (bukan perbuatan hukum)

Para Sarjana Hukum di Indonesia memakai istilah yang berbeda-beda untuk perjanjian. Menurut Munir Fuady, istilah perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda atau agreement dalam bahasa Inggris.

10

Achmad Ichsan memakai istilah verbitenis untuk perjanjian, sedangkan Utrecht dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia memakai istilah overeenkomst untuk perjanjian.

11

Definisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata adalah tidak lengkap dan terlalu luas, tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan-perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, tetap sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III, perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang selanjutnya disebut KUH Perdata menyebutkan: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Ada beberapa kelemahan dari pengertian perjanjian yang diatur dalam ketentuan di atas, seperti yang dinyatakan oleh Mariam Darus Badrulzaman (dkk) dalam bukunya Kompilasi Hukum Perikatan bahwa :

10

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal.2

11

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Kencana,

Jakarta, 2008, hal. 197

(32)

Buku III kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.

12

1. Asas-asas Hukum Perjanjian

Dalam Hukum Perjanjian ada dikenal tiga belas asas perjanjian, akan tetapi menurut para sarjana perdata terdapat lima asas yang penting di antaranya yaitu :

a. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting dalam hukum perjanjian. Asas ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan siapa pun, apa pun isinya, apa pun bentuknya sejauh tidak melanggar uandang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan

13

( pasal 1337 dan 1338 KUH Perdata). Kebebasan ini merupakan perwujudan dari kehendak bebas pancaran dari hak asasi manusia.

14

12

Mariam Darus Badrulzaman, dkk, (1), Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001, hal. 65

13

R. Subekti. Op.cit. Hal. 13-14

14

Mariam Darus Badrulzaman (1), Op.cit., hal. 86

Dalam perkembangannya hal ini tidak lagi bersifat mutlak tetapi relative (kebebaan berkontrak yang bertanggung jawab).

Asas inilah yang menyebabkan hukum perjanjian bersufat terbuka. Pasal-pasal

dalam hukum perjanjian sebagian besar (karena pasal 1320 KUH Perdata bersifat

memaksa) dinamakan hukum pelengkap karena para pihak boleh membuat

ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian

namun bila mereka tidak mengatur sendiri sesuatu soal maka meeka (para pihak)

mengenai soal itu tunduk pada undang-undang dalam hal ini Buku III KUH

Perdata. Jika dipahami secara saksama maka asas kebebasan berkotrak

memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :

(33)

1) Membuat atau tidak membuat perjanjian.

2) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun.

3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.

4) Menentukan bentuknya perjanjian yaitu secara tertulis atau lisan.

15

Namun, keempat hal tersebut boleh dilakukan dengan syarat tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

b. Asas konsesualisme (persesuaian kehendak)

Pada mulanya, suatu perjanjian atau kesepakatan harus ditegaskan dengan sumpah, namun pada abad ke-13 pandangan tersebut telah dihapus oleh gereja kemudian terbentuklah paham bahwa dengan adanya kata sepakat (Pasal 1320, Pasal 1338 KUHP Perdata) diantara para pihak, suatu perjanjian sudah memiliki kekuatan mengikat. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa terhadap asas konsensualisme terdapat pengecualian, yaitu dalam perjanjian riil dan perjanjian formil yang mensyaratkan adanya penyerahan atau memenuhi bentuk tertentu yang disyaratkan oleh undang-undang.

16

c. Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)

Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum.

Berhubungan dengan akibat perjanjian, Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak

15

Raharjo Handri. Hukum Perjanjian di Indonesia. Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009.

Hal. 43

16

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang

Kenotariatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2010, hal. 29

(34)

boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para.

Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

17

Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.

18

d. Asas itikad baik (Togoe dentrow).

Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata). Itikad baik ada dua, yakni:

1) Itikad baik dalam pengertian bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. Contoh, Si A melakukan perjanjian dengan si B membangun rumah. Si A ingin memakai keramik cap gajah namun di pasaran habis maka diganti cap semut oleh si B.

2) Itikad baik dalam pengertian bersifat subjektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang. Contah, Si A ingin membeli motor, kemudian datanglah si B (berpenampilan preman) yang mau menjual motor tanpa surat-surat dengan harga sangat murah. Si A tidak mau membeli karena takut bukan barang halal atau barang tidak legal.

e. Asas kepribadian (personalitas)

17

Salim (2), Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 9

18

Riduan Syahrani, Op.cit., hal. 5

(35)

Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri. Pengecualiannya terdapat di dalam Pasal 1317 KUH Perdata tentang janji untuk pihak ketiga. Namun, menurut Mariam Darus ada 10 asas perjanjian, yaitu:

19

1) Asas kepercayaan (vetrouwensbeginsel) 2) Asas persamaan hukum

3) Asas keseimbangan 4) Asas kepastian hukum 5) Asas moral

6) Asas kepatutan 7) Asas moral 8) Asas kebiasaan

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdata adalah sebagai berikut:

a. Sepakat (Toestemming)

Kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihak-pihak.

20

Unsur kesepakatan

21

1) Offerte (penawaran) adalah pernyataan pihak yang menawarkan.

:

2) Acceptasi (penerimaan) adalah pernyataan pihak yang menerim

19

Mariam Darus Badrulzaman. KUHPERDATA Buku III. (Bandung: Alumni. 2006).

Hal. 108-120.

20

Ibid. Hal. 98

21

Ibid.

(36)

penawaran.

Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. Untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada beberapa macam teori/ajaran, yaitu

22

1) Teori Pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak yang menerima tawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu, misalnya saat menjatuhkan bolpoin untuk menyatakan menerima.

Kelemahannya sangat teoritis karena dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.

:

2) Teori Pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada saat kehendak yang dnyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

Kelemahannya adalah bagaimana hai itu bisa diketahui? Bisa saja walaupun sudah dikirim tetapi tidak diketahui oleh pihak yang menawarkan.

3) Teori Pengetahuan, mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima (walaupun tawaran itu belum diterimanya dan tidak diketahui secara langsung). Kelemahannya, bagaimana ia bisa mengetahui isi penerimaan itu apabila ia belum menerimanya.

4) Teori Penerimaan, mengajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

Permasalahan lain tentang kesepakatan. Apabila terjadi pernyataan yang keluar tidak sama dengan kemauannya sebenarnya , maka teori yang digunakan adalah

23

22

Salim HS, Op.cit. Hal. 30-31.

23

Djaja S. Meilala. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan. (Bandung: Nuansa Aulia. 2007). Hal. 93-94

:

(37)

1) Teori Kehendak, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah adanya kehendak para pihak

2) Teori Pernyataan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah pernyataan. Jika terjadi perbedaan antara kehendak dengan per nyataan maka perjanjian tetap terjadi

3) Teori Kepercayaan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah pernyataan seseorang yang secara objektif dapat dipercaya. Kelemahannya adalah kepercayaan itu sulit di- nilai.

Selanjutnya menurut Pasal 1321 KUHPerdata, kata sepakat harus diberikan secara bebas dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan.

Masalah lain yang dikenal dalam KUHPerdata yakni yang disebut cacat kehendak (kehendak yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan). Tiga unsur cacat kehendak (Pasal 1321 KUHPerdata):

1) Kekhilafan/kekeliruan/kesesatan/dwaling (Pasal 1322 KUHPerdata).

Sesat dianggap ada apabila pernyataan se suai dengan kemauan tapi kemauan itu didasarkan atas gambaran yang keliru baik mengenai orangnya (disebut eror in persona) atau objeknya (disebut eror in substantia).

Cirinya, yakni tidak ada pengaruh dari pihak lain. Contoh:

a) Si A membeli lukisan "potret" yan dikira lukisan Affandi, tapi ternyata bukan lukisan affandi melainkan lukisan palsu (eror in substantia)

b) Si A ingin memanggil Inul Daratista si Goyang Ngebor namun saat pentas

ternyata Inul yang tampil bukan Inul Daratista melainkan Inul Dara Manja (eror

in persona).

(38)

2) Paksaan/dwang (Pasal 1323-1327 KUHPer data)

Paksaan bukan karena kehendaknya seni diri, namun dipengaruhi oleh orang lain. Paksaan telah terjadi bila perbuatan itu sedemikian rupa sehingga dapat mena kutkan seseorang yang berpikiran sehat dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Dengan demikian maka pengertian paksaan adalah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian

24

2) Penipuan/bedrag (Pasal 1328 KUHPerdata)

.

Contohnya, orang yang menodongkan pistol guna memaksa orang lemah untuk perjanjian tanda tangan di sebuah perjanjian.

Pihak yang menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk menyepakati.

Perjanjian itu dapat dibatalkan, apabila terjadi ketiga hal tersebut di atas.

Dalam perkembangannya muncul unsur cacat kehendak yang keempat yaitu penyalahgunaan keadaan/undue Influence (BW tidak mengenal). Konsekuensi bila ada penyalah gunaan keadaan maka perjanjian itu dapat dibatalkan.

b. Kecakapan

Di dalam dunia hukum, perkataan orang (Persoon) berarti pendukung hak dan kewajiban yang juga disebut subjek hukum. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa setiap manusia baik warga negara maupun orang asing adalah

24

Mariam Darus Badrulzaman. Op.cit. Hal. 101

(39)

pembawa hak (subjek hukum) yang memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum

25

. Meskipun setiap subjek hukum mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum, namun perbuatan tersebut harus di dukung oleh kecakapan dan kewenangan hukum Kewenangan memiliki/me- nyandang hak dan kewajiban tersebut disebut kewenangan hukum atau kewenangan berhak, karena sejak lahir tidak semua subjek hukum (orang atau person) yang pada umumnya memiliki kewenangan hukum itu, cakap, atau dapat bertindak sendiri (Bekwaamheid

26

) kecakapan. berbuat adalah kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri

27

1) Mereka yang belum cukup umur.

. Perbedaan antara kewenangan hukum dengan kecakapan berbuat adalah bila kewenangan hukum maka subjek hukum dalam hal pasif sedang pada kecakapan berbuat subjek hukumnya aktif.

Dulu orang-orang perempuan termasuk orang yang tidak cakap berbuat, tetapi hal ini sudah dicabut dengan SEMA No. 3 Tahun 1963. Dengan demikian maka orang yang tidak cakap (tidak berwenang melakukan perbuatan hukum), dapat dibagi menjadi

Menurut Pasal 1330 KUHPerdata adalah mereka yang belum genap berusia 21 tahun dan belum menikah. Agar mereka yang belum dewasa dapat melakukan perbuatan hukum maka harus diwakili oleh wali/perwalian (Pasal 331- 414 KUHPerdata). Perwalian adalah pengawasan atas orang (anak-anak yang belum dewasa yang tidak ada di bawah kekuasaan orangtua) sebagaimana diatur

25

R. Soeroso. Perbandingan Hukum Perdata. (Cetakan ke-3. Jakarta: Sinar Grafika.

1999). Hal. 139

26

FX Suhardana. Op.cit. Hal. 45.

27

Ibid. Hal. 50.

(40)

dalam undang-undang dan pengelolaan barang-barang dari anak yang belum dewasa.

2) Mereka yang diletakkan di bawah pengampuan.

Hal ini diatur dalam Pasal 433-462 KUHPerdata tentang pengampuan.

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang (disebut curandus) karena sifat- sifat pri badinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk lintas sendiri (atau pribadi) di dalam lalu lintas hukum, karena orang tersebut (curandus), oleh putusan hakim dimasukkan ke dalam golongan orang yang tidak cakap bertindak dan lantas diberi seorang wakil menurut undang-undang yang disebut pengampu (curator/curatrice)

28

a) Keadaan dungu.

. Sedangkan pengampuannya disebut curatele. Sifat-sifat pribadinya yang dianggap tidak cakap adalah (Pasal 433 KUH Perdata):

b) Sakit ingatan/gila/mata gelap (dianggap tidak cakap melaksanakan hak dan kewajibannya).

c) Pemboros dan pemabuk (ketidak cakapan bertindak terbatas pada perbuatan- perbuatan dalam bidang hukum harta kekayaan saja).

Pengampuan terjadi karena putusan hakim yang didasarkan adanya permohonan. Yang dapat mengajukan permohonan diatur di dalam Pasal 434-435 KUHPerdata yaitu keluarga, diri sendiri, dan jaksa dari kejaksaan

29

Akibat hukum dari perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap berbuat berdasar penentuan hukum ialah dapat dimintakan pembatalan (Pasal

.

28

Ibid. Hal. 54

29

Ibid. Hal. 55

(41)

1331 ayat (1) KUHPerdata). Di dalam hukum ada tiga macam pembatalan

30

1) Batal demi hukum.

yaitu:

(a) Kembali ke keadaan semula artinya akibat dari perbuatan itu untuk sebagian atau seluruhnya bagi hukum dianggap tidak ada.

(b) Tanpa diperlukan lagi keputusan hakim untuk pembatalan.

2) Batal.

(a) Perbuatan dan akibatnya itu dianggap tidak pernah ada.

(b) Tetapi memerlukan keputusan hakim untuk pembatalan, batal ada 2, yaitu:

• Batal absolut: setiap orang berhak mengajukan permohonan pembatalan

• Batal relatif: yang berhak mengajukan permohonan pembatalan adalah orang-orang tertentu saja.

3) Dapat dibatalkan.

(a) Perbuatan dan akibatnya dianggap ada sampai saat adanya pembatalan.

(b) Memerlukan keputusan hakim untuk pembatalan.

c. Suatu Hal Tertentu

Suatu hal tertentu disini berbicara tentang objek perjanjian (Pasal 1332 s/d 1334 KUHPerdata). Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam pasal tersebut

31

1) Objek yang akan ada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat di hitung.

.

30

Juni Raharjo. Hukum Administrasi Indonesia Pengetahuan Dasar. (Yogyakarta: Atma Jaya. 1995). Hal. 79.

31

Mariam Darus Badrulzaman. Op.cit. Hal. 104-105.

(42)

2) objek yang dapat diperdagangkan (barang- barang yang dipergunakan untuk kepen tingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian)

d. Suatu Sebab yang Halal

Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian (lihat Pasal 1337 KUHPerdata). Halal adalah tidak bertentangan dengan undang undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

3. Jenis-jenis Perjanjian

Hukum Perikatan, pembedaan tersebut adalah sebagai berikut

32

a. Perjanjian timbal-balik

:

Perjanjian timbal-balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Perjanjian timbal-balik ini disebut juga perbuatan hukum bersegi dua, oleh karena akibat-akibat hukum yang timbul dalam perbuatan dipandang sebagai kehendak kedua belah pihak.

Contoh: jual-beli, pinjam-meminjam, tukar-menukar, dan sebagainya.

b. Perjanjian cuma-Cuma

Pasal 1314 ayat (2) KUH Perdata berbunyi: “Suatu perjanjian dengan cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri”. Berdasarkan ketentuan tersebut, perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja, sering disebut sebagai perjanjian bersegi satu yaitu suatu perjanjian yang menimbulkan suatu hak di satu pihak tanpa kewajiban di pihak lain. Contoh: perjanjian hibah.

32

Mariam Darus Badrulzaman(1),Op.cit. Hal. 66-69

(43)

c. Perjanjian atas beban

Pasal 1314 ayat (3) KUH Perdata berbunyi: “Suatu perjanjian atas beban adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu”.

Berdasarkan ketentuan tersebut, perjanjian atas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan di antara kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum.

d. Perjanjian bernama (benoemd)

Perjanjian bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian bernama terdapat dalam Bab V s/d bab XVIII KUH Perdata yaitu:

1) Bab V tentang Jual-Beli (Pasal 1457-1540)

2) Bab VI tentang Tukar-Menukar (Pasal 1541-1546) 3) Bab VII tentang Sewa-Menyewa (Pasal 1548-1617) 4) Bab VIII tentang Persekutuan (Pasal 1618-16520 e. Perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst)

Di luar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak bernama, yaitu

perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUH Perdata, tetapi

terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan

nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang

mengadakannya, lahirnya perjanjian ini berdasarkan asas kebebasan

(44)

berkontrak atau partij otonomi yang berlaku dalam hukum perjanjian, seperti perjanjian sewa beli, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan, dan lain-lain.

f. Perjanjian obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Menurut KUH Perdata, perjanjian jual-beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli. Fase ini baru merupakan kesepakatan (konsensual) dan harus diikuti dengan perjanjian penyerahan (perjanjian kebendaan).

g. Perjanjian kebendaan (zakelijk)

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain yang membebankan kewajiban (oblige) kepada pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer). Penyerahannya sendiri merupakan perjanjian kebendaan. Dalam hal perjanjian jual-beli benda tetap, maka perjanjian jual belinya disebutkan juga perjanjian jual- beli sementara (voorlopig koopcontract). Untuk perjanjian jual-beli benda- benda bergerak, maka perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaannya jatuh bersama-sama.

h. Perjanjian konsensual

Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana di antara kedua belah pihak telah tercapai persesuain kehendak untuk mengadakan perikatan.

Menurut KUH Perdata, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan

(45)

mengikat (Pasal 1338 KUH Perdata).

i. Perjanjian riil

Di dalam KUH Perdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sudah terjadinya penyerahan barang, misalnya perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUH Perdata) dan pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata).

Perjanjian yang terakhir ini dinamakan perjanjian riil yang merupakan peninggalan hukum Romawi.

j. Perjanjian liberatoir

Perjanjian liberatoir adalah perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang (kwitjschelding) Pasal 1384 KUH Perdata.

k. Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst)

Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst) yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

l. Perjanjian untung-untungan

Perjanjian untung-untungan yaitu perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian, misalnya perjanjian asuransi (Pasal 1774 KUH Perdata).

m. Perjanjian publik

Perjanjian publik yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai

oleh hukum publik karena salah satu pihak yang bertindak adalah

pemerintah dan pihak lainnya adalah pihak swasta. Di antara keduanya

terdapat hubungan atasan dengan bawahan (subordinated) jadi tidak

berada dalam kedudukan yang sama (coordinate), misalnya perjanjian

ikatan dinas, perjanjian pengadaan barang pemerintah, dan lain-lain.

(46)

n. Perjanjian campuran (contractus sui generis)

Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa- menyewa) tetapi juga menyajikan makanan (jual-beli), dan juga memberikan pelayanan. Terhadap perjanjian campuran itu, ada berbagai paham antara lain:

1) Paham pertama menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (contractus sai generalis).

2) Paham kedua menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori absorbsi).

3) Paham ketiga menyebutkan bahwa ketentuan-ketentuan undang- undang yang diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu (teori kombinasi).

4. Hapusnya Perjanjian

Pada Pasal 1381 KUH Perdata diatur berbagai cara hapusnya perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang dengan cara-cara yang ditunjukkan oleh pembentuk undang-undang itu tidaklah membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan. Pasal 1381 KUH Perdata berbunyi:

“Perikatan-perikatan hapus:

a. karena pembayaran;

b. karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau

Gambar

Tabel Nomor 1.1 Perbedaan Perjanjian dengan Perikatan 8

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Eksploitasi DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 35 TAHUN 2014

Jadwal penerbangan menjadi salah satu hal yang penting dalam pengoperasian pesawat udara karena hal tersebut harus dilaksanakan sesuai yang Keterlambatan

menyatakan “melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasaan, penggunaan kekerasan, penculikan,

Jadi alasan dari dakwaan primair dan subsidair terdakwa Alamsyah Alias Lilik terdapat juncto dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1, dikarenakan tindak pidana tersebut tidak

Hal ini sama seperti yang diatur dalam Pasal 15 UNCLOS 1982 yang menyatakan dalam hal pantai dua negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu dengan

Skripsi ini mengemukakan permasalahan mengenai bentuk-bentuk pelanggaran terhadap perempuan korban perang di Suriah ditinjau menurut hukum internasional, diantara banyak

Maka, atas pertimbangan tersebutlah Majelis Hakim menyatkan bahwa terdakwa harus dilepaskan dari tuntutan hukum (ontslag van rechtvervolging). Dari pemaparan

Skripsi dengan judul “PENDAFTARAN MEREK KOLEKTIF SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK